Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Drs. H. Joko Sarjono, MSI
Disusun Oleh :
Adapun tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk melatih kami agar mampu
menyusun karya ilmiah secara benar dan cermat, sehingga menjadi semakin menarik dan
mudah untuk dicerna oleh pembacanya, serta untuk memenuhi tugas kami pada mata kuliah
Psikologi Pendidikan dengan dosen pengampu Bapak Drs. H. Joko Sarjono, MSI. Selain itu
juga untuk menambah wawasan bagi para pembaca serta penulis.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan
ikut berkontribusi dalam proses penulisan makalah ini, baik berupa sumbangan ide dan gagasan
maupun materi.
Dalam proses penyusunan makalah ini pun, tentu penulis berusaha untuk dapat
menyusun Makalah ini dengan baik dan benar, namun penulis juga menyadari bahwa sebagai
manusia biasa, penulis memiliki keterbatasan dan tidak luput dari kekeliruan. Oleh karena itu
jika didapati adanya kekeliruan baik dari segi penulisan, maupun dari segi isi makalah, maka
penulis memohon maaf dan mengharap kritik serta saran yang membangun dari dosen
pengampu maupun seluruh pembaca, dengan harapan dapat menjadi koreksi bagi penulis untuk
dapat menyempurnakan makalah ini dan juga dalam rangka menambah pengetahuan bersama.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ........................................................................................................................ 2
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang kematangan beragama erat kaitannya dengan kematangan
usia manusia. Perkembangan keagamaan seseorang untuk sampai pada tingkat
kematangan beragama dibutuhkan proses yang panjang. Proses tersebut, boleh jadi
karena melalui proses konversi agama pada diri seseorang atau karena berbarengan
dengan kematangan kepribadiannya. Sebagai hasil dari konversi, seringkali seseorang
menemukan dirinya mempunyai pemahaman yang baik akan kemantapan
keagamaannya hingga ia dewasa atau matang beragama. Demikian halnya dengan
perkembangan kepribadian seseorang, apabila telah sampai pada suatu tingkat
kedewasaan, maka akan ditandai dengan kematangan jasmani dan rohani. Pada saat
inilah seseorang sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap dan kuat terhadap
pandangan hidup atau agama yang harus dipegangnya. Manusia mengalami dua macam
perkembangan, yaitu perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan
jasmani diukur berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang
dicapai manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan rohani diukur
berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi
perkembangan rohani disebut istilah kematangan beragama.
Kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan kematangan
rohani. Secara normal, memang seseorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan
akan memiliki pula kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan
kepribadian maupun kematangan emosi. Tetapi perimbangan antara kedewasaan
jasmani dan kematangan rohani ini adakalanya tidak berjalan sejajar. Secara fisik
(jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa, tetapi secara rohani ia ternyata belum
matang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kematangan beragama?
2. Apa saja indikator dan faktor dalam kematangan beragama?
3. Apa saja karakteristik kematangan beragama?
iv
4. Bagaimana manifestasi kematangan beragama dalam perilaku keberagaman?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi kematangan beragama.
2. Dapat mengetahui indikator dan faktor dalam kematangan beragama.
3. Dapat mengetahui karakteristik kematangan beragama.
4. Dapat mengetahui manifestasi kematangan beragama dalam perilaku keberagaman.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sururin, “Ilmu Jiwa Agama”, Jakarta : Rajawali Press, 2004, hlm. 90-91.
6
c. Aspek tindakan, indikatornya meliputi : praktek ibadah dan kepedulian.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Beragama.
Menurut Dr. Singgih D. Gunarsa faktor yang mempengaruhi kematangan
beragama sama dengan faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologi seseorang,
kematangan beragama seseorang juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal
dan eksternal.
1. Faktor internal.
Faktor Internal yaitu sesuatu yang berasal dari seseorang tersebut.
Faktor internal yang dapat mempengaruhi perkembanagan kematangan beragama
seseorang antara lain :
a. Kondisi fisik.
b. Koordinasi motorik.
c. Kemampuan mental yang meliputi kecerdasan.
2. Faktor eksternal.
Faktor eksternal yaitu sesuatu yang berasal dari lingkungan seseorang
tersebut. Mulai dari lingkungan keluarga sampai dengan lingkungan dimana
seseorang tersebut hidup sehingga membentuk karakter. Selain itu ada faktor lain
yang juga mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang yaitu kebudayaan
tempat dimana seseorang itu dibesarkan. Kebudayaan turut mempengaruhi
pembentukan pola tingkah laku serta berperan dalam pembentukan kepribadian.
Kebudayaan yang menekankan pada norma yang didasarkan kepada nilai-nilai luhur
seperti kejujuran, loyalitas, kerja sama bagaimanapun akan memberi pengaruh
dalam pembentukan pola dan sikap yang merupakan unsur dalam kepribadian
seseorang.
Dalam kehidupan normal seorang yang sudah mencapai tingkat kedewasaan
akan memiliki pola kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kematangan
kepribadian, kematangan emosi ataupun kematangan beragama. Tetapi dalam
praktek yang terjadi adakalanya antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani
ini tidak berjalan sejajar. Secara fisik (jasmani) seseorang mungkin sudah dewasa,
tetapi secara rohani ia ternyata belum matang.
Selain itu dalam kehidupan tidak jarang dijumpai seseorang yang taat
beragama dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian
masing-masing. Kondisi seperti ini mempengaruhi sikap keagamaan seseorang.
Dengan demikian pengaruh tersebut secara umum memberi ciri-ciri tersendiri dalam
7
sikap keberagamaan masing-masing. Selanjutnya yang termasuk pengaruh faktor
eksternal yaitu lingkungan, lingkungan di sini bisa meliputi lingkungan keluarga dan
sekolah.
2
Jalaludin, ”Psikologi Agama”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 107-108.
3
Ibid, hlm. 127.
8
1. Manifestasi kematangan beragama secara individu
a) Agama sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan.
Ajaran dalam agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia. Nilai
nilai inilah yang dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi
manusia. Firman Allah yang artinya “kitab (Al-Qur’an) tidak ada keraguan
padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Qs. Al-Baqarah: 2)
Agama menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikap, dan berperilaku
agar sejalan dengan keyakinan yang dianutnya. McQuire memposisikan sistem
nilai yang berdasarkan agama dapat memberi pedoman bagi individu dan
masyarakat. Sistem nilai tersebut dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam
kehidupan individu dan masyarakat.
b) Agama sebagai sarana untuk mengatasi frustasi
Manusia mempunyai kebutuhan dalam kehidupan ini, mulai dari kebutuhan
fisik seperti; makanan, ketenteraman, istrirahat, dan seksual, sampai kebutuhan
psikis seperti; keamanan batin, ketenteraman batin, persahabatan, penghargaan,
dan kasih sayang. Pengamatan psikologis menunjukkan bahwa keadaan frustasi itu
dapat menimbulkan tingkah laku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak
jarang bertingkah laku religius atau keagamaan untuk mengatasi frustasinya.
c) Agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan
Ketakutan yang dimaksud dalam kaitannya dengan agama adalah bahwa
agama dianut sebagai sarana untuk mengatasinya, fokusnya pada ketakutan yang
tidak ada objek. Kita sering menemukan ketika seseorang medapatkan musibah
maka ibadahnya semakin meningkat karena meminta kepada Allah Ta’ala supaya
masalah yang dihadapinya segera selesai. Fungsi agama adalah untuk menemukan
jalan keluar atau ketenangan dalam menghadapi masalah tersebut.
d) Agama sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan
Agama mampu memberi jawaban atas kesadaran intelektual kognitif,
sejauh kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologi, yaitu oleh
keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat
menempatkan diri secara berarti dan bermakna di tengah-tengah alam semesta ini.
Manusia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat mendasar dalam
kehidupan tanpa agama, yaitu dari mana manusia datang, apa tujuan manusia hidup
9
di dunia, dan mengapa manusia ada dan ke mana manusia kembalinya setelah
mati.4
4
Mar’atus Sholihah, ”Kedewasaan Beragama Pada Anak Usia Dasar”, Jurnal Falasifa, Vol. 6 No. 1, 2018,
hlm. 103-104.
5
Ramayulis, ”Psikologi Agamar”, Jakarta : Radar Jaya, 2007, hlm. 227-233.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kematangan atau kedewasaan seorang dalam beragama biasanya diperlihatkan
dengan kesadaran dan keyakinan yang kuat dan teguh karena menganggap benar akan
agama yang dianutnya dan dia memerlukan agama dalam hidupnya. Seseorang yang
matang dalam beragama bukan saja memegang teguh pemahaman keagamaan yang
dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggung jawab,
melainkan dibarengi dengan pengetahuan keagamaan yang cukup mendalam. Dan
begitu juga kriteria kematangan beragama diantaranya: Bersikap positif terhadap ajaran
dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam
pemahaman keagamaan, Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan
tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup,
Bersikap lebih terbuaka dan wawasan yang lebih luas. Dalam manifestasinya perilaku
keberagamaan diukur dari aspek aqidah, ibadah dan akhlaknya. Tetapi, karena aqidah
merupakan hal yang bersifat abstrak dan penelusurannya sangat sulit melalui indra,
maka pengukuran tingkat keberagamaan seseorang dapat ditelusuri melalui rutinitas
pelaksanaan ibadahnya dan penampilannya melalui akhlaknya.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan juga bahwa kematangan beragama
mempunyai peranan yang amat penting dalam keberagaman di masyarakat. Sebaik
apapun komponen pendukung dalam bermasyarakat, jika tidak di sertai dengan
kematangan dalam beragama terutama secara individu maka akan berdampak besar
pada proses membentuk kerukunan di lingkungan sekitar.
11
mempelajari materi tentang Psikologi Agama bagi para pembaca terkhusus bagi
penulis.
12
DAFTAR PUSTAKA
Sholihah, Mar’atus. (2018). “Kedewasaan Beragama Pada Anak Usia Dasar”. Jurnal Falasifa.
Vol. 6 No. 1.
13