Anda di halaman 1dari 15

RUANG LINGKUP FIQIH KELUARGA MUSLIM, TUJUAN, DAN HUKUM MENIKAH

Mata Kuliah : Fiqih Keluarga Muslim


Dosen Pengampu : Dr. Hj. Ummul Baroroh, M.Ag

Disusun Oleh :
1. Siti Fatihaturisko 2001016042
2. Maylan 2001016049

BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah fiqh keluarga
muslim,pada semester 4 di tahun akademik 2021/2022 dengan judul ’’ Ruang Lingkup Fiqh
Keluarga Muslim,Tujuan menikah, Dan Hukum Menikah’’. Dalam menyelesaikan makalah ini,
penulis banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan
yang menunjang. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari Dosen pengampu Mata Kuliah
fiqh keluarga muslim yang telah memberikan pengarahan guna penyusunan makalah ini
akhirnya dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif guna
penyusunan maklah yang lebih lagi di masa yang akan datang. Harapan penulis, semoga
makalah yang sederhana ini dapat memberikan informasi kepada pembaca.

Semarang, 18 february 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................3
Latar belakang.........................................................................................................................................3
Rumusan masalah...................................................................................................................................4
Tujuan......................................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
Pengertian fiqih keluarga muslim dan cara pembentukan keluarga........................................................5
Tujuan pernikahan...................................................................................................................................9
Hukum pernikahan................................................................................................................................11
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................13
Kesimpulan............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Allah telah menciptakan segala sesuatu yang berpasang-pasangan, ada lelaki ada
perempuan salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk
membuat atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah manusia diberikan berupa
pernikahan untuk memasuki kehidupan baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan
tanpa pemberiannya.
Untuk mewujudkan kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang
benar-benar manusiawi, maka Islam datang dengan membawa ajaran yang sesuai
dengan syariat-Nya. Islam menjadikan lembaga itu akan lahir sebagaimana mestinya,
maka satu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa dan sangat
diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan umatnya
untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak
hanya untuk satu atau dua tahun saja, tetapi akan diniatkan untuk selama-lamanya
sampai akhir hayat kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami mudah tetapi
membutuhkan waktu. Karena Kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang
yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini
dikarenakan seorang Muslim atau Muslimah sudah memilih pasangannya yang akan
menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah
tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anak demikian pula pria menjadi suami
atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi nafkah
bagi anak istri. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup
pilihan kita setelah rumah tangga kelak.
2. Rumusan masalah
1) Apa pengertian fiqih keluarga Muslim dan cara pembentukan keluarga?
2) Apa saja tujuan dalam pernikahan?
3) Apa saja hukum dalam pernikahan?
3. Tujuan
1) Dapat menjelaskan pengertian fiqih keluarga Muslim dan bagaimana cara
pembentukan keluarga
2) Dapat menjelaskan dan mengetahui apa saja tujuan dalam pernikahan
3) Dapat menjelaskan dan mengetahui apa saja hukum dalam pernikahan
1.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian fiqih keluarga muslim dan cara pembentukan keluarga
1. Pengertian fiqih keluarga muslim
Keluarga merupakan sebuah unit terkecil di dalam masyarakat, terbentuknya
keluarga akibat adanya pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan yang
saling mencintai dan disatukan dengan akad yang sangat kuat yaitu pernikahan.
Menurut fiqih perkawinan merupakan akad yang berisi pembolehan laki-laki dan
perempuan melakukan hubungan suami istri atau pembolehan bagi laki-laki
mengambil manfaat seksual dari alat kelamin perempuan dengan menggunakan
lafadz Inkah atau Tazwij atau yang semakna dengan itu.
Menurut bahasa, nikah adalah al-dhammu atau al-tadakhul yang artinya
berkumpul atau saling memasuki. (A. W. Munawwir, 1997:392,829)
Menurut Ahli Usul, nikah berarti:
 Ahli Usul Hanafiyah
Menurut aslinya berarti setubuh, dan secara majazi (metaphoric) ialah akad
yang menghalalkan hubungan kelamin antara pria dengan wanita.
 Ahli Usul Syafi’iyah mengatakan, nikah menurut aslinya ialah akad yang
menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan wanita. Sedang menurut
arti majazi (metaphoric) ialah bersetubuh.
 Abu Qasim al-Zayyad, Imam Yahya, Ibnu Hazm dan sebagian ahli usul dari
sahabat Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah mengandung kedua arti
sekaligus, yaitu sebagai akad dan setubuh.(Abu al-‘Ainain, 2002:18).
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.”(Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974, Pasal 1).
Perkawinan menurut hukum Islam adalah “pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat
atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.” (Pasal 2 KHI).
Melaksanakan pernikahan dan membina rumah tangga adalah salah satu anjuran
yang harus dilaksanakan. Karena penikahan merupakan jalan yang sangat mulia
untuk dilakukan supaya mendapatkan keturunan dengan adanya kehidupan rumah
tangga. Dan pernikahan merupakan salah satu asas pokok hidup yang paling utama
dalam kehidupan di masyarakat. Adapun problem dalam berumah tangga
Problematika Kehidupan Berkeluarga Keluarga sakinah, keluarga yang bahagia,
penuh cinta dan kasih sayang merupakan dambaan setiap keluarga muslim di
manapun. Namun pada kenyataanya tidak semua orang bisa dan mampu untuk
mewujudkannya. Ada berbagai masalah, besar maupun kecil yang sering kali
merintangi laju bahtera rumah tangga seseorang. Hal itu terjadi baik karena
kurangnya pengetahuan, kurangnya komunikasi antara suami istri, atau antara anak
dengan orang tua, dan juga berbagai masalah rumah tangga sehari-hari lainnya yang
sering dijumpai baik karena kekurangan dari masing-masing anggota keluarga
tersebut, maupun faktor eksternal adanya campur tangan pihak luar.Kehidupan
dalam berumah tangga sudah pasti akan menghadapi berbagai persoalan, baik yang
menyenangkan maupun tidak, yang mudah untuk diselesaikan maupun yang sulit
untuk di atasi, yang antara lain:
1. Problem Seksual
Seks bukanlah segalanya, namun dalam kehidupan rumah tangga sangat
menentukan kebahagiaan suami istri.Karena itu kehidupan seks suami istri juga
kerap menjadi penyebab ketidak harmonisan rumah tangga. Problem seks inilah
yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga seseorang yang mengganggu
keharmonisan suami istri dan tidak jarang menjadi penyabab terjadinya
perselingkuhan atau bahkan berujung perceraian, hal ini disebabkan kurangnya
komunikasi antara suami istri didalam rumah tangga.
2. Problem Ekonomi
Masalah ekonomi juga merupakan faktor yang sangat sensitif dan rentan dalam
menimbulkan problem dalam rumah tangga.Bukan hanya masalah kekurangan
materi yang bisa menimbulkan keretakan rumah tangga, tapi ekonomi yang
cukup, bahkan berlebih, kerap kali juga menimbulkan masalah tersendiri. Yang
sering terjadi adalah masalah dalam pengaturan keuangan keluarga dan
pembagian harta warisan Adalah Manusia: Kesulitan ekonomi dapat menjadi
sebab terjadinya perceraian juga, walaupun ini bukan merupakan faktor utama
dan satu-satunya. Karena ketidakstabilan ekonomi atau belum adanya pekerjaan
tetap, baik suami maupun istri akan sulit mewujudkan keluarga harmonis seperti
yang diinginkan dalam sebuah mahligai rumahtangga.
3. Problem Emosi
Emosi adalah problematika yang paling umum dalam sebuah rumah tangga.
Pengendalian emosi yang kurang, menimbulkan egoisme pada masing-masing
anggota keluarga, menyebabkan amarah, perselisihan, dan atau bahkan
pertengkaran juga penyiksaan fisik.Emosi jugalah yang menyebabkan suami istri
pisah ranjang, pisah
rumah, bahkan bercerai. Terlepas dari apapun penyebab terjadinya
pertengkaran antara suami istri, yang membuat suasana memanas adalah emosi
yang tidak terkontrol. Maka baik suami maupun istri harus mau belajar dan
berusaha untuk mengendalikan emosi, demi kebaikan pribadi dan kebahagiaan
rumah tangganya. Masing-masing harus mau saling menyadari dan menerima
kesalahannya, harus mau saling minta maaf dan memaafkan satu dengan yang
lainnya.
4. Problem Keturunan
Anak adalah amanat Allah bagi manusia sekaligus buah hati mereka, buah cinta
dan pengikat tali kasih sayang. Kehadiaran anak akan membuat suasana rumah
menjadi hangat, semakin ceria, penuh canda tawa dan bahagia. Namun
persoalan anak juga seringkali menimbulkan masalah dalam rumah tangga, baik
bagi suami istri yang telah memiliki anak, yang belum punya, maupaun yang
sudah divonis medis tidak akan dapat memiliki anak. Bagi keluarga yang tidak
bisa atau belum bisa mendapatkan keturunan, masalah yang timbul biasanya
akan saling menyalahkan siapa yang tidak tidak bisa menghasilkan keturunan
tersebut, sedangkan bagi pasangan yang sudah di anugerahi keturunan, problem
muncul biasanya ketika anak susah diatur, tidak sesuai dengan keinginan orang
tua, atau terlalu banyak anak sehingga menyulitkan dalam hal pengaturan dan
pembagian waktu dan perhatian terhadap anak-anak. Hal ini juga berkaitan erat
dengan problem ekonomi.
5. Problem Pendidikan
Problem yang terkadang timbul dari pendidikan ini adalah ketika antara suami
dan istri tidak sesuai atau seimbang, dalam hal ini akan menimbulkan masalah
yaitu tentang cara mendidik anak, dan ini terjadi apabila tidak ada kesepakatan
antara suami istri dalam mengambil keputusan. Bukan berarti tidak
diperbolehkan perkawinana antara suami istri yang tidak setara pendidikannya,
akan tetapi yang paling penting adalah kesepakatan tentang pandangan hidup
itulah yang harus dikedepankan. Problem pendidikan juga kadang timbul dari
pihak anak, dimana kadang-kadang anak mogok untuk melanjutkan
pendidikannya atau jurusan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan orang
tuanya.
6. Problem Pekerjaan
Seoarang suami yang menjadi kepala keluarga, sekaligus tulang punggung
pencari nafkah dalam keluarga, terkadang terlalu sibuknya sehingga sehingga
keadaan istri dan anak-anaknya kurang ia perhatikan. Istri merasa tidak
mendapat perhatian dari suaminya, padahal selain nafkah lahir, nafkah batin
juga harus dipenuhi.Selain itu, ada juga yang bukan hanya suami yang bergulat
dengan pekerjaan, tapi istri juga seorang wanita karir, yang lebih sering diluar
rumah untuk pekerjaannya disbanding kebersamaan untuk keluarganya.Padahal,
fungsi dan peran seorang ibu juga penting dalam perkembangan anak-anaknya
dilingkungan keluarga.Kenyataan akan adanya problem yang berkaitan dengan
pernikahan dan kehidupan keluarga, yang sering kali tidak bisa di atasi sendiri
oleh yang terlibat dengan masalah tersebut, menunjukkan bahwa diperlukan
adanya konseling dari orang lain untuk turut serta mengatasi masalahnya
tersebut. Selain itu kenyataan bahwa kehidupan pernikahan dan keluarga itu
selalu ada saja masalahnya, menunjukkan pula perlunya bimbingan Islami
mengenai pernikahan dan pembinaan kehidupan berkeluarga.
2. Cara pembentukan keluarga
Sebagai umat muslim yang baik tentu kita menginginkan memiliki sebuah keluarga
yang islami penuh kebahagiaan, aman, dan sejahtra yaitu keluarga yang di dalamnya
terdapat penegakan adab-adab mulia yang nantinya dapat menciptakan keluarga
bahagia,aman tentram, Sakinah Mawaddah Wa Rahmah. Tentunya masing-masing
suami dan istri harus mamahami kedudukan, fungsi dan tugasnya. Suami harus
membiayai kelangsungan kebutuhan materi keluarganya, karena itu salah satu tugas
utamanya. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah 233: “… Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang
makruf “.
Allah memberikan rizki pada tiap keluarga, terutama pada keluarga yang pandai
bersyukur maka seorang istri harus bisa mensyukurinya dan merasa cukup. Tidak
berkeluh kesah dan menggerutu, sekecil apapun nikmat yang mereka dapat. Mereka
percaya bahwa Allah akan menambahkan nikmat pada hamba-Nya yang pandai
bersyukur dan merasa cukup.
Untuk mewujudkan keluarga bahagian, aman, tentram, sakinah, mawaddah
warohmah. Berikut ini 9 cara mewujudkannya.
1) Terima Kelebihan dan Kekurangan Pasangan
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pun diri kita dan pasangan kita.
Alangkah tidak adilnya bila kita hanya menerima sisi positif pasangan dan
menolak sisi negatifnya. Penerimaan kita terhadap kekurangan pasangan
akan meredam ketegangan yang kerap muncul dalam pernikahan. Sering-
seringlah mengingat kelebihan pasangan, agar kita bisa senantiasa
menghidupkan rasa cinta dalam hati dan meminimalisir pertengkaran.
2) Memaafkan dan Melupakan Kesalahan Pasangan di Masa Lalu
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, baik kesalahan kecil maupun
besar. Memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan di masa lalu bukanlah
hal yang mudah. Namun bila kita telah berkomitmen untuk mempertahankan
pernikahan, maka memaafkan dan melupakan kesalahan pasangan
merupakan salah satu jalan untuk membina keluarga bahagia, sejahtera dan
harmonis.
3) Jalin Komunikasi
Banyak sekali pernikahan yang berakhir hanya karena kita lalai menjaga
kehangatan komunikasi. Di masa sekarang, fasilitas internet memudahkan
kita berinteraksi dengan berbagai orang, termasuk dengan orang-orang di
masa lalu. Akibatnya, kita sering lupa menjalin komunikasi dengan pasangan.
Tanpa komunikasi kita tak mungkin bisa memahami pasangan dengan baik.
Akhirnya hubungan kita semakin renggang, bahkan menjadi asing satu sama
lain. Maka bila ingin membangun keluarga bahagia,aman dan harmonis,
redamlah ego, selalu bertegur sapa. Ini memang berat pada mulanya, tetapi
efektif untuk menyatukan hati. Tanpa komunikasi kita tak akan bisa
menyentuh hatinya dan memahami persoalan yang membelenggu dirinya.
4) Meminta Maaf Terlebih Dahulu
Merasa diri paling benar dan sikap menyalahkan pasangan adalah jalan
termudah untuk mengakhiri sebuah pernikahan. Kita bisa merancang semua
alasan untuk membenarkan sikap kita. Namun tahukah, si Dia pun memiliki
sejuta alasan untuk mempertahankan egonya. Lantas, demi komitmen untuk
menciptakan keluarga harmonis, mengapa tidak jika kita yang meminta maaf
terlebih dahulu. Meminta maaf tidak membuat kedudukan kita menjadi
rendah di matanya, sebaliknya, akan memecahkan kebekuan yang telah
terbentuk sebelumnya.
5) Hindari Berburuk Sangka
Tuduhan yang tidak mendasar sering kali menjadi pemicu sebuah
pertengkaran dalam rumah tangga. Menghindari berburuk sangka pada
pasangan akan membuat kita rileks dalam menjalani kehidupan dan
membuat kita fokus untuk membina keluarga harmonis.
6) Memperbaiki Diri
Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berubah, tanpa terlebih dahulu kita
yang mengubah diri sendiri. Sebagaimana pasangan kita yang tak sempurna,
sesungguhnya kita pun jauh dari sempurna. Boleh jadi sikap dan kebiasaan
buruk yang kita miliki dan sering tidak kita sadari-merupakan satu sebab yang
memicu timbulnya perselisihan.
7) Jangan Menutup Diri
Tidak ada pernikahan yang sempurna dan tanpa perselisihan. Ada kalanya
perselisihan itu berujung pada pertengkaran-pertengkaran hebat yang
membuat kita berpikir untuk mengakhiri pernikahan. Jika hal itu yang terjadi
pada pernikahan, tak ada salahnya membicarakan masalah yang kita hadapi
pada pihak ketiga. Bicaralah pada orang yang kita percaya mampu bersikap
adil dan bisa memberi solusi atas kondisi yang kita hadapi. Kita bisa
menceritakan pada sahabat terdekat, atau konsultan pernikahan. Dengan
melakukannya, beban yang kita rasakan akan terasa lebih ringan.
8) Utamakan Kebahagiaan Anak
Anak menjadi salah satu sumber kebahagiaan, akan tetapi bisa juga menjadi
sumber percekcokan bagi orangtuanya. Meskipun demikian, sudah menjadi
tanggung jawab dan kewajiban orangtua untuk memberikan kehidupan yang
tenang, tentram dan menyenangkan bagi buah hatinya. Bila kata cerai sudah
di ujung lidah, ada baiknya kita berpikir ulang demi masa depan anak-anak.
Bukankah anak selalu menjadi korban dalam sebuah perceraian? Ingatlah
dampak perceraian yang kerap menimbulkan masalah dalam proses tumbuh
kembang anak.
9) Berdoa
Mendekatkan diri pada Sang Pencipta serta berdoa, merupakan salah satu
cara untuk menyelamatkan sebuah pernikahan dan membentuk keluarga
harmonis. Hanya dengan memiliki keyakinan dan bersandar pada kekuatan
Tuhan, kita mampu bertahan dan menjalani kehidupan pernikahan dengan
baik. Nah, itulah beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk menciptakan
keluarga yang bahagia, aman, tentram , dan harmonis

B. Tujuan pernikahan
Tujuan pernikahan juga terdapat dalam undang-undang no.1 tahun 1974 pasal 1 “tujuan
membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.” Dan
juga didalam kompilasi hukum Islam pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.” Dari sumber tersebut
bisa diartikan bahwa pernikahan itu membawa kita kepada kebahagiaan.
Selain itu tujuan dilaksanakannya pernikahan ialah untuk mencapai kebahagian,
ketenangan di suasana kasih sayang baik lahir maupun batin.
Dalam melaksanakan pernikahan bukan hanya melihat dari sisi tujuannya namun juga
harus memperhatikan apa yang dimaksud dari Sakinah, mawaddah, dan warahmah yang
sering kita sebut dengan (samawa), berikut penjelasan dari Sakinah, mawaddah,
warahmah :
1. Sakinah
Sebagai mana kita ketahui sakinah berasal dari bahasa arab yang berarti
ketentraman, ketenangan dan kedamaian. Maka keluarga sakinah yaitu keluarga
yang merasa tentram, tenang dan damai di dalam keluarga. Keluarga yang
sakinah ialah keluarga yang terhindar dari kekacauan dan dari keributan. Apabila
di dalam keluarga terdapat keributan dan kekacauan maka keluarga tersebut
bukanlah keluarga yang sakinah, karena keluarga sakinah adalah keluarga yang
aman.
Dengan adanya rasa ketenangan dan ketentraman di dalam keluarga maka
keluarga tersebut akan jauh dari adanya pertengkaran, kalau adapun mereka
akan mudah menyelesaikannya dikarenakan pikiran yang tenang dan jernih akan
dapat menghasilkan solusi yang baik bagi keluarga.
Kalau tidak adanya sakinah di dalam keluarga maka persoalan yang terjadi di
keluarga akan terus terjadi tanpa adanya solusi yang baik dari keduanya, karena
tidak adanya ketenangan di dalam berpikir. Dan disinilah pentingnya sakinah di
dalam keluarga.
2. Mawaddah
Mawaddah adalah berasal dari bahasa arab yang berarti kasih sayang yang bisa
diartikan cinta yang membara atau cinta yang menggebu-gebu. Hal ini memiliki
kaitan yang erat dengan sakinah karena rasa aman dan tentram dapat dicapai
dengan cara saling mencintai. Perasaan mawaddah ini adalah perasaan yang
lumrah bagi semua orang karena dengan adanya rasa sayang yang membara
atau menggebu-gebu antara pasangan sangat menjamin kekokohan di dalam
keluarga tersebut. Dan perasaan ini mungkin terjadi akibat adanya hal yang
indah untuk di pandang baik dari kecantikan ataupun ketampanan, moralitas dan
lain sebagainya dari pasangannya.
Dengan adanya mawaddah pasti akan menumbuhkan rumah tangga yang penuh
cinta dan kasih sayang. Rasa ingin menjaga diantara pasangan juga semakin kuat
karena keduanya sudah merasakan saling melengkapi dengan adanya cinta dan
kasih sayang pada keduanya dan hal ini akan menimbulkan sifat yang positif.
Apabila tidak adanya mawaddah di dalam keluarga pasti keluarga atau pasangan
tersebut merasa sepi dan disinilah akan terjadi sesuatu yang negatif seperti
terjadinya perselingkuhan. Hal ini, terjadi akibat sudah hilangnya rasa mawaddah
di dalam rumah tangga atau pasangan. Maka dari itu perasaan mawaddah ini
harus sangat ditanamkan di dalam keluarga, karena keindahan keluarga yang
mawaddah ini adalah salah satu harapan dari rumah tangga yang didambakan
oleh setiap orang.
3. Rahmah
Rahmah berasal dari bahasa arab yang artinya rahmat, karunia, rezeki.
Maksudnya ialah karunia yang telah diberi tetap terjaga yaitu rasa kasih dan
sayang terhadap pasangan dan keluarga. Rahmah disini tidak akan langsung
muncul atau timbul begitu saja, tetapi pasti adanya proses yang dilalui antara
pasangan atau keluarga, dan rahmah ini pasti tidak akan terwujud apabila antara
suami istri tidak menjalankan kewajibannya dengan benar. Maka dari itu
pasangan suami istri harus mengetahui kewajiban dan haknya masing-masing
supaya keluarga yang rahmah kekal ini akan tetap terus terjaga.
Setelah mengetahui makna yang jelas terkait terbentuknya keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah setiap pasangan pasti mengetahui bagaimana cara
mempertahankan keharmonisan didalam rumah tanggnya sesuai dengan ajaran agama
Islam sehingga supaya tidak terjadinya kekacauan didalam keluarga. Sebab, keluarga
yang bahagia merupakan sebuah bangunan yang dibuat sepasang suami istri yang
menunjukan pengalaman atau pengertian satu sama lain dalam sebuah pernikahan dan
membentuk rumah tangga.
Dari ketiga sumber diatas dapat diambil bahwa tujuan pernikahan secara jelas ialah:
1) Supaya terwujudnya keluarga yang benar-benar bahagia sejahtera tentram dan
sedamai-damainya.
2) Supaya mendapatkan keturunan yang sah dan kedua orang tua bertanggung
jawab terhadap anaknya.
3) Supaya terhindar dari maksiat dan dapat menjaga diri dari lainnya
Dalam melaksanakan pernikahan selain ada tujuan menikah ada juga hikmah dalam
pernikahan, Menurut Mustafa al-Khin dalam pernikahan sesungguhnya terdapat
hikmah-hikmah yang agung yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun aqliyah.
Diantara hikmah-hikmah tersebut antara lain : (Mustafa al-Khin dkk 1987: 13d)
a. Memenuhi tuntutan fitrah
Manusia diciptakan oleh Allah dengan memiliki insting untuk tertarik dengan
lawan jenisnya. Laki-laki tertarik dengan wanita dan sebaliknya. Ketertarikan
dengan lawan jenis merupakan sebuah fitrah yang telah Allah letakkan pada
manusia. Islam adalah agama fitrah, sehingga akan memenuhi tuntutan-tuntutan
fitrah; ini bertujuan agar hukum Islam dapat dilaksanakan manusia dengan
mudah dan tanpa paksaan. Oleh karena itulah, pernikahan disyari’atkan dalam
Islam dengan tujuan untuk memenuhi fitrah manusia yang cenderung untuk
tertarik dengan lawan jenisnya. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan
ini, bahkan Islam melarang kehidupan para pendeta yang menolak pernikahan
ataupun bertahallul (membujang). (At-Turmuzi, tt:393III) Akan tetapi sebaliknya,
Islam juga membatasi keinginan ini agar tidak melampaui batas yang dapat
berakibat rusaknya tatanan masyarakat dan dekadensi moral sehingga
kemurnian fitrah tetap terjaga.
b. Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin
Salah satu hikmah pernikahan yang penting adalah adanya ketenangan jiwa
dengan terciptanya perasaan-perasaan cinta dan kasih.
c. Menghindari dekadensi moral
Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya
insting untuk melakukan relasi seksual. Akan tetapi insting ini akan berakibat
negative jika tidak diberi frame untuk membatasinya, karena nafsunya akan
berusaha untuk memenuhi insting tersebut dengan cara yang terlarang. Akibat
yang timbul adalah adanya dekadensi moral, karena banyaknya perilaku-perilaku
menyimpang seperti perzinaan, kumpul kebo dan lain-lain. Hal ini jelas akan
merusakfundamen-fundamen rumah tangga dan menimbulkan berbagai
penyakit fisik dan mental. (At-Turmuzi, tt:393III)
d. Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan. Dari uraian di atas hanya
sekilas tentang hikmah yang dapat diambil dari pernikahan, karena masih banyak
hikmah-hikmah lain dari pernikahan, seperti penyambung keturunan,
memperluas kekerabatan, membangun asas-asas kerjasama, dan lain-lain yang
dapat kita ambil dari ayat al-Qur’an, hadis dan growth-up variable society.
C. Hukum pernikahan
Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk
Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak
pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan
siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.
Allah tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti
nalurinya dan berhubungan secara anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan
dan martabat kemuliaan manusia, Allah mengadakan hukum sesuai dengan
martabatnya sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara
terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai.
Dalam pensyariatan nikah adalah al-Quran, al-Sunnah dan Ijma. Namun sebagian ulama
berpendapat Hukum asal melakukan perkawinan adalah mubah (boleh). Hukum
tersebut bisa berubah menjadi sunah, wajib, makruh dan haram tergantung kepada illat
hukum, yaitu :
1. Hukum nikah menjadi sunah apabila seseorang dipandang dari segi
pertumbuhan jasmaninya wajar dan cenderung ia mempunyai keinginan untuk
nikah dan sudah mempunyai penghasilan yang tetap.
2. Hukum menjadi wajib apabila seseorang dipandang dari segi jasmaninya telah
dewasa dan dia telah mempunyai penghasilan yang tetap serta ia sudah sangat
berkeinginan untuk menikahi sehingga apabila ia tidak menikah dikhawatirkan
terjerumus kepada perbuatan zinah.
3. Hukum nikah menjadi makruh apabila seseorang secara jasmani atau umur telah
cukup walau belum terlalu mendesak. Tetapi belum mempunyai penghasilan
tetap sehingga bila ia kawin akan membawa kesengsaraan hidup bagi anak dan
isterinya.
4. Hukum nikah menjadi haram apabila seseorang mengawini seseorang wanita
dengan maksud untuk menganiayanya atau mengolok-oloknya atau untuk balas
dendam.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga merupakan sebuah unit terkecil di dalam masyarakat, terbentuknya keluarga akibat
adanya pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai dan
disatukan dengan akad yang sangat kuat yaitu pernikahan. Dalam Melaksanakan pernikahan
dan membina rumah tangga adalah salah satu anjuran yang harus dilaksanakan. Karena
penikahan merupakan jalan yang sangat mulia untuk dilakukan supaya mendapatkan keturunan
dengan adanya kehidupan rumah tangga. Dan pernikahan merupakan salah satu asas pokok
hidup yang paling utama dalam kehidupan di masyarakat. Adapun problem dalam berumah
tangga Problematika Kehidupan Berkeluarga Keluarga sakinah, keluarga yang bahagia, penuh
cinta dan kasih sayang merupakan dambaan setiap keluarga muslim di manapun. Namun pada
kenyataanya tidak semua orang bisa dan mampu untuk mewujudkannya. Ada berbagai
masalah, besar maupun kecil yang sering kali merintangi laju bahtera rumah tangga seseorang.
Hal itu terjadi baik karena kurangnya pengetahuan, kurangnya komunikasi antara suami istri,
atau antara anak dengan orang tua, dan juga berbagai masalah rumah tangga sehari-hari
lainnya yang sering dijumpai baik karena kekurangan dari masing-masing anggota keluarga
tersebut, maupun faktor eksternal adanya campur tangan pihak luar.Kehidupan dalam
berumah tangga sudah pasti akan menghadapi berbagai persoalan, baik yang menyenangkan
maupun tidak.
Tujuan pernikahan juga terdapat dalam undang-undang no.1 tahun 1974 pasal 1 “tujuan
membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.” Dan juga
didalam kompilasi hukum Islam pasal 3 “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah.” Dari sumber tersebut bisa diartikan
bahwa pernikahan itu membawa kita kepada kebahagiaan. Orang yang menikah sepantasnya
tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan
manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini: Pertama,
Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Kedua, Memperbanyak keturunan
umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, dan Ketiga, Menjaga kemaluannya dan
kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram.
Dalam pensyariatan nikah adalah al-Quran, al-Sunnah dan Ijma. Namun sebagian ulama
berpendapat Hukum asal melakukan perkawinan adalah mubah (boleh). Hukum tersebut bisa
berubah menjadi sunah, wajib, makruh dan haram tergantung kepada illat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Atabik Ahmad dan Khoridatul Mudhiiah, PERNIKAHAN DAN HIKAMAHNYA PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM. YUDISIA, Vol. 5, No. 2, Desember 2014
Hudafi Hamsah, PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH MAWADDAH WARAHMAH
MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM, eISSN:
2549-4198, pISSN: 2549-3809 Vol. 06. No.18 february 2022
Harahap Pangeran , Hukum Islam Di Indonesia (Bandung: Citapustaka Media, 2014), 47.
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011,
hlm.12
Masile: Jurnal Studi Ilmu Keislaman Juli-Desember, Vol. 1, No.1, 2019
Rasjid Sulaiman, Fiqih Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013), 374.
Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami. Yogyakarta: UII
PRESS. 1992
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah dalam Naungan alQur‟an dan Sunnah,
Jakarta: Zakia. 2004
Yanti, Noffi. “Mewujudkan Keharmonisan Rumah Tangga Dengan Menggunakan Konseling
Keluarga,” Al-Ittizaan: Jurnal Bimbingan Konseling Islam 3, no. 1 (2020): 8,
https://doi.org/10.24014/0.8710152.

Anda mungkin juga menyukai