Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Abdul Ghafur

NIM : 11740114546
JURUSAN : PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM / 4.C
MATA KULIAH : PSIKOLOGI DAKWAH

SOAL
1. Sebutkan tiga teori-teori psikologi yang memungkinkan dalam dakwah
a. Teori psikoanalisa
Tokoh dari teori ini adalah Sigmund Freud. Fokus perhatian teori psikoanalisis
ditujukan kepada struktur manusia, yakni kepada totalitas kepribadian manusia,
bukan pada bagian-bagiannya yang terpisah. Menurut teori psikoanalisis, manusia
disebut sebagai homo volens yang artinya manusia berkeinginan, yakni makhluk yang
perilakunya digerakkan oleh keinginan-keinginan yang terpendam dalam alam bawah
sadar. Dan dalam teori psikoanalisis, perilaku manusia merupakan hasil interaksi dari
tiga substansi dalam kepribadian Manusia.
b. Teori behaviorisme
Aliran behaviorisme melahirkan pendekatan yang sangat kontradiktif dengan
psikoanalisis yang memandang bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh insting dan
dorongan nafsu rendah. Aliran ini tidak mengakui konsepsi ketidaksadaran dan
kesadaran yang menjadi inti dari pssikoanalisis, namun lebih memandang aspek
stimuli lingkunganlah yang bisa membentuk perilaku manusia.
Aliran behaviorisme menyatakan bahwa semua tingkah laku manusia, bisa
ditelusuri asalnya dari bentuk refleks-refleks yang merupakan elemen tingkah laku
yang paling sederhana, dengannya semua bentuk tingkah laku yang kompleks dan
lebih tinggi bisa disusun.
Dan dalam teori behaviorisme manusia disebut Homo Mechanicus yang artinya
manusia mesin. Behaviorisme tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau
jelek, rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilaku manusia dikendalikan oleh lingkungan
c. Teori kognitif
Pendekatan teori kognitif lebih menekankan kepada proses mental manusia.
Dalam pandangan ahli penganut aliran koignitif, tingkah laku yang tampak tidak
dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi,
kesenjangan, keyakinan, dan sebagainya.
2. Jelaskan interaksi psikologi da’i dan mad’u
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kepribadian juru
dakwah. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan diterima dengan
baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan adalah perintah Allah
SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah cirri-ciri kepribadian seorang
juru dakwah.
Dalam melaksanakan kegiatan dakwah akan banyak cobaan yang dihadapi oleh juru
dakwah. Oleh Karena itu kepribadian seorang da’i berperan penting dalam keberhasilan
proses dakwah. Untuk itu, orang yang berdakwah harus memiliki sikap mental yang baik
dan ini harus betul-betul terealisasi dalam kehidupannya sehari-hari. Sikap mental ini
antara lain sebagai berikut:
1) Memiliki kecintaan kepada ajaran Islam, sehingga dalam kapasitasnya sebagai da’i,
seorang telah merealisasikan pesan-pesan dakwahnya dalam kehidupan nyata. Bila
tidak, terdapat hambatan psikologis untuk diterimanya pesan-pesan dakwah oleh
mad’u, bahkan bisa mengakibatkan hilangnya kewibawaan sebagai da’i dan di
hadapan Allah Swt, ia mendapatkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak
kamu kerjakan?” (As-Shaff:2)
2) Lemah lembut kepada mad’u-nya agar mereka senang dan mau menerima pesan-
pesan dakwah serta mengikuti jalannya. Bila bersikap sebaliknya, yakni bengis dan
kasar, kemungkinan besar yang terjadi adalah dai dijauhi madú nya. Ini pula yang
dicontohkan oleh Rasul Saw dalam berbagai peristiwa, sehingga mereka yang semula
memusuhi berubah menjadi pendukung-pendukung yang setia.
3) Bersikap sabar dan optimis dalam dakwah.
Menggunakan cara yang baik dan benar dalam berdakwah, sehingga secara psikologis
dakwah akan mendapat simpati mereka yang semula tidak suka dan tidak ada alasan
untuk menuduh para dai dengan tuduhan yang tidak benar.
3. Tuliskan dan jelaskan tiga kepribadian dalam dakwah
Dai/Penyuluh Agama yang efektif dapat di kelompokkan kepada tiga bagian,yaitu:
1) Efektif bagi dirinya sendiri. Artinya, sebelum Dai/Penyuluh Agama memberikan
Dakwah Islamiyah kepada orang lain ia harus meng-Dakwah Islamiyah dirinya
sendiri. Dai/Penyuluh Agama harus orang yang secara pribadi sehat rohaninya, stabil
emosinya, berpandangan baik terhadap dirinya (citra diri yang positif) dan mampu
mengatasi masalah pribadi dan keluarganya.
2) Efektif bagi orang lain (Mad`u). Artinya, Dai/Penyuluh Agama memiliki sejumlah
kekayaan kepribadian yang dapat membuat orang lain (Mad`u) merasa senang,
nyaman, aman, damai, merasa di hormati dan di hargai. Label-label kepribadian
semacam ini tercermin dalam suasana hubungan Dakwah Islamiyah yang penuh
penerimaan dan kepedulian, pemahaman dan empati, keterbukaan dan kesejatian
serta mendengarkan dengan baik dari pihak Dai/Penyuluh Agama.
3) Kemampuan atau keterampilan dasar Dai/Penyuluh Agama. Artinya, seorang
Dai/Penyuluh Agama yang efektif, disamping memiliki kepribadian yang efektif bagi
dirinya sendiri dan orang lain (Mad`u), ia harus memiliki kemampuan atau
keterampilan dasar agar dapat mengkomunikasikan kepribadiannya dalam proses
Dakwah Islamiyah. Dimensi keterampilan ini merupakan dimensi kognitif yang
meliputi kompetensi intelektual, kelincahan karsa cipta atau fleksibelitas dan mampu
mengembangkan keakraban selama proses Dakwah Islamiyah berlangsung, bahkan
di luar hubungan Dakwah Islamiyah.

4. Buatlah teks dakwah dengan tema “pendidikan dalam islam”


Rabbisyarohli sodri, wayassirli amri, wahlul 'uqdatanmillisani, yafqohu qouli.
Segala puji & syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat & hidayah-Nya, sehingga kita dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat
wal’afiat.
Sholawat serta salam kita tujukan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa wahyu Ilahi agar kita senantiasa berada pada jalan yang benar.
Rekan-rekan sekalian yang dirahmati Allah swt, pendidikan merupakan hal penting
bagi manusia, karena pendidikan berkaitan dengan nilai diri manusia, terutama dalam
mencari nilai itu sendiri. Dengan pendidikan manusia akan mempunyai banyak
keterampilan dan kepribadian. Keterampilan dan kepribadian merupakan sekian banyak
dari proses yang dialami manusia untuk menjadi makhluk yang bekualitas baik fisik
maupun mental.
Dalam artian disini yaitu pendidikan bukan hanya sekedar transfer ilmu, tetapi juga
transfer nilai, dengan adanya transfer ilmu dan nilai-nilai yang baik, dimungkinkan
manusia menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas otaknya, tetapi juga cerdas
akhlaknya. Dalam surat Al-Mujadalah : 11 dikatakan bahwa;
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam
majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan
apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al
Mujadalah: 11).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ilmu saja tidak ada artinya
dan keimanan saja juga belum cukup,tetapi jika kedua variable antara ilmu pengetahuan/
kecerdasan intelektual dan keimanan/ spiritual sudah menjadi kesatuan
yang utuh ditambah lagi dengan kecerdasan emosional, maka manusia akan mencapai
tujuan mulia danderajat yang tinggi di hadapan Allah swt.
Rekan-rekan sekalian yang dirahmati Allah swt. pendidikan pada awalnya berasal
dari Yang Maha Mendidik yaitu Rabb alam semesta ini. Selain Allah mendidik, Allah
juga memelihara makhluknya diantaranya dengan menurunkan kitab-kitab suci sebagai
bahan bacaan dan bahan referensi dalam menyikapi berbagai kejadian dan fenomena
alam.
Allah mengutus para rasul-Nya juga untuk mendidik manusia menjadi makhluk yang
baik, makhluk yang mau dan tahu akan Tuhannya, makhluk yang paham kepada siapa
harus mengabdi dan menyembah.
Dengan adanya para Rasul dan adanya Kitab yang dibawanya, kemudian
diajarkan, maka manusia yangmau menerima pengajaran tersebut dan
mengaplisasikannya dalam kehidupan sehari-hari akan mendapatkan hikmah dan juga
terhindar dari kesesatan. Hal ini dapat dicermati dari firman Allah surat Al-
Jumuah : 2 bahwa ” Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Dengan demikian, pendidikan dalam islam bertujuan untuk membentuk dan
mewujudkan peserta didik yang berkualitas, beribadah dengan ikhlas karena
Allah dan menjadikan Allah satu-satunya tempat menyembah dan bergantung. Pada
intinya, pendidikan dalam Islam berusaha meluruskan tujuan manusia yang
sesungguhnya, tujuan tersebut adalah mencapai keridhoan Allah swt.
Demikian yang dapat saya sampaikan, kebenaran hanya datang dari Allah, sedangkan
kesalahan semata-mata atas kekurangan dari diri saya pribadi.
5. Jelaskan konsep manusia dalam pandangan islam
Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak lepas dari figur nabi Adam as.
sebagai manusia pertama. Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama yang
memiliki kemampuan akal yang sempurna. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
Adam adalah manusia pertama yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan segala kesempurnaannya. Manusia diberi
akal pikiran sehingga dengan akal tersebut mereka dapat berpikir. Dengan berpikir,
manusia mampu mengajukan pertanyaan serta memecahkan masalah. Dengan adanya
akal pula, manusia berbeda dari makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain. Islam
mendorong manusia agar menggunakan potensi yang dimiliki secara seimbang. Akal
yang berlebihan mendorong manusia pada kemajuan materiil yang hebat, namun
mengalami kekosongan dalam hal ruhaniyah, sehingga manusia terjebak dalam segala
kesombongan yang merusak dirinya sendiri.
Dalam menggunakan potensi-potensinya, manusia harus menjadi makhluk psiko-
fisik, berbudaya, dan beragama untuk tetap mempertahankan kapasitas dirinya sebagai
makhluk yang paling mulia. Al-Quran menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan
menggunakan tiga macam istilah yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu al-insan,
an-nas, al-basyar, dan bani Adam.
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan adanya
hubungan dengan kesadaran diri. Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya
akan sifat pelupa sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata al-insan digunakan
Al-Quran untuk menunjukkan kepada manusia secara keseluruhan dari totalitas, jiwa,
serta raganya. Kata al-insan untuk penyebutan manusia diambil dari asal kata al-uns atau
anisa yang artinya jinak dan harmonis, karena pada dasarnya manusia dapat
menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan lingkungannya. Sedangkan kata an-nas
merupakan jamak dari kata al-insan, kata ini digunakan untuk menunjukkan sekelompok
manusia, baik dalam arti jenis manusia maupun sekelompok tertentu dari manusia.

Anda mungkin juga menyukai