Anda di halaman 1dari 13

DAKWAH BIL HIKMAH: MENGENAL STRATA MAD’U

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Metode Dakwah”

Dosen Pengampu:

Edi Purnomo, M. Psi.

Disusun Oleh Kelompok 4/ PAI7E:

Muhamad Rifa’i (201200138)

Nadhima Shofia Maulida (201200149)

Nur Fita Aulatul Zulfa (201200155)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
SEPTEMBER 2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “Dakwah Bil Hikmah: Mengenal Strata Mad’u” ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh Bapak Edi Purnomo, M. Psi., pada mata kuliah “Metode
Dakwah”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai pengertian mad’u dan pembagian strata mad’u, baik itu bagi pembaca
maupun kami sebagai penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Edi Purnomo, M. Psi.,
selaku dosen mata kuliah “Metode Dakwah” yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa kami nantikan untuk
kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Ponorogo, 22 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…ii
DAFTAR ISI………...………………………………………………….…………iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………….…………..1
B. Rumusan Masalah…..………………………………………………...…….2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………...….2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mad’u …………………….……………………………………3
B. Ragam Strata Mad’u Berdasarkan Keimanan, Kelas Sosial, dan
Perkembangan Individu …………….…………………………………….4
BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mad’u adalah objek dakwah bagi seorang da’i yang bersifat individual,
kolektif, atau masyarakat umum. Masyarakat sebagai objek dakwah atau
sasaran dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah
yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur dakwah yang
lain oleh sebab itu masalah masyarakat ini seharusnya di pelajari dengan
sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang sebenarnya.
Maka dari itu sebagai bekal dakwah dari seorang da’i atau muballig hendaknya
memperlengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan pengalaman yang
erat hubungannya dengan masalah masyarakat.1
Proses dakwah tidak mungkin berhasil tanpa adanya analisis terlebih
dahulu terhadap tujuan dakwah. Seperti kita ketahui, manusia bukanlah benda
mati yang dapat disusun dan dibentuk tanpa adanya umpan balik. Namun
manusia adalah makhluk hidup dengan segala fitrahnya masing-masing, dengan
akal, hati dan emosinya, ia juga mempunyai kemauan dan cita-cita, selain akal
ia dapat menilai mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang salah. Semua
potensi tersebut merupakan realitas kemanusiaan yang harus dihadapi oleh
dakwah, sehingga dakwah harus mempertimbangkan siapa mad'u dan tren serta
permasalahan apa yang dihadapinya. Ini semua disebut analisis sosial.
Keberhasilan dakwah akan sangat bergantung kepada bagaimana da’i
tersebut berdakwah. Tidak hanya penguasaan materi yang diluar kepala,
kemampuan dai dalam mengenal dan memahami ilmu dakwah pun sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah itu sendiri. Salah satu anasir ilmu
dakwah tersebut ialah membahas tentang strata Mad’u, tipologi Mad’u dan
Sasarannya. Sejalan dengan permasalahan tersebut maka kami tertarik untuk
menyajikan makalah dengan judul “Dakwah Bil Hikmah: Mengenal Strata
Mad’u”.

B. Rumusan Masalah
1
Wahidin Saputra, Retorika Monologika: Kiat Dan Tips Praktis Menjadi Muballig, (Bogor: Titian Nusa
Press, 2010), 5-6.

1
1. Apa pengertian mad’u itu?
2. Apa saja ragam strata mad’u berdasarkan keimanan, kelas sosial, dan
perkembangan individu?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian mad’u.
2. Untuk mengetahui ragam strata mad’u berdasarkan keimanan, kelas sosial,
dan perkembangan individu.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mad’u
Objek dakwah atau sasaran dakwah dalam bahasa dakwah biasa juga disebut
dengan mad’u. Kata mad’u ini secara etimologi berasal dari Bahasa Arab, diambil
dari bentuk isim marul (kata yang menunjukkan objek atau sasaran). Mad’u berasal
dari bahasa Arab yang merupakan bentuk isim maful dari kata da’aa yaduu,
da’watan, yang artinya orang yang diajak, diseru, dipanggil. Dalam hal ini
dimaksudkan orang yang didakwah (objek/sasaran dakwah). Sedangkan pengertian
madu menurut terminologi adalah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan
jemaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i, baik mad’u itu orang
dekat atau jauh, muslim atau non muslim, laki-laki atau perempuan.
Mad’u adalah objek dakwah bagi seorang da’i yang bersifat individual,
kolektif atau masyarakat umum. Masyarakat sebagai objek dakwah atau sasaran
dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem dakwah yang tidak
kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur dakwah yang lain. Oleh sebab
itu masalah masyarakat ini seharusnya dipelajari dengan baik sebelum melangkah
ke aktivitas dakwah yang sebenarnya, itu sebagai bekal dakwah dari seorang da’i
hendaknya berbekal dari beberapa pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan
dengan masalah masyarakat.
Dalam studi ilmu dakwah, mad’u diposisikan sebagai saran dakwah baik
bersifat internal maupun eksternal, Sasaran internal bersifat meningkatkan kualitas
umat Islam dalam memahami dan menjalankan syariat Islam secara benar,
sedangkan sasaran eksternal ditujukan kepada masyarakat non-muslim agar mereka
menerima kebenaran Islam melalui pembuktian-pembuktian empiris yang
dilakukan oleh para da’i. Target utama dari dakwah eksternal ini adalah
meningkatkan kuantitas umat Islam itu sendiri.
Berdasarkan dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mad’u
adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun
tidak, atau dengan kata lain manusia, secara keseluruhan. Mad’u terdiri dari
berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan madu sama

3
dengan menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan seterusnya.
Penggolongan madu tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosologis, masyarakat terasing, perdesaan, perkotaan, kotakecil, serta
masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
2. Struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan, golongan orang tua. Dari
segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dangolongan orang tua dan
sebagainya. Kemudian Hukum Publik antaralain Hukum pidana, Khilafah
(Hukum Negara), Jihad (Hukum Perangdan Damai), dan lain sebagainya.
3. Akhlak, yaitu menurut Anis Matta adalah nilai dan pemikiran yang telah
menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, kemudian tampak dalam
bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah tanpa
dibuat-buat, serta reflek” Akhlak meliputi: Akhlak terhadap khaliq, Akhlak
terhadap (dirisendiri, tetangga, masyarakat lainya), akhlak terhadap bukan
manusia (flora, fauna, dan lain sebagainya).
Bertolak dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mad’u dapat
ditinjau dari beberapa segi terutama aspek sosiologi, tempat tinggal, usia,
kelembagaan, hukum dan perilaku atau akhlaknya. Dalam memahami aspek-aspek
yang dimiliki mad u di atas, maka seorang da’i harus mampu membaca kondisi
yang terjadi di lingkungan masing-masing mad’u tersebut.
B. Ragam Strata Mad’u Berdasarkan Keimanan, Kelas Sosial, dan
Perkembangan Individu
a. Ragam Strata Mad’u Berdasarkan Keimanan
Strata berarti lapisan, tingkatan, jenjang. Sedangkan mad’u berasal dari
bahasa Arab yang merupakan bentuk isim maf’ul dari kata da’aa yad’uu
da’watan, yang artinya orang yang diajak, diseru, dipanggil, dalam hal ini
dimaksudkan orang yang didakwahi (objek/sasaran dakwah).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strata mad’u adalah tingkatan
atau lapisan sasaran/dakwah. Umat muslim (istijabah) terbagi dalam tiga
kelompok, yaitu sabiqunbi al-khairat (orang yang saleh dan bertakwa), dzalimun
linafsih (orang fasik dan ahli maksiat), dan muqtashid (mad’u yang labil
keimanannya).Berikut adalah penjelasan yang lebih luas tentang Strata Mad'u
berdasarkan keimanan:

4
1. Kelompok yang bersegerah dalam menerima kebenaran (al-sabiquna
bi alkhirat). Menurut pakar tafsir kenamaan Wahbah al-Zuhayli yaitu
golongan mad’u yang cenderung antusias pada kebaikan dan tanggap
terhadap seruan seruan dakwah baik sunnah apa lagi yang wajib.
Sebaliknya dia amat takut mengerjakan hal-hal yang diharamkan
agama, di sambing berusaha sebisa mungkin menghindari yang
dimakruhkan atau malah hal-hal yang masih di bolehkan (mubah).
2. Kelompok pertengahan (muqthasid), sedangkan golongan yang kedua
ini menurut Zuhayli, adalah golongan pertengahan. Mereka
merupakan orang-orang yang mengerjakan kebijakan-kebijakan
agama dan meninggalkan yang diharamkan dan kurang tanggap
terhadap kebaikan yang dianjurkan (sunah).
3. Kelompok yang menzalimi dirisendiri (zhalim linafsi) adalah
kelompok yang sedang melampaui batasan-batasan agama, kerap
melakukan larangan-larangan agama2
b. Ragam Strata Mad’u Berdasarkan Kelas Sosial
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya kegiatan
dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata
sosial dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah sehingga materi
dakwah disampaikan mampu masuk ke ruang hati para mad’u dengan tepat.
Oleh karena itu para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami
seskaligus memanfaatkan latarbelakangnya, sehingga ide-ide yang diterima
dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya. Di
samping itu, da’i juga akan berhadapan dengan realitas perbedaan agama dalam
masyarakat yang heterogen. Kemampuan da’i untuk bersifat objektif terhadap
umat lain, berbuat baik, dan bekerja sama dalam hal-hal yang dibenarkan agama
tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya adalah bagian dari
hikmah dalam dakwah.3
Adapun strata berarti lapisan, tingkatan, jenjang. Sedangkan mad’u berasal
dari bahasa Arab yang merupakan bentuk isim maf’ul dari kata da’aa yad’uu
2
Setia, R. (2019). Kompetensi Da’i Sesuai Harapan Mad’u Pada Masyarakat Desa Ujung Padang
Kecamatan Labuhan Haji Barat, Kabupaten Aceh Selatan (Doctoral dissertation, UIN AR-RANIRY).
3
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Gerafindo Persada, 2012), 248.

5
da’watan, yang artinya orang yang diajak, diseru, dipanggil, dalam hal ini
dimaksudkan orang yang didakwahi (objek/sasaran dakwah).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strata mad’u adalah tingkatan
atau lapisan sasaran/dakwah.
Adanya konsep strata mad’u ditunjukkan oleh firman Allah:
ٍ ‫اختِاَل فُ َأ ْل ِسنَتِ ُك ْم َوَأ ْل َوانِ ُك ْم ۚ ِإ َّن فِي ٰ َذلِكَ آَل يَا‬
[٣٠:٢٢[ َ‫ت لِّ ْل َعالِ ِمين‬ ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ْ ‫ض َو‬ ُ ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه خ َْل‬
َ ‫ق ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan


bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang
demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
Mengetahui. (QS. Ar-Ruum: 22)”`
Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam keragaman
jenis kelamin, suku, bangsa, warna kulit, dan lain-lain. Dengan adanya
keberagaman itu, maka mad’u atau sasaran dakwah pun juga beragam. Inilah
yang dikenal dengan adanya strata mad’u.
Dalam konteks dakwah, strata mad'u atau lapisan masyarakat dapat dilihat
berdasarkan kelas sosial sebagai berikut:
a) Kelas ekonomi rendah: Dakwah diarahkan untuk mencapai lapisan
masyarakat yang ekonominya rendah. Ini bisa melibatkan program-program
sosial, bantuan keuangan, atau pendekatan yang lebih langsung untuk
memenuhi kebutuhan dasar mereka. Tujuannya adalah agar mereka merasa
diperhatikan dan mendapatkan akses kepada ajaran agama.
b) Kelas menengah: Kelas menengah seringkali memiliki akses lebih baik ke
pendidikan dan informasi. Dakwah untuk kelompok ini mungkin lebih
berfokus pada penyampaian ajaran agama yang lebih mendalam, diskusi, dan
pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran Islam.
c) Kelas ekonomi tinggi: Lapisan masyarakat yang lebih berada seringkali
memiliki peran dalam memberikan dukungan finansial dan sumber daya bagi
aktivitas dakwah. Mereka bisa menjadi penyumbang untuk proyek-proyek
dakwah, yayasan, atau lembaga pendidikan agama.
d) Anak muda: Masyarakat muda memiliki karakteristik dan kebutuhan yang
berbeda dalam dakwah. Mereka cenderung lebih terbuka terhadap teknologi
dan media sosial, sehingga dakwah dapat memanfaatkan platform-platform

6
ini untuk mencapai mereka. Konten yang relevan dengan isu-isu yang
dihadapi generasi muda juga bisa menjadi fokus dalam dakwah.
e) Kelompok khusus: Selain itu, dalam dakwah juga bisa ada upaya khusus
untuk mencapai kelompok-kelompok tertentu, seperti kaum disabilitas,
migran, atau minoritas agama. Dakwah harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan tantangan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok ini.
Pentingnya memahami perbedaan sosial dan kebutuhan masyarakat
berdasarkan kelas sosial dalam dakwah adalah untuk memastikan bahwa pesan-
pesan agama disampaikan secara efektif dan relevan bagi semua lapisan
masyarakat, sehingga dakwah dapat memiliki dampak positif yang lebih luas.
Dalam konteks dakwah, strata mad'u mengacu pada berbagai tingkatan
sosial, ekonomi, dan budaya dari orang-orang yang menjadi sasaran dakwah.
Sementara itu, kelas sosial adalah pembagian masyarakat berdasarkan faktor-
faktor seperti ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan. Kedua konsep ini saling
terkait yakni:
a) Kelas sosial dapat memengaruhi sejauh mana individu atau kelompok
masyarakat memiliki akses atau eksposur terhadap pesan dakwah. Orang-
orang dengan kelas sosial yang lebih tinggi mungkin memiliki lebih banyak
akses ke media, pendidikan, dan lingkungan yang mendukung dakwah,
sementara mereka dengan kelas sosial yang lebih rendah mungkin memiliki
akses yang terbatas.
b) Pendekatan yang digunakan dalam dakwah dapat berbeda tergantung pada
strata mad'u yang dituju. Dakwah kepada orang-orang dari kelas sosial yang
berbeda mungkin memerlukan strategi komunikasi yang berbeda untuk
mencapai pemahaman yang lebih baik.
c) Kelas sosial juga dapat memengaruhi bagaimana pesan dakwah diterima oleh
masyarakat. Orang-orang dari strata sosial yang berbeda mungkin memiliki
perbedaan persepsi, nilai, dan prioritas, yang dapat memengaruhi cara
mereka merespons dakwah.
d) Kelas sosial dapat memengaruhi sejauh mana individu dapat menerapkan
nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang dengan sumber
daya ekonomi yang lebih tinggi mungkin lebih mampu mengintegrasikan

7
nilai-nilai agama dalam gaya hidup mereka, sementara mereka dengan kelas
sosial yang lebih rendah mungkin menghadapi kendala dalam hal ini.
e) Dakwah juga dapat mempromosikan pesan keadilan sosial, yang dapat
mempengaruhi kelas sosial dan distribusi sumber daya dalam masyarakat. Ini
dapat menciptakan hubungan timbal balik antara dakwah dan perubahan
dalam struktur kelas sosial.
Penting untuk dipahami bahwa hubungan antara strata mad'u dan kelas
sosial sangat kompleks dan dapat bervariasi di berbagai konteks sosial dan
budaya. Dakwah yang efektif sering memperhitungkan perbedaan dalam strata
mad'u dan berupaya untuk mencapai kesetaraan dalam menyampaikan pesan
agama.
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang masuk ke dalam
strata mad'u dalam dakwah. Faktor-faktor tersebut meliputi lingkungan sosial,
pendidikan dan pengetahuan, pengalaman hidup, persuasi dan komunikasi,
keyakinan dan nilai, kepribadian dan sifat serta lingkungan keluarga. Masing-
masing individu unik, dan faktor-faktor ini dapat berinteraksi dengan cara yang
kompleks dalam menentukan apakah seseorang akan masuk ke dalam strata
mad'u dalam dakwah. Dakwah yang baik memahami konteks individu dan
berusaha berkomunikasi dengan penghormatan dan pemahaman terhadap situasi
dan perspektif mereka.
Jadi, strata kelas sosial itu mengacu pada tingkatan sosial atau ekonomi di
dalam masyarakat. Ini mencakup pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan status
sosial secara umum. Strata kelas sosial memengaruhi akses individu terhadap
sumber daya dan peluang.
c. Ragam Strata Mad’u Berdasarkan Perkembangan Individu
Strata mad'u adalah tingkatan dari mad'u atau objek dari dakwah. Mad'u
sendiri adalah sekelompok umat manusia baik laki-laki dan perempuan, tua
maupun yang muda, kaya ataupun miskin, muslim maupun non-muslim yang
menerima pesan dakwah. Berikut adalah beberapa karakteristik Mad'u
berdasarkan perkembangan individu :
1. Golongan anak-anak
2. Golongan remaja
3. Golongan orang tua

8
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa strata mad’u adalah tingkatan atau lapisan sasaran/dakwah.
Umat muslim (istijabah) terbagi dalam tiga kelompok, yaitu sabiqunbi al-khairat (orang
yang saleh dan bertakwa), dzalimun linafsih (orang fasik dan ahli maksiat),
dan muqtashid (mad’u yang labil keimanannya). Berikut adalah beberapa karakteristik
Mad'u berdasarkan perkembangan individu :
1. Golongan anak-anak
2. Golongan remaja
3. Golongan orang tua

DAFTAR PUSTAKA

Wahidin Saputra, Retorika Monologika: Kiat Dan Tips Praktis Menjadi Muballig, (Bogor:
Titian Nusa Press, 2010), 5-6.
Setia, R. (2019). Kompetensi Da’i Sesuai Harapan Mad’u Pada Masyarakat Desa Ujung
Padang Kecamatan Labuhan Haji Barat, Kabupaten Aceh Selatan (Doctoral
dissertation, UIN AR-RANIRY).
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Gerafindo Persada, 2012), 248.

9
10

Anda mungkin juga menyukai