Anda di halaman 1dari 11

STUDI ANALISIS MATERI AL-QURAN HADITS KELAS VIII

SEMESTER GANJIL
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah
“Studi Materi Al-Quran Hadits di MTs-MA”

Dosen Pengampu:
Arif Wibowo, M. Pd. I

Disusun Oleh:
Muh. Syafa’ Santoso Handayani
NIM: 201200137
Muhammad Rifa’i
NIM: 201200138

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
Agustus 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah
ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Yang mahir membaca al-Qur’an
bersama malaikat yang terhormat, dan yang membaca al-Qur’an sedang ia
terbata-bata serta mengalami kesulitan maka baginya dua pahala”. Dalam
hadis tersebut sangat jelas diterangkan betapa pentingnya membaca al-Qur’an
sehingga yang bacaannya terbata-bata pun tetap mendapat pahala, bahkan dua
pahala dan bagi yang mahir membacanya mendapat kedudukan mulia bersama
malaikat. Agar bacaan kita lancar, baik dan benar maka harus belajar. Dan
dalam Bab ini kalian akan belajar tajwid tentang mad 'iwaḍ, mad layyin, dan
mad 'ariḍ lissukun.
Al-quran sendiri memiliki bagian di dalamnya. Terdapat surah, ayat,
dan huruf yang dirangkai menjadi struktur kalimat yang padu, serasi dan
bermakna. Al-quran juga termasuk kalam Alloh SWT. yang apabila dibaca
dan dipelajari makna dan kandungannya akan mendapat pahala. Selain itu
dengan membaca al-quran dengan makna, kandungan dan tafsirnya akan dapat
menambah wawasan pengetahuan yang belum ernah diketahui sebelumnya
serta akan meningkatkan kepercayaan dan ketaqwaan seorang hamba kepada
Robbnya.
Dengan adanya hadits juga dapat menjadi penguat adanya dalil-dalil
yang diterangkan di dalam al-quran. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi
hadits terhadap al-quran yaitu sebagai penerang atau penjelas ayat-ayat al-
quran. Serta ayat yang diperkuat di dalam hadi maka itu juga menjadi ciri-ciri
dari ayat al-quran yang isinya adalah perintah, baik itu perintah untuk
melakukan sesuatu ataupun perintah meninggalkan sesuatu

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mad 'iwaḍ, mad layyin, dan mad 'ariḍ
lissukun?
2. Apa isi kandungan dari surat Al- Fajr (89): 15-18, Al- Baqarah (2): 254
dan 261?
3. Apa saja hadis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kebudayaan.
2. Untuk mengetahui teori-teori dalam kebudayaan.
3. Untuk mengetahui implikasi teori-teori kebudayaan terhadap pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mad 'Iwaḍ, Mad Layyin, dan Mad 'Ariḍ Lissukun


1. Pengertian Mad Ïwad
Mad secara bahasa artinya panjang dan ‘iwaḍ artinya pengganti. Jadi
mad 'iwaḍ adalah bacaan dibaca panjang sebagai pengganti. Adapun yang
digantinya adalah harakat tanwin fathah atau fathatain (‫)ــًـــ‬, ( jika diikuti
alif ( ‫ا‬.) Sedangkan menurut istilah, mad ‘iwaḍ adalah bacaan panjang
ketika ada tanwin fathah atau fathatain dibaca waqaf (berhenti) pada akhir
kalimat, baik berhenti karena terdapat tanda waqaf atau karena kehabisan
nafas.
Cara membacanya dibaca panjang satu alif atau dua harakat. Dalam
al-Qur’an terdapat banyak contoh hukum bacaan mad ‘iwaḍ.
Contoh:
‫ اِنَّ ٗه َكانَ تَ َّوابًا‬- ‫ فََأثَ ْرنَ بِ ِهۦ نَ ْق ۭ ًعا‬- ‫س ْطنَ بِ ِهۦ َج ْم ًعا‬
َ ‫فَ َو‬1
2. Pengertian Mad Layyin
Mad secara bahasa artinya panjang, dan layyin artinya lunak.
Sedangkan menurut istilah mad layyin adalah apabila terdapat wau sukun
atau ya sukun yang didahului huruf berharakat fathah dan setelahnya
berupa huruf hidup yang dibaca waqaf (berhenti). Cara membacanya dapat
memilih; 1 alif atau dua harakat, 2 alif atau empat harakat, 3 alif atau enam
harakat. Dalam al-Qur’an terdapat banyak kalimat yang memuat mad
layyin. 2
Contoh :
ِ ‫ َم ْو‬- ٌ‫ َخ ْوف‬- ‫ت‬
‫ت‬ ِ ‫ هَذاَ ا ْلبَ ْي‬- ‫اِلَ ْي ِه‬
3. Pengertian Mad Árid Lissukun
Mad secara bahasa artinya panjang, ‘ariḍ artinya baru/tiba-tiba dan sukun
artinya mati. Menurut istilah, mad ‘ariḍ lissukun adalah bacaan panjang
yang terjadi apabila ada bacaan mad ṭabi’i bertemu dengan huruf hidup
yang dibaca waqaf (berhenti), baik berhenti diakhir ayat maupun di tengah
ayat. Cara membaca mad ‘ariḍ lissukun boleh dibaca dua harakat (qaṣr),
empat harakat (tawassuṭ), atau enam harakat (ṭul). Terdapat banyak hukum
bacaan mad ‘ariḍ lissukun dalam al-Qur’an3.
Contoh:
ْ ‫ تَ ْعلَ ُم ْونَ – ُم‬- ‫اَبُ ْو َك‬
‫ستَقِ ْي ٍم‬

1
Usup Sidik, Buku Siswa : Al Qur`an Hadis (Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia,
2019).
2
Sidik.
3
Sidik.

1
B. Pengertian, Ayat Ayat dan Hadis Tentang Infaq

1. Pengertian Infaq
Infaq secara bahasa (lughat) berasal Bahasa Arab dari kata anfaqo-yunfiqu,
artinya membelanjakan atau membiayai, arti infaq menjadi khusus ketika
dikaitkan dengan upaya realisasi perintah-perintah Allah. Dengan demikian
Infaq hanya berkaitan dengan atau hanya dalam bentuk materi saja 4. Dalam
hal ini infaq hanya berkaitan dengan materi.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Infaq adalah mengeluarkan harta yang
mencakup zakat dan nonzakat. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq
berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan / penghasilan untuk
suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Oleh karena itu Infaq
berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab atau jumlah harta yang
ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan kepada mustahik
tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat,anak yatim,
orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan5.
Dengan demikian pengertian infaq adalah pengeluaran suka rela
menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan. setiap kali
ia memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya. Dari definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa infaq bisa diberikan kepada siapa saja artinya
mengeluarkan harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut islilah
syari'at, infaq adalah mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam
islam untuk kepentingan umum dan juga bisa diberikan kepada sahabat
terdekat.
Pegertian infaq dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, termaktub dalam Bab I tentang Ketentuan Umum
khususnya Pasal 1 angka 3 mengatur bahwa infaq adalah harta yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan
umum6.

2. Ayat Ayat Tentang Infaq Dijalan Allah SWT

a. Surat Al Fajr 15-18

4
Qurratul Uyun, “Zakat, Infaq, Shadaqah, Dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi Islam,”
Islamuna: Jurnal Studi Islam 2, no. 2 (2015): 218, https://doi.org/10.19105/islamuna.v2i2.663.
5
Qurratul’aini Wara Hastuti, “Infaq Tidak Dapat Dikategorikan Sebagai Pungutan Liar,” Jurnal
Zakat Dan Wakaf 3, no. 1 (2016): 41–62.
6
Hastuti.

2
‫سانُ اِ َذا َما ۡابت َٰلٮهُ َربُّ ٗه فَا َ ۡك َر َم ٗه َونَعَّ َم ٗه ۙ فَيَقُ ۡو ُل َربِّ ۡۤى اَ ۡك َر َم ِنؕ() َواَ َّم ۤا اِ َذا َما ۡابت َٰلٮهُ فَقَ َد َر‬ َ ‫فَا َ َّما ااۡل ِ ۡن‬
‫ط َع ِام ۡال ِم ۡس ِك ۡي ۙ ِن‬
َ ‫ض ۡونَ ع َٰلى‬ ُّ ‫ن ()كَاَّل ‌ بَلۡ اَّل ت ُۡك ِر ُم ۡونَ ۡاليَتِ ۡي ۙ َم () َواَل ت ٰ َٓح‬ ‌ِۚ َ‫َعلَ ۡي ِه ِر ۡزقَ ٗه فَيَقُ ۡو ُل َربِّ ۡۤى اَهَان‬

Artinya :

“Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan


memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah
memuliakanku.”Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya,
maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.”Sekali-kali tidak! Bahkan
kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak
memberi makan orang miskin.”
Penjelasan Ayat :
Dalam QS. Al- Fajr (89): 15-16 dijelaskan bahwa kecenderungan
manusia merasa mulia dengan rezeki yang diberikan Allah Swt, padahal
tidaklah demikian, sesungguhnya harta itu hanyalah ujian dan cobaan bagi
mereka. Dan begitu pula sebaliknya, jika mereka diberi kesempitan rezeki,
mereka menganggap Allah Swt. menghina mereka. Padahal tidaklah
demikian, sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapapun yang disukai-
Nya dan tidak disukai-Nya. Begitu pula Allah Swt. menyempitkan rezeki
kepada siapapun yang disukai-Nya dan tidak disukai-Nya. Dalam menghadapi
dua kondisi seperti itu hendaklah manusia hanya bergantung kepada Allah.
Jika diberi keluasan rezeki hendaklah ia bersyukur. Dan jika dalam
kesempitan rezeki hendaklah ia bersabar tanpa menyalahkan siapapun.
Selanjutnya dalam QS. Al- Fajr (89): 17-18 Allah Swt. mengisyaratkan
agar manusia memuliakan dan menyayangi anak yatim. Memperlakukan
mereka dengan baik, sebagaimana dalam hadis riwat Ibnu Majah dari Abi
Hurairoh Rasulullah Saw. bersabda:”Sebaik-baik rumah seorang muslim
adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim yang diasuh dengan baik.
Seburuk-buruk rumah orang Islam yang di dalamnya ada anak yatim yang
diperlakukan dengan jahat”. Betapa mulianya orang-orang yang menyayangi
anak yatim. Kelak Mereka akan berdampingan bersama Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw. bersabda dalam hadis riwayat Bukhari dari Abu Sahl bin
Sa’ad : “Aku dan orang orang yang memelihara anak yatim di surga seperti
ini, Beliau menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah serta merenggangkan
keduanya”.
Selanjutnya dalam QS. Al- Fajr (89): 18 Allah Swt. memperingatkan
agar manusia saling menyeru, saling mengingatkan untuk menyeru memberi

3
makan orang miskin. Orang-orang yang tidak menyantuni anak yatim dan
tidak menyeru memberi makan orang miskin termasuk pendusta agama.7
b. QS. al- Baqarah (2): 254

‫ش ٰفَ َعةٌ ۗ َوٱ ْل ٰ َكفِرُونَ ُه ُم‬


َ ‫وا ِم َّما َر َز ْق ٰنَ ُكم ِّمن قَ ْب ِل َأن يَْأتِ َى يَ ْو ٌم اَّل بَ ْي ٌع فِي ِه َواَل ُخلَّةٌ َواَل‬
۟ ُ‫ٰيََٓأيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا َأنفِق‬
ٰ
َ‫ٱلظَّلِ ُمون‬
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual
beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat. Orang-orang kafir
itulah orang yang zalim.”
Penjelasan Ayat :
Dalam QS. al- Baqarah (2): 254 Allah Swt. menyeru orang-orang yang
beriman agar menafkahkan hartanya, baik sedekah yang wajib (zakat) maupun
sedekah yang sunah. Dan hendaknya bersegera untuk menafkahkan sebagian
rezeki yang Allah Swt. karuniakan sebelum datangnya hari kiamat. Karena
setelah kiamat tiba maka seseorang tidak dapat menebus dirinya dengan harta
apapun. Pada saat itu tidak ada pertolongan dari sahabat dan kerabat, bahkan
keturunan pun tak ada yang peduli lagi.8
c. QS. al- Baqarah (2): 261

ُ ‫س ۢنبُلَ ٍة ِّم ۟اَئةُ َحبَّ ٍة ۗ َوٱهَّلل‬


ُ ‫سنَابِ َل فِى ُك ِّل‬ َ ْ‫سبِي ِل ٱهَّلل ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة َأ ۢنبَتَت‬
َ ‫س ْب َع‬ َ ‫َّمثَ ُل ٱلَّ ِذينَ يُنفِقُونَ َأ ْم ٰ َولَ ُه ْم فِى‬
ِ ‫ض ِعفُ لِ َمن يَشَٓا ُء ۗ َوٱهَّلل ُ ٰ َو‬
‫س ٌع َعلِي ٌم‬ َ ٰ ُ‫ي‬
Artinya :
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Penjelasan Ayat :
Dalam QS. Al- Baqarah (2): 261 Allah Swt. menjelaskan bahwa
menginfakkan harta dengan ikhlas dalam ketaatan kepada-Nya akan
dilipatgandakan pahalanya sampai tujuh ratus kali lipat. Walaupun asbabun

7
Sidik, Buku Siswa : Al Qur`an Hadis.
8
Sidik.

4
nuzul ayat ini berhubungan dengan kedermawanan sahabat Nabi Muhammad
Saw., yaitu Ustman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Keduanya
menyumbangkan harta mereka ketika perang tabuk. Namun secara umum ayat
ini mendorong agar manusia gemar infak dan sedekah tanpa dibatasi oleh
kondisi dan keadaan9.

3. Hadis Tentang Infaq Dijalan Allah SWT

a. Hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah

ْ ُ‫سلَّ َم قَا َل َما ِمنْ َي ْو ٍم ي‬


‫صبِ ُح ا ْل ِعبَا ُد ِفي ِه ِإاَّل َملَ َكا ِن‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َأنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ِ ‫عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرةَ َر‬
ِ ‫يَ ْن ِزاَل ِن فَيَقُو ُل َأ َح ُد ُه َما اللَّ ُه َّم َأ ْع ِط ُم ْنفِقًا َخلَفًا َويَقُو ُل اآْل َخ ُر اللَّ ُه َّم َأ ْع ِط ُم ْم‬
‫س ًكا تَلَفًا‬

Artinya:
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Nabi Saw. bersabda: "Tidak ada
suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun
(datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; "Ya Allah
berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya", sedangkan
yang satunya lagi berkata; "Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan)
kepada orang yang menahan hartanya (bakhil)”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Penjelasan :
Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,
Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa sesungguhnya para malaikat berdoa
agar Allah Swt. mengganti harta orang-orang yang berinfak. Allah akan
mengganti dengan kebaikan di dunia dan pahala di akhirat. Firman Allah
dalam QS. Saba (34 ) : 39 “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan,
maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah pemberi rezeki sebaik
baiknya.” Memperhatikan ayat tersebut, sesungguhnya harta yang
diinfakkan tidaklah hilang dari genggaman kita, tetapi sebaliknya Allah
Swt. akan menggantinya, bahkan yang lebih baik dari yang diinfakkan. Dan
demikian pula Rasulullah menjelaskan bahwa para malaikat mendoakan
agar Allah Swt. melaknat dengan menghancurkan atau membinasakan
orang-orang yang bakhil atau kikir terhadap hartanya.
Sebagai orang yang beriman, yakinlah bahwa doa para malaikat pasti
dikabulkan oleh Allah. Sudah banyak contoh kejadian dalam kisah-kisah
terdahulu bagaimana Allah menghancurkan orang-orang yang bakhil

9
Sidik.

5
terhadap hartanya. Dan begitu pun sebaliknya bagaimana Allah membalas
kedermawanan orang-orang yang berinfak di jalan Allah.10

b. Hadis riwayat Bukhari dari Hakim bin Hizam

‫سلَّ َم قَا َل ا ْليَ ُد ا ْل ُع ْليَا َخ ْي ٌر ِمنْ ا ْليَ ِد‬


َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ عَنْ النَّبِ ِّي‬
ِ ‫يم ْب ِن ِح َز ٍام َر‬ ِ ‫عَنْ َح ِك‬
ْ ‫ستَ ْعفِفْ يُ ِعفَّهُ هَّللا ُ َو َمنْ َي‬
‫ستَ ْغ ِن يُ ْغنِ ِه‬ ْ َ‫ص َدقَ ِة عَنْ ظَ ْه ِر ِغنًى َو َمنْ ي‬ َّ ‫س ْفلَى َوا ْب َدْأ بِ َمنْ تَ ُعو ُل َو َخ ْي ُر ال‬ُّ ‫ال‬
ُ ‫هَّللا‬

Dari Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu dari Nabi


Shallallahu'alaihiwasallam berkata,: "Tangan yang diatas lebih baik dari
pada tangan yang di bawah, maka mulailah untuk orang-orang yang
menjadi tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang
yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka barangsiapa yang
berusaha memelihara dirinya, Allah akan memeliharanya dan barangsiapa
yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya".
(HR. Bukhori).
Penjelasan :
Dalam hadis riwayat Bukhari dari Hakim bin Hizam, Rasulullah
menjelaskan bahwa “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di
bawah”, maksudnya bahwa orang yang memberi lebih baik daripada yang
menerima. Namun demikian bukan berarti jika kita diberi sesuatu oleh
orang lain tidak boleh menerima. Jika ada orang yang memberi hadiah
maka boleh diterima. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah Saw., ketika
itu Rasulullah menegur sahabtnya, Umar bin Khaththab karena Umar tidak
mau menerima pemberian Rasulullah Saw., maka Rasul pun menegurnya,
sebagaimana sabdanya: “Ambillah pemberian ini! Harta yang datang
kepadamu, sementara engkau tidak mengharapkan kedatangannya, dan juga
tidak memintanya. Maka ambilah. Dan apa apa yang (tidak diberikan
kepadamu). maka jangan memperturutkan hawa nafsumu (untuk
memperolehnya).” (HR. Bukhari - Muslim). Dengan demikian jika ada
yang memberi tidak dilarang untuk menerimanya, tetapi dilarang meminta-
minta.
Meminta-minta dilarang keras dalam syari’at kecuali dalam keadaan
sangat terpaksa. Rasulullah mengilustrasikan akibat meminta-minta bahwa:
“Seseorang yang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia
akan datang pada hari kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun
di wajahnya.” ( HR. Bukhari Muslim). Ini menggambarkan bahwa
meminta-minta tanpa ada kepentingan yang sangat mendesak adalah suatu
10
Sidik.

6
kehinaan yang berakibat dosa. Dalam hadis yang lain Rasul pun bersabda:
“Barangsiapa meminta-minta (kepada orang lain) tanpa adanya kebutuhan,
maka ia seolah-olah memakan bara api.” (HR. Ahmad).
Selain itu, dalam hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah
juga menjelaskan bahwa menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan
adalah harus menjadi prioritas utama dibandingkan memberi nafkah orang
lain. Maka mulailah berinfak dengan mencukupi kebutuhan diri sendiri lalu
orang yang menjadi tanggungan kita. Berinfak untuk dirimu lebih baik
daripada selainnya.11

BAB III
11
Sidik.

7
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infaq merupakan suatu ibadah yang memiliki dimensi sosial dengan aspek
keikhlasan dalam menyerahkan harta untuk infaq demi mewujudkan kemaslahatan
umat, sehingga harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, agar tidak
menimbulkan pemahaman yang salah di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

8
Hastuti, Qurratul’aini Wara. “Infaq Tidak Dapat Dikategorikan Sebagai Pungutan Liar.”
Jurnal Zakat Dan Wakaf 3, no. 1 (2016): 41–62.
Sidik, Usup. Buku Siswa : Al Qur`an Hadis. Jakarta: Kementerian Agama Republik
Indonesia, 2019.
Uyun, Qurratul. “Zakat, Infaq, Shadaqah, Dan Wakaf Sebagai Konfigurasi Filantropi
Islam.” Islamuna: Jurnal Studi Islam 2, no. 2 (2015): 218.
https://doi.org/10.19105/islamuna.v2i2.663.

Anda mungkin juga menyukai