Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGANTAR STUDI ISLAM


SUMBER UTAMA STUDI ISLAM (AL-QUR’AN)

Disusun Oleh :
KELOMPOK V
Sustania Rahmawati (06020522062)
Riza Mi’rotul Rohmah (06020522057)
Jihan Althof (06020522040)

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Mohamad Salik, M.Ag
NIP. 196712121994031002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
UINSA
2022

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil 'Alamin, Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam.
Atas segala karunia nikmatNya kepada kami semua, sholawat dan salam juga tak lupa selalu
kami hadiahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah yang berjudul "Sumber Utama
Studi Islam" disusun dalam rangka memenuhi satu di antara tugas mata kuliah
Kewarganegaraan yang diampu oleh Prof. Dr. Mohamad Salik, M.Ag

Makalah ini berisi tentang Hakikat Al-Qur’an, Problematika memahami Al-Qur’an,


Metode Studi Al-Qur’an.

Dalam penyusunannya melibatkan berbagai pihak yang telah berkontribusi dengan


memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Oleh sebab itu, kami mengucapkan
banyak terima kasih atas segala kontribusi berbagai pihak dalam membantu penyusunan
makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal, kami penulis sebagai manusia biasa menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat
dari pembaasan makala kami. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Surabaya, 07 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….…………… ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….. iii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang …………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………….…1

BAB II ....................................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2

1. Hakikat Al Qur’an ........................................................................................................ 2

2. Problematika memahami al- Qur’an .......................................................................... 7

3. Metode Studi Al-Qur’an............................................................................................. 10

BAB III …………………………………………………………………………………….. 13

A. Kesimpulan …………………………………………………………………………13
B. Saran ………………………………………………………………………………..13

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kata Al-Qur’an diambil dari akar kata qara’ah yang berarti mengumpulkan menjadi
satu. Qara’ah berarti juga membaca atau menuturkan, karena dalam pembacaan atau
penuturan, huruf huruf dan kata kata dihimpun dan disusun dalam susunan tertentu1.

Al-Qur’an adalah kesatuan dari peraturan dan keterangan yang menjadi landasan bagi
manusia dalam mengembangkan dini menjadi yang paling baik sehingga mencapai derajat
yang tinggi dan bahagia2.

Al–Qur’an merupakan sumber utama studi islam. Setiap orang yang mempelajari
Islam harus bersumber pada Al-Qur’an, disamping karena kitab suci umat islam, Al–Qur’an
juga merupakan sumber hukum islam yang utama. Pembahasan tentang al–Qur’an sangat
menarik, karena memiliki keunikan dibandingkan dengan bahasa Arab pada umumnya.

Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi, yang dimana semakin maju ilmu
pengetahuan, semakin ter- validasi kemukjizatannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw, sebagai petunjuk bagi umat manusia dan
membimbing mereka ke jalan yang lurus.

Maka dari itu tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meninjau lebih jauh
sumber utama studi islam yaitu Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang hakikat Al-Qur’an!
2. Jelaskan Problematika memahami Al-Qur’an!
3. Jelaskan mengenai metode studi Al-Qur’an!
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakikat Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui problematika memahami Al-Qur’an
3. Untuk mengetahui tentang metode studi Al-Qur’an

1
Dr. H. Akmal Hawi, M.Ag., Dasar Dasar Studi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014) hlm 64
2
Ibid hlm 65

1
BAB II

PEMBAHASAN
1. Hakikat Al Qur’an
A. Makna Al-Qur’an
• Aspek Etimologis

Makna kata Qur’an adalah sinonim dengan qira’ah dan keduanya Berasal dari kata
qara‘a. Dari segi makna, lafal Qur’an bermakna bacaan. Kajian yang dilakukan oleh Dr.
Subhi Saleh menghasilkan suatu kesimpulan bahwa al-Qur’an dilihat dari sisi bahasa berarti
bacaan, adalah merupakan suatu pendapat yang paling mendekati kebenaran3. Arti inilah
disebut dalam Firman Allah berikut ini:
َ ‫ إِ َّن‬١٧ ‫فَإِذَا قَ َرأْ َٰنَه فَٱتَّبِ ْع ق ْر َءانَه‬
‫علَ ْينَا َج ْمعَهۥ َوق ْر َءانَه ۥ‬
١٨

Artinya: Sesungguhnya atas tanggungan kami lah mengumpulkan nya (al-Qur’an) di


dadamu dan membuatmmu pandai membaca. Maka bila kami telah selesai membacakan nya
ikutilah bacaan terscbut (al-Qiyamah: 17-18)4
• Aspek Terminologi

Ditinjau dari aspek terminologi kata al-Qur an sesungguhnya telah banyak


dikemukakan oleh para Ulama. Diantaranya mereka ada yang memberikan pengertian sama
dengan al-kitab, karena selain nama al-Qur an, wahyu terscbut dikenal dengan sebutan al-
kitab. Kaitannya dengan hal ini Al Khudari memberikan definisi bahwa al-Kitab adalah al-
Qur’an yailu lafal bahasa Arab yang diturunkan pada Muhammad untuk dipelajari dan
diingat, yang dinukil secara mut awatir, Termaktub diantara dua sisi awal dan akhir, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.5

Dengan definisi diatas tegas bahwa al-kitab adalah Al-Qur’an itu sendiri. Menurut Al-
Amidi penegasan ini dipandang perlu untuk membedakan antara Al-Qur’an dengan kitab
kitab lainnya seperti Taurat, Injil dan Zabur. Sebab ketiga kitab ini juga diturunkan oleh
Allah yang wajib di imani setiap muslim.6

As-Shabuni mengemukakan dalam At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, al-Qur’an adalah


firman Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan pada Nabi terakhir ditulis dalam

3
Subhi Saleh, Mabahis Fi Ulum Al-Qur’an. Muassasah Ar-Risalah, Mesir, 140411. Hlm. 19
4
Qs. Qiyamah 17-18
5
Khudari Beik, Tarikh al-Tasyri al-Islamiy. (Indonesia: dar Ihya wa al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1981)
6
Al-Amidi, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam. (Kairo, Muassasah Al-Halaby). 147-148

2
beberapa mushaf, bersifat mutawir dan bernilai ibadah jika dibaca.7

Menurut istilah ushul fiqh sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf, Al
Qur’an adalah:8
ّ ‫القرآن هو كالم هللا الذي‬
‫نزل به الروح االمين على قلب رسول هللا محمد ابن عبد هللا بألفاظه العربية ومعانيه‬
‫ وهو‬.‫ وقربة يتعبدون بتالوته‬،‫ ودستورا ً للناس يهتدون بهداه‬،‫ ليكون حجة للرسول على أنّه رسول هللا‬،‫الحقه‬
‫ المنقول الينا بالتواتر كتابة ومشافهة‬،‫ المختوم بسورة الناس‬،‫ المبدوء بسورة الفاتحة‬،‫المدون بين دفتي المصحف‬
‫جيال عن جيل محفوظا من أي تغيير او تبديل مصداق قول هللا سبحانه فيه “ إنّا نحن نزلنا الذكر وإنا له‬
.”‫لحافظون‬

“Kalam Allah yang diturunkan dengan perantara malaikat Jibril ke dalam hati
Rasulullah Muhammad ibnu Abdullah dengan bahasa Arab yang makna-maknanya benar
supaya menjadi bukti bagi Rasul tentang kebenarannya sebagai rasul, menjadi aturan bagi
manusia yang menjadikannya sebagai petunjuk, dipandang beribadah membacanya dan ia
dibubukan di antara dua lembar mushaf, diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat an-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawattir baik secara tertulis maupun hafalan
dari generasi ke generasi dan terpelihara dari segala perubahan dan penggantian, sejalan
dengan kebenaran firman Allah S.W,T “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al
Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”.

Dari keterangan tersebut ada beberapa hal yang dapat dipahami, yaitu bahwa Al Quran
itu datang langsung dari Allah bukan karangan Nabi sendiri. Al Quran juga tersusun atas
bahasa arab, maka dari itu segala bentuk terjemahan ataupun tafsiran walau dalam bentuk
bahasa arab bukan dinamakan Al Quran.
B. Sejarah Turun dan Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah Saw.

Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah atau
berupa sebuah surat yang pendek secara lengkap. Dan penyampaian Al-Qur’an secara
keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun, yakni 13 tahun waktu Nabi masih
tinggal di Mekkah sebelum hijriyah dan 10 tahun waktu Nabi sesudah hijrah ke Madinah.

Wahyu ilahi yang diturunkan sebelum hijrah tersebut disebut ayat Makiyah
merupakan 19/30 dari Al-Qur’an, surat dan ayat-ayatnya pendek-pendek dan gaya bahasanya
singkat padat (ijaz), karena sasaran yang pertama-tama dan utama pada periode Mekkah ini
adalah orang-orang Arab asli (suku Quraisy dan suku-suku Arab lainnya) yang sudah tentu

7
M. Ali As-Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Arshad, Beirut, hal. 10
8
Abd. Wahab Al Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh (terj: Fai zel Muttaqien), Jakarta, Pustaka Amani, 2003, hal 23

3
mereka paham benar akan bahasa Arab. Mengenai isi surat ayat Makkiyah pada pada
umumnya berupa ajakan/seruan untuk bertauhid yang murni atau Ketuhanan Yang Maha Esa
secara murni dan juga pembinaan mental dan akhlak.

Al-Qur’an mulai diturunkan kepada Nabi Muhammad pada malam Qadar tanggal 17
Ramadhan pada waktu Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610
M. Wahyu yang pertama-tama diterima oleh Nabi adalah ayat 1-5 surat Al-‘Alaq, pada waktu
Nabi sedang berada di gua Hira, sedang wahyu yang terakhir adalah surat Al-Maidah: 3,
pada waktu Nabi sedang berwukuf di Arafah melakukan Haji Wada’ pada tanggal 9
Djulhijjah tahun kesepuluh Hijriyah 7 Maret 632 M. Antara wahyu pertama dan wahyu
terakhir yang diterima Nabi berselang kurang lebih 23 tahun.9

Pada masa Nabi, setiap wahyu yang turun, satu ayat atau lebih, terlebih dahulu Nabi
Muhammad memahami dan menghafalkannya, kemudian disampaikan dan diajarkan kepada
para sahabatnya pesis seperti apa yang diterimanya, tanpa ada perubahan dan penggantian
sedikitpun. Selanjutnya Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat yang telah menerima
ayat-ayat itu untuk menghafalkannya dan meneruskannya pula kepada para pengikutnya.

Selain itu wahyu tersebut ditulis dan dicatat oleh dewan penulis wahyu yang disebut
Khuttab al-Wahy yang telah dibentuk oleh Rasulullah. Mereka ini terdiri dari para sahabat
yang telah dapat menulis dan membaca, baik dari golongan Muhajirin ataupun Anshar, baik
ketika masih berada di Mekkah maupun di Madinah. Para penulis wahyu tersebut tersebut
ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali Bin Abi Thalib,
Amir bin Fuhairah, Amer bin Al-‘Ash, Muawiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Abi Sufyan,
Al-Mughirah bin Syu’bah, Zubair bin Al-‘Awwam, Khalid bin Walid, Al-‘Ala Al-
Hadhramiy, Muhammad bin Salamah, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Tsabit bin Qais
ibn Syammas. Para penulis wahyu ini menurut orientalis Blacherc dalam kutipannya
Masyfuk Zuhdi berjumlah 40 oarang, demikian pula Maulana Muhammad Ali menurut
kutipan Rif’at Syauqi dan Muhammad Ali Hasan menyebutkan sejumlah itu.10

Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat Al-Qur’an dengan


lainnya, misalnya hadis Rasulullah, maka beliau tidak membenarkan seorang sahabat
menulis apapun selain Al-Qur’an. Hal ini bisa dilihat dari hadis riwayat Muslim dari Abi
Sa’id Al-Khudriy yang berbunyi:

9
ibid
10
A. Charudji Abd. Chalik. Ulumul Qur’an. (Jakarta: Diadit Media, 2007) hlm 67-68

4
‫ رواه مسلم‬. ‫التكتبوا عني غير القران ومن كتب عني غير القران فليمحه‬

“Janganlah kalian tulis dariku sesuatu kecuali Al-Qur’an. Barangsiapa yang telah
menulis dari (sumberku) selain Al-Qur’an supaya menghapusnya.”

Larangan Rasulullah untuk tidak menuliskan selain Al-Qur’an ini, oleh Dr. Adnan
Muhammad Zarzur dipahami sebagai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menjamin
nilai-nilai akurasi AL-Qur’an. (Ulumul Qur’an, Madkhul ila Tafsir Al-Qur’an wa Bayan
I’jazihi, hal 86). Setiap kali turun ayat Al-Qur’an Rasulullah memanggil “jurnalis” wahyu.
Hal ini bisa disimak pada hadis riwayat Imam Ahmad yang dinyatakan shahih oleh Ibn
Hibban dan Al-Hakim, dari Abdullahbin Abbas, dari Utsman bin Affan.11

Kepada para penulis wahyu ini Rasul menunjuk letak masing-masing ayat yang akan
mereka tuliskan, yaitu di dalam surat mana, sebelum atau sesudah ayat mana. Hal ini
disebabkan susunan ayat itu tidak kronologis, sebab kebanyakan surat tidaklah diturunkan
sekaligus komplit. Seringkali suatu surat belum selesai diturunkan semua ayat-ayatnya telah
disusuli pula oleh surat-surat lainnya, sehingga apabila turun, Rasulullah lalu menunjukkan
letak ayat itu. Apabila suatu surah telah lengkap diturunkan semua ayat-ayatnya Rasulullah
lalu memberikan nama untuk surat itu, dan untuk memisahkan antara suatu surat dengan
surat sebelumnya atau sesudahnya, Rasulullah menyuruh letakkan lafazh basmalah pada
awal masing-masing surat itu. Tertib urut ayat-ayat dalam masing-masing surat itu
dikokohkan pula oleh Nabi sendiri dengan bacaan-bacaannya dalam waktu shalat ataupun di
luar shalat.12

Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra, ia berkata:


‫كنا عند رسول هللا نؤلف القران من الرقاع‬

“Kami di sisi Rasulullah saw mengumpulkan Al-Qur’an dari kulit.”

Maksudnya mengumpulkan Al-Qur’an dengan mengurutkan ayat-ayatnya, sesuai


dengan petunjuk Rasululllah saw dan perintah (wahyu) dari Allah swt. Oleh sebab itu, para
ulama bersepakat bahwa pengumpulan AL-Qur’an adalah bersifat “tauqifi”. Yaitu bahwa
urutannya sedemikian rupa seperti yang kita lihat saat ini, adalah berdasarkan perintah dari
wahyu Allah swt.

Telah diceritakan bahwa Jibril as turun membawa satu atau beberapa ayat kepada Nabi

11
Kamaluddin Marzuki. Ulum Al-Qur’an (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994) hlm 67-68
12
A. Chairudji Abd. Chalik. Op.cit. hlm 49

5
saw. Ia berkata kepada beliau: “Hai Muhammad! Allah swt memerintahkan kepadamu
supaya kamu meletakkan ayat ini pada permulaan ini dari sudut ini.” Demikian pula
Rasulullah saw berkata kepada para sahabat: “Letakkan ayat itu pada tempat ini.”13

Mengenai penulisan Al-qur’an di masa Rasulullah, dapat disimpulkan hal-hal sebagai


berikut:

1) Tadwin Al-Qur’an, telah terjadi pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua Al-Qur’an itu
telah dituliskan dan telah tersusun berdasarkan petunjuk Rasul, walaupun sutat-suratnya
belum tersusun seperti apa yang dilihat sekarang ini dan tulisan-tulisannya belum
terhimpun dalam satu kesatuan yang terdiri dari benda-benda yang seragam, baik
bahannya maupun ukurannya.
Al-Suyuti mengatakan :

‫وقد كان القران كتب كله في عهد رسول هللا صلي هللا عليه وسلم لكن غير مجموع في موضع‬
‫واحد وال مرتب السور‬

“Al-Qur’an betul-betul talah ditulis seluruhnya (dengan lengkap) pada masa


Rasulullah saw, hanya saja belum terhimpun dalam satu bahan yang seragam dan surat-
suratnya pun belum tersusun urut (seperti yang dapat dilihat sekarang ini).”

2) Kegiatan-kegiatan dalam mentadwinkan Al-Qur’an di masa Rasulullah itu menurut yang


diterangkan oleh riwayat-riwayat adalah terjadi dalam periode yang kedua, yaitu periode
Madaniy, sedang dalam periode pertama belumlah begitu tampak, walaupun telah ada
juga lembaran-lembaran yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an itu.14

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sejarah dalam penulisan al-Qur’an pada masa
nabi dilakukan melalui dua cara yaitu hafalan dan tulisan, artinya setiap ayat yang turun
langsung di catat oleh penulis wahyu dan di hafal oleh para sahabat. Teknik penulisan al-
Qur’an pada masa rasul adalah menggunakan metode imla’(dekte). Para penulis wahyu
diantaranya seperti empat khalifah , zayd bin tsabit, abd allah bin mas’ud, ubayya bin ka’b,
dan lain-lain sehingga jmlah mereka mecapai 43. Mereka menulis al- Qur’an pada pelepah
kurma, pohon, daun, kulit, tulang dll. Karena alat tulis sulit di dapat di negara arab. Para
sahabat menulis al-Qur’an dengan mencatat setiap wahyu yang turun persis sebagaimana
yang disampaikan nabi Saw sedikitpun tidak mereka ubah.15

13
M. Qodirun Nur. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. (Jakarta: Pustaka Amani, 2001) hlm 80
14
Ibid hlm 53-54
15
Nasrudin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustakapelajar 2011),hlm 31.

6
Pola penerbitan dan penulisan sesuai dengan arahan Rasul, sehingga pengumpulan al-
Qur’an dan penerbitannya adalah mutlak dari rasul bukan berdasarkan ijtihat pola para
sahabat. Sebagaimana sabda beliau:
.‫ضعوا هذه السورة ضع الذي يذكر فيه كذاوكذ‬

“Letakkan surat ini di tempat yang di dalamnya di sebutkan ini dan ini”16

2. Problematika memahami al- Qur’an

Al – Qur’an ialah kitab suci yang berisi firman- firman Allah yang isinya
menggunakan bahasa Arab, namun berbeda dengan bahasa Arab pada umumnya. Sehingga
banyak umat islam yang tidak dapat dengan mudah memahami isi al – Qur’an secara utuh
dan sempurna, terkecuali Nabi Muhammad saw, sang penerima wahyu Allah melalui
perantara malaikat Jibril.

Ketika Nabi Muhammad saw menyampaikan al – Qur’an kepada para sahabatnya,


tidak sedikit dari mereka mengalami kesulitan pemahaman, dan itu merupakan suatu hal
yang wajar. Ketika mereka mengalami kesulitan tersebut, Nabi Muhammad saw segera
menjelaskan kepada mereka, sehingga kesulitan tersebut dapat diselesaikan dengan baik
tanpa ditemukan perselisihan-perselisihan tajam di kalangan para sahabat Nabi.

Maka pertanyaan tentang bagaimana cara memahami al – Qur’an tidak muncul pada
masa Nabi, karena semuanya sudah jelas. Tetapi, setelah Nabi Muhammad saw wafat, pada
beberapa ayat yang tidak ditemukan penjelasannya dilakukan upaya penafsiran-penafsiran,
yang tentu hasilnya dapat berbeda antara satu penafsir dengan penafsir lainnya karena
banyak faktor yang melatarbelakangi bentuk penafsirannya.

Perbedaan-perbedaan itu kemudian tidak dapat disatukan, karena sumber utama yang
dapat memahami isi al – Qur’an secara utuh, yaitu Nabi Muhammad saw, telah tiada. Ibarat
jembatan yang dapat menyambungkan antara dua wilayah yang terpisah, maka Nabi
Muhammad adalah sosok penghubung antara Allah dengan manusia. Setelah beliau wafat,
maka jembatan itu ambruk, sehingga hubungan komunikasi antara Allah dan manusia
terputus.17

16
Ibid hlm 32
17
Dr. Hammis Syafaq, M.Fil.I , dkk, Pengantar Studi Islam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2021), 73.

7
A. Fungsi Ilmu Tafsir

Dalam Al-Qur’an banyak memakai ungkapan yang sesuai dengan tingkat kepandaian
manusia, dan Al-Qur’an tidak bisa diketahui maksudnya dengan sekadar mendengarkan,
karena itu dibutuhkan tafsir Al-Qur’an untuk mengeluarkan (istimbath) hukum-hukum dan
ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya18
B. Sumber- sumber Penafsiran Al-Qur’an

Sumber penafsiran paling tidak ada 8 macam, yaitu Al-Qur’an karim sendiri, hadist-
hadist nabi berkaitan dengan topik penafsiran, riwayat para sahabat dan para tabiin, kaidah-
kaidah bahasa arab seperti ilmu-ilmu alat dan ilmu bahasa, cerita israiliyat dari ahli kitab,
teori dan ilmu pengetahuan, serta pendapat para mufasir terdahulu.19
C. Corak Penafsiran dan Ilmu Tafsir

Dalam ilmu tafsir ditemukan berbagai macam corak penafsiran, seperti corak kalami,
fiqhi, tasawwufi, ilmi, falsafi, adabi ijtima’i, lughowi, tarikhi, siyasi, dan nazhari.
a. Corak kalami, yaitu model penafsiran Al-Qur’an yang bahasanya mengacu pada
penjelasan ilmu kalam. Model ini dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah. Kitab tafsir yang
tergolong corak kalami adalah tafsir Anwar al-Tanzil, oleh al-Baidhawi (wafat 692 H)
b. Corak fiqhi, yaitu model penafsiran Al-Qur’an yang menerangkan hukum-hukum yang
di-istimbath-kan dari hukum syara’; melalui ijtihad ulama karena itu dalam model ini
banyak diterangkan masalaj masalah ibadah, muamalah, jinayat, munakahat, dan
sebagainya.
c. Corak tashawwufi yaitu model penafsiran Al-Qur’an yang keterangannya cenderung
pada isyarat-isyarat atau menerangkan arti dibalik yang nyata, sedang sumber penafsiran
itu dari pengalaman ibadah yang ditempuh.
d. Corak ‘ilmi yaitu model penafsiran Al-Qur’an yang menggunakan hukum pikir ilmiah,
sehingga model penafsirannya ini menggunakan persyaratan ilmiah jika penafsiran Al-
Qur’an.
e. Corak falsafi, yaitu model penafsiran Al-Qur’an yang menggunakan pendekatan filsafat
dengan cara merenungkan dan menghayati ayat yang ditafsirkan, kemudian mengkajinya
secara radikal (mengakar) sistematis dan objektif.

18
Prof. Dr. Muhaimin, MA., dkk, Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Jakarta : Prenada Media, 2005), 107.
Mengemukakan pendapat dari Abd al-Djalal
19
Ibid, hlm 109.

8
f. Corak adabi ijtima’i adalah model penafsiran Al-Qur’an yang membahasnya dikupas
berdasarkan sosiokultural masayarakat, sehingga bahasannya lebih mengacu pada
sosiologi.
g. Corak tarikhi adalah model penafsiran yang keterangan penafsiran yang lebih
menekankan aspek penjelasan kisah-kisah Al-Qur’an.
h. Corak siyasi adalah model penafsiran Al-Qur’an yang keterangan-nya untuk mengaitkan
paham politik masing masing.
i. Corak nazhari yaitu tasawuf yang dihasilkan dari perenunganyang mendalam, sehingga
renungan itu menimbulkan suatu kesimpulanyang dibuat penafsiran Al-Qur’an.20
D. Metode dalam Ilmu Tafsir
1) Metode tahlili
Metode yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat Al-Qur’an dalam berbagai
aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung didalamnya, sebagaimana tercantum
pada mushaf.
2) Metode ijmali
Metode yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud Al-Qur’an secara
global tidak terperinci seperti tafsir tahlili.
3) Metode Muqarin
Metode yang dilakukan dengan cara perbandingan (kompratif), metode ini
dilakukan dengan membanding- bandingkan ayat satu dengan yang lain, yaitu dengan
ayat-ayat yang mempunyai kemiripan/perbedaan redaksi untuk kasus yang sama atau
yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadits yang tampak bertentangan,
serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an.
4) Metode maudhu’i
Metode yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu yang hendak dicarikan
penjelasannya dalam Al-Qur’an yang berhubungan dengan topik ini, lalu dicarilah
kaitannya antara ayat satu dengan yang lain, kemudian ditarik kesimpulanakhir
berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait tersebut.21

20
Prof. Dr. Muhaimin, MA., dkk....hal 119-121
21
Ibid, hal

9
3. Metode Studi Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci umat muslim. Didalam Al-Qur’an terdapat beberapa teks
suci yang membicarakan tentang kelebihannya dan keasliannya yang diakui keberadaannya.
Al-Qur’an juga pedoman atau tuntunan hidup untuk kaum muslim agar bisa hidup dijalan
yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT.

Jika berbicara tentang Al-Qur’an memang bisa mencakup banyak hal misal cerita nabi
dan para sahabat tentang mengobati orang yang sakit hanya dengan membaca ayat suci Al-
Qur’an, tentang masyarakat yang menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi untuk memecahkan
masalah ekonomi,keluarga atau persoalan yang sedang mereka hadapi dan banyak lagi.

Jamaluddin Afghani mengatakan :


‫ان القران حي ال يموت‬

“Sesungguhnya Al-Qur’an itu hidup, tidak mati”

A. Metode Alternatif Dalam Studi Al-Qur’an :


1) Metode Pendekatan Al-Qur’an

Memahami Al-Qur’an didalamnya terdapat nilai-nilai yang mengatur kehidupan


manusia yang berhubungan dengan tuhan, atau dengan manusia-manusia lainnya. Kajian Al-
Qur’an sekaramg dapat kita temui dikehidupan sehari-hari kita misal pada acara sosial
keagamaan dan lain sebagainya.

Menurut Ahmad Van Denffer pendekatan terhadap Alquran itu dapat dilakukan
dengan tiga tahapan, yaitu :
1) Menerima Alquran lewat membaca dan mendengarnya.
2) Memahami pesan-pesan yang dikandung Alquran dengan cara menghayati, dan
kemudian mengkaji makna yang dikandungnya.
3) Menerapkan pesan-pesan yang dibawa Alquran lewat pelaksanaan, baik dalam
kehidupan pribadi ataupun kehidupan masyarakat yang kita jalani Dan cabang yang
dikenal dengan nama “ulumul quran” tersebut dapat kita pergunakan untuk mencapai
pada tahapan yang kedua, yaitu memahami pesan-pesan dari Alquran lewat pemahaman
terhadap nash dan suasana ketika ayat-ayat tersebut diwahyukan.22

22
Muhammad Roihan Daulay, “Studi Pendekatan Al-Qur’an”, Dalam jurnal Thariqah Ilmiah” (Vol. 01,No. 01,
Januari 2014)hal 32

10
Dalam makalah ini kami ingin menyampaikan betapa pentingnya mempelajari Al-
Qur’an, karena tanpa mempelajari dan memahami Al-Qur’an kalian tidak akan bisa
mengamalkan nya dalam kehidupan kalian.
2) Metode Living Al-Qur’an

Pada dasarnya, kajian Al-Qur’an tidak selalu berfokus pada teks al-Qur’an (ma fil al-
Qur’an) dan ma haul al Qur’an (kajian terhadap tafsir, ulumul qur’an), namun bisa meluas
sampai pada fenomena sosial yang terkait dengan keberadaan al-Quran di tengah komunitas
muslim tertentu atau lain yang berinteraksi dengannya dalam kehidupan sehari-hari atau
yang sering disebut Living Qur’an, yakni Al-Qur’an yang hidup dalam masyarakat.23

Adanya Living Al-Qur’an sendiri adalah metode alternatif dalam studi Al-Qur’an
yang relatif baru. Living Al-Qur’an ini mengacu pada fenomena sosial yang terjadi pada
masa sekarang misal pendekatan sosiologi dan fenomenologi. Untuk sebagian orang kajian
living Al-Qur’an ini dibuat acuan untuk memperbanyak berdakwah dan pengambangan
masyarakat agar menjadi dasar baru pengembangan Al-Qur’an dalam bentuk kontemporer.

Resepsi sosial terhadap al-Qur’an dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari,
seperti tradisi bacaan surat atau ayat tertentu pada acara dan seremoni sosial keagamaan
tertentu. Sementara itu, resepsi sosial terhadap hasil penafsiran terjelma dalam
dilembagakannya bentuk penafsirantertentu dalam masyarakat, baik dalam skala besar
maupun kecil. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Living Qur’an adalah suatu
kajian ilmiah dalam ranah studi al-Qur’an yang meneliti dialektika antara al-Qur’an dengan
kondisi realitas sosial dimasyarakat. Living Qur’an juga berarti praktik-praktik pelaksanaan
ajaran al-Qur’an di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.24
3) Metode Pendekatan Dalam Penafsiran Al-Qur’an

Sekarang ada banyak macam kitab tafsir mulai dari era klasik hingga modern yang
didominasi metode tahlil. Metode pendekatan ini mendahulukan tengtang logika umum
daripada kekhususan sebab serta kurang memperhatikan konteks ketika ayat itu turun. Hal
ini mengakibatkan kurang tersentuhnya problem masyarakat oleh Al-Qur’an padahal semua
persoalan atau masalah bisa diselesaikan oleh Al-Qur’an.

23
Didi Junaedi, “Sebuah Pendidikan Baru Dalam Kajian Al-Qur’an”, Dalam jurnal Al-Qur’an dan Hadist (Vol
4, No.2 ,2015)hal 169
24
Itmam Aulia Rakhman,” studi living qur’an dalam tradisi kliwonan santri pp. attauhidiyyah syekh armia bin
kurdi tegal”, Dalam jurnal Madaniyah (Vol, 9 No.1, januari 2019)hal 22

11
Zaman sekarang banyak masalah tentang penafsiran Al-Qur’an tentang konsep jender
yang memojokkan atau mencemari perempuan menurut beberapa femins muslim disebabkan
oleh beberapa hal :
a) Belum jelasnya konsep seks dan jender dalam mendefinisikan peran laki-laki dan
perempuan
b) Ilfiltrasi israilyat dalam teks suci yang berkembang dikawasan timur tengah
c) Metode interpritasi yang mengandalkan tahlil dan bukan maudhu’i
d) Kemungkinan ketidaknetralan mencermati teks.25

Maka dari itu pentingnya memahami tafsir Al-Qur’an dengan benar dan perlu adanya
interpretasi teks dengan metode maudhu’i yang menekan aspek sosial budaya tidak hanya
dari satu teks langsung menyimpulkan suatu yang salah atau kurang benar. Karena
kebanyakan orang tidak melihat lebih jauh kapan dan diamana teks itu muncul tanpa adanya
perbedaan pemahaman antara pengarang dan pembaca.

25
Umi Sumbulah, “Metodologi Studi Al-Qur’an”, Dalam,Artikel Metodologi Studi Al-Quran (6 Agustus 2010)

12
BAB III
A. Kesimpulan
1. Bahwa al-kitab adalah Al-Qur’an itu sendiri. Menurut Al-Amidi penegasan ini
dipandang perlu untuk membedakan antara Al-Qur’an dengan kitab kitab lainnya
seperti Taurat, Injil dan Zabur. Sebab ketiga kitab ini juga diturunkan oleh Allah
yang wajib di imani setiap muslim. Sejarah dalam penulisan al-Qur’an pada masa
nabi dilakukan melalui dua cara yaitu hafalan dan tulisan, artinya setiap ayat yang
turun langsung di catat oleh penulis wahyu dan di hafal oleh para sahabat.
2. Pertanyaan bagaimana cara memahami al-Qur’an baru muncul setelah Nabi wafat.
Dalam memahami Al-Qur’an ada berbagai cara, seperti menggunakan sumber
sumber contohnya , Al-Qur’an karim sendiri, hadist-hadist nabi berkaitan dengan
topik penafsiran, riwayat para sahabat dan para tabiin, kaidah-kaidah bahasa arab
seperti ilmu-ilmu alat dan ilmu bahasa, cerita israiliyat dari ahli kitab, teori dan
ilmu pengetahuan, serta pendapat para mufasir terdahulu.
3. Pentingnya memahami tafsir Al-Qur’an dengan benar dan perlu adanya interpretasi
teks dengan metode maudhu’i yang menekan aspek sosial budaya tidak hanya dari
satu teks langsung menyimpulkan suatu yang salah atau kurang benar. Karena
kebanyakan orang tidak melihat lebih jauh kapan dan diamana teks itu muncul tanpa
adanya perbedaan pemahaman antara pengarang dan pembaca.
B. Saran
Setelah penyelesaian makalah ini tentu kami menyadari akan kekurangan kami
dalam pembuatan makalah di atas yang masih ada banyak kesalahan yang dibuat. Tentu
mohon atas kritik dan saran agar perkembangan makalah ini dapat menjadi lebih
sempurna. Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih memahami
tentang “Sumber Utama Studi Islam (Al-Qur’an)” dan dapat memberi manfaat kepada
pembaca sekalian.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Akmal Hawi, M.Ag .(2014) Dasar Dasar Studi Islam Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
M. Ali As-Shabuni (n.d) Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, Dar Al-Arshad, Beirut
Khudari Beik (1981) Tarikh al-Tasyri al-Islamiy. Indonesia: dar Ihya wa al-Kutub al-
‘Arabiyyah,
Al-Amidi, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam. Kairo: Muassasah Al-Halaby
Abd. Wahab Al Khalaf (2003) Ilmu Ushul Fiqh Jakarta, Pustaka Amani
A. Charudji Abd. Chalik (2007) Ulumul Qur’an. Jakarta: Diadit Media
Kamaluddin Marzuki (1994) Ulum Al-Qur’an Bandung: Remaja Rosdakarya
M. Qodirun Nur (2001) Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta: Pustaka Amani
Nasrudin Baidan, (2001) Metode Penafsiran Al-Qur’an Yogyakarta: Pustakapelajar
Dr. Hammis Syafaq, M.Fil.I , dkk,(2021) Pengantar Studi Islam Surabaya : UIN Sunan
Ampel Press,
Prof. Dr. Muhaimin, MA., dkk, (2005) Kawasan dan Wawasan Studi Islam Jakarta : Prenada
Media
Muhammad Roihan Daulay, (2014) “Studi Pendekatan Al-Qur’an”, Dalam jurnal Thariqah
Ilmiah”
Didi Junaedi,(2015) “Sebuah Pendidikan Baru Dalam Kajian Al-Qur’an”, Dalam jurnal Al-
Qur’an dan Hadist
Itmam Aulia Rakhman,(2019) ” studi living qur’an dalam tradisi kliwonan santri pp.
attauhidiyyah syekh armia bin kurdi tegal”, Dalam jurnal Madaniyah
Umi Sumbulah, (2010)“Metodologi Studi Al-Qur’an”, Dalam,Artikel Metodologi Studi Al-
Quran

14

Anda mungkin juga menyukai