Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH UMUL QUR’AN

AL-QUR’AN

DISUSUN OLEH

NAMA KELOMPOK :

1.Melsi Maryani

2.Nina Fauziah

3.Ahmad Surya

DOSEN PENGAMPU
PUTRI REZEKI RAHAYU, M.AG

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

ISTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya dapat
menyelesaikan makalah tentang “Al-Qur‟an”. Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
alam kegelapan ke alam yang terang benerang dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam
semesta.

Sebagai penulis, sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas Ulumul Qur‟an . Demikian yang dapat di sampaikan, semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya masih banyak
kekurangan baik dari segi sususnan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu dengan
terbuka penulis menerima segala saran dan keritik dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini.

Bengkulu, 20 Maret 2020

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ 2


Daftar Isi ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi al-qur‟an secara etimologis dan terminologis ........................... 6
2.2 Proses dan jangka waktu turunnya al-qur‟an ........................................... 10
2.3 Nama dan sifat-sifat al-qur‟an ................................................................. 11
2.4 Perbedaan al-qur‟an dengan hadis nabawi dan hadis qudsi ..................... 13
2.5 Hubungan antara Al-qur‟an dengan sunah .............................................. 16
2.6 Isi dan kandungan umum al-qur‟an ......................................................... 17
2.7 Keutamaan al-qur‟an ................................................................................ 18
2.8 Konsep kesempurnaaan al-qur‟an sebagai penjelas segala sesuatu ........ 24
2.9 Relevan al-qur‟an di segala tempat dan zaman........................................ 25
2.10 syubhat seputar al-quraan ...................................................................... 27
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana di wajibkan kepada orang yang beriman untuk mempercayai


bahwasanya Allah telah menurunkan kitab-kitab kepada para rosulnya yakni kitabtaurot
kepada nabi Musa, kitab injil kepada nabi Isa, kitab zabur kepada nabi Dauddan Al-quran
kepada nabi Muhammad SAW.Al-Quran merupakan kitab yang paling utama dan mulia
diantara kitab-kitab yang lainnya dan merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW.,
Yangmana tidak ada satupun dari makhluknya yang bisa menandingi apalagi
menyamaikehebatan maupun keindahan al-quran. Bahkan jika semua manusia dan jin
dikumpulkan untuk membuat sesuatu yang sama dengan al-quran niscaya merekatidak akan
sanggup membuatnya.Berbeda dengan kitab-kitab yang lainnya seperti kitab injil yang
telahmengalami perombakan dan perubahan. Karena disusun ulang oleh empat orangyang
bernama yohanes, marqus, matius dan lucas.
Yang mana antara satu kitabdengan kitab yang lainnya saling bertentangan,
Sedangkan Al-Quran selalu terjagakeasliannya sampai hari akhir.Maka dari itu dirasa sangat
penting, untuk lebih mendalami tentang definisiAl-Quran yang sering kita baca, yang mana
membacanya tanpa tau artinya punsudah terhitung ibadah dalam arti mendapatkan pahala.
Berbeda dengan zikir atau bacaan yang lainnya tanpa tahu artinya maka bacaannya tidak
terhitung ibadah.
1.2 Rumusan msalah
1. Apa Defenisi al-qur‟an secara etimologis dan terminologis ?
2. Bagaimana Proses dan jangka waktu turunnya al-qur‟an ?
3. Apa saja Nama dan sifat-sifat al-qur‟an ?
4. Apa Perbedaan al-qur‟an dengan hadis nabawi dan hadis qudsi ?
5. Bagaimana Hubungan antara Al-qur‟an dengan sunah ?
6. Apa Isi dan kandungan umum al-qur‟an ?
7. Apa saja Keutamaan al-qur‟an ?

4
8. Bagaimana Konsep kesempurnaaan al-qur‟an sebagai penjelas segala sesuatu ?
9. Apa Relevan al-qur‟an di segala tempat dan zaman ?
10.Apa saja asyubhat seputar al-quraan ?

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui apa Defenisi al-qur‟an secara etimologis dan terminologis
2. Untuk mengetahui bagaimana Proses dan jangka waktu turunnya al-qur‟an
3. Untuk mengetahui apa saja Nama dan sifat-sifat al-qur‟an
4. Untuk mengetahui apa Perbedaan al-qur‟an dengan hadis nabawi dan hadis qudsi
5. Untuk mengetahui bagaimana Hubungan antara Al-qur‟an dengan sunah
6. Untuk mengetahui apa Isi dan kandungan umum al-qur‟an
7. Untuk mengetahui apa saja Keutamaan al-qur‟an
8. Untuk mengetahui bagaimana Konsep kesempurnaaan al-qur‟an sebagai penjelas
segala sesuatu
9. Untuk mengetahui apa Relevan al-qur‟an di segala tempat dan zaman
10. Untuk mengetahui apa saja asyubhat seputar al-quraan

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Al-Qur’an Secara Etimologis dan Terminologis

A. Pengertian Al-Qur’an
Kata Al-Qur‟an menurut bahasa mempunyai arti yang bermacam- macam, salah
satunya adalah bacaan atau sesuatu yang harus di baca, dipelajari.1 Adapun menurut istilah
para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi terhadap Al-Qur‟an. Ada yang
mengatakan bahwa Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang bersifat mu‟jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Jibril dengan lafal dan maknanya dari
Allah SWT, yang dinukilkan secara mutawatir; membacanya merupakan ibadah; dimulai
dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.2
Ada yang mengatakan bahwa Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat dan berfungsi sebagai
hidayah (petunjuk).
Yang lain mengatakan bahwa Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diriwayatkan
kepada kita yang ada pada kedua kulit mushaf.
Yang lain mengatakan: Al-Qur‟an adalah kalamullah yang ada pada kedua
kulit mushaf yang dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Yang lain mengatakan: Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad yang dinukil atau diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya bernilai
ibadah.

1
Aminudin, et. all., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. 45.
2
M. Quraish Shihab, et. all., Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an, (Jakarta: Pusataka Firdaus,
2008), hal. 13.

6
Ada juga yang mengatakan: Al-Qur‟an adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad, dengan bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawatir,
yang ditulis di dalam mushaf, dimulai dari Surah al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah an-
Nas, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad dan
sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.
Dari beberapa definisi yang disebutkan, dapat dikatakan bahwa unsur-unsur utama
yang melekat pada Al-Qur‟an adalah:
a. Kalamullah
b. Diturunkan kepada Nabi Muhammad
c. Melalui Malaikat Jibril
d. Berbahasa Arab
e. Menjadi mukjizat Nabi Muhammad
f. Berfungsi sebagai “hidayah” (petunjuk, pembimbing) bagi manusia.4

Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa Al- Qur‟an ialah
wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
Malaikat Jibril dengan bahasa Arab, sebagai mukjizat Nabi Muhammad yang diturunkan
secara mutawatir untuk dijadikan petunjuk dan pedoman hidup bagi setiap umat Islam
yang ada di muka bumi.

B. Pengertian Etimologi (Bahasa)


Secara bahasa, makna Al-qura‟an terdapat beberapa perbedaan pandangan dari
para ulama. Antara lain, sebagaiman yang diungkapkan oleh muhammad binmuhammad
Abu Syaibah (1992) dalam kitam Almadkhal li Dirosah al-Quran,sebagai berikut:
a. Quran adalah bentuk masdar dari qoro‟a, dengan demikian , kata qur‟an berarti
“bacaan” kemudian kata ini selanjutnya, sebagaimana bagi kitabsuci yang
diturunkan oleh Allh swt. Kepada nabi Muhammad saw, pendapatini
didasarkan pada firman Allah: Yang artinya “apabila kamitelah seesai
membacanya maka ikutilah bacaannya (QS. Al Qiyamah : 18).
Antara lain yang berpendapat demikian adalah al-Lihyan (w.215 H).

7
b. Qur‟an adalah kata sifat dari al-qar‟u yang bermakna al-jam‟u (kumpulan).
Selanjutnya digunakan sebagai nama bagi kitab suci yang diturunkankepada
nabi Muhammad saw, alasan yang dikemukakan adalah karena AlQur‟an
terdiri dari sekumpulan suraht dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan
larangan, dan juga karena Al-Qur‟anmengumpulkan inti sari dari kitab-kitab
yang diturunkan sebelumnya.
Pendapat ini, antara laindikemukakan oleh al-Zujaj (w.311 H).
c. Kata al-Qur‟an adalah isim alam, bahkan kata bentukkan dan sejak
awaldigunakan sebagai nama bagi kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada nabi Muhammad saw, pendapat ini diriwayatkan dari Imam
Syafi‟y(w.204 H).
Menurut Abu Syahbah, dari ketiga pendapat di atas, yang paling tepat adalah
pendapat yang pertama. yakni bahwa Al-Qur‟an dari segi isytiqaqnya, adalah bentuk
masdar dari kata qara‟a.
Sebagaimana tertera dalam kamus bahwasanya kata qur‟an berasal dari
qoro‟ayaqro‟u qiroo‟atan/qur‟anan. Sedangkan tashrif lengkapnya adalah qoro‟a
yaqro‟u.
qiro‟atan/qur‟anan wa maqro‟an fahuwa qoori‟un wadzaka maqruu‟un
iqro‟lataqro‟maqro‟un2 miqro‟un, yang mana artinya adalah membaca.

C.Pengertian Terminologi (istilah)


Al-Qur‟an menurut istilah, antara lain, adalah: Firman Allah swt yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw, yang memiliki kemukjizatan lafal,membacanya bernilai
ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalammushhaf, dimulai dengan surah
al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.(Muhammad Abu Syahbah: 1992).M. Qurais
Shihab (1997) mendefinisikan Al-Qur‟an sebagai : firman-firmanAllah yang disampaikan
oleh malaikat jibril sesuai redaksinya kepada NabiMuhammad saw, dan diterima oleh
ummat Islam secara tawatur.
Alqur‟an merupakan kitab yang paling mulia yang Allah turunkan kepada
nabiyang paling mulia, yakni nabi Muhammad SAW. Dan merupakan kitab
ilahiyyahyang terakhir diturunkan serta menyalin akan kitab-kitab sebelumnya.

8
Hukumnyaalquran akan tetap berlaku hingga hari akhir. Tidak akan mungkin dijumpai
perubahan maupun penggantian. Dan merupakan tanda terbesar kenabian nabiMuhammad
karena adanya Al-Qur‟an merupakan mukjizat yang paling besar.
Adapun pengertian Alquran menurut istilah yang telah disepakati oleh para ulama
adalah “Kalam Allah yang bernilai mukjizat yang dturunkan kepada “pungkasan” para
nabi dan rasul (Nabi Muhammad SAW) dengan perantaraan malaikat Jibril AS, yang
tertulis pada mashahif, diriwayatkan kepada kita secaramutawatir, yang membacanya
dinilai sebagai ibadah yang di awali dengan suratalFatihah dan di tutup dengan surat an-
Naas.
Maka dapat didefinisikan bahwa: Al-Qur‟an adalah firman Allah swt yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril a.s sesuai
dengan redaksinya, yang memiliki kemukjizatan lafal, yang tertulis dalammushaf, dimulai
dari suruh al-Fatihah sampai pada surah al-Nas, dan disampaikansecara mutawatir kepada
umat Islam, dimana membacanya dinilai sebagai ibadah.

E. Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur‟an al karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, ia
merupakan kitab Allah yang selalu dipelihara. Al-Qur‟an mempunyai sekian banyak
fungsi diantaranya:
a. Menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW bukti kebenaran tersebut
dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.
 Menantang siapapun yang meragukannya untuk menyusun semacam
Al-Qur‟an secara keseluruhan.
 Menantang mereka untuk menyusun sepuluh surat semacam Al-Qur‟an.
 Menantang mereka untuk menyusun satu surat saja semacam Al-Qur‟an.
 Menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kurang
sama dengan satu surah dari Al-Qur‟an.

b. Menjadi petunjuk untuk seluruh umat manusia. Petunjuk yang


dimaksud adalah petunjuk agama atau yang biasa disebut dengan syariat.

9
c. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW untuk membuktikan kenabian
dan kerasulannya dan Al-Qur‟an adalah ciptaan Allah bukan
ciptaan nabi. Hal ini didukung dengan firman Allah SWT dalam surat

Al-Isra‟ ayat 88:

Artinya:
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk menciptakan
yang serupa dengan qur‟an niscaya mereka tidak akan dapat membuatnya sekalipun
sebagian mereka membantu sebagian yang lain”.6

d. Sebagai hidayat. Al-Qur‟an diturunkan Allah kepada nabi Muhammad bukan


sekedar untuk dibaca tetapi untuk dipahami kemudian untuk diamalkan dan dijadikan
sumber hidayat dan pedoman bagi manusia untuk mencapai kebahagian di dunia dan
di akhirat. Untuk itu kita dianjurkan untuk menjaga dan memeliharanya.

2.2 Bagaimana Proses dan jangka waktu turunnya al-qur’an

A. Sejarah Turunnya Al-Qur’an


Al-Qur‟an mulai diturunkan kepada nabi ketika sedang berkholwat di gua hira
pada malam senin bertepatan dengan tanggal tujuh belas ramadhan tahun 41 dari
kelahiran nabi Muhammad SAW = 6 agustus 610 M. Sesuai dengan kemuliaan dan
kebesaran Al-Qur‟an, Allah jadikan malam permulaan turun Al-Qur‟an itu malam “Al-
Qodar”, yaitu malam yang penuh kemuliaan.

10
Al-Qur‟an Al-Karim terdiri dari 30 juz, 114 surat dan susunannya ditentukan oleh
Allah SWT. Dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagimana metode-metode
penyusunan buku ilmiah. Buku ilmiah yang membahas satu masalah selalu menggunakan
satu metode tertentu, metode ini tidak terdapat dalam Al-Qur‟an Al-Karim, yang
didalamnya banyak persoalan induk silih berganti diterangkan.
Para ulama ulumul qur‟an membagi sejarah turunnya Al-Qur‟an dalam dua
periode, yaitu periode sebelum hijrah dan periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun
pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyah, dan ayat-ayat yang turun pada periode
kedua dinamai ayat- ayat Madaniyah. Tetapi di sini akan dibagi sejarah turunnya Al-Qur‟an
dalam tiga periode, meskipun pada hakikatnya periode pertama dan kedua dalam
pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat Makiyah dan periode ketiga adalah
ayat-ayat Madaniyah.

a. Periode Pertama
Diketahui bahwa Muhammad SAW pada awal turunnya wahyu pertama itu belum
dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu, beliau baru merupakan seorang nabi
yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan wahyu-wahyu yang diterimanya.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-
macam reaksi dikalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga
hal yaitu:

1. Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran- ajaran Al-
Qur‟an.
2. Sebagain besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al- Qur‟an karena
kebodohan mereka, keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat dan tradisi
nenek moyang, dan karena adanya maksud-maksud tertentu dari satu
golongan seperti yang digambarkan oleh Abu Sufyan: “kalau sekiranya Bani
Hasyim memperoleh kemuliaan Nubuwwah, kemudian apa lagi yang tinggal
untuk kami.”
3. Dakwah Al-Qur‟an mulai melebar melampaui perbatasan Makkah menuju
daerah-daerah sekitarnya.

11
b. Periode Kedua
Periode kedua dari sejarah turunnya Al-Qur‟an berlangsung selama 8-9 tahun,
dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah. Gerakan oposisi
terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk menghalangi kemajuan dakwah
Islamiah. Dimulai dari fitnah, intimidasi dan penganiaayaan yang mengakibatkan para
penganut ajaran Al-Qur‟an ketika itu terpaksa berhijrah ke Habsyah dan pada akhirnya
mereka semua termasuk Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah.
Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Qur‟an disuatu pihak silih berganti turun
menerangkan kewajiban prinsipil penganutnya sesuai dengan kodisi dakwah ketika itu.
Seperti yang terdapat dalam firman Allah Surat An-nahl (125) yang artinya:
“Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu (agama) dengan hikmah dan tuntutan yang
baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya.”

c. Periode Ketiga

Selama masa periode ketiga ini, dakwah Al-Qur‟an telah dapat mewujudkan suatu
prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan
ajaran-ajaran agama di Yasrib (yang kemudian diberi nama Al-Madinah Al-
Munawaroh). Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun, dan timbul bermacam-macam
peristiwa, problem, dan persoalan, seperti: prinsip-prinsip apakah yang diterapkan
dalam masyarakat demi mencapai kebahagiaan.

1.3 Nama dan Sifat-sifat Al-Qur’an

Para ulama klasik menyematkan beberapa nama untuk Alquran. Penamaan itu merujuk
pada keistimewaan dan tujuan diturunkannya Alquran itu sendiri. Adapun nama-nama yang
dikenal antara lain seperti berikut.

Alfurqan, artinya sesuatu yang membedakan antara kebenaran dengan kebatilan.


Nama Alfurqan juga digunakan Allah SWT sebagai nama hari perang Badar. Bahasa lain dari
nama perang Badar dalam Alquran dikenal dengan redaksi yaumul furqan dalam Surah Al-
Anfal ayat (41)

12
Attanzil, artinya (Alquran) diturunkan langsung dari Allah. Nama ini sekaligus
merupakan penegasan Alquran bukanlah buatan manusia dan juga bukan buatan Rasulullah
SAW. Maka Alquran tidak boleh disamakan dan diperlakukan sebagaimana karya-karya
manusia.

Azzikri, artinya (Alquran) ingin memberikan pesan tidak langsung kepada manusia
bahwa Alquran adalah sebuah peringatan dalam bentuk tuntunan. Bahwa ada tugas-tugas
yang perlu diemban manusia di bumi, salah satu kaitannya dengan ini adalah menjaga bumi
dari kehancuran alam dan kerusakan tangan manusia yang masif terjadi.

Alwahyu, berarti (Alquran) adalah pesan kepada seluruh manusia, tak terkecuali. Pesan
ini berlaku hingga akhir zaman dan tak akan ada satu pun medium selain Alquran yang
mampu menggantikan.

Kalamullah, artinya perkataan atau firman Allah. Terkait penamaan ini, kalangan
Ahlu Sunnah dan Muktazilah pernah berbeda pendapat untuk menamainya Kalamullah
(perkataan Allah) ataukah hadist (baharu).

2.4 Perbedaan Al-Qur’an dengan hadis nabawi dan hadis qudsi

1. Hadis Qudsi Secara bahasa,


kata qudsi adalah nisbah dari kata quds. Hadits qudsi adalah firman atau
perkataan Allah SWT, namun jenis firman AllahSWT yang tidak termasuk Al-Quran.
Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja Nabi Muhammad SAW menyandarkan
hadits qudsi kepada Allah SWT.Maksudnya, perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh
Nabi Muhammad SAWdengan redaksi dari diri beliau sendiri.
Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi maka dia meriwayatkannya dari
Rasulullah SAW dengan disandarkan kepadaAllah, dengan mengatakan: Rasulullah
SAW mengatakan mengenai apa yangdiriwayatkannya dari Tuhannya, atau ia
mengatakan:
Rasulullah SAWmengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah
Ta`ala.

13
Contoh hadits qudsi antara lain:
Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW yang meriwayatkan dari Allah azza wajalla:
Tangan Allah penuh, tidak dikurangilantaran memberi nafkah, baik di waktu siang maupun
malam.
Contoh yanglainnya:
Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata: ` Allah ta`alaberfirman: Aku
menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bilaia menyebut-Ku.bila
menyebut-KU di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnyadi dalam diri-Ku. Dan bila ia
menyebut-KU di kalangan orang banyak, maka Aku pun menyebutnya di dalam kalangan
orang banyak lebih dari itu.
Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAWmelalui
salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW,inilah pendapat
yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalahnisbah mengenai isinya,
bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainyahadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah,
maka tidak ada lagi perbedaan antarahadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya
bahasanya menuntut untukditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.

2. Hadis Nabawi
Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabiMuhammad
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Yang berupa perkataan seperti
perkataan Nabi SAW:
Sesungguhnya sahnya amal itudisertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada
niatnya.
Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabatmengenai
bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan:
Shalatlah seperti kamu melihat aku melakukan shalat.
Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi saw.Berkata:
Ambilah dari padaku manasik hajimu.
Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti beliau menyetujui suatu
perkarayang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan atau pun perbuatan,
baikdilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya.Misalnya

14
mengenai makanan biawak yang dihidangkan kepadanya, di mana beliau dalam sebuah
riwayat telah mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak itu tidak
haram dimakan.Hadis nabawi itu ada dua macam, yaitu:
a. TauqifiYang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAWdari
wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri.Bagian ini,
meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih
dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itudinisbahkan kepada yang
mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat maknayang diterima dari pihak lain.
b. TaufiqiYang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut
pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quranatau
menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad.
Bagiankesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika
terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya.Bagian ini
bukanlah kalam Allah secara pasti.Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua
bagiannya yang tauqifidan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari
wahyu. Dainilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw. Dan tiadalah
yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (QS An-Najm:3-4)

Al-Qur‟an Hadist Qudsi Hadist Nabawi


Teks dan makna dari Allah Teks dari Nabi saw dan Teks dan makna dari Nabi
SWT makna dari Allah SWT saw
Diriwayatkan secara Diriwayatkan secara ahad Diriwayatkan secara
mutawatir mutawatir dan ahad

Teks dan hurufnya berupa Tidak termasuk mukzizat Tidak termasuk mukzizat
mukjizat
Membacanya bernilai ibadah Penilaian ibadah secara Penilaian ibadah secara
umum (mempelajarinya) umum (mempelajarinya)
Dibaca dalam shalat Tidak boleh dibaca dalam Tidak boleh dibaca dalam
shalat shalat

15
Tidak boleh disentuh oleh boleh disentuh oleh orang boleh disentuh oleh orang
orang yang berhadats yang berhadats yang berhadats
Berisi tentang ahkam Targhib dan tarhib Lebih berfungsi sebagai
syar‟iyyah penjelas Al-Qur‟an
3

2.5 Hubungan Al-Qur’an dengan Sunnah

Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur-an, sebagai
berikut:

1. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang sudah ada di dalam Al-Qur-an. Dengan
demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-
dalil yang tersebut di dalam Al-Qur-an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam. Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita dapati
perintah dan larangan. Ada perintah mentauhidkan Allah, berbuat baik kepada kedua orang
tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji ke
Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, serta
banyak lagi yang lainnya.

2. Terkadang As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut
secara mujmal dalam Al-Qur-an, atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dan
ayat-ayat Al-Qur-an yang muthlaq dan „aam (umum). Karena tafsir, taqyid dan takhshish
yang datang dari As-Sunnah itu memberi penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam
Al-Qur-an.

3. Terkadang As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam
Al-Qur-an. Di antara hukum-hukum itu ialah tentang haramnya memakan daging keledai
negeri, daging binatang buas yang mempunyai taring, burung yang mempunyai kuku tajam,
juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua
ini disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.

3
1 Perbedaan Hadits Qudsi & Hadits Nabawi, sumber darihttps://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-
hadits-nabawi

16
2.6. Isi dan kandungan umum al-qur’an

Al-Qur‟an berisi pesan-pesan ilahi (risalah illahiyah) untuk umat manusiayang


disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw. Pesan-pesan tersebut tidak berbeda dengan
risalah yang dibawa olae Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan rasul-rasul lainnya sampai kepada
Nabi Isa, rialah itu adalah mentauhidkan Allah.
Konsep ketuhanan yang diajarkan oleh Al-Qur‟an tidak berbeda dengan konsep
ketuhanan ang diajarkan oleh rasul yang pernah Allah utus didunia ini.hanya persoalan
huum atau syariat sajalah yang selalu berubah sesuai dengan perubahansituasi dan
kondisi dimana nabi itu diutus Bagaimanapun juga, kita sering membaca perbincangan
Al-Qur‟an mengeni bumi, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, jagat raya, fenomena
alam, dan sejarah.
Perbincangan tersebut dalam kitab Suci ini, merupakan rangkaian pembelajaran bagi umat
manusiamengenai tauhid dan ketundukan kepada Allah.3Sebenarnya banyak ilmu pengetahuan
yang diajarkan dalam Al-Qur‟an.
Akan tetapi, kebanyakan dari kita hanya membacanya saja tanpa mau memahamiisi yang
terkandung di dalamnya. Di bulan Ramadhan, banyak orang-orang berlomba
mengkhatamkan Al-Qur‟an. Sebenarnya bukan mengkhatamkan yang diutamakan akan tetapi
menelaah dan mempelajari Al-Qur‟an yang sangat dianjurkan agar tidak terjadi
kesalahpahaman memaknai Islam seperti yang terjadi belakangan ini dimana banyak timbul
aliran-aliran sesat yang mengatasnamakanIslam Ahlussunnah wal Jamaah.
Banyak timbul perpecahan di dalam umat Islam salah satunya adalah tidakmemahami
kandungan ayat Al-Qur‟an seperti yang telah penulis katakan di atas.
Kebanyakan dari mereka hanya membaca tapi tidak mempelajari. Itulahgambaran umum isi
kandungan Al-Qur‟an.
Para ahli telah banyak mengkaji danmemperinci kandungannya. Hasil kajiannya
menunjukan perbedaan-perbedaan,sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing.4

4
Kadar M. Yusuf , Studi Al-Qur‟an,( Amzah: Jakarta, 2009),

17
2.7 Keutamaan Al-Qur’an

1) al-Qur’an adalah Cahaya


Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju
keselamatan adalah cahaya al-Qur‟an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah
ta‟ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui
apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai
cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba
Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-
Qur‟an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang
keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak
ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-„Ilmu,
Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang
kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada kalian
cahaya yang terang-benderang.” (QS. an-Nisaa‟: 174)
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang
beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, adapun
orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari
cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS. al-Baqarah: 257)
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami
hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang
banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar
darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah bagi orang-orang kafir terhadap apa yang
mereka kerjakan.” (QS. al-An‟aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang
berada dalam kegelapan- adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka
Allah menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang
dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-„Ilmu, Fadhluhu wa
Syarafuhu, hal. 35)

18
2) al-Qur’an adalah Petunjuk
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Alif lam mim. Inilah Kitab yang tidak ada sedikit
pun keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 1-2).
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya al-Qur‟an ini menunjukkan kepada
urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman yang
mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang sangat besar.”
(QS. al-Israa‟: 9).
Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur‟an merupakan pintu gerbang hidayah bagi
kaum yang beriman. Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Ini adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur‟an,
ataukah pada hati mereka itu ada gembok-gemboknya?” (QS. Muhammad: 24). Allah ta‟ala
berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur‟an, seandainya ia datang
bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di dalamnya banyak sekali
perselisihan.” (QS. an-Nisaa‟: 82)
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123).
Ibnu Abbas radhiyallahu‟anhuma berkata, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja
yang membaca al-Qur‟an dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya, bahwa dia
tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akherat.” Kemudian beliau membaca ayat di
atas (lihat Syarh al-Manzhumah al-Mimiyah karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin
al-Badr, hal. 49).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di rahimahullah menerangkan, bahwa maksud dari
mengikuti petunjuk Allah ialah: Membenarkan berita yang datang dari-Nya, Tidak
menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman, Mematuhi perintah,
Tidak melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat Taisir al-
Karim ar-Rahman, hal. 515 cet. Mu‟assasah ar-Risalah).

19
3) al-Qur’an Rahmat dan Obat
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang
kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur‟an), obat bagi penyakit yang ada di
dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57). Allah
ta‟ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur‟an itu obat dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim
selain kerugian.” (QS. al-Israa‟: 82)
Syaikh as-Sa‟di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya al-Qur‟an itu mengandung ilmu
yang sangat meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala kerancuan dan kebodohan. Ia
juga mengandung nasehat dan peringatan yang dengannya akan lenyap segala keinginan
untuk menyelisihi perintah Allah. Ia juga mengandung obat bagi tubuh atas derita dan
penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet. Mu‟assasah ar-
Risalah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah, mereka membaca
Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan pasti akan turun kepada mereka
ketenangan, kasih sayang akan meliputi mereka, para malaikat pun akan mengelilingi
mereka, dan Allah pun akan menyebut nama-nama mereka diantara para malaikat yang ada
di sisi-Nya.” (HR. Muslim dalam Kitab adz-Dzikr wa ad-Du‟a‟ wa at-Taubah wa al-Istighfar
[2699])

4) al-Qur’an dan Perniagaan Yang Tidak Akan Merugi


Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab
Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada
mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap akan suatu
perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan untuk mereka dan
Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi
Maha Berterima kasih.” (QS. Fathir: 29-30)
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku
tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang akan menyelamatkan kalian dari siksaan
yang sangat pedih. Yaitu kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kalian pun

20
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian
mengetahui. Maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memasukkan
kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan tempat tinggal
yang baik di surga-surga „and. Itulah kemenangan yang sangat besar. Dan juga balasan lain
yang kalian cintai berupa pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Maka
berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. ash-Shaff: 10-13)
Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-
orang yang beriman, jiwa dan harta mereka, bahwasanya mereka kelak akan mendapatkan
surga. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka berhasil membunuh (musuh) atau
justru dibunuh. Itulah janji atas-Nya yang telah ditetapkan di dalam Taurat, Injil, dan al-
Qur‟an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji selain daripada Allah, maka bergembiralah
dengan perjanjian jual-beli yang kalian terikat dengannya. Itulah kemenangan yang sangat
besar.” (QS. at-Taubah: 111)

5) al-Qur’an dan Kemuliaan Sebuah Umat


Dari „Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu ketika Nafi‟ bin Abdul Harits
bertemu dengan „Umar di „Usfan (sebuah wilayah diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada
waktu itu „Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Maka „Umar pun bertanya
kepadanya, “Siapakah yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”.
Nafi‟ menjawab, “Ibnu Abza.” „Umar kembali bertanya,
“Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal
bersama kami.” „Umar bertanya, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk
memimpin mereka?”. Maka Nafi‟ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab
Allah „azza wa jalla dan ahli di bidang fara‟idh/waris.” „Umar pun berkata, “Adapun Nabi
kalian shallallahu „alaihi wa sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan
mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan
sebagian kaum yang lain.”.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu‟anhu, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari
dalam Kitab Fadha‟il al-Qur‟an [5027]).

21
6) al-Qur’an dan Hasad Yang Diperbolehkan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara: seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah
tentang al-Qur‟an sehingga dia pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada
tetangganya yang mendengar hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan
sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa
yang dia lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta kepadanya maka dia pun
menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada orang yang berkata, “Seandainya
aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal
sebagaimana apa yang dia lakukan.”.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha‟il al-Qur‟an [5026])

7) al-Qur’an dan Syafa’at


Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu‟anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda, “Bacalah al-Qur‟an! Sesungguhnya kelak ia akan datang pada hari kiamat untuk
memberikan syafa‟at bagi penganutnya.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin
[804])

8) al-Qur’an dan Pahala Yang Berlipat-Lipat


Dari Abdullah bin Mas‟ud radhiyallahu‟anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam Kitabullah maka dia akan
mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.
Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam
satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur‟an [2910],
disahihkan oleh Syaikh al-Albani)

9) al-Qur’an Menentramkan Hati


Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa
merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah
maka hati akan merasa tentram.” (QS. ar-Ra‟d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna „mengingat Allah‟ di sini adalah
mengingat/merenungkan al-Qur‟an.

22
Hal itu disebabkan hati manusia tidak akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan
iman dan keyakinan yang tertanam di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak
bisa diperoleh kecuali dengan menyerap bimbingan al-Qur‟an (lihat Tafsir al-Qayyim, hal.
324)

10) al-Qur’an dan as-Sunnah Rujukan Umat


Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila kalian berselisih tentang
sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul, jika kalian benar-benar beriman kepada
Allah dan hari akhir.” (QS. an-Nisaa‟: 59)
Maimun bin Mihran berkata, “Kembali kepada Allah adalah kembali kepada Kitab-Nya.
Adapun kembali kepada rasul adalah kembali kepada beliau di saat beliau masih hidup, atau
kembali kepada Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat ad-Difa‟ „anis Sunnah, hal. 14)

11) al-Qur’an Dijelaskan oleh as-Sunnah


Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr/al-
Qur‟an supaya kamu menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu,
dan mudah-mudahan mereka mau berpikir.” (QS. an-Nahl: 44). Allah ta‟ala berfirman (yang
artinya), “Barangsiapa menaati rasul itu maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS.
an-Nisaa‟: 80). Allah ta‟ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian teladan
yang baik pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari akhir.”
(QS. al-Ahzab: 21)

Mak-hul berkata, “al-Qur‟an lebih membutuhkan kepada as-Sunnah dibandingkan


kebutuhan as-Sunnah kepada al-Qur‟an.” (lihat ad-Difa‟ „anis Sunnah, hal. 13). Imam
Ahmad berkata, “Sesungguhnya as-Sunnah itu menafsirkan al-Qur‟an dan menjelaskannya.”
(lihat ad-Difa‟ „anis Sunnah, hal. 13)

Wallahu a‟lam bish showab. Wa shallallahu „ala Nabiyyina Muhammadin wa „ala alihi
wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil „alamin.5

5
https://muslim.or.id/9030-keutamaan-keutamaan-al-quran.html/ Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

23
2.8 Konsep kesempurnaaan al-qur’an sebagai penjelas segala sesuatu
Islam memiliki banyak konsep dan petunjuk untuk membangun dan memperbaiki
kondisi masyarakat. Salah satunya adalah perintah untuk menjaga darah, harta serta
kehormatan manusia. Juga menjaga kebebasan mereka dalam berbicara ataupun
bertindak.
Tidak ada yang bisa membatasi kebebasan seseorang kecuali “kebenaran”. Bahkan para
nabi pun tidak punya kuasa dan wewenang untuk memaksa.

“Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (al-Ghasyiyah:22)


Dan salah satu konsep yang sangat vital untuk memperbaiki masyarakat adalah
“mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang berselisih.”
Disadari atau tidak, kepedulian untuk mendamaikan perselisihan sudah menjadi barang
yang langka. Di era modern, manusia cenderung ingin hidup sendiri-sendiri dan tak peduli
dengan masalah orang lain. Allah swt berfirman,

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya!” (QS.al-Hujurat:9)
Ayat ini berbentuk kata perintah yang menunjukkan pentingnya masalah ini. Bukankah
Rasulullah saw bersabda,

: . :

“Tidakkah kalian ingin aku kabarkan suatu amalan yang derajatnya lebih tinggi dari
puasa dan solat?”
Para sahabat menjawab, “Ya wahai Rasulullah..”
Beliau menjawab, “Mendamaikan perselisihan.”6

6
https://islami.co/konsep-al-quran-damaikan-saudaramu-jangan-mengobarkan-perselisihan/

24
2.9 Relevan al-qur’an di segala tempat dan zaman
Seiring dengan laju dinamika zaman, Islam telah menunjukkan perkembangan yang
sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pengetahuan. Hukum-
hukum Islam pun turut andil andil dalam perkembangan tersebut. Hal ini terlihat dari banyaknya
masalah-masalah kontemporer yang banyak mencuat.
Keseluruhan teks dalam al-Qur‟an, sebagaimana juga telah disinggung di muka, merupakan
kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait. Keseluruhan teks al-Qur‟an
menghasilkan weltanschauung (pandangan dunia) yang pasti. Dari sinilah umat Islam dapat
memfungsikan al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk (hudan) yang betul-betul mencerahkan
(enlighten) dan mencerdaskan (educate).
Akan tetapi Fazlur Rahman menengarai adanya kesalahan umum di kalangan umat Islam
dalam memahami pokok-pokok keterpaduan al-Qur‟an, dan kesalahan ini terus dipelihara,
sehingga dalam praksisnya umat Islam dengan kokohnya berpegang pada ayat-ayat secara
terpisah-pisah. Fazlur Rahman mencatat, akibat pendekatan “atomistik” ini adalah, seringkali
umat terjebak pada penetapan hukum yang diambil atau didasarkan dari ayat-ayat yang tidak
dimaksudkan sebagai hukum.
Fazlur Rahman nampaknya dipengaruhi oleh al-Syatubi (w. 1388) seorang yuris Maliki yang
terkenal, dalam bukunya al-muwafiqat, tentang betapa mendesak dan amsuk akalnya untuk
memahami al-Qur‟an sebagai suatu ajaran yang padu dan kohesif.[13] Dari sisi ini, maka yang
bernilai mutlak dalam al-Qur‟an adalah “prinsip-prinsip umumnya” (ushul al-kulliyah) bukan
bagian-bagiannya secara ad hoc. Bagian-bagian ad hoc al-Qur‟an adalah respon spontanitasnya
atas realitas historis yang tidak bisa langsung diambil sebagai problem solving atas masalah-
masalah kekinian. Tetapi bagian-bagian itu harus direkonstruksi kembali dengan mempertautkan
antara satu dengan yang lain, lalu diambil inti syar‟inya (hikmah at-tasyri‟) sebagai pedoman
normatif (idea moral), dan idea moral al-Qur‟an kemudian dikontektualisasikan untuk menjawab
problem-problem kekinian.
Tentu untuk melakukan pembacaan holistik terhadap al-Qur‟an tersebut membutuhkan
metodologi dan pendekatan yang memadai. Metodologi dan pendekatan yang telah dipakai oleh
para mufassir klasik menyisakan masalah penafsiran, yaitu belum bisa menyuguhkan
pemahaman utuh, komprehensif, dan holistik. „Ilm munâsabah sebenarnya memberi langkah
strategis untuk melakukan pembacaan dengan cara baru (al-qira‟ah al-muashirah) asalkan

25
metode yang digunakan untuk melakukan “perajutan” antar surat dan antar ayat adalah tepat.
Untuk itu perlu dipikirkan penggunaan metode dan pendekatan hermeneutika dan antropologi
filologis dalam „ilm munâsabah. „Ilm Munasabah termasuk dalam pembahasan Ulumul Qur‟an.
Al-Qur‟an sebagai sumber utama hukum Islam tidak berdiri sendiri dalam memecahkan
persoalan-persoalan kehidupan. Al-Sunnah dan Ijtihad adalah rujukan yang siap menyokong Al-
Qur‟an dalam menentukan hukum. Kedudukan Al-Sunnah dan Ijtihad adalah berada di bawah
Al-Qur‟an dalam tugasnya sebagai acuan rujukan hukum. Seperti dinyatakan oleh M Quraish
Shihab bahwa al-Qur‟an memuat jawaban atas masalah yang terjadi saat diturunkan di negeri
Arab. Namun, meski telah berusia seribu empat ratus tahun lebih, Al-Quran masih bisa dijadikan
panduan untuk menjawab persoalan-persoalan kekinian.
Selain dapat menjadi rujukan untuk menyelesaikan problem pada konteks kekinian, Al-Qur‟an
juga merupakan sumber inspirasi yang menjadi penggerak luar biasa bagi para pemikir dan
filosof Islam dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan yang mencerahkan peradaban
dunia. Wahyu (kalam Ilahi) diturunkan kepada manusia melalu Nabi Muhammad. Posisi al-
Qur‟an sebagai kalam Ilahi yang berbentuk teks memiliki dua dimensi, yakni dimensi spiritual
dan intelektual. Dalam dimensi spiritual, „membaca‟ al-Qur‟an sudah merupakan ibadah karena
berkomunikasi dengan Allah. Sementara itu, „membaca‟ juga merupakan aktivitas penting dalam
dunia keilmuan.
Dari pemaparan di atas mengindikasikan bahwa perintah membaca al-Qur‟an sebagai ibadah
sesungguhnya adalah sebuah dorongan religius kepada kaum Muslim untuk mengaktifkan
pendayagunaan akal pikiran guna memahami dan menggali teks-teks al-Qur‟an. Atas dasar
itulah, perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam sangat pesat.
Selain itu, penggalian terhadap kandungan ayat suci al-Qur‟an dapat menyelesaikan problem-
problem kekinian karena di dalam al-Qur‟an mencakup seluruh pembahasan, baik duniawi
maupun ukhrawi. Menurut Allamah Thabathaba‟i, penulis kitab Tafsir al-Mizan, al-Qur‟an
mengajak kita untuk mempelajari ilmu-ilmu kealaman, matematika, filsafat, sastra dan semua
ilmu pengetahuan yang dapat dicapai oleh pemikiran manusia. Al-Qur‟an menyeru kita untuk
mempelajari ilmu-ilmu tersebut sebagai jalan untuk mengetahui al-Haqq dan Realitas, serta
sebagai cermin untuk mengetahui alam, di sampung juga adanya manfaat praktis dari ilmu-ilmu
itu untuk kesejahteraan umat manusia.

26
Filsuf Muhammad Iqbal menjelaskan mengapa al-Qur‟an memberi inspirasi sarjana Muslim awal
untuk mengembangkan pelbagai disiplin ilmu. Iqbal menyatakan bahwa nilai-nilai al-Qur‟an
berkarakter dinamis, konkret, nyata yang mendorong kaum Muslim melakukan eksperimen dan
berpikir induktif. Hal itulah yang membedakan sarjana Muslim dengan sarjana Yunani
sedemikian rupa, sehingga tradisi keilmuan yang mereka warisi dari peradaban-peradaban
sebelumnya (Yunani, Mesir, Persia, India dan Cina) dikembangkan dengan spirit dan paradigma
ilmu yang berbeda.7

2.10 Syubhat seputar al-quraan


a) : Nabi shallallahu „alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk berpegang teguh dengan
sunnah para al-Khulafaa ar-Roosyidiin, diantaranya Abu Bakar radhiallahu „anhu. Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para al-Khulafaa ar-Rosyidiin yang mendapat
petunjuk setelahku” (HR At-Thirmidzi no 2676, Abu Dawud 4607, dan Ibnu Maajah no 42 dan
dishahihkan oleh At-Thirmidzi dan Al-Haakim, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih
al-Jaami‟ no 2549).
Dan mengumpulkan al-Qur‟an adalah sunnahnya Abu Bakar radhiallahu „anhu yang kita
diperintahkan untuk melakukannya
b) : Al-Qur‟an di zaman Nabi shallallahu „alahi wa sallam telah terkumpulkan di dada-dada
para sahabat, dan juga telah tertuliskan di lembaran-lembaran yang berada di sebagian
sahabat.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
“Al-Qur‟an telah tertulis di lembaran-lembaran, akan tetapi terpisah-pisah. Maka Abu
Bakar pun mengumpulkannya pada satu tempat. Kemudian setelah itu tetap terjaga hingga
akhirnya Utsman bin „Affaan memerintahkan untuk menyalin dari lembaran-lembaran tersebut.
Lalu disalinlah ke beberapa mushaf lalu dikirim oleh Utsman ke kota-kota” (Fathul Baari 9/13)
Allah berfirman :

7
https://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/relevansi-ulumul-quran-al-quran-dan-upaya-penyelesaian-
problem-problem-kekinian/

27
“(Yaitu) seorang Rasul dari Allah (yaitu Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran
yang disucikan (Al Quran)” (QS Al-Bayyinah : 2).

Ayat ini menunjukan bahwa al-Qur‟an terlah tercatat di lembaran-lembaran yang suci.
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pernah bersabda :

“Janganlah kalian menulis dariku, barang siapa yang menulis dariku selain Al-Qur‟an maka
hapuslah” (HR Muslim no 3004).

Hadits ini menunjukan bahwa al-Qur‟an telah tercatat di masa kehidupan Nabi shallallahu „alaihi
wa sallam. Dan tentunya mengumpulkan lembaran-lembaran itu semua dalam satu tempat maka
bukanlah perkara yang diingkari.

Ketiga : Mereka (para sahabat) mengumpulkan al-Qur‟an dalam rangka merealisasikan firman
Allah

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar


memeliharanya” (QS Al-Hijr : 9)

Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya. Dan
diantara bentuk penjagaan Allah terhadap al-Qur‟an adalah Allah memudahkan para sahabat
untuk mengumpulkan lembaran-lembaran Al-Qur‟an sebagaimana yang dipelopori oleh Abu
Bakar As-Shiddiq dan kemudian dilanjutkan oleh Utsman bin „Affaan dengan penyalinan
lembaran-lembaran tersebut dalam mushaf-mushaf.

28
Oleh karenanya apa yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah fardu kifaayah dalam rangka
menjalankan perintah Allah. Al-Haafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“Ibnu Al-Baaqillaani berkata : Apa yang dilakukan oleh Abu Bakr merupakan fardu kifaayah,
dengan dalil sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam “Janganlah kalian menulis dariku selain
Al-Qur‟an” digandengakan dengan firman Allah

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu


pandai) membacanya” (QS Al-Qiyaamah : 17)

Dan juga firman Allah :

) ١٨)

“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu” (QS Al-A‟la : 18)
Dan firman Allah :

“(Yaitu) seorang Rasul dari Allah (yaitu Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran
yang disucikan (Al Quran)” (QS Al-Bayyinah : 2)

Maka seluruh perbuatan yang kembali pada (merealisasikan) pengumpulan dan penjagaan al-
Qur‟an maka hukumnya wajib kifayah. Dan itu semua adalah bentuk nasehat kepada Allah,
RasulNya, KitabNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya”
(Fathul Baari 9/14)
Karenanya Nabi shallallahu „alaihi wa sallam memiliki sekretaris- sekretaris yang
beliau tugaskan untuk menulis wahyu (al-Qur‟an). Mereka menulis al-Qur‟an yang didikte oleh
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam. Tentunya ini merupakan isyarat dari Nabi untuk

29
mengumpulkan al-Qur‟an setelah selesai seluruh penyalinan di lembaran-lembaran mereka.
Tentunya Allah tatkala menjamin penjagaan Al-Qur‟an bukanlah penjagaan secara otomatis akan
tetapi penjagaan dengan sebab yang Allah siapkan yaitu menggerakan hati-hati para sahabat
untuk mengumpulkan Al-Qur‟an agar tidak ada yang hilang atau yang diperselisihkan
keotentikannya.

c) : Nabi shallallahu „alaihi wa sallam melarang untuk bersafar membawa mushaf ke negeri
musuh.

Dari Ibnu Umar radhiallahu „anhumaa bahwasanya Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
melarang untuk bersafar membawa al-Qur‟an ke negeri musuh (HR Al-Bukhari no 2990 dan
Muslim no 1869)

Ini merupakan isyarat bahwasanya al-Qur‟an akan ada terkumpulkan di umat ini dan akan mudah
di bawa dalam safar. (Lihat Ahkaamul Qur‟aan karya Abu Bakr Ibnul „Arobi (wafat 542 H),
tahqiq : Muhammad Abdil Qodiir „Atoo, Daarul Kutub al-„Ilmiyah, cetakan ketiga, 2/611)

d) : Pengumpulan al-Qur‟an merupakan perkara yang disepakati oleh para sahabat, sehingga
hal ini merupakan ijmak, dan ijmak merupakan hujjah.

e) : Pengumpulan al-Qur‟an dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan kaidah “Saddu
Dzari‟ah” dan “Dar‟ul Mafaasid”, yaitu dalam rangka untuk mencegah hilangnya
sebagian al-Qur‟an dan juga mencegah terjadinya perselisihan di antara umat di masa
depan karena berselisih tentang al-Qur‟an. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh
Umar bin Al-Khottob, dan juga sebagaimana yang dilakukan oleh Utsman bin „Affan
dengan menyalin lembaran-lembaran yang dikumpulkan oleh Abu Bakar dalam beberapa
mushaf lalu di bagi-bagikan di bebeparapa kota. Semuanya dilakukan agar kaum
muslimin bersatu dan tidak berselisih.8

8
Read more https://firanda.com/589-syubhat-syubhat-para-pendukung-bid-ah-hasanah-syubhat-kelima.html

30
KESIMPULAN

Al-Qur‟an secara etimologi berasal dari kata qoro‟a yang artinya membaca, jadi
al-quran adalah bacaan atau yang dibaca. Sedangkan secara terminologi al-qur‟an
adalah firman Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui
perantara malaikat Jibril a.s sesuai dengan redaksinya, yang memiliki kemukjizatan
lafal, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dari suruh al-Fatihah sampai pada surah
al-Nas, dan disampaikan secara mutawatir kepada umat Islam, dimana
membacanya dinilai sebagai ibadah.
Adapun hikmah diturunkannya al-qur‟an secara berangsur-angsur ialah
Menguatkan hati Nabi, Memantapkan hati Nabi, Menentang dan melawan penentang
Al-Qur‟an, Mudah untuk di hafal dan di pahami, Mengikuti setiap kejadian(yang
karenanya Al-Qur‟an diturunkan) dan melakukan penahapan dalam penetapan syari‟at,
Membuktikan dengan pasti bahwa Al-Qur‟an turun dari Allah SWT yang maha bijaksan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1
Read more https://firanda.com/589-syubhat-syubhat-para-pendukung-bid-ah-hasanah-syubhat-kelima.html

1
https://zainabzilullah.wordpress.com/2013/01/20/relevansi-ulumul-quran-al-quran-dan-upaya-penyelesaian-
problem-problem-kekinian/

1
https://islami.co/konsep-al-quran-damaikan-saudaramu-jangan-mengobarkan-perselisihan/

1
https://muslim.or.id/9030-keutamaan-keutamaan-al-quran.html/ Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Kadar M. Yusuf , Studi Al-Qur‟an,( Amzah: Jakarta, 2009),

1
Perbedaan Hadits Qudsi & Hadits Nabawi, sumber darihttps://yudabai.wordpress.com/perbedaan-hadits-qudsi-
hadits-nabawi.

1
Aminudin, et. all., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. 45.
1
M. Quraish Shihab, et. all., Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an, (Jakarta: Pusataka Firdaus,
2008), hal. 13.

32

Anda mungkin juga menyukai