Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“AL QURAN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA”

Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Pendidikan Agama
Dosen Pengampu : Nurkholis Sofwan M.Ag

Disusun Oleh :

Ahmad Nizham Amri (2336021008)

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas karunia-Nyalah saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW,
keluarga, sahabat serta pengikut-Nya hingga akhir zaman nanti.

Makalah ini dibuat untuk melaksanakan kewajiban tugas dalam kegiatan


perkuliahan Pendidikan Agama, diharapkan dapat dipahami bagi setiap yang
membacanya.

Alhamdulillah wa syukurilah Allah maha besar dengan segala nikmat yang selalu
tercurah kepada saya. Semoga Allah selalu memberkahi dan menjaga serta memudahkan
saya untuk mempresentasikannya

Bekasi, 11 Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang ...........................................................................................


B. Rumusan Masalah ......................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

A. Pengertian Al Qur’an .................................................................................


B. Al Qur’an menurut istilah ..........................................................................
C. Fungsi Al Quran ........................................................................................
D. Sejarah Turunnya Al Quran .......................................................................
E. Prinsip Prinsip Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ...................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................
B. Saran...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab yang diturunkan Allah SWT. berisi firman-firman terbaik
dan ajaran yang dibawa RasulNya adalah ajaran yang paling indah. Dan seburuk-
buruknya perkara adalah berbuat sesuatu yang baru terhadap kedua perkara di
atasnya. Setiap hal yang baru (menyimpang dari Al- Qur’an dan Al-Hadits) adalah
bid’ah, setiap sesuatu yang berbau bid’ah adalah sesat dan setiap sesuatu yang sesat
itu menuju keneraka.
Al-Qur’an sebagai kalam Allah penuh dengan bimbingan hidayah dan sinar
hikmah. Dari Al-Qur’anlah, para ulama dan para ahli hukum Islam mengistimbatkan
(hukum) tidak ketinggalan para ahli bahasa ikut menggali kehebatan susunan
kalimatnya. Para filosuf juga menempa disiplin ilmu mereka lewat kisah-kisah
rangkaian sejarah yang disuguhkan Al-Qur’an, sehingga banyak dari kalangan
mereka yang menjadikan Al-Qur’an sebagai argumentasi sandaran pendapatnya1.
Dalam memahami Al-Qur’an baik secara tekstual atau kontekstual diperlukan
pemahaman tentang pokok-pokok pembahasan Al Qur’an serta bagaimana sejarah
munculnya Al Quran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al Qur’an ?
2. Fungsi Al Qur’an?
3. Sejarah Turunnya Al Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Al Qur’an
2. Untuk mengetahui fungsi Al Qur’an
3. Untuk mengetahui sejarah Turunnya Al Qur’an
4. Cara Membaca Al Quran Dengan Baik

1
Fahd Bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 1996, h. 10
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al Qur’an
Al – Quran adalah kitab suci kaum muslim dan menjadi sumber ajaran Islam yang
pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan
mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Karena itu, tidaklah
berlebihan jika selama ini kaum muslim tidak hanya mempelajari isi dan pesan –
pesannya, tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untu menjaga
autensitasnya. Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad saw masih
berada di Mekkah dan belum hijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain
upaya tersebut telah mereka laksanakan sejak Al – Quran diturunkan hingga saat ini2.

Al – Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat


jibril. Al – Quran iturunkan secara berangsur – angsur tidak sekaligus turun kepada
Nabi Muhammad saw. Kandungan Al – Quran tidak ada habisnya untuk dikaji.
Semakin dikaji, justru semakin banyak hal yang harus digali dalam Al – Quran. Inilah
salah satu mukjizat Al – Quran sekaligus yang membedakannya dengan kitab – kitab
suci lainnya3. Al – Quran merupakan sebuah kitab yang diturunkan sebagai kitab
yang terjamin keasliannya hingga akhir zaman dan kitab yang menyempurnakan kitab
– kitab sebelumnya.
.

B. Alquran Menurut Istilah

Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan


oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad SAW, dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi
tanpa ada perubahan.4
Menurut Andi Rosa Alquran merupakan qodim pada makna-makna
yang bersifat doktrin dan makna universalnya saja, juga tetap menilai qodim
pada lafalnya. Dengan demikian Alquran dinyatakan bahwasannya bersifat
kalam nafsi berada di Baitul Izzah (al-sama’ al-duniya), dan itu semuanya
bermuatan makna muhkamat yang menjadi rujukan atau tempat kembalinya
ayat-ayat mutasyabihat, sedangkan Alquran diturunkan ke bumi dan diterima

2
H. A. Athaillah, Sejarah Al Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010, p. 1
3
Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009, p. 6
4
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),...p.18
oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir, merupakan kalam lafdzi
yang bermuatan kalam nafsi, karena tidak mengandung ayat mutasyabihat,
tetapi juga ayat atau makna- maknanya bersifat muhkamat.5

Sementara menurut para ahli ushul fiqh Alquran secara istilah adalah:
“Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar
biasa yang melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan
Rosul (yaitu Nabi Muhammad SAW), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada
mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya dinilai
ibadah, dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas”.6

Berdasarkan definisi di atas, maka setidaknya ada lima faktor penting


yang menjadi faktor karakteristik Alquran, yaitu:
1. Alquran adalah firman atau kalam Allah SWT, bukan perkataan mMalaikat
Jibril (dia hanya penyampai wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi
Muhammad SAW. (beliau hanya penerima wahyu Alquran dari Allah), dan
bukan perkataan manusia biasa, mereka hanya berkewajiban
mengamalkannya.
2. Alquran hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak diberikan
kepada Nabi-nabi sebelumnya. Kitab suci yang diberikan kepada para nabi
sebelumnya bukan bernama Alquran tapi memiliki nama lain; Zabur adalah
nama kitab yang diberikan kepada Nabi Daud, Taurat diberikan kepada
Nabi Musa, dan Injil adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Isa as.
3. Alquran adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia
sejak awal turunnya sampai sekarang dan mendatang tidak seorangpun yang
mampu menandingi Alquran, baik secara individual maupun kolektif,
sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan sependek-pendeknya surat atau
ayat.
4. Diriwayatkan secara mutawatir artinya Alquran diterima dan diri wayatkan
oleh banyak orang yang secara logika mereka mustahil untuk berdusta,
periwayatan itu dilakukan dari masa ke masa secara berturut-turut sampai
kepada kita.
5. Membaca Alquran dicatat sebagai amal ibadah. Di antara sekian banyak
bacaan, hanya membaca Alquran saja yang di anggap ibadah, sekalipun
membaca tidak tahu maknanya, apalagi jika ia mengetahui makna ayat atau
5
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer, (Banten: Depdikbud Banten Press, 2015),P3
6
Muhammad Ali al-Subhani, al-Tibyan Fi Ulum Quran, (Bairut: Dar al- Irsyad, 1970), p. 10
surat yang dibaca dan mampu mengamalkannya. Adapun bacaam-bacaan
lain tidak dinilai ibadah kecuali disertai niat yang baik seperti mencari
Ilmu.8 Jadi, pahala yang diperoleh pembaca selain Alquran adalah pahala
mencari Ilmu, bukan substansi bacaan sebagaimana dalam Alquran.

C. FUNGSI AL QURAN
Al-Qur'an Al-Karim memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, ia
merupakan kitab Allah yang selalu dipelihara. Al-Qur' an mempunyai sekian banyak
fungsi diantarannya:
a. Menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, bukti kebenaran tersebut
dikemukakan dalam tantangan yang sifatnya bertahap.
I) Menantang siapapun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-
Qur'an secara keseluruhan.

2) Menantang mereka untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Qur' an.


3) Menantang mereka untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Qur' an.
4) Menantang mereka untuk menyusun sesuatu seperti atau lebih kuran sama
dengan satu surah dari Al-Qur' an.
b. Menjadi petunjuk untuk seltuuh umat manusia. Petunjuk yang dimaksud adalah
petunjuk agama atau yang biasa disebut dengan syari ' at.
c. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW untuk membuktikan kenabian dan
kerasulannya dan Al-Qur'an adalah ciptaan Allah bukan ciptaan Nabi. Hal ini
didukung dengan firman Allah SWT dalam surat AI Isra' ayat 88 :

Artinya : Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk


menciptakan yang serupa dengan Qur'an niscaya mereka tidak akan
dapat membuatnya sekalipun sebagian mereka membantu sebagian
yang lain' 7.

d. Sebagai hidayah, Al-Qur'an ditumnkan Allah kepada Nabi Muhammad bukan


sekedar untuk dibaca tetapi juga untuk dipahami kemudian untuk diamalkan dan
dijadikan sumber hidayah dan pedoman bagi manusia untuk mencapai

7
Habsi Ash Siddieqy, Tqfsir Al-Bayan, ( Bandung: PT AlMa'arif, 1996
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Untuk itu kita dianjurkan untuk menjaga dan
memeliharanya. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam surat Fatir ayat 29 •

Habsi Ash Siddieqy, Tqfsir Al-Bayan, ( Bandung: PT AlMa'arif, 1996

Artinya sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Al-Qur'an dan


mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rizqi yang
kami anugrahkan kepada mereka secara diam-diam dan terang-
terangan, merekalah yang mengharapkan ( keuntungan ) perniagaan
yang tidak akan merugi."

Dari sini dapat dimengerti bahwa Al-Qur'an menetapkan sumber yang harus dijadikan
dasar hukum dan pedoman dalam hidup dan kehidupan umat manusia. 8

D. SEJARAH TURUNNYA AL QURAN


A. Proses Turunnya al-Qur’an

Pada awal turunnya wahyu yang pertama (al Alaq 1-5) Muhammad saw.

pada saat itu belum diangkat menjadi Rasul, dan hanya memiliki peran

sebagai nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan wahyu yang

diterimanya. Sampai pada saat turunnya wahyu yang kedua barulah

Muhammad diperintahkan untuk menyampaikan wahyu yang

diterimanya, sesuai dengan adanya firman Allah: “Wahai yang

berselimut, bangkit dan berilah peringatan” (QS 74: 1-2). (Quraish

Shihab, 2006: 35).

Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiyah, serta

bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat

Jahiliah ketika itu. Dapat dilihat, misal dalam surah Al-Takatsur, satu

surah yang mengecam mereka yang menumpuk-numpuk harta; dan

surah Al Ma’un yang menerangkan kewajiban terhadap fakir-miskin dan

8
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, 36.
anak yatim serta pandangan agama mengenai hidup bergotong-royong.

Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan

bermacam-macam reaksi dikalangan masyarakat Arab ketika itu.

Reaksireaksi tersebut nyata dalam tiga hal pokok: Pertama, Segolongan

kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran ajaran Al-Qur’an.

Kedua, Sebagian besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al-

Qur’an, karena kebodohan mereka (QS 21:24), keteguhan mereka

mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyang (QS 43:22),

atau karena adanya maksud- maksud tertentu dari satu golongan seperti

yang digambarkan oleh Abu Sufyan: “Kalau sekiranya Bani Hasyim

memperoleh kemuliaan Nubuwwah, kemuliaan apalagi yang tinggal

untuk kami. Ketiga, Dakwah Al-Qur’an mulai melebar melampaui

perbatasan Makkah menuju daerah- daerah lainnya. (Quraish Shihab,

2006: 36)

Periode selanjutnya sejarah turunnya al-Qur’an pada periode

selanjutnya terjadi selama 8-9 tahun, pada masa ini terjadi perkelahian

dahsyat antara kaum Islam dan Jahiliah. Kelompok oposisi terhadap

Islam

memakai segala cara untuk menghalangi kemajuan dakwah Islam.

Sehingga pada masa itu, ayat-ayat al-Qur’an di satu pihak, silih berganti

turun menerangkan tentang kewajiban prinsipil penganutnya sesuai

dengan kondisi dakwah ketika itu (Q.s. an-Nahl [16]: 125). Sementara di

lain pihak, ayat-ayat kecaman dan ancaman terus mengalir kepada kaum

musyrik yang berpaling dari suatu kebenaran. Di sini terbukti bahwa

ayat- ayat al-Qur’an telah sanggup menahan paham-paham dari kaum

jahiliah dari segala arah sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti dan

kedudukan dalam rasio dan alam pikiran sehat.

Proses turunnya al-Qur’an terbagi dalam dua tahapan: Pertama,


turunnya al-Qur’an dari Lauh al-Mahfuz ke langit dunia. Kedua,

turunnya al-Qur’an dari langit dunia kepada nabi Muhammad

saw9.Dengan perantaraan malaikat Jibril

Turunnya al-Qur’an, baik itu dari Lauh al-Mahfuz ke langit

dunia, maupun dari langit dunia kepada nabi Muhammad saw. dalam hal

ini terdapat beberapa pandangan ulama:

a. Turunnya al-Qur’an dari Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah (bagian

dari langit dunia) secara sekaligus pada malam Lailah al-Qadr di

bulan Ramadan10.

Turunnya al-Qur’an sebanyak 20 kali malam lailah al-Qadr dalam 20

tahun ke langit dunia, atau 23 kali dalam 23 tahun, atau 25 kali

dalam 25 tahun.Pada tiap malam lailah al-Qadr diturunkan sesuai

dengan ketentuan Allah padatahun itu dan kemudian diturunkan

secara berangsur-angsur sepanjang tahun.

b. Permulaan turunnya al-Qur’an pada malam Lailahtul al-Qadr.

Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur dalam berbagai

waktu11.

Dalil yang membuktikan adanya al-Qur’an telah turun secara

sekaligus dan kemudian turun secara berangsur-angsur, adalah

perbedaan makna “al-Tanzil”adalah bentuk masdar dari “ ‫“ زل َن‬dan

“al-Inzal” masdar dari “‫ أنزل‬.“Ahli bahasa telah membedakan

antara makna “al-Tanzil” dan “al-Inzal” tersebut, bahwa “al-Tanzil”

maknanya ialah apa yang diturunkan secara terpisah, sedangkan “al-

Inzal” adalah apa yang diturunkan secara umum.12

9
Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, al-Madkhal liDirasah al-Qur’an al-Karim (Riyad: Dar al-Liwa’,
1978), h. 49.
10
Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, al-Madkhal li Dirasahal-Qur’an al-Karim, h. 49.
11
Salahuddin Arqadan, Mukhtasar al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an li al-Suyuti (Beirut: Dar an- Nafais, 1987)
h. 45
12
Manna’ Khalil al-Qattan, h. 105.
Manna al-Qattan menyebutkan13, proses turunnya al-Qur’an

menurut pendapat yang kuat, bisa dibagi dua macam: Pertama,

turunnya secara sekaligus pada malam lailah al-Qadr ke Bait

al-‘Izzah, yaitu merupakan bagian dari langit dunia. Kedua, turunnya

secara berangsur-angsur ke bumi yang diterima oleh Nabi

Muhammad saw. melalui malaikat Jibril.

B. Hikmah turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur

al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw. secara berangsur- angsur,

bukan sekaligus semuanya. Memang sudah diperoleh kenyataan dari

pemeriksaan yang lengkap, bahwa al-Qur’an itu diturunkan menurut

keperluan; lima ayat, sepuluh ayat, kadang-kadang lebih dan kadang-

kadang hanya diturunkan satu ayat14.

Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi ketika Nabi

sedang berkhalwat di gua Hira pada malam Senin tanggal 17 Ramadhan,

tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw., bertepatan dengan 6

Agustus 610 M.28 Dan ayat-ayat pertama yang turun sebagaimana yang

sudah masyhur adalah lima ayat pertama surah al-‘Alaq.

Allah swt dalam menyampaikan informasi tentang Nuzul al- Qur’an


menggunakan dua ungkapan yaitu yang pertama al-inzal yang berarti
menurunkan sekaligus secara mutlak dan yang kedua dengan al- tanzil yang
berarti menurunkan secara bertahap, sedikit demi sedikit.15 Ungkapan al-
Inzal terdapat pada beberapa ayat dalam al-Qur’an seperti dalam QS al-
Qadr/97: 1 dan QS al-Dukhan/44: 3

‫ِاَّنٓا َاْنَز ْلٰن ُه ِفْي َلْيَلِة اْلَقْد ِر‬


Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Lailatulqadar.

‫ِإَّنٓا َأنَز ْلَٰن ُه ِفى َلْيَلٍة ُّم َٰب َر َك ٍةۚ ِإَّنا ُكَّنا ُم نِذ ِريَن‬

Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan
13
Manna’ Khalil al-Qattan, h. 95
14
M. Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, h. 63.
15
al-Ragib al-Asfahani, Mu’jam Mufradat al-Qur’an.,
Ungkapan kata yang terambil dari kata “al-tanzil” pada ayat-

ayat mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw. secara berangsur-angsur. Ini adalah penurunan al-Qur’an tahap

kedua yaitu dari Bait al-Izzah kepada Nabi Muhammad saw di dunia.

Misalnya QS al-Syu’ara/26: 192-194;

‫ َنَز َل ِبِه ٱلُّر وُح ٱَأْلِم يُن‬١٩٢ ‫َو ِإَّن ۥُه َلَتنِزيُل َر ِّب ٱْلَعٰـ َلِم يَن‬

١٩٤ ‫ َع َلٰى َقْلِبَك ِلَتُك وَن ِم َن ٱْلُم نِذ ِريَن‬١٩٣

C. Proses Turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW

Menurut al-Qattan dalam bukunya Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an,

bahwa ada dua cara penyampaian wahyu oleh malaikat Jibril kepada

Nabi Muhammad saw.yaitu:

1. Datang kepadanya suara seperti gerincingan lonceng dan suara

yang amat kuat yang mempengaruhi faktor kesadaran, hingga ia

dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu, cara ini

yang paling berat buat Rasulullah saw. dengan cara ini, maka ia

mengumpulkan segala kekuatan kesadarannya untuk menerima,

menghapal dan memahaminya.

2. Malaikat menjelma kepada rasul sebagai seorang laki-laki dalam

bentuk manusia. Cara yang demikian itu lebih ringan dari cara yang

sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara dan

pendengar. Rasulullah saw.merasa senang sekali mendengar apa

yang disampaikan oleh malaikat Jibril pembawa wahyu itu.16

Kemudian timbul pertanyaan bagaimana komunikasi ini dapat

terjadi, padahal terdapat perbedaan watak, karena perbedaan tingkat

16
Manna’ Khalil al-Qattan, h. 33.
eksistensi? Jawabannya adalah adanya perubahan yang terjadi pada

salah satu dari dua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi,

sehingga komunikasi dengan pihak lain dapat dimungkinkan.

Pertama: Rasulullah saw. berubah dari status kemanusiaannya

menjadi status malaikat, kemudian menerima wahyu dari Jibril.

Kedua: malaikat Jibril mengubah diri untuk masuk ke status

kemanusiaan, sehingga Rasulullah saw.dapat menerima wahyu dari

Jibril.17Perubahan yang pertamalah yang paling berat.

Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana yang dikutip oleh Khairon

Nahdhiyyin,“ dalam kaitannya dengan komuniakasi antara

Rasulullah saw. dengan Jibril. Adadua keadaan, pertama: Rasulullah

saw. melepaskan kodratnya sebagai manusia yangbersifat jasmani

untuk berhubungan dengan malaikat yang sifatnya rohani. Kedua:

malaikat berubah dari wujud asli menjadi manusia.18

D. Hikmah Turunnya al-Qur’an

Hikmah turunnya al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua bahagian, sesuai

dengan keadaan turunnya al-Qur’an itu sendiri.

1. Hikmah Turunnya sekaligus :

Abu Syamah dalam bukunya “al-Mursyid al-

Wajiz” menyebutkan, bahwa rahasia atau hikmah diturunkannya al-

Qur’an secara sekaligus ke langit dunia adalah untuk

meninggikan derajatnya dan derajat orang yang diturunkan

kepadanya, yaitudengan memberi penyampaian kepada

penduduk langit tujuh, bahwasanya inilah kitab terakhir yang

diturunkan kepada rasul terakhir terhadap umat paling mulia, Kami

17
Badruddin Muh}ammad bin Abdillah al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Cet. III,
Beirut; Dar al-Ma’rifah li al-Thiba’ah), h. 229.
18
Badruddin Muh}ammad bin Abdillah al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Cet. III,
Beirut; Dar al-Ma’rifah li al-Thiba’ah), h. 229.
telah mendekatkannya kepada mereka untuk selanjutkan akan Kami

turunkan kepada mereka, sekiranya bukan karena hikmah ilahiyah

(sunnatullah) yang menghendaki adanya kitab ini turun kepada

mereka secara bertahap seiring dengan peristiwa yang

terjadi, niscaya ia akan turun ke bumi secara sekaligus,

sebagaimana halnya kitab-kitab lain sebelumnya. Akan tetapi Allah

swt.telah membedakan kitab ini dengan kitab-kitab tersebut,

sehingga Allah swt. menjadikan baginya dua hal: pertama:

Diturunkannya secara sekaligus, kedua: kemudian diturunkan

secara terpisah-pisah sebagai pemuliaan terhadap orang yang

diturunkan kepadanya.19

Sementara al-Sakhawiy mengatakan, bahwa hikmahnya diturunkan

secara sekaligus ke langit dunia adalah untuk menyamakan antara

Rasulullah saw. dan Nabi Musa as. di mana kitabnya diturunkan

secara sekaligus, kemudian Muhammad dilebihkan dengan adanya

diturunkan secara bertahap agar dia mampu memeliharanya dengan

baik.20

2. Hikmah turunnya secara berangsur-angsur

Dari Bait al-Izzah dilangit dunia, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. secara berangsur-angsur menurut kebutuhan

dakwah Islamiyyah dengan perantaraan Malaikat Jibril as. Pada

masa inilah Nur Ilahi bersinar di bumi dan hidayah Allah sampai

kepada makhluk-makhluk-Nya.21

Adanya kebertahapan dalam turunnya al-Qur’an itu menunjukkan

adanya wahyu telah memperlakukan fitrah manusia secara bertahap

19
Jalaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, juz I (Cet. IV; Damaskus dan Beirut: Dar Ibn
Katsir, 2000), h. 132.
20
Jalaluddin al-Suyuthiy, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, h. 132.
21
Lihat al-Zarqani, ManaHil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz I, h.47
pula sehingga tidak mengagetkannya dengan hukum-hukum taklif

yang melampaui batas kemampuannya sebagai manusia. Hal itu

mengajarkan kepada kita suatu metode pendidikan dalam mengatasi

suatu fitrah yang bengkok ataupun tabiat yang menyimpang.

Hal tersebut telah dicontohkan oleh al-Qur’an dalam persoalan

khamr. Khamr pertama kali disinggung dalam al-Qur’an QS al-

Nahl/16: 67;

‫َو ِم ْن َثَم ٰر ِت الَّنِخ ْيِل َو اَاْلْعَناِب َتَّتِخ ُذ ْو َن ِم ْنُه َس َك ًرا َّو ْز ًقا َح َس ًنۗا‬
‫ِر‬

‫ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل َيًة ِّلَقْو ٍم َّيْع ِقُلْو َن‬

Artinya: "Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat

minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sungguh, pada

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi

orang yang mengerti."

Kemudian setelah itu berturut-turut ayat madaniyah menyebutkan

tentang khamr. dalam QS al-Baqarah/2: 219;

۞ ‫َيْس َٔـُلوَنَك َع ِن ٱْلَخ ْم ِر َو ٱْلَم ْيِس ِرۖ ُقْل ِفيِهَم ٓا ِإْثٌم َك ِبيٌر َو َم َٰن ِفُع‬

‫ِللَّناِس َو ِإْثُم ُهَم ٓا َأْك َبُر ِم ن َّنْفِع ِهَم اۗ َو َيْس َٔـُلوَنَك َم اَذ ا ُينِفُقوَن ُقِل‬

‫ٱْلَع ْفَو ۗ َك َٰذ ِلَك ُيَبِّيُن ٱُهَّلل َلُك ُم ٱْل َء اَٰي ِت َلَع َّلُك ْم َتَتَفَّك ُروَن‬
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.

Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa

manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari

manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka

nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan".

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu


supaya kamu berfikir,

Ayat tersebut mengemukakan suatu kondisi umum yang

memberitakan bahwa khamr adalah sesuatu yang buruk yang tidak ada

manfaatnya, senantiasa menggoda meskipun dosa yang besar

dikandungnya. Kemudian setelah itu turun pengharaman meminum

khamr secara juz’iy (belum menyeluruh) yaitu hanya sebelum

melaksanakan ibadah shalat dalam Q.S. al-Nisa’/4: 43;

‫ٰۤي ـَاُّيَها اَّلِذ ۡي َن ٰا َم ُنۡو ا اَل َتۡق َر ُبوا الَّص ٰل وَة َو َاۡن ـُتۡم ُس َك اٰر ى َح ّٰت ى َتۡع َلُم ۡو ا َم ا َتُقۡو ُلۡو َن‬
‫ٰۤض‬ ‫ّٰت‬
‫َو اَل ُج ُنًبا ِااَّل َع اِبِرۡى َس ِبۡي ٍل َح ى َتۡغ َتِس ُلۡو ا‌ؕ َو ِاۡن ُك ۡن ُتۡم َّم ۡر ى َاۡو َع ٰل ى َس َفٍر‬
‫َاۡو َج ٓاَء َاَح ٌد ِّم ۡن ُك ۡم ِّم َن اۡل َغ ٓإِٮِط َاۡو ٰل َم ۡس ُتُم الِّنَس ٓاَء َفَلۡم َتِج ُدۡو ا َم ٓاًء َفَتَيَّمُم ۡو ا‬
‫َص ِع ۡي ًدا َطِّيًبا َفاۡم َس ُح ۡو ا ِبُو ُج ۡو ِهُك ۡم َو َاۡي ِد ۡي ُك ۡم‌ؕ ِاَّن َهّٰللا َك اَن َع ُفًّو ا َغ ُفۡو ًرا‬
Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu
dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan
jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub
kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub).
Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci);
usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha
Pemaaf, Maha Pengampun.

Maka pengharaman adalah tujuan terakhir dari ayat-ayat tersebut

yang telah turun mulai dari Mekah sampai ke Madinah, yaitu untuk

mewujudkan hikmah dalam pemberlakuan hukum/undang-undang dan

pendidikan yang merupakan dasar terbentuknya suatu masyarakat

Islam.22

E. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

Perlu diperhatikan, bahwa di dalam membaca ayat-ayat Al-Qur’an


itu ada prinsip-prinsipnya atau tata cara seperti ukuran lambat dan cepat
dalam membaca ayat Al-Qur’an. Seperti pendapat Hariri dalam bukunya,
tata cara (ukuran lambat dan cepat dalam membaca ayat Al-Qur’an) yang

22
Manna’ al-Qattan, h. 109
disahkan oleh Rasulullah SAW., begitu juga yang diberlakukan di
kalangan para Ahlul Qurro’ wal Ada’ ada tiga yaitu:

a. Tahqī (‫)تحقيق‬: membaca Al-Qur’an dengan menempatkan hak-


q hak huruf yang sesungguhnya. Yaitu menempatkan
makharijul huruf, sifat-sifat huruf, mad-qoshr dan hukum-
hukum bacaan yang telah ditetapkan oleh Ulama Qurro’.
Metode ini baik sekali untuk kalangan Mubtadiin (pemula).
b. Tartil (‫)ترتيل‬: membaca Al-Qur’an dengan pelan-pelan dan tanpa
tergesa-gesa dengan memperhatikan makharijul huruf, sifat-sifat
huruf, mad-qoshr dan hukum-hukum bacaan, sehingga suara bacaan
menjadi jelas. Bacaan Tartil belum tentu tahqīq akan tetapi tahqīq
sudah pasti tartil.

c. Tadwī (‫)تدوير‬: membaca Al-Qur’an antara bacaan yang cepat


r
dengan bacaan yang pelan sedang23
Demikianlah beberapa tata cara membaca Al-Qur’an yang ada, dari masing-
masing tata cara harus menggunakan kaidah-kaidah Tajwid yang berlaku (ketika
seseorang membaca lambat atau cepat), sehingga kesempurnaan bacaan masih
tetap dan utuh.

Adapun cara membaca Al-Qur’an yang patut dihindari dalam


pembelajaran Al-Qur’an yang dikemukakan oleh Ahmad Syarifuddin
adalah
a. Haḍamah, yaitu membaca Al-Qur’an secara tergesa-gesa, terlalu
cepat sehingga salah dalam melafalkan hurufnya.
b. Al-lahn, yaitu membaca yang tidak sesuai dengan kaidah ilmu
tajwid24.
 Hukum Membaca Al Quran Dengan Benar (TAJWID)

Ada berbagai macam hukum bacaan tajwid dalam Al-Qur'an. Di antaranya hukum
nun sukun dan tanwin, hukum mim sukun, hukum mim dan nun bertasydid, hukum
mad, hukum idgham shagir, dan qalqalah.25

Hukum nun sukun dan tanwin terdiri dari izhar halqi, idgham bighunnah dan idgham
bilaghunnah, iqlab, dan ikhfa hakiki. Kemudian, hukum mim sukun terdiri dari ikhfa
syafawi, idgham mitslain, dan izhar syafawi.

Selanjutnya, pada hukum mad terdiri dari mad ashli dan mad far'i, sedangkan hukum
idgham shagir terdiri dari idgham mutamatsilain, idhgam mutajanisain, dan idgham
mutaqaribain.

Sementara itu, hukum qalqalah terdiri dari qalqalah sugra dan qalqalah kubra. Berikut
penjelasan tajwid selengkapnya.

1. Izhar Halqi
Mengutip buku Pintar Al-Qur'an oleh Abu Nizhan, secara bahasa, izhar adalah bayan
atau jelas, sedangkan menurut istilah adalah membaca nun mati ( ‫ )ْن‬atau tanwin ( , ‫َــًــ‬
‫ ُــٌــ‬, ‫ ) ِــٍــ‬dengan jelas tanpa suara dengung atau disamarkan.
Ada enam huruf izhar, yaitu hamzah (‫)ء‬, kha (‫)ح‬, ha (‫)خ‬, ain (‫)ع‬, ghain (‫)غ‬, dan ha' (
‫)هـ‬.

Contoh bacaan izhar:

‫َم ٓا َأْغ َنٰى َع ْنُه‬


23
A. Hariri Sholeh, Abdullah Afif, Panduan Ilmu Tajwid: Penuntun Cara Membaca Al-Qur’an dengan Baik
dan Benar., 3.
24
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak: Membaca, Menulis, dan Mencintai Al-Qur’an,. 81
25
Minan Zuhri, Pelajaran Tajwid (Kudus: Menara Kudus, t.tt.), 1
Arab latin: Mā agnā 'an-hu (QS Al Lahab: 2)

2. Idgham Bighunnah
Secara bahasa, idgham artinya idkhal atau memasukkan, sedangkan secara istilah
adalah menyamarkan atau meleburkan nun mati atau tanwin dengan huruf-huruf
idgham sehingga seolah-olah menjadi satu huruf yang bertasydid.
Adapun, idgham bigunnah yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ya (
‫)ي‬, nun (‫)ن‬, mim (‫)م‬, dan wau (‫)و‬, maka harus dibaca idgham disertai dengan dengung
di hidung (gunnah).

Contoh bacaan idgham bighunnah:

‫َأِبى َلَهٍب َو َتَّب‬


Arab latin: Abī lahabiw wa tabb (QS Al Lahab: 1)

3. Idgham Bilaghunnah
Idgham bilaghunnah yaitu jika nun mati atau tanwin bertemu dengan lam (‫ )ل‬dan ra (
‫)ر‬, maka harus dibaca idgham tanpa disertai dengung di hidung (gunnah).

Contoh bacaan idgham bilaghunnah:

‫َو َلْم َيُك ْن َلُه‬


Arab latin: Wa lam yakul lahụ (QS Al Ikhlas: 4)

4. Iqlab
Secara bahasa, iqlab artinya memindahkan atau mengubah sesuatu dari asalnya,
sedangkan menurut istilah adalah mengubah atau menggantikan nun mati menjadi
mim disertai dengungan jika bertemu dengan huruf ba (‫)ب‬.

Contoh bacaan iqlab:

‫ِم ْۢن َبْع ِد‬


Arab latin: mimm ba'di (QS Al Bayyinah: 4)

5. Ikhfa Hakiki
Hukum nun mati dan tanwin selanjutnya adalah ikhfa. Secara bahasa, ikhfa artinya
satru yang berarti menutupi atau menyamarkan. Adapun menurut istilah, ikhfa adalah
menyamarkan nun mati atau tanwin karena muncul suara dengungan (gunnah) jika
bertemu dengan 15 huruf.
Huruf ikhfa antara lain kaf ( ‫) ك‬, qaf ( ‫) ق‬, fa' ( ‫) ف‬, zha ( ‫) ظ‬, tha ( ‫) ط‬, dhad ( ‫) ض‬,
shad ( ‫) ص‬, syin ( ‫) ش‬, sin ( ‫) س‬, za' ( ‫) ز‬, dzal ( ‫) ذ‬, dal ( ‫) د‬, jim ( ‫) ج‬, tsa' ( ‫) ث‬, dan ta'
( ‫) ت‬.

Contoh bacaan ikhfa:

‫َلَقْد َخ َلْقَنا ٱِإْل نَٰس َن‬


Arab latin: Laqad khalaqnal-insāna (QS At Tin: 4)
6. Ikhfa Syafawi
Mengutip buku Ilmu Tajwid Praktis karya Muhammad Amri Amir, ikhfa syafawi
yaitu ketika mim sukun ( ‫ )ْم‬bertemu dengan huruf ba (‫)ب‬. Dalam hal ini, mim sukun
dibaca tampak samar disertai ghunnah.

Contoh ikhfa syafawi:

‫َتْر ِم يِهم ِبِح َج اَرٍة‬


Arab latin: Tarmīhim biḥijāratim (Al Fil ayat 4)

7. Idgham Mitslain
Idgham mitslain adalah hukum bacaan ketika mim sukun ( ‫ )ْم‬bertemu dengan huruf
mim yang berharakat ( ‫ ُم‬, ‫)َم ِم‬. Cara membacanya harus disertai dengan ghunnah.

Contoh idgham mitslain:

‫َلُهْم َم اَيَتُقْو َن‬


Arab-latin: lahummmmaa yattaquuna

8. Izhar Syafawi
Izhar syafawi adalah ketika mim sukun ( ‫ )ْم‬bertemu dengan huruf hijaiyyah selain
huruf mim (‫ )م‬dan ba (‫)ب‬. Cara membacanya mim sukun tampak jelas dan tanpa
ghunnah.

Contoh izhar syafawi:

‫َأْنَعْم َت َع َلْيِهْم‬
Arab latin: An'amta 'alaihim (Al Fatihah ayat 7)

9. Mim Bertasydid dan Nun Bertasydid


Mim bertasydid ( ‫ )ّم‬dan nun bertasydid ( ‫ )ّن‬juga dikenal dengan ghunnah musyaddah.
Apabila bertemu hukum bacaan ini maka harus digunnahkan sepanjang 2 harakat.

Contoh mim bertasydid:

‫َو ِمَّم ا‬
Arab-latin: wa mimma

Contoh nun bertasydid:

‫ِإَّنُهْم‬
Arab-latin: innahum

10. Mad Ashli/Thabi'i


Tajwid selanjutnya adalah mad. Secara bahasa mad artinya bertambah dan
memanjang, sedangkan menurut istilah adalah memanjangkan suara dengan huruf
mad atau lin ketika adanya suatu sebab seperti hamzah (‫ )ء‬dan sukun (‫)ه‬.
Jenis mad yang pertama adalah mad ashli atau mad thabi'i. Hukum ini berlaku pada
alif (‫ )ا‬sesudah fathah, ya (‫ )ي‬sukun sesudah kasrah, dan wau (‫ )و‬yang sesudah
dhammah.

Contoh mad ashli:

‫ِّب ٱلَّناِس‬
Arab latin: Birabbin-nās (QS An Nas ayat 1).

11. Mad Far'i


Hukum tajwid ini mengharuskan ayat dibaca lebih panjang dari mad asli. Tambahan
dikarenakan adanya hamzah (‫ )ء‬atau sukun (‫ )ه‬dalam ayat. Contohnya adalah:

Contoh mad far'i:

‫َء ٓاُهَّلل َخ ْيٌر‬


Arab latin: Allāhu khairun (QS An Naml ayat 59).

12. Idgham Mutamatsilain atau Idgham Mimi


Tajwid ini berlaku jika ada dua huruf bertemu dengan makhroj dan sifat yang sama,
kecuali wau (‫ )و‬dan ya (‫)ي‬. Cara membacanya adalah dimasukkan, diidghamkan, atau
ditasydidkan kepada huruf yang kedua.

Contoh idgham mutamatsilain:

‫َبل اَّل ُتْك ِر ُم‬


Arab latin: bal lā tukrimụ (QS Al Fajr ayat 17).

13. Idgham Mutajanisain


Hukum bacaan ini berlaku saat dua huruf bertemu dengan makhroj yang sama, namun
sifatnya berbeda.

Contoh idgham mutajanisain:

‫َفَلَّم ا َاْثَقَلْت َدَع َو َهللا َر َّبُهَم ا‬


Arab latin: Fa lammā aṡqalad da'awallāha rabbahumā (QS Al A'raf ayat 189).

14. Idgham Mutaqaribain


Hukum tajwid ini berlaku jika ada dua huruf bertemu dengan makhraj dan sifat yang
hampir sama (berdekatan). Huruf yang termasuk idgham mutaqaribain adalah lam (‫)ل‬
dan ra (‫)ر‬, serta kaf (‫ )ﻙ‬dan qaf (‫)ﻕ‬.

Contoh idgham mutaqaribain:

‫َفُقل َّرُّبُك ْم‬


Arab latin: Fa qur rabbukum (QS Al An'am ayat 147)
15. Qalqalah Sugra
Hukum ini berlaku jika huruf qalqalah yakni ba (‫)ب‬, jim (‫)ج‬, dal (‫)د‬, ta (‫)ط‬, dan qaf (
‫ )ق‬berada di tengah ayat, dengan suara dipantulkan tidak terlalu kuat.

Contoh qalqalah sugra:

‫َر َز ْقَٰن ُهْم‬


Arab latin: razaqnāhum (Qs Al Baqarah ayat 3)

16. Qalqalah Kubra


Cara baca tajwid ini adalah dengan pantulan cukup kuat. Huruf qalqalah kubra berada
di akhir ayat.

Contohnya qalqalah kubra:

‫َو ٱْلَيْو ِم ٱْلَم ْو ُع وِد‬


Arab latin: Wal-yaumil-mau'ụd (QS Al Buruj ayat 2)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Al Quran adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan al-


Quran, dan pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya
menjadi pokok-pokok bahasan Ulumul Quran. Pertama, ilmu yang
berhubungan dengan riwayat semata- mata, seperti ilmu yang
mempelajari tentang jenis-jenis bacaan (qira'at), tempat dan waktu turun
ayat-ayat atau surah al-Qur’an (makkiah-madaniah), dan sebab- sebab
turunnya al-Qur’an (asbab an-nuzul). Kedua, yaitu ilmu yang
berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam, misalnya pemahaman terhadap lafazh
yang gharib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berkaitan
dengan hukum.
Sejarah ulumul Qur’an secara garis besar dapat diklasifikasikan
menjadi tiga tahap perjalanan yaitu tahap sebelum kodifikasi, awal
permulaan kodifikasi dan tahap kodifikasi yang melahirkan banyak
ulama dan karya mereka tentang Ulumul Qur’an. Sedangkan tujuan
utama Ulumul Qur’an adalah untuk mengetahui arti-arti dari untaian
kalimat al-Qur’an, penjelasan ayat-ayatnya dan keterangan makna-
maknanya dan hal-hal yang samar, mengemukakan hukum- hukumnya
dan selanjutnya melaksanakan tuntunannya untuk memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Cara turunnya wahyu (al-Qur’an) kepada Rasulullah saw. Melalui


perantaraan malaikat Jibril ada dua macam: 1) datang kepadanya suara
seperti gerincingan lonceng dan suara yang amat kuat. 2) malaikat
menjelma kepada rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia.
B. Saran
Ilmu Al-Qur’an sangatlah penting baik untuk kehidupan di dunia maupun
di akhirat karena Al-Qur’an adalah pedoman hidup orang islam yang telah di
wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. maka sebagai seorang Muslim, kita
wajib mempedulikan Al-Qur`an. Kita lakukan amal-amal kebaikan berkaitan
dengan kitab yang mulai ini, karena sesungguhnya sumber dari segala sumber
ilmu adalah Al-Qur’an.
Daftar Pustaka

Athaillah, H.A..2010. Sejarah Al –Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

S,. Zainal Abidin. 1992. Seluk Beluk Al – Quran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Abdul Karim, Abdurrahman bin.2016. Sejarah Terlengkap Nabi


Muhammad saw. Yogyakarta: Saufa

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, 36.

Habsi Ash Siddieqy, Tqfsir Al-Bayan, Bandung: PT AlMa'arif, 1996


Muhammad, Muhammad Abu Syuhbah. al-Madkhal li Dirasati al-
Qur’an al- Karim.Riyad: Dar al-Liwa’, 1978.

Nahdliyyin, Khoiron. Tekstualis al-Qur’an, terj. Mafhum an-Nash


Dirasah fi Ulumal-Qur’an. Yogyakarta; LkiS, 2003.

al-Qattan, Manna’Khalil. Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Maktabah


Wahbah, 2000.

ash-Shiddiqy, Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu


al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Cet. I; Bandung: Mizan,


1992.

al-Suyuti, Jalaluddin. al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. juz I. Cet. IV;


Damaskus dan Beirut: Dar Ibn Katsir, 2000.

Syahin, Abd al-Sabur. Hadits ‘an al-Qur’an. Kairo: Dar Akhbar al-
Yawm, 2000. al-Zarkasyi , Badruddin Muhammad bin Abdillah. al-
Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.

Cet. III, Beirut; Dar al-Ma’rifah li at-Thiba’ah.

al-Zarqaniy, Muhammad Abd al-Azhim. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-


Qur’an.
juz I.Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi: 1995.
Hariri Sholeh, Abdullah Afif, Panduan Ilmu Tajwid: Penuntun Cara
Membaca Al-Qur’an dengan Baik dan Benar., 3.

Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak: Membaca, Menulis, dan Mencintai


Al-Qur’an,. 81
Minan Zuhri, Pelajaran Tajwid (Kudus: Menara Kudus, t.tt.), 1

Anda mungkin juga menyukai