Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN

AGAMA
ISLAM
(AL-QUR’AN SUMBER AJARAN ISLAM PERTAMA

AL-HADIST SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA)

KELOMPOK 2:
 DESNITA SAFITRI
 INDRI KESTRIANI
 MUHAMMAD FAJAR MUGIANA
 ARUM SEBASTIANI PUTRI
 RENITA NUR HANIFAH
 RISDA DIANI HOPSAH
 NUZI LATURROHMAN
 SELVINA SYIAM SUBASTINA

PRODI : MANAJEMEN A1

Jl. Otto Iskandardinata No.76, Karanganyar, Kec.


Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat 41211
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas pertama tentang al-quran dan al-
hadits
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
dosen bpk. Deden Ramdhan,LC.,M.E.SY.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Subang, 19 september 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................
Kata Pengantar .................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan .................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................
A. Al-Qur-an sebagai sumber ajaran islam yang pertama ........................
B. Al-Hadits sebagai sumber ajaran islam yang kedua ............................
BAB III PENUTUP .........................................................................................
KESIMPULAN ................................................................................................
SARAN ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah pedoman manusia khususnya Ummat
Muslim yang telah ditinggalkan oleh Rasullullah saw kepada seluruh ummatnya.
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam menata kehidupannya, agar
memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik didunia maupun diakhirat kela. Al-
Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut hal ihwalnya.
konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an dan Al-Hadist selalu relevan dengan
problem yang dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok dengan setiap
ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problem
tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. dari sinilah studi tetang Al-Qur’an
sangat penting dilakukan.
B. Perumusan Masalah
karena luasnya pembahasan tentang Al-Qur’an dan al-hadist ini. Maka
didalam makalah ini kami hanya akan membahas tentang:
1. Jelaskan pengertian Al-Qur’an?
2. Jelaskan fungsi Al-Qur’an?
3. Jelaskan pendekatan memahami Al-Qur’an?
4. Apa itu Ulumul Qur’an?
5. Jelaskan pengertian Hadist?
6. Sebutkan fungsi Hadist, unsur-unsur Hadist, macam-macam Hadist?

C. Tujuan Pembahasan

Untuk memahami dan lebih mengetahui pengertian, fungsi dari Al-Qur’an


dan Hadist serta mengetahui lebih dalam unsur-unsur dan macam-macam Hadist
dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

A. AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM YANG PERTAMA

1. PENGERTIAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an menurut bahasa (etimologi), mempunyai arti yang bermacam-macam,
salah satunya menurut pendapat yang lebih kuat, Al-Qur’an berarti bacaan atau
yang dibaca. Pendapat itu beralasan karena Al-qur’an adalah masdar dari kata
dasar Qara’a Yaqra’u yang artinya membaca. Al-Qur’an dalam Arti membaca ini
dipergunakan oleh Al-Qur’an sendiri.

َ ‫( به لتَع َج َل ل‬١٦) ‫علَينَا إن‬


‫سان ََك به ت ُ َح ِّرك ال‬ َ ُ‫َجمعَه‬
ُ‫( َوقُرآنَه‬١٧)‫( قُرآنَهُ فَاتبع قَ َرأنَاهُ فَإذَا‬١٨)
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyaamah : 16-18
Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak
cepat-cepat (menguasai)Nya”
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya.”
“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”

Al-Qur’an merupakan sumber hukum yang pertama dalam islam sehingga


penyelesaian persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Maksud Al-
Qur’an sebagai sumber adalah Alqur’an dijadikan sebagai landasan nilai bagi umat
islam dalam menentukan hukum suatu tindakan, menunjukkan dan menuntunnya
kepada jalan menuju tujuannya, dan menjelaskan tentang hakekat kehidupan
manusia dalam hubungan dengan sesamanya, lingkungan dan dengan Tuhannya.
Ayat-ayat lain yang senada dengan firman Allah tersebut diatas dapat kita
temukan pada:
Surat Al-a’raf: 204, surat An-nahl: 98, surat Al-isra: 17dan 106, surat Al-
muzammil: 20, surat Insyiqaq: 21.
Menurut makna yang terkandung dari ayat diatas Qur’an itu diartikan sebagai
bacaan, yakni kalam Allah yang dibaca dengan berulang-ulang. Ayat-ayat tadi
juga menjadi dalil bahwa kata Al-Qur’an itu sendiri adalah kalam Allah.
Adapun definisi Al-Qur’an secara istilah (terminologi), Muhammad Ali Ash-
shabuni menulisnya bahwa “Al-qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingan
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul dengan
perantaraan malaikat jibril as, dan ditulis pada mushab-mushab yang kemudian
disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya
merupakan suatu ibadah yang dimulai dengan surat Al-fatihah dan ditutup dengan
surat An-Nas.
Bagian yang lain menyebutkan bahwa Al-Qur’an ialah lafal berbahasa Arab yang
diturunkan kepada Muhammad saw yang disampaikan kepada kita secara
mutawatir yang diperintahkan membacanya yang menentang setiap orang (untuk
menyusun walaupun dengan membuat) surat yang terpendek daripada surat-surat
yang ada didalam nya.
Dari dua buah definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa apa yang disebut Al-
Qur’an itu mempunyai kriteria-kriteria seperti:
a. Al-Qur’an adalah Firman Allah swt
b. Al-Qur’an yang merupakan firman Allah itu berbahasa Arab, oleh karena itu
Al-Qur’an yang ditulis atau dilafalkan tidak dalam bahasa arab tidakdisebut Al-
Qur’an.
c. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantaraan
malaikat jibril, dengan demikian hadist bukanlah Al-Qur’an karena Hadist tidak
melalui perantaraan Jibril lagi pula hadist bukanlah Firman Allah yang diucapkan
dengan bahasa Nabi sendiri.
d. Al-Qur’an sampai kepada kita dengan jalan mutawatir artinya Al-Qur’an
yang diterima oleh nabi muhammad dari Allah melalui Jibril itu. Beliau ajarkan
kepada orang banyak pula begitu seterusnya, sehingga akhirnya sampai kepada
kita dari orang banyak kepada orang banyak ini merupakan jaminan bagi
kebenaran/ keautentikan Al-qur’an, sebab tidak mungkin orang banyak sepakat
untuk berdusta. Bukan Al-Qur’an kalau hanya diriwayatkan oleh seseorang atau
beberapa orang saja.
e. Al-qur’an adalah Mukjizat Nabi Muhammad Saw yang bersifat memberikan
tantangan kepada siapapun yang tidak percaya terhadap kebenaran
kewahyuannya. Mereka ditantang untuk menandingi atau mengalahkan Al-
Qur’an, sekalipun hanya dengan membuat satu surat yang paling pendek, namun
tidak mungkin Al-Qur’an dapat ditandingi sebab kalau dapat ditandingi bukanlah
mukjizat namanya.
f. Al-Qur’an ditulis didalam Mush-haf. Selain Al-Qur’an itu kitab suci yang
paling banyak dibaca (artinya memang bacaan). Ia juga ditulis dalam Mush-hab
dan penulisan telah dikerjakan sejak masa Nabi Muhammad kerena selalu ditulis
ini lah Al-Qur’an juga disebut Al-kitab. Dewasa ini mush-haf Al-Qur’an juga
disebut Mush-haf Usmani kerena penulisannya mengikuti metode Usman Bin
Affan.
g. Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca (selain itu tentunya untuk dipelajari
atau diamalkan), kerena perintah, berarti membaca Al-Qur’an adalah ibadah
pahala. Dalam Hadist Riwayat Tarmidzi diterangkan bahwa, satu huruf Al-Qur’an
dibaca, pahalanya berlipapt sampai sepuluh kali. Hanya Al-Qur’an yang mendapat
perlauan istimewa seperti ini.
h. Al-Qur’an diawali dengan surat Al-fatihah dan di akhiri dengan surat An-
Nas. Lampiran-lampiran diluar itu seperti ilmu tauhid, keterangan-keterangan
yang menjelaskan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an, bukanlah Al-Qur’an.

2. FUNGSI AL-QUR’AN
Sumber ajaran taiap agama adalah kitab suci, begiitu pula agama islam, Al-Qur’an
adalah sember ajaran agama islam, sumber norma, dan hukum Islam yang pertama
dan utama.inilah fungsi utama Al-Qur’an. Itulah sebabnya Nabi Muhammad Saw.
Bersabda didalam Hadist Riwayat Malik, ‘’sesungguhnya telah kutinggalkan
untukmu dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama kamu masih berpegang
kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. (HR. Malik).
Al-Qur’an sebaga sumber pertama norma dan hukum islam dapat dijabarkan
kedalam fungsi-fungsi yang lebih rinci;
a. Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia, secara keseluruhan.
Yakni petunjuk jalan yang lurus, petunjuk kebenaran yang mengeluarkan manusia
dari kegelapan menuju cahaya yang terang.
b. Al-Qur’an adalah pembeda antar yang haq dan yang bathil, antara
yang benar dan yang salah atau yang baik dan yang buruk. Fungsi ini sesuai
dengan name lain dari Al-Qur’an Al-furqon (pembeda).
‘’Maha besar allah yang menurunkan Al-furqon kepada kepada hamba-Nya, agar
menjadi juru pengingat bagi seluruh alam” (Qs. Al-furqon: 1). Dan juga seperti
surat Ali imran: 3-4, dan Al-baqarah: 185).
c. Al-Qur’an berfungsi sebagai peringatan bagi seluruhummat manusia. Fngsi
ini juga sesuai dengan nama lain yang dipakai oleh Al-Qur’an yaitu Adz-Dzikr.
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an itubenar-benar menjadi peringatan bagi orang
yang bertaqwa” (Qs.Haqqah: 48) dan juga seperti surah Al-Hijr: 9, surah Shad: 1-
29, surah Yaasin: 69, dan surah Al-An’am: 90.
d. Al-Qur’an sebagai obat (penyembuh) bagi penyakit kejiwaan. “Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu pengajaran dari tuhanmu dan obat bagi apa
yang ada didalam hatimu dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman. (Qs. Yunus: 57).
Dan juga seperti surat Al-isra: 82, Qs. Fush-shilat: 44, dan sabda Nabi yang
berbunyi “hendaklah kamu mengambil dua macam obat, yaitu madu dan Al-
Qur’an (HR. Ibnu Majjah Dan Al-Hakim, dari Ibnu Mas’ud, ra.)
e. Al-Qur’an merupakan pengajaran atau nasihat (mau’idhah) bagi manusia.
“(Al-Qur’an ) ini adalah keterangan yang jelas bagi manusia dan petunjuk serta
pengajaran (mau’idhah) bagi orang-orng yang bertaqwa” (Qs.Ali-imran: 183).
Dan juga seperti surah yunus :57
f. Al-Qur’an adalah korektor bagi kitab-kitab suci yang sebelumnya atau
korektor bagi pengakuan yang dilakukan oleh manusia dalam agama mereka.
g. Al-Qur’an merupakan bahan renungan atau pemikiran bagi orang-orang
yang mau berpikir untuk mendapatkan pelajaran yang berharga. (ini adalah) ketik
yang kami turunkan kepada engkau yang penuh berkah agar mereka suka
merenungkan ayat-ayatnya, dan agar orang-orang yang berakal mendapat
pelajaran (Qs. Shad: 29) dan juga seperti surat An-nisa: 82, dan Al-mu’minun: 68)
h. Al-Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan yang sangat menarik untuk
dikaji dan dipelajari sepanjang masa.
Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw, yaitu mukjizat
yang paling besar dari sekalian mukjizat lain yang pernah ada.
Al-Qur’an diturunkan supaya menjadi mukjizat mengembangkan risalah dan
menyampaikan apa-apa yang diterimanya dari tuhan. Untuk itu, Allah
menurunkan Al-Qur’an yang susunan arti hukum-hukum dan pengetahuan yang
dibawakannya mengandung unsur-unsur mukjizat.

3. BEBERAPA PENDEKATAN MEMAHAMI AL-QUR’AN


a. Al-Qur’an
Untuk memahami kandungan Al-Qur’an yang luas dan tinggi para ulama tafsir
menggunakan berbagai metode dan corak yang beagam. Para ulam terdahulu
cenderung menggunakan metode talili sebagai mana yang sering ditemui dalam
karya-karya tafsir. metode tahlili merupakan suastu metode yang digunakan untuk
memahami ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat-demi ayat
dan surah demi surah sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mush-haf usmani.
para ahli tafsir mutakhir melahirkan gagasan untuk mengungkap petunjuk Al-
Qur’an terhadap suatu masalah tertentu dengan cara menghimpun seluruh atau
sebagian ayat dari beberapa surat yang berbicara tentang topik yang sama untuk
kemudian dikaitkan antara satu ayat denngan ayat lainnya sehingga akhirnya
dapat diambil kesimpulan menyeluruh tentang suatu masalah sesuai petunjuk Al-
Qur’an. cara menafsirkan Al-Qur’an bentuk ini disebut dengan metode maudhu’i.
metode maudhu’i belakangan ini banyak diminatiahli tafsir, karena metode ini
memudahkan untuk menjawab problematika masyarakat yang komleks dan
berkembang cepat.
1) Menggabungkan antara Riwayat dengan Dirayah
Prinsip pertama manhaj ini adalah menggabungkan antara Riwayat dengan
Dirayah. jika ada tafsir yang berfokus pada riwayat dan atsar, dan ada pla yang
berfokus pada dirayah dan perenungan pemikiran. maka tafsir yang paling tepat
adalah mensintesiskan antara riwayat dan dirayah, menyatukan antara dalil
manqul (dalil naqli) yang shahih dan hasil pemikiran yang jelas. dan meracik
antara warisan salaf pengetahuan kaum khalaf.
Diantara ulama mutakhir adalah Imam Muhammad Bin Ali Asy-Syaukani (1250
H) dalam kitabnya Fathul Qadir Al-Jami’ Baina Fannai Ar-riwayah Wad-dirayah
Fit-tafsir.
Dalam mukkadimah tafsirnya, ia menjelaskan tentang manhaj yang ia pilih, dan
menjelaskan kerakteristiknya. ia berkata bahwa mayoritas mufasir terbagi menjadi
dua kelompok, dan mengikuti dua jalan: kelompok pertama, dalm tafsir mereka
hanya memfokuskan dari pada riwayat, dan merasa cukup dengan mengangkat
riwayat ini. kelompok kedua, memusatkan perhatiannya dalam menafsirkan Al-
Qur’an pada pengertian yang diberikan oleh bahasa Arab, dan ilmu-ilmu teknis
lainnya dan tidak memberikan tempat bagi riwayat dengan baik, meskipun mereka
mengutipnya namun mereka tidak mngunggulkannya sama sekali.
2) Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Prinsif kedua manhaj ini adalah menafsirkan Al-Qur’an, dengan Al-Qur’an kerena
Al-Qur’an satu bagian arinya saling membenarkan bagian lainnya. dan satu bagian
menafsirkan bagian lainnya.
3) Tafsir Al-Qur’an dengan sunnah yang shahih
Shaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Mukaddimah fi ushul tafsir.
“Cara penafsiran yang shahih adalah Al-Qur’an menafsirkan Al-Qur’an. apa yang
disebut secara Ijmal (global) pada suatu tempat diperinci pada tempat lain, dan
apa yang disebut secara simpel pada suatu tempat dijelaskan pada tempat lain.”
Jika engkau tidak menentukan itu, maka engkau mengambil sunnah, kerena ia
adalah penjelas Al-Qur’an. bahkan, imam syafi’i berkat bahwa seluruh apa yang
dihukumkan oleh Rasullullah saw, adalah dari apa yang beliau dapat dari Al-
Qur’an. Allah swt berfiman Surah An-Nisa :105.
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan pembawa
kebenaran, supaya kamu mengadli antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak
bersalah). karena membela orang-orang yang khianat.” (QS.An-nisa :105)
4) Mempergunakan tafsir sahabat dan tabi’in
5) Mengambil kemutlakan bahasa
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa arab;

‫ي ب ل سَ ان‬
ِّ ‫ُم ب ين عَ َر ب‬
Artinya : Denngan bahasa Arab yang jelas (Asy-syu’ara: 195)
maka penafsiran wajib disamping melakukan prinsip-prinsip sebelumnya,
menafsirkan lafal sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh bahasa arab dan
penggunaannya, yang sesuai dengan kaidahnya dan balagah Al-Qur’an menjadi
mukjizat.
6) Memperhatikan konteks kalimat
Diantara prinsip yang penting dalam memahami Al-Qur’an dengan baik dan
menafsirkannaya dengan benar adalah memperhatikan konteks ayat ditempatnya
dalam surah Al-Qur’an dan kontek kalimat ditempat dalam ayat. ayat itu harus
dikaitkan dengan konteksnya yang ada. ia tidak boleh diputus hubungannya
dengan yang esebelumny dan yang setelahnya, untuk kemudian diseret untuk
memberikan makna tertentu atau memperkuat hukum tertentu yang dilakukan
dengan sengajaoleh orang yang mempunyai tujuan tertentu.
7) Memperhatikan Asbaabunnuzul (sebab turunnya ayat)
Diantara prinsip dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an adalah
memperhatikan asbaabunnuzul. seperti diakui oleh ulama, Al-Qur’an diturunkan
pada dua bagian, bagian pertma, bagan yang diturunkan secara spontan (tanpa dua
bagian tertentu), ia adalah mayoritas isi Al-
Qur’an. bagian kedua, diturunkan setelah adanya kejadian tertentu atau adanya
pertanyaan. pada sepanjang masa turunnya wahyu, yaitu 23 tahun.
8) Menjadikan Al-qur’an sebagai rujukan utama dalam mencari pemahaman.
Orang yang ingin memahami Al-Qur’an dan menafsirkannya harus
mengosongkan diri dari keyakinan dan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya.
tidak memaksakan kehendak dirinya terhadap Al-Qur’an dan menafsirkannya
dengan memaksakannya agar sesuai dengan pendapat dan kehendaknya dan
megarahkannya untuk memperkuat keyakinan yang ia anut, pemikiran yang ia
Adopsi atau mazhab yang ia ikuti.

4. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ULUMUL QUR’AN


Dari definisi-defisnisi diatas dapat dapat dipahami bahwa Ulumul Qur’an adalah
suatu ilmu yang mempelajari ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul
Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa
ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa arab, seperti balagah
dan ilmu i’rab Al-Qur’an, ilmu-ilmu yang tersebut definisi ini berupa ilmu tentang
sebab turun ayat-ayat Al-Qur’an, urutan-urutannya, pengumulannya,
penulisananya, qira’atnya, tafsirnya, kemukjizatannya, nasikh, dan mansukhnya
ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, ayat muhkamah dan mutasyabidiyah,
hanyalah sebagai pembahasan pokok Ulumul Qur’an.
Demikian luas ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama
menjadikan seperti luas yang tak terbatas. Al-Suyuthi memperluasnya sehingga
memasukan astronomi, ilmu ukur, kedokteran, dan sebagainya kedalam
pembahasan Ulumul Qur’an. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu Al-Arabi
yang mengatakan bawa Ulumul Qur’an terdiri dari 77.450 ilmu. Hal ini
didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat didalam Al-Qur’an dengan dikalikan
empat. Sebab, setiap kata didalam al-Quran mengandung makna zahir, batin,
terbatas dan tak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufradatnya
(kata-katanya). Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya,
maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Namu demikian, Ash-Shiddiq yang
mengandung segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu kembali kepada
beberapa pokok persoalan saja sebagai berikut :
Pertama, persoalan Nuzul. Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang
diturunkan dimekkah, yang disebut dengan makkiyah. Ayat-ayat yang diturunkan
dimadinah disebut madaniyyah. Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada
dikampung disebut Hadhariah. Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada
dalam perjalanan disebut safariyah, ayat- ayat yang diturunkan disiang hari
disebut Nahariyah, ayat-ayat yang diturunkan di malam hari disebut lailiyah, dan
yang diturunkan ketika nabi ditempat tidur disebut firasyiah, yang diturunkan
dimusim dingin disebut syitaih, yang diturunkan dimusim panas disebut syaifiyah.
Persoalan ini juga meliputi hal yang menyangkut sebab turunnya ayat. Yang
mula-mula turun, yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun
terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yang pernah diturunkan kepada seorang
Nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.
Kedua, persoalan sanad, persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad
yang mutawattir, yang ahad, bentuk-bentuk qira’at nabi, para penulis ayat dan
penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada Al-Qira’ah (cara membaca Al-Qur’an ), hal ini mengangkat
waqt (cara berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah madd (bacaan yang panjang),
takhfif hamzanh (meringankan bacaan hamzah), idgam (memasukan bunyi huruf
yang sakin kepada huruf sesudahnya).
Keempat, pembaasan yang menyangkut lafal Al-Qur’an yaitu tetang yang gharib
(pelih), mu’rab (menerima perubahan akhir kata), majas (mutafara), musytarah
(lafal yang mengan dung lebih dari satu makna), muradif (sinonim), isti’arah
(metapora), dan tasybih (penyerupaan).
Kelima, persoalaan Al-Qur’an yang bersangkutan dengan hukum yaitu yat yang
bermakna, amm (umum), dan tetap dalam keumumannya, amm (umum) yang
dimaksudkan khusus. Amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash,
yang zahir, yang mujmal (bersifat global), yang mufashashal (dirinci), yang
manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), yang mafthum (makna yang
berdasarkan pemahaman mutlaq terbatas).
Keenam, persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal, yaitu fashl
(pisah), washl (hubungan), Ijas (singkat), Ithnab (panjang), Musawah (sama) dan
Qashr (pendek).
Menurut T. Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Al-Qur’an yang
terpokok.
1) Ilmu Mawathin An-Nuzul: ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya
ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2) Ilmu Tawarikh An-Nuzul; ilmu ini menjelaskan masa turunnya ayat dan
urutan turunnya satu persatu, dari permulaan turunya sampai akhirnya serta urutan
turunanya surah dengan sempurna.
3) Ilmu Ashad Al-Nuzul; ilmu ini menjelaskan sebab-sebab urunnya ayat.
4) Ilmu Qira’at; ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan.
5) Ilmu Tajwid; ilmu ini menerangkan cara membaca al-Quran dengan baik.
6) Ilmu Gharib Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang
ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa arab yang biasa atau tidak
trdapat dalam percakapan sehari-hari.
7) Ilmu I’rab Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan baris kata-kata al-Quran dan
kedudukannya dalam susunan kalimat.
8) Ilmu Wujuh Wa Al-Nasa’ir; ilmu ini menerangkan kata-kata al-Quran
yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada
tempat tertentu.
9) Ilmu Ma’rifat Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih; ilmu ini menjelaskan ayat-
ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan mutasyabih (samar
maknanya, perlu ditakwilkan).
10) Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh; ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang
dianggap mansyukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11) Imu Bada’i Al-Qur’an ; ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-
keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraannya, keanehan-keanehan, dan
ketinggian balaghahnya.
12) Ilmu I’jaz Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan
kandungan ayat-ayat al-Quran sehingga dapat membungkamkan para sastrawan
Arab.
13) Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an ; ilmu ini menerangkan persesuaian dan
keserasian antara satu ayat dan ayat didepan dan yang dibelakangnya.
14) Ilmu aqsam Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud
sumpah tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15) Ilmu Amtsal Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-
perumpamaan yang dikemukakan oleh Al-Qur’an.
16) Ilmu Jidal Al-Qur’an; ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara
debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kaum musyrik yang tidak
bersedia menerima kebenaran dari tuhan.
17) Ilmu Adab Al-Qur’an; ilmu ini memaparkan tata cara dan kesopanan yang
harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.

Kewajiban Seorang Muslim Terhadap Al-qur’an


1. Membaca Dan Menghafalkan Al-Qur`ân.
Membaca Al-Qur`ân merupakan langkah awal seseorang bermuamalah dengan
Al-Qur`ân. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita rajin
membacanya, sebagaimana tertuang dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
َ ‫…ا ْق َرؤ ُْوا ا ْلقُ ْرآنَ فَ ِإنَّهُ يَأْتِي يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬
ْ َ‫ش ِف ْيعًا ِأل‬
‫صحَابِ ِه‬

Bacalah Al-Qur`ân, karena ia akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi
syafaat bagi orang yang membacanya. [HR Muslim].

Ketahuilah, Allah menjadikan amalan membaca Al-Qur`ân termasuk sebagai


salah satu yang bernilai ibadah kepada-Nya. Allah memberikan pahala bacaan Al-
Qur`ân bukan per surat atau per ayat, akan tetapi pahalanya per huruf dari Al-
Qur`ân yang kita baca. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

‫ف‬ ٌ ‫ف َو لَ ٌم ح َْر‬
ٌ ‫ف َو ِم ْي ٌم ح َْر‬ ٌ ‫ف َولَ ِك ْن أ َ ِل‬
ٌ ‫ف ح َْر‬ ٌ ‫لَ أَقُ ْو ُل الم ح َْر‬

Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf. Akan tetapi alif adalah satu
huruf, lam adalah satu huruf dan mim adalah satu huruf. [HR at-Tirmidzi].

2. Mentadabburi Dan Mempelajarinya Al-Qur`ân.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

‫ب أَ ْقفَالُهَا‬ َ ‫أَفَ ََل يَت َ َدبَّ ُرونَ ا ْلقُ ْرآنَ أ َ ْم‬


ٍ ‫ع َل ٰى قُلُو‬

Maka, apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur`ân, ataukah hati mereka


terkunci? [Muhammad/47:24].

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.

ِ ‫اركٌ ِل َي َّدبَّ ُروا آيَاتِ ِه َو ِليَتَذَك ََّر أُولُو ْاألَ ْلبَا‬


‫ب‬ َ َ‫اب أ َ ْن َز ْل َناهُ إِلَ ْيكَ ُمب‬
ٌ َ ‫ِكت‬

Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran. [Shâd/38:29].

3. Mengajarkan Al-Qur`ân.
Al-Qur`ân merupakan sebaik-baik ilmu. Barangsiapa yang menyebarluaskan dan
mengajarkannya kepada orang lain, maka ia akan mendapatkan balasan yang terus
mengalir Allah Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

َ ‫َاريَّ ٍة أ َ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه أَ ْو َولَ ٍد‬


ُ‫صا ِلحٍ يَ ْدع ُْو لَه‬ ِ ‫ص َدقَ ٍة ج‬ َ ‫إِذَا َماتَ ا ْبنُ آ َد َم ا ْنقَ َط َع‬
ٍ َ‫ع َملُهُ إِلَّ ِم ْن ثََل‬
َ ‫ث‬
Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali
tiga perkara, (yaitu) shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak
shalih yang mendoakannya. [HR Muslim].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

َ ‫َخي ُْر ُك ْم َم ْن تَعَلَّ َم ا ْلقُ ْرآنَ َو‬


ُ‫علَّ َمه‬

Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`ân dan mengajarkannya.


[HR Bukhari].

4. Mengamalkannya.
Demikianlah kewajiban seseorang yang telah mengetahui sebuah ilmu. Hendaklah
ia mengamalkannya. Suatu ilmu tidak akan berguna jika tidak pernah diamalkan.
Karena buah dari ilmu ialah amal. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya akan
memberi balasan berdasarkan amal yang dikerjakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫إِنَّ َما تُجْ َز ْونَ َما ُك ْنت ُ ْم تَ ْع َملُون‬

Sesungguhnya kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. [ath-
Thûr/52:16]

َ‫ج ََزا ًء بِ َما كَانُوا يَ ْع َملُون‬

Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. [al-Wâqi`ah/56:24].

Berkaitan dengan seorang ahlul-qur`an, Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud pernah


berkata: “Pengemban Al-Qur`ân harus bisa dikenali saat malam hari ketika
manusia tertidur lelap, saat siang hari ketika manusia berbuka, dengan tangisnya
ketika menusia tertawa, dengan wara’nya ketika manusia berbaur, dengan
diamnya ketika manusia larut dalam pembicaraan yang tidak bermanfaat, dengan
kekhusyuannya ketika manusia bersikap angkuh, dan dengan sedihnya ketika
manusia bersuka cita”.

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita sebagai ahlul-qur’an. Yaitu orang-orang


yang selalu menyibukkan diri dengan membaca, mempelajari, mengajarkan dan
mengamalkan al Qur’an. Sehingga pada hari Kiamat, Al-Qur`ân mendatangi
untuk memberi syafaat bagi kita di hadapan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Sebagai wujud memuliakan Al-Qur`ân, hendaklah kita menjaga adab-adab
saat membacanya.

1. Membacanya dalam keadaan yang paling sempurna. Yaitu dengan bersuci,


menghadap kiblat dan duduk dengan sopan.

2. Membacanya dengan tartil dan tidak tergesa-gesa. Karena tidak layak seseorang
membaca Al-Qur`ân dengan terlalu cepat, sehingga dalam waktu kurang dari tiga
hari ia telah selesai mengkhatamkan bacaannya. Padahal terdapat sebuah riwayat
tentang ashabus-sunnan dan dishahihkan at-Tirmidzi, bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ِ َ‫َم ْن قَ َرأ َ ا ْلقُ ْرآنَ فِي أَقَ َّل ِم ْن ثََل‬


ُ‫ث َليَا ٍل لَ ْم َي ْفقَ ْهه‬

Barangsiapa yang (mengkhatamkan) membaca Al-Qur`ân dalam waktu kurang


dari tiga hari maka ia tidak dapat memahaminya.

3. Selalu khusyu’ ketika membacanya, menampakkan kesedihan, dan berusaha


menangis.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang jayyid, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda.

‫ َف ِإ ْن لَ ْم ت َ ْبك ُْوا فَت َ َباك ُْوا‬.‫اُتْلُ ْوا ا ْلقُ ْرآنَ َوا ْبك ُْوا‬

Bacalah Al-Qur`ân dan menangislah. Apabila kamu tidak bisa menangis, maka
berpura-puralah menangis.

4. Hendaklah memperindah suaranya.


Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Sahabat Abu Hurairah, bahwasanya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

َ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم َيتَ َغنَّ ِبا ْلقُ ْرآن‬


َ ‫لَي‬

Bukan golongan kami orang yang tidak membaca Al-Qur`ân dengan irama.

5. Seorang yang membaca Al-Qur`ân hendaklah menyembunyikan suaranya jika


ia khawatir akan menimbulkan riya, atau sum’ah pada dirinya, atau apabila
dikhawatirkan akan mengganggu orang yang sedang shalat.
Selanjutnya, hendaklah seorang muslim berusaha memperbanyak hafalan Al-
Qur`ân di dadanya, karena hal ini termasuk tanda keimanan seseorang, dan salah
satu tanda orang yang diberi ilmu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

َ‫ُور الَّ ِذينَ أُوت ُوا ا ْل ِع ْل َم َو َما يَجْ حَ ُد بِآ َياتِ َنا إِ َّل ال َّظا ِل ُمون‬
ِ ‫صد‬ُ ‫بَ ْل ه َُو آيَاتٌ بَيِ َناتٌ فِي‬

Sebenarnya, Al-Qur`ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-
orang yang diberi ilmu dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali
orang-orang yang zhalim.[al-Ankabut/29:49]

B .HADIST SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM YANG KEDUA

1. PENGERTIAN HADIST
Hadist atau Al-Hadist menurut bahasa Al-Jadid yang artinya sesuatu yang baru
lawan dari Al-Qadim (lama) artinya yang berarti menunjukan kepada waktu yang
dekat atau waktu singkat. Hadist juga sering disebut dengan Al-Khabar, yang
berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain, sama maknanya dengan hadist.
Hadist dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut diatas dapat dilihat pada
beberapa ayat Al-qur’an seperti Qs.At-thur (52):34, Qs.Al-kahfi (18):6, dan
Qs.Ad-dhuha (93):11.
Sedangkan menurut istlah (terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif)
yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Seperti
pengertian hadist menurut ahli ushul akan bebeda dengan pengertian yang
diberikan oleh ahli hadist. menurut ahli hadist, pengertian hadist ialah :
“segala perkataan nabi, perbuatan dan ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW
yang berkaitan dengan himmah, karakteristik sejarah kelahiran dan kebiasaan-
kebiasaannya.
Ada juga yang memberikan pengertian lain:” sesuatu yang disandarkan kepada
nabi saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau’’.
Segabian muhaddisin berpendapat bahwa peengertian hadist diatas merupakan
pengertian yang sempit dan menurut mereka hadist mempunyai cakupan
pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada nabi
saw (hadist marfu) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para
sahabat (hadist mauquf) dan tabi’in (hadist maqtu’).
Para pakar islam membagi dua kehidupan Nabi Muhammad saw, atas dua bagian
yaitu: pertama, kehidupan beliau sebelum menerima wahyu, mulai dari bayi,
kanak-kanak, kemudian dewasa (baligh) sampai batas usia 40 tahun. Kedua,
kehidupan Nabi Muhammad saw mulai dari menerima wahyupertam digoa hiro
dalam usia kematangan sampai beliau wafat pada usia 63 tahun. Namun demikian,
perkataan, perbuatan dan sikap beliau sepanjang hari sejak kecil hingga dewasa
terpuji, sehingga kalangan sahabat dan kerabat beliau diberi gelar sebagai Al-amin
(dapat dipercaya) kehadirannya kedunia ini bagaikan rahmatan lil alamin.
Nabi Muhammad sendiri semasa hidupnya memang melarang para sahabat beliau
mencatat perilaku beliau kecuali hal-hal yang beliau katakan sebagai wahyu, hal
ini untuk mencegah kerancuan antara hadist dengan Al-qur’an, namun kemudian
para ahhli sejarah kembali menghimpunnya, baik dikalangan sunni maupun syiah.
Menurut Ahli Hadist, pengertan Hadist adalah segala perkataan nabi muhammad
saw, perbuatan dan ihwalnya,. Adapun yang dimaksud dengan ihwal adalah segala
yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad saw yang berkaitan dengan himmah,
kerakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sebagai muhaddisin berpendapat bahwa pengertian haist diatas merupakan
pengertian yang sempit, menurut mereka, hadist hadist mempunyai cakupan
pengertian yang sangat luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada
Nabi saw (hadist marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada
para sahabat (hadist maukuf), dan tabi’in (hadist maqti’), sebagai mana yang
disebut oleh Al-tarmizi;
‘’bahwasanya hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu,yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi saw, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf
yang disandarkan kepada sahabat, dan yang maqtu’ yang disandarkan kepada
tabi’in”
Menurut para ulama ushul fiqh, pengertian hadist menurut istilah ialah segala
perbuatan, perkataan, taqrir Nabi muhammad saw yang berkaitan dengan hukum
syara’ dan ketetapannya.
Yang dimaksud dengan taqrir disini ialah membenarkannya Nabi muhammad saw
terhadap perbuata seorang sahabat yang dilakukan dihadapan beliau, atau yang
diberitahukan kepada beliau tetapi beliau sendiri tidak menegur atau
menyalahkannya.
Hadist juga disebut Sunnah, bahkan menurut jumhur ulama, sunnah merupakan
Muradif (sinonim) dari hadist. Sunnah menurut bahasa mempunyai beberapa arti,
seperti jalan yang terpuji, jalan atau cara yang dibiasakan, kebalikan dari bid’ah
serta apa yang diperbuat oleh sahabat, baik ada dasar dari dalam al-Quran, hadist,
atau tidak.
Sunnah menurut istilah, sebagaimana yang dirumuskan oleh ulama ahli
hadist ialah segala yang dipindahkan dari Nabi Muhammad Saw, baik berupa
perbuatan, perkataan, maupun taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan
hidup, dan baik yang demikian itu terjadi sebelum masa kenabian atau
sesudahnya. Sunnah dalam pengertian inilah, menurut jumhur ulama hadist yang
merupakan muradif dari hadist.
Menurut rumusan ulama ushul fiqh, sunnah menurut istilah ialah segala yang
dipindahkan dari Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, atau
taqrir, yang mempunyai kaitan hukum.
2. BENTUK-BENTUK HADIST
a. Hadist Qudsiy
Hadist qudsiy ialah hadist yang disampaikan oleh rasullullah saw kepada para
sahabat dalam bentuk wahyu, akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari
ayat Al-Qur’an.
Ciri-ciri hadist qudsiy:
1) Ada redaksi hadist qala-yaqulu allahu
2) Ada redaksi fi ma rawa/ yarwihi ‘anillahi fabaraku wata’ala
3) Redaksi lain yang semakna dengan redaksi diatas, setelah selesai menyebut
rawi yang menjadi sumber pertamanya, yakni sahabat. Contoh hadist qudsiy.
“Dari Abi Dzar, dari Nabi saw, Allah swt berfirman :”wahai hamba-hamba-Ku,
sungguh Aku mengharamkan kedzaliman pada diri-Ku, (lebih kerena itu) Aku
menjadikannya diantara kamu sekalian hal-hal yang diharamkan, maka dari itu
janganlah kalian berbuat dzalim” (HR. Muslim).
b. Hadist Qauli
Hadist qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
saw, baik berupa perkataan atau pun ucapan yang memuat berbagai maksud
syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlak, atau
lainnya.
c. Hadist Fi’li
Yang dimaksud dengan fi’li ialah segala yang disandarkan kepada Nabi saw
berupa perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti hadist tentang shalat atau
haji.
d. Hadist Taqriri
Hadist taqriri adalah segala yang berupa ketetapan Nabi saw terhadap apa yang
datang dari sahabatnya. Nabi saw membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan
oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat baik megenai pelakunya
maupun perbuatannya.
e. Hadist Hammi
Hadist hammi adalah hadist yang berupa keinginan Nabi saw yang belum
terealisasikan, seperti halnya keinginan untuk berpuasa 9 Asyura, didalam riwayat
Ibnu Abbas, disebutkan;
“Ketika Nabi Saw berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan para sahabat
untuk berpuasa, mereka berkata ,: Ya Rasullullah hari ini adalah hari yang
diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Nabi Bersabda, “tahun yang
akan datang insya’allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR.
Muslim dan Abu Daud).
Nabi Muhammad Saw belum sempat merealisasikan keinginannya, kerena beliau
wafat sebelum bulan Asyura. menurut imam Syafi’i dan para pengikutnya,
menjalankan hadst ini disunnahkan sebagaimana sunah-sunah lainnya.
f. Hadist Ahwali
Yang dimaksud hadist ahwali adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi Saw yang
menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. tentang keadaan fisik
Nabi Muhammad Saw dalam beberapa hadist disebutkan bahwa tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah. sebagaimana yang dikatakan oleh Al-bara dalam
sebuah hadist riwayat bukhari sebagai berikut : “Rasullullah saw adalah manusia
yang sebaik-baik rupa dan tubuh, keadaan fisiknya tidak terlalu tinggi dan
pendek.” (HR. Bukhari).
3. Unsur-unsur Hadist
a. Sanad
Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran. sedangkan
menurut istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru Bin Jama’ah
dan Al-thiby menyatakan bahwa sanad adalah berita tentang jalan matan. dan ada
juga yang menyatakan silsilah para perawi yang memikulkan hadist dari
sumbernya yang pertama.
b. Matan
Matan menurut bahasa mairtafa’amin al-ardhi (tanah yang ditinggalkan),
sedangkan menurut istilah adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad. Ada
juga yang menyebutkan bahwa matan adalah lafadz-lafadz yang didalamnya
mengandung makna-makna tertentu. Dari semua pengertian tersebut menunjukan
bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi atau lafadz hadist itu sediri.
c. Rawi
Rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadist.

4. Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran


Dalam kitab suci al-Quran terdapat ayat-ayat yang tidak jelas maksudnya. ayat-
ayat yang seperti ini memerlukan penjelasan. Penjelasan diberikan oleh
Rasullullah saw, melalui hadist /sunnah-sunnahnya. Oleh kerena itu fungsi hadist
terhadap al-Quran ialah lil bayan atau untuk memeberikan penjelasan.
meurut pendapat sy-syafi’i, ada lima macam bayan atau penjelasan yang diberikan
oleh hadist kepada al-Quran, yaitu:
a. Bayan tafshil : penjelasan untuk menjelaskan ayat-ayat mujmal atau ayat-
ayat yang sangat ringkas petunjuknya.
b. Bayan takhshish : penjelasan untuk menentukan suatu dari ayat yang sangat
umum sifatnya.
c. Bayan ta’yin : penjelasan untuk menentukan mana yang sesungguhnya
dimaksud dari dua atau tiga erkara yang mungkin dimaksudkan.
d. Bayan tasyri’ : penjelasan yang bersifat menetapkan suatu hukum yang tidak
terdapat dalam al-Quran.
e. Bayan nasakh : penjelasan untuk menentukan mana yang mengganti dan
yang mana yang diganti dari ayat-ayat yang terlihat seperti berlawanan.
5. Beberapa petunjuk dan ketentuan umum dalam memahami hadist
a. Memahami hadist sesuai petunjuk Al-Qur’an
b. Menghimpun hadist-hadist yang terjalin dalam tema yang sama
c. Menggabungkan antara hadist-hadist yang tampaknya bertentangan
d. Memahami hadist dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi
dan kondisinya serta tujuannya ketika di ucapkan
e. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan sasaran yang tetap.
f. Membedakan antara ucapan yang bermakna sebenarnya dan yang bersifat
majas (kiasan) dalam memahami hadist.
g. Memastikan makna dan konotasi kata-kata dalam hadist
5. PERBEDAAN AL-QURAN DAN AL-HADITS
1. Al-Quran memiliki bahasa dan makna yang berasal dari Allah SWT,
sedangkan Hadits memiliki bahasa dan makna yang berasal dari
Rasulullah SAW.
2. Al-Quran dalam periwayatannya tidak bisa hanya disampaikan dengan
maknannya saja, namun Hadits dalam periwayatannya dapat disampaikan
hanya dengan makannya saja.
3. Al-Quran merupakan sebuah mukzijat, sedangkan Hadits bukanlah sebuah
Mukzijat.
4. Isi Al-Quran wajib dibacakan ketika shalat, sedangkan Hadits tidak
diperbolehkan.
5. Al-Quran mendapat jaminan keutuhannya, kesempurnaanya, dan
kebenarannya sepanjang masa oleh Allah SWT, sedangkan hadits tidak
terjamin kemurniannya.
6. Al-Quran merupakan ketetapan dari Allah SWT, sedangkan hadits
merupakan contoh perilaku, pikiran, perbuatan, dan ucapan dari Rasulullah
SAW.
7. Bahasa Al-Quran Bersifat umum, sedangkan Hadits bersifat khusus.
8. Membaca Al-Quran mendatangkan pahala, sedangkan Hadits tidak ada
pahala secara khusus.
9. Al-Quran tidak boleh dipegang oleh orang yang junub, sedangkan hadits
boleh, dsb
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Al-Quran dan al-hadist adalah sebagai sumber ajaran agama islam yang telah
ditinggalkan oleh rasullullah saw, yang merupakan segala macam cara untuk
memecahkan semua permasalahan yang ada sepanjang hidup manusia.
Pengertian alqur’an adalah kallam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada seluruh ummt manusia sampai akhir
zaman nanti. Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan, al-Quran juga sebagai
peringatan bagi ummat manusia, juga sebagai pembeda atas Nabi Muhammad
terhadap Nabi-Nabi sebelumnya.
Sedangkan Al-hadist adalah segala sesuatuyg mengenai perbuatan maupun
perkataan Rasullullah saw dan yang menyangkut hal ihwalnya. Hadis terdiri dari
beberapa unsur diantaranya; sanad, matan dan rawi. Adapun kegunaan dari hadist
itu sendiri adalah: untuk menjelaskan ayat-ayat al-Quran yang penjelasannya
bersifat umum.
B. SARAN
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu kami mohon maaf. Dan kami sangat berharap atas
kritikan dan saran yang bersifat membangun. mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat untuk kita semua dan khususnya bagi kami sebagai penulis.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36018569/HADITS_SEBAGAI_SUMBER_AJARAN
_ISLAM
https://www.academia.edu/30068509/Al-
Quran_Sebagai_Sumber_Ajaran_Islam_yang_pertama

Anda mungkin juga menyukai