Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TENTANG

ULUMUL QUR’AN

DOSEN PENGAMPUH
NUR HAKIMAH, M.Pd

NAMA : HOLIS MAJID ( 23090035)


MHD JUMADI ( 23090036 )

PRODI : MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


MANDAILING NATAL
(STAIN MADINA)
2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-
hambanya.Alhamdulillah karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makalah ulumul Qur’an ini. Adapun maksud dan tujuan kami disini yaitu menyajikan
beberapa hal yang menjadi materi dari makalah kami. Makalah ini membahas mengenai
“Ulumul Qur’an”. Makalah ini menggunakan bahasa yang mudah dimengerti untuk para
pembacanya.

Kami menyadari bahwa didalam makalah kami ini masih banyak kekeurangan , kami
mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan
dapat berguna semaksimal mungkin. Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyempurnaan makalah ini.

Panyabungan, September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................................1
KATA PENGANTAR ......................................................................................................2
DAFTAR ISI .....................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................4
C. Tujuan Pembuatan Makalah .........................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an............................................................................................5
B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an ....................................................................................4
C. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan..............................................................................6
D. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an..........................................................................10
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................................13
B. Saran ..........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKAN

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-Quran
sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan maupun
pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain merupakan sumber
utama bagi ajaran islam, Al-qur’an juga sebagai pedoman, sumber rujukan bagi umat islam
yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun akhirat.

Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah
ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran
maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian
ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.

Sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada baiknya kita mengerti terlebih
dahulu sejarah adanya ulumul Qur’an. Dengan adanya pokok pembahasan ini diharapkan
mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat islam yaitu Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah

1) Apa pengertian ilmu, Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an ?

2) Apa saja yang merupakan ruang lingkup dari ilmu Al-Qur’an ?

3) Bagaimana cara pembukuan serta pembakuan dari ilmu-ilmu Al-qur’an ?

4) Bagaimana sejarah serta perkembangan Al-Qur’an?

C. Tujuan Masalah

1) Untuk mengetahui pengertian ilmu, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an.

2) Untuk mengetahui ruanglingkup pembahasan ulumul Qur’an.

3) Untuk mengetahui betapa pentingnya mendalami ilmu Al-Qur’an.

4) Untuk mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.

4
BAB II
PEMBAHASAN
Alquran adalah mukjizat Islam yang abadi di mana semakin maju ilmu pengetahuan,
semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT. membebaskan manusia dari
berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi dan menurunkannya kepada Nabi Muhammad
SAW., demi membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada
para sahabatnya sebagai penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat
mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka
terima, mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah.

A. Pengertian ‘Ulumul Qur’an


1. Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang
berarti ilmu-ilmu.[1] Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman
terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2. Arti Kata Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama
dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a”
yang artinya membaca.
Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah Al-Fatihah
dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya
merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung
mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang
ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian,
secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan
dengan al-Qur’an.[2]
3. Arti Kata Ulumul Qur’an

5
Kata ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertian
bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,
baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan
berbagai defenisi Ulumul Qur’an.

B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama
menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-
ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat
dalam Al Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran mengandung
makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang
terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an
mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat
dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka
jumlahnya menjadi tidak terhitung.

Firman Allah :
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.(Q.S. Al-Kahfi :109).[3]

Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul


Quran itu kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:

Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat
turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al quran.[4]
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang
mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para
penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof
(cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif
hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin
kepada bunyi huruf sesudahnya)
6
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib
(pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal yang
mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan tasbih
(penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat yang
bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang dimaksud
khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir, yang
mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan
pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas),
yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil
(maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam
(didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan
yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah)
wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[5]
C. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan

Ulumul Qur’an.Meskipun nama ilmu-ilmu yang menjadi pembahasan Ulumul Quran


telah disebutkan secara sepintas lalu, namun untuk lebih mengenalnya perlu dikemukakan
beberapa macam yang penting diketahui seorang yang hendak menafsirkan atau
menerjemahkan Alquran. Ilmu-ilmu Alquran pada dasarnya terbagi ke dalam dua kategori.
Pertama, ilmu riwayah, yaitu ilmu-ilmu yang hanya dapat diketahui melalui jalan riwayat,
seperti bentuk-bentuk qiraat, tempat-tempat turunnya Alquran, waktu-waktu turunnya.
Kedua, ilmu dirayah, yaitu ilmu-ilmu yang diketahui melalui jalan perenungan, berpikir, dan
penyelidikan, seperti mengetahui pengertian lafal yang gharib, makna-makna yang
menyangkut hukum, dan penafsiran ayat-ayat yang perlu ditafsirkan.

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Alquran yang terpokok.[6]

a. Ilmu Mawathin al-Nuzul


Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya. Di
antara kitab yang membahas ilmu ini adalah Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Al-Suyuthi.
b. Ilmu Tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan
turunnya sampai akhir serta urutan turun surah dengan sempurna.
c. Ilmu Asbab al-Nuzul

7
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. Di antara kitab yang penting dalam hal ini
adalah kitab Lubab al-Nuqul karya Al-Suyuthi. Namun, perlu diingat bahwa banyak riwayat
dalam kitab ini yang tidak sahih.

d. Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Alquran yang telah diterima dari Rasul SAW.
Ada sepuluh qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah. Tulisan Alquran yang
beredar di Indonesia adalah menurut qiraat Hafsh, salah satu qiraat yang ke tujuh. Kitab yang
paling baik untuk mempelajari ilmu ini adalah Al-Nasyr fi al-Qiraat al-Asyr karangan Imam
Ibn al-Jazari.

e. Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Alquran dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana
tempat memulai, berhenti, bacaan yang panjang dan yang pendek, dan sebagainya.

f. Ilmu Gharib Alquran


Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus
bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti
menjelaskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi. Di antara kitab penting dalam ilmu ini
adalah Al-Mufradat li Alfaz al-Qur’an al-Karim karangan Al-Raghib al-Ashfahani. Kitab ini
sangat penting bagi seorang mufassir atau penerjemah Alquran.

g. Ilmu I’rab Alquran


Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Alquran dan kedudukannya dalam susunan kalimat. Di
antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Imla’ al-Rahman karangan Abd al-Baqa al-Ukbari.

h. Ilmu Wujuh wa al-Nazair


Ilmu ini menerangkan kata-kata Alquran yang mengandung banyak arti dan menerangkan
makna yang dimaksud pada tempat tertentu. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mu’tarak
al-Aqran karangan Al-Suyuthi.

i. Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih


Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang
mutasyabih (samar maknanya, perlu ditakwil). Salah satu kitab menyangkut ilmu ini ialah Al-
Manzumah al-Sakhawiyah karangan Al-Sakhawi.

Inilah beberapa macam ilmu Alquran yang sangat ditentukan oleh Ash-Shiddieqy
untuk memahirkan oleh setiap orang yang bermaksud menafsirkan atau menterjemahkan

8
Alquran. Sebelum itu, ia juga harus menguasai ilmu balaghah, bahasa dan kaidah-kaidahnya,
ilmu kalam dan ilmu ushul. Namun demikian, tampaknya masih banyak lagi ilmu-ilmu yang
harus dikuasai oleh seorang mufassir atau penerjemah. Setidaknya satu ilmu lagi harus
ditambahkan kepada ilmu-ilmu yang disebutkan Ash-Shiddieqy di atas, yaitu ilmu tafsir.[7]

Ilmu tafsir merupakan bagian dari Ulumul Quran. Ilmu tafsir berfungsi sebagai alat
untuk mengungkap isi dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran. Ulumul Quran
lebih umum dari ilmu tafsir karena Ulumul Quran ialah segala ilmu-ilmu yang mempunyai
hubungan dengan Alquran. Ilmu tafsir tidak kurang penting dari ilmu-ilmu di atas, terutama
setelah berkembangnya dengan menampilkan berbagai metodologi, corak, dan alirannya.
Kadang-kadang Ulumul Quran ini juga disebut Ushul At-Tafsir (dasar-dasar/prinsip-prinsip
penafsiran), karena memuat berbagai pembahasan dasar atau pokok yang wajib dikuasai
dalam menafsirkan Alquran.

D. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, Ulumul Quran tidak lahir
sekaligus. Ulumul Quran menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan
dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Alquran dari
segi keberadaannya dan segi pemahamannya. Makalah ini akan memaparkan perkembangan
Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., masa Khulafa al-Rasyidin, dan masa Tadwin
(Penulisan Ilmu).

1. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Rasulullah SAW


Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah
SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri
dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran dipelajari secara lisan, hal ini
berlangsung terus sampai beliau wafat.[8] Karena para sahabat yang menerima Alquran asli
orang Arab dengan keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan, kemampuan menangkap
makna yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang
dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan
kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat
tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :

“Dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman …” (QS Al-An’am (6): 82).
Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi) dirinya !”.

9
Nabi menjawab, “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah kalian
mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”. [9] Nabi
menafsirkan kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di bawah ini :

“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13). “

Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya tidak diragukan
lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah yang mengajari segala sesuatunya.

Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak dibukukan di masa
Rasulullah SAW. dan sahabat.

Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar


untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat menjelaskan maksudnya.

Kedua, para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.

Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.

Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi
SAW. maupun di zaman sahabat.[10]

Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari orang-orang buta huruf, dan alat tulis
menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan mudah. Itu juga merupakan halangan bagi
kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran.[11]

Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW., untuk menuliskan selain Alquran. Hal ini
seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :

‫ﻻﺘﻜﺘﺒﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻤﻥﻜﺘﺏﻋﻨﻰﻏﻴﺭﺍﻠﻘﺭﺍﻥﻓﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩﺜﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻻﺤﺭﺝﻭﻤﻥﻜﺫﺏﻋﻠﻲﻤﺘﻌﻤﺩﺍﻓﻠﻴﺘﺒﻭﺃﻤﻘﻌﺩﻩﻤﻥﺍﻠﻨﺎﺭ‬

Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan barang siapa yang
menuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya, dan ceritakanlah apa yang kalian
dengar dariku karena itu tidak apa-apa, barang siapa yang berbohong kepadaku dengan
sengaja maka bersiaplah untuk mencari tempat duduk di neraka”.[12]

Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya pencampuran Alquran


dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada masa Rasulullah SAW., penulisan Alquran
dilakukan oleh beberapa penulis wahyu yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin
Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.

10
2. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan
melalui penuturan secara lisan.[13]Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi
pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan pengikut Musailamah al-
Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal
Alquran yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk
menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk
menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan Alquran
dalam bentuk mushaf.

Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non
Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf
induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-
daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya
yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman wilayah
Islam bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa
yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat
akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan dikhawatirkan akan
terjadinya perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang bacaan Alquran yang menjadi
standar bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari
tulisan-tulisan aslinya sebuah Alquran yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya
penyalinan ini maka berarti Utsman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang
disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm al-Utsmani.[14]

Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu Alquran.
Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan
dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh Abu al-Aswad
al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk
memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Alquran dari keteledoran
pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu Nahwu dan I’rab
Alquran.[15]

11
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini dibagi kepada tiga bagian yaitu,
Perkembangan Ulumul Quran pada masa Rasulullah SAW., Perkembangan Ulumul Quran
pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan Ulumul Quran pada masa Tadwin
(Penulisan Ilmu).
Sebenarnya dalam penyampaian dalam memperdalam ulumul quran sangatlah luas, dan
banyak sekali manfaat dalam mempelajari ilmu al quran, penulis makalah juga merasa betapa
bodohnya kita setelah mempelajari ilmu alquran bahwaanya wawasan serta ilmu yang di
miliki tidak sebanding.
Dan ilmu al quran ini sejak zaman dahulu para ulama juga mempelajarinya seperti halnya
yang di katakan imam Al-Suyuthi bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka kepada setiap
ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang belum terjamah para
ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian ilmu ini dapat dibenahi
dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran
sebagai anak kunci bagi para mufassir.
B. SARAN
Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia utama di
akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di wahyukan kepada
nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan sesungguhnya sumber dari
segala sumber ilmu adalah al quran.

12
Daftar Pustaka

Al-Quran dan Terjemahannya ( Cet.X Bandung, CV Penerbit Diponegoro, 2005), hal. 277

Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 11

M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6


4. Rosihon Anwar,op, cit. hla 14

Syadili,ahmad. Op, cit. hal. 18.


. Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Bulan Bintang,
Jakarta, 1972, hlm. 105-108.
.Wahid, Ramli Abdul, Op. Cit., hlm. 27.
8. Al-Shadr, Muhammad Bakir, al-Madrasah al-Qur’aniyyah, Syariat, Iran, 1426 H, hlm.
213.
9.Manna al-Qaththan, Op. Cit., hlm. 4.

[10] . Al-Shalih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran, Dar al ‘Ilm Li al-Malayin, Beirut,
1977, hlm. 120.
[11] . Al-Shalih, Shubhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Mabahits fi Ulumil Qur’an), Cet.
IX, Alih bahasa; Tim Pustaka Firdaus, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1990, hlm. 156.

[12]. Al-Zarqany, Muhammad Abd al-Azhim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz I, Isa
al-Baby al-Halaby wa Syirkah, Mesir, (tt), hlm. 28.

[13] . Al-Shobuny, Mohammad Aly, at-Tibyan fi Ulumil Qur’an, Alam al-Kitab, Beirut, (tt),
hlm. 52

[14] . Al-Zarqani, Muhammad Abd al-Azim, Op. Cit., hlm. 30


[15] . Ibid.
[16] . Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Quran, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 17.
[17] . Waki’ bin al-Jarrah bin Malih bin ‘Adi’. Nama panggilannya Abu Sufyanar-Ruwasi al-
Kufi, dari Tsauri. Hadis yang berasal darinya diketengahkan oleh ‘Abdullah bin al-Mubarrak,
Yahya bin Adam,Ahmad bin Hanbal dan ‘Ali bin al-Madani. Lahir 128 H. dan wafat 197 H.
Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu’in mengatakan: “Orang yang terpercaya di Iraq adalah
Waki’”. (Lihat Tarikh Baghdad XIII, hlm. 466 – 481).

13

Anda mungkin juga menyukai