Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan
karunia baik Kesehatan dan kesempatan sehingga alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini, shalawat serta salam juga tercurah kepada sang peradaban umat atau kekasih
allah yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah
dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa
kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Dalam rangka melengkapi
tugas dari mata kuliah Ulumul Quran pada Program Studi Tadris Matematika dengan ini
penulis mengangkat judul “Ulumul Quran dan Perkembangannya”.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.

Ternate, 17 juni 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................         
DAFTAR ISI..................................................................................................        

BAB I       PENDAHULUAN ...............................................................................


A.    Latar Belakang ...........................................................................................   
B.    Rumusan Masalah ......................................................................................... 
C.    Tujuan penulisan   ..................................................................................       

BAB II       PEMBAHASAN...................................................................................


A.    Pengertian ulumul quran .................................................................................
B.     Ruang lingkup dan objek ulumul quran .......................................................   
C.     Sejarah perkembangan ulumul quran ........................................................     

BAB III    PENUTUP..............................................................................................


A.    Kesimpulan ...............................................................................................       
B. Saran..................................................................................................................
C. Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          Betapa pun awamnya seorang muslim/muslimat, niscaya is tahu dan memang memang
harus tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya (Islam) ialah al-
Qur’an al-Karim. Baru kemudian didikuti dengan al-Hadsits/al-Sunnah sebagai sumber
penting kedua agama Islam. Beberapa hari menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW
berwasiat kepada umatnya supaya berpegang teguh dengan kedua sumber ajaran Islam
tersebut (al-Qur’an dan al-Sunnah). Mempelajari buku-buku keagamaan yang lain semisal
kalam, fiqih, dan khususnya hadits juga penting, tetapi betapa pun banyaknya buku-buku
keagamaan dan keislaman yang tumbuh dan berkembang dewasa ini, semangat untuk
mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an janganlah diabaikan. Inilah beberapa pokok pikiran yang
menjadi dasar utama bagi penulis.

Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-
Quran sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan
maupun pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain
merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an  juga sebagai pedoman, sumber
rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun
akhirat.

Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah
ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-
Quran maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan ilmu-ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.

Sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada baiknya kita mengerti


terlebih dahulu sejarah adanya ulumul Qur’an dan perkembanganya Dengan adanya
pokok pembahasan ini diharapkan mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat
islam yaitu Al-Qur’an.

B.   Rumusan Masalah

1. Menjelaskan pengertian Ulumul quran


2. Menjelaskan ruang lingkup dan objek ulumul quran
3. Mmenjelaskan sejarah perkembangan ulumul quran

 C.   Tujuan Penulisan


            Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi
tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya
mampu memahami Ulumul quran dan perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ulumul Quran


         Kata ulum Qur’an tersusun dari dua kata secara idhofi, yaitu terdiri
dari mudhof dan mudhof ilaih, kata ulum diidhofahkan pada al-Qur’an. Dari dua unsur kata
tersebut maka didapat makna ulum dan al-Qur’an dan menjadi kalimat ulumul-Qur’an.[1]

1.       Arti kata ulum


           Kata ulum secara etimologi adalah merupakan jamak dari ilmu, kata ilmu itu sendiri
adalah mashdar yang mempunyai arti pengetahuan atau pemahaman.

2.      Arti kata al-Qur’an


            Secara etimologi kata al-Qur’an merupakan mashdar dari kata qaraa yang maknanya
sama dengan kata qiraah yang berarti bacaan, kemudian diberi makna sebagai isim
maful yaitu maqru yang artinya ‘yang dibaca’. Pemaknaan ini sebagaimana diisyaratkan dari
QS. al-Alaq yang merupakan perintah kepada umat manusia untuk membaca (iqra),
penamaannya termasuk katagori ‘tasmiyah al-maful bil mashdar’ (penamaan isim maful
dengan mashdar). Penamaan ini merujuk pada QS al-Qiyamah (75) ayat 17-18

Artinya. 17 “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya”. 18. “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu”.

              Dari segi terminologinya al-Qur’an di definisikan para pakar ushul fiqih, fiqih dan
bahasa Arab adalah sebagai Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjijat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah (1)
sampai akhir surat an-Nas (114)
            Definisi al-Quran yang dikemukakan para ulama yang maknanya mampu
membedakan dengan definisi yang lain adalah.

‫القرآن هو كالم هللا المنزل على محمد عليه السالم المتعبد بتالوته‬

Artinya : Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw.
Yang pembacanya merupakan suatu ibadah.

Untuk mendapatkan penjelasan Arti Quran secara istilah (etimologi), maka


dikemukakan pengertian-pengertian sebagai berikut :

a. Definisi `kalam` (ucapan) merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan
dengan menghubungkannya dengan Allah (kalamullah) berarti tidak semua masuk
dalam kalam manusia, jin dan malaikat.
b. Batasan dengan kata-kata (almunazzal) `yang diturunkan` maka tidak termasuk kalam
Allah yang sudah khusus menjadi milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman
Allah.
Artinya : Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).
c. Batasan dengan definisi hanya `kepada Muhammad saw` tidak termasuk yang
diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat, injil dan yang lain.
d. Sedangkan batasan (al-muta'abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan suatu
ibadah` mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi

Al-Qur’an sebagai Kalamullah meliputi pengertian kalam Nafsi dan


kalam Lafzhi. Kalam Nafsi adalah kalam dalam pengertian abstrak, ada pada Zat (Diri) Allah,
bersifat qadim dan azali tidak berubah oleh adanya perubahan ruang, waktu dan tempat,
dengan demikian Kalamullah bukanlah makhluk. Sedangkan kalam Lafzhi dalam pengertian
yang sebenarnya (hakikat), dapat ditilis, dibaca dan disuarakan oleh makhluqNya, yakni
berupa al-Qur’an yang biasa dibaca sehari-hari oleh kaum muslimin, dengan demikian kalam
Lafzhi bersifat hadits (baru) dan termasuk makhluk.
        Al-Qur’an merupakan formulasi kalam Nafsi Allah ke dalam kalam Lafzhi dan
menempatkannya di Lauh Mahfuzh, sebagaimana firman Allah yang tertuang dalam QS al-
Buruj (85) ayat 21-22.
Artinya : 21. “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, 22. “Yang
(tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
          Setelah itu Allah mewahyukan kepada Malaikat Jibril untuk diturunkan ke Langit
Dunia (Baitul Izzah) dengan penurunan yang sekaligus, setelah itu Jibril menurunkannya
kepada Nabi Muhammad SAW. secara berangsur-angsur.

            Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat dengan karena kejadiannya luar biasa,
redaksinya indah dan akurat, banyak memberitakan hal ghaib dan memiliki isyarat keilmuan
(ilmiah).

3. Arti Ulumul Qur’an


         Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.

          Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun definisi al-
Qur’an secara terminologi menurut Abu Syahbah, adalah : Sebuah ilmu yang memiliki
banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan,
urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-
mansukh, muhkam-mutayabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.

          Jadi, yang dimaksud dengan u`lumul-Qu`ran ialah ilmu yang membahas masalah-


masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu nuzuul."sebab-sebab
turunnya al-Qur`an", pengumpulan dan penertiban Qur`an, pengetahuan tentang surah-surah
Mekah dan Madinah, An-Nasikh wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan Qur`an.
          Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena yang
dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang Mufassir
sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an.

B.     Ruang Lingkup dan Objek Ulumul Quran

           Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan
yang sangat luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an,
baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu
balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang
tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang
ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia
mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari
77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan
dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin,
terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan inimasih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika
dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Firman Allah :’ Katakanlah: Sekiranyalautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).

Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul


Quran itu kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:

Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan
tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al
quran.
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang
mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para
penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof
(cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif
hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin
kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib
(pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal
yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan
tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat
yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang
dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir,
yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang
berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq
(tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih
(samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh
(dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan)
pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl
(pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr
(pendek).

             Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas  al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-


Itqan fi ’Ulum  Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat
diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi
cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :

1. Pengenalan Terhadap Al-Qur’an


2. Kaidah-kaidah tafsir
3. Metode-metode tafsir
4. Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.

Komponen pertama (Pengenalan terhadap al-Qur’an) mencakup :


(a) Sejarah al-Qur’an,
(b) Rasm al-Qur’an
(c) I’jaz al-Qur’an
(d) Munasabah al-Qur’an
(e) qushah al-Qur’an
(f) jadal al-Qur’an
(g) aqsam al-Qur’an
(h) amtsal al-Qur’an
(i) nasikh dan mansukh
(j) muhkam dan mutasyabih
(k) al-qiraat.

 Komponen kedua (Kaida-kaidah tafsir) mencakup :


(a)  ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an
(b) sistematika yang hendaknya ditempuh dalam menguraikan penafsiran
(c) patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat al-Qur’an,baik dari ilmu-
ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik langsung dari penggunaan al-
Qur,an. Sebagai contoh, dapat  dikemukakan kaidah-kaidah berikut :
(a) kaidah ism dan fi’il
(b) kaidah ta’rif dan tankir
(c) kaidah istifham dan macam-macamnya
(d) ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in, iza; dan lain-lain
(e) kaidah su’al dan jawab
(f) kaidah pengulangan
(g) kaidah perintah sesudah larangan
(h) kaidah penyebutan nama dalam kishah
(j) kaidah penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan lain-lain.

            Komponen ketiga (metode-metode tafsir) mencakup metode-metode tafsir yang


dikemukakan oleh ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-ra’yu, al-ma’tsur, al-
isyariy, disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode
pengembangannya, dan juga mencakup juga metode mutaakhir dengan keempat
macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy.

            Komponen keempat (kitab tafsir dan para mufassir) mencakup pembahasan tentang
kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggris, atau
indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya,
metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
             Dari uraian diatas menggambarkan bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan
yang sangat luas, antara lain ilmu nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa
al-mansukh dan ilmu fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya. 

Karena begitu luasnya cakupan kajian ‘Ulumul Qur’an, maka para ulama harus
mengakhiri definisi yang mereka buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan ini
menunjukkan, kajian ulumul quran tidak hanya hal-hal yang disebutkan dalam definisi itu
saja, tetapi banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin disebutkan dalam definisi.
Ibnu Arabi (w 544 H), seperti yang dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan, Ulumul Qur’an
mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya. Hal itu sesuai dengan pendapat
sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata dalam Al-Quran mempunyai makna
lahir dan bathin, selain itu terdapat pula hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Maka
dengan demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan Allah sajalah yang mengetahuinya
secara pasti.

               Sedang pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau
aliran tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi, bayan, falsafi, adabi,
ijtima’iy, dan lain-lain.

a. Objek Ulumul-Qur’an
Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri dari seluruh segi-segi kitab  
tersebut yang meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut Hatta Syamsudin (2008:6) mengamukakan bahwa Objek
Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :

1. Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an


Yaitu : sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in, dan
perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang
ulumul quran di setiap zaman dan tempat.

2. Pengetahuan tentang Al-Quran


Yaitu : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu,
Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.
3. Metodologi Penafsiran Al-Quran
Yaitu : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya,
Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam
& Mutasyabih, Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh.

C. Sejarah Perkembangan Ulumul Quran

             Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-


tiap fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran
menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut
beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul-Quran.

1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.

Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah
SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran dipelajari secara lisan,
hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat.  Karena para sahabat yang menerima
Alquran asli orang Arab dengan keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan,
kemampuan menangkap makna yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah
orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan
memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan
kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :
 “Dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman ” (QS Al-An’am (6):
82). Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi)
dirinya”. Nabi menjawab, “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah
kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”. Nabi
menafsirkan kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di bawah ini :
 “Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13).
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya tidak
diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah yang mengajari
segala sesuatunya.

Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak
dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat.
 Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar
untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat menjelaskan maksudnya.
Kedua,  para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.

Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di
masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat. Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari
orang-orang buta huruf, dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan
mudah. Itu juga merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran.
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW, untuk menuliskan selain Alquran. Hal
ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :

k‫ﺭ‬k‫ﻤﻥﺍﻠﻨﺎ‬k‫ﻩ‬k‫ﻤﻘﻌﺩ‬k‫ﻠﻴﺘﺒﻭﺃ‬k‫ﺍﻓ‬k‫ﻤﺘﻌﻤﺩ‬k‫ﻋﻠﻲ‬k‫ﺏ‬k‫ﺫ‬k‫ﻭﻤﻥﻜ‬k‫ﺝ‬k‫ﺤﺭ‬k‫ﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻻ‬k‫ﺜ‬k‫ﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩ‬k‫ﺍﻥﻓ‬k‫ﺍﻠﻘﺭ‬k‫ﻴﺭ‬k‫ﻋﻨﻰﻏ‬k‫ﺘﺏ‬k‫ﺘﺒﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻤﻥﻜ‬k‫ﺘﻜ‬k‫ﻻ‬

Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan barang siapa yang
menuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya, dan ceritakanlah apa yang kalian
dengar dariku karena itu tidak apa-apa, barang siapa yang berbohong kepadaku dengan
sengaja maka bersiaplah untuk mencari tempat duduk di neraka”.

Larangan beliau itu didorong kekhawatiran akan terjadinya pencampuran Alquran


dengan hal-hal yang bukan dari Alquran. Pada masa Rasulullah SAW., penulisan Alquran
dilakukan oleh beberapa penulis wahyu yaitu Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin
Jabal, Muawiyah bin Abi Sufyan, Khulafaur Rasyidin dan sebagainya.
Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung
dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat
dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.

a. Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata
diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi
(Anfal :60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)

b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.


     
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang
membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta
yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak
melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka
berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.

c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga
kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis
dari aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas
namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka (HR Muslim).

2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah


              Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul-Quran mulai
berkembang pesat, di antaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana
berikut:
a. Khalifah Abu Bakar  :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg
pertama  yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin
Tsabit
b. Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada
satu mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-
salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf
tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini
dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c. Kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada  Abu 'aswad Ad-Du'ali
meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan
memberikan ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai
permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.

3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in

a. Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya.

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-


makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan
kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama
dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-
murid mereka , yaitu para tabi'in.

            Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah: Empat orang Khalifah
( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )

1. Ibnu Masud,
2. Ibnu Abbas,
3. Ubai bin Kaab,
4. Zaid bin sabit,
5. Abu Musa al-Asy'ari dan
6. Abdullah bin Zubair.

             Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan
sudah tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat
dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

b. Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya


            Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil
ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan
ijtihad dalam menafsirkan ayat, yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai
berikut :
1. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'iKrimah
bekas sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan 'Ata' bin abu
Rabah.
2. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin
Ka'b al Qurazi.
3. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal :  'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin
Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
             Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur'an,
ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini
tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan (imla).

4. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Khulafa al Rasyidin 

Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan
melalui penuturan secara lisan. Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi
pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan pengikut Musailamah al-
Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal
Alquran yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk
menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk
menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan
Alquran dalam bentuk mushaf.

Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada
mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke
daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf
lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman
wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan
bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan
kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab.
Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang
bacaan Alquran yang menjadi standar bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya
kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Alquran yang
disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman telah
meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm
al-Utsmani.

Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu
Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab,
kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh
Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini
dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Alquran dari
keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya
ilmu Nahwu dan  I’rab Alquran.

a. Perkembangan Ulumul Quran Pada Masa Tadwin (Penulisan Ilmu)


Setelah berakhirnya zaman khalifah yang Empat, timbul zaman Bani Umayyah.
Kegiatan para sahabat dan Tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu
pada penyebaran ilmu-ilmu Alquran melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara
lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai
persiapan bagi masa pembukuannya. Orang-orang yang paling berjasa dalam periwayatan
ini adalah; khalifah yang Empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid ibn Tsabit, Abu Musa al-
Asy’ari, Abdullah ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan Tabi’in
ialah Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id ibn Jubair, dan Zaid
ibn Aslam di Madinah. Dari Aslam ilmu ini diterima oleh putranya Abdul Rahman bin
Zaid, Malik ibn Anas dari generasi Tabi’i al-tabi’in. Mereka ini semua dianggap sebagai
peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu  asbab al-nuzul,
ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib Alquran dan lainnya.

b. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad II H


Kemudian, Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para
ulama memberikan prioritas perhatian mereka terhadap ilmu tafsir karena fungsinya
sebagai Umm al-‘Ulum al-Qur’aniah (Induk Ilmu-ilmu Alquran). Para penulis pertama
dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj. Sufyan ibn Uyaynah dan Waqi’ Ibn al-Jarrah
Kitab-kitab tafsir mereka menghimpun pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in.

c. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad III H


Pada abad ke-3 menyusul tokoh tafsir Ibn Jarir al-Thabari (w. 310 H.).         Al-
Thabari adalah mufassir pertama membentangkan bagi berbagai pendapat dan mentarjih  
sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan  i’rab dan istinbath (penggalian hukum
dari Alquran). Di abad ke-3 ini juga lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh,
ilmu tentang ayat-ayat Makkiah dan Madaniah. Guru Imam al-Bukhari, Ali Ibn al- Madini
mengarang asbab al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam (w.224 H.) mengarang
tentang nasikh dan mansukh, qirrat dan keutamaan-keutamaan Alquran. Muhammad Ibn
Ayyub al-Dharis menulis tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan
Madinah.Muhammad Ibn Khalaf Ibn al-Mirzaban (w. 309 H) mengarang kitab  al-Hawi fi
’Ulum al-Qur’an.

d. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IV H


Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Quran. Di
antara tokoh-tokoh Ulumul Quran ini ialah Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-
Anbari (w. 328 H.) dengan kitabnya ‘Ajaib ulum al-Qur’an. Di dalam kitab ini      al-
Anbari berbicara tentang keutamaan-keutamaan Alquran,  turunnya atas tujuh huruf,
penulisan mushhaf-mushhaf, jumlah surah, ayat, dan kata-kata Alquran.  Abu al-Hasan al-
Asy’ari (w. 324 H.) mengarang al-Mukhtazan fi’ulum al-Qur’an (Yang Tersimpan di
Dalam Ilmu Alquran), kitab yang berukuran besar sekali.Abu Bakar al-Sijistani.
mengarang Grarib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn Ali al-
Kharkhi (w. 360 H.) mengarang Nukat al-Qur’an al-Dallah ’ala al-Bayan fi Anwa’
al-‘Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ’an Ikhtilaf               al-Anam(Titik-Titik Alquran
Menunjukkan Kejelasan Tentang Berbagai Ilmu dan Hukum yang Memberitakan
Perbedaan Pikiran Insani) dan Muhammad Ibn Ali al-Adfawi (w. 388 H.) mengarang  Al-
istghna’ fi ’Ulum al-Qur’an  (Kebutuhan Akan Ilmu Alquran).

e. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad V H


Di abad ke-5 muncul pula beberapa tokoh ilmu qirrat, di antaranya ialah     Ali Ibn
Ibrahim Ibn Sa’id al-Hufi. mengarang Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an dan i’rab al-
Quran. Abu Amral-Dani (w. 444 H.) menulis kitab Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’i dan Al-
Mukham fi al-Nuqath. Dalam abad ini juga lahir ilmu amtsal al-Qur’an yang di antara
lain dikarang oleh Al-Mawardi (w. 450 H.).

f. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VI H


Pada abad ke-6, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-
ilmu Alquran yang telah ada, lahir pula ilmu mubhamat al-Qur’an. Abu al-Qasim Abd al-
Rahman al-Suhaili (w. 581 H.) mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan
lafal-lafal Alquran yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Misalnya
kata rajulun  (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja). Ibn al-Jauzi ( w.597 H.) menulis
kitab Funun al-Afnan fi’Ajaib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ’Ulum Tata’allaq bi al-
Qur’an.

g. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VII H


Pada abad ke-7 Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al-‘Izz  (w. 660 H.)
mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ’Alam al-Din al-Sakhawi (w. 643 H.) mengarang
tentang qirrat. Ia menulis kitab Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih yang terkenal
dengan nama Al-Sakhawiyah. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismal al-Maqdisi (w. 665
H.) menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al-Qur’an al-‘Aziz.

h. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad VIII H


`           Pada abad ke-8 muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang
Alquran. Sementara itu penulis tentang kitab-kitab tentang ilmu-ilmu sebelumnya telah
lahir terus berlangsung. Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang badai’al-Qur’an. Ilmu ini
membahas keindahan bahasa dalam Alquran. Ibn al-Qayyim ( w.752 H.) menulis
tentang Aqsam Alquran. Ilmu ini membahas tentang sumpah-sumpah Alquran. Najmuddin
al-Thufi (w.716 H.) menulis tentang Hujaj Alquran. Ilmu ini membahas tentang bukti-
bukti yang dipergunakan Alquran dalam menetapkan suatu hukum. Abu al-Hasan al-
Mawardi menyusun ilmu amtsal Alquran. Ilmu ini membahas tentang perumpamaan-
permpamaan yang ada dalam Alquran. Kemudian Badruddin al-Zarkasyi[34] (w. 794 H.)
menyusun kitabnya Al-Burhan fi ’Ulum al-Qur’an.

i. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad IX H


Pada abad ke-9, muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu
Alquran. Jalaluddin al-Bulqini, menyusun kitabnya Mawaqi’ al-‘Ulum min Mawaqi’al-
Nujum. Menurut al-Suyuthi, Al-Bulqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori
penyusunan Ulumul Quran yang lengkap. Sebab dalam kitabnya mencakup 50 macam
ilmu Alquran. Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiaji,[22] mengarang kitab Al-Tafsir fi
Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Alquran, surah dan
ayat. Di dalamnya juga diterangkan tentang syarat-syarat mentafsirkan Alquran.
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 991 H.) menulis kitab al-Tahbir fi’Ulum al-Tafsir. Penulisan
kitab ini selesai pada tahun 873 H. Kitab ini memuat 102 macam-macam ilmu Alquran.
Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Quran
yang paling lengkap. Namun Al-Suyuthi belum merasa puas dengan karya yang
monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi ’Ulum Al-Qur’an. Di
dalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara padat dan sistematis. Menurut Al-
Zarqani, kitab ini sebagai pegangan kitab bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
Setelah wafatnya Imam Al-Suyuthi pada tahun 991 H., seolah perkembangan karang-
mengarang dalam Ulumul Quran sudah mencapai puncaknya sehingga tidak terlihat
munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya.[23] Keadaan
seperti ini dapat terjadi sebagai akibat meluasnya sikap taklid yang dalam sejarah
perkembangan ilmu-ilmu agama umumnya  mulai berlangsung setelah masa Al-Suyuthi.
Kondisi yang demikian berlangsung sejak wafatnya Iman Al-Suyuthi hingga akhir abad
ke-13 H.

j. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad X H


Abad ke-10, boleh dikatakan adalah abad kemunduran karena hanya seorang
penulis yang aktif mengarang, yaitu Imam Jalaluddin
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-
olah telah mencapai puncaknya dan bephenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam
mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya
Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.

k. Perkembangan Ulumul Qur’an Pada Abad XIV H


Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama
menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-
Alquran, di antara mereka itu ialah:
a. Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai
tahun 1335 H.
b. Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil.
c. Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi
Ulumil quran (2 jilid).
d. Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
e. Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan
Alquran wal Ulumul Ashriyah.
f. Muhmmad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.
g. Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”,
dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya
menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya sepepti Musthafa Shabri
seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamatil
Alquran.
h. Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi
Dzilalil quran.
i. Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim.
Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas
Ulum Alquran. 
j. DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Gupu Besar al-Azhar univepsity
yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim,
Nadzarratun Jadidah fil Alquran.
k. Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab in]
membicapakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat bephapga.
l. Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.
m. Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada
Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil
Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan
membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat opientalis yang dipandang
salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan dengan al-Alquran
n. Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria,
mengarang kitab al-Manhalul Khalid.

Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada
umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al Zarqani
istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran.
Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran
sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam
kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w.
309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H.
Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian
ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh
alZarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini
(w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi
oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah
sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab setelah
al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII H. Namun
pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan
sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang membahas ulumul
Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.

Dari uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa Ulumul Quran merupakan


kumpulan berbagai ilmu yang berhubungan dengan Alquran. Kemudian, pengertiannya
dikembangkan kepada kajian berbagai masalah yang beragam dengan standar ilmiah.
Dengan kata lain Ulumul Quran adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang
berkaitan kajian-kajian Alquran seperti, pembahasan tentang asbabun nuzul.
pengumpulan Alquran dan penyusunannya, masalah Makiyah dan
Madaniyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabihat, dll. Pada dasarnya, ilmu-
ilmu ini adalah ilmu Agama dan bahasa Arab. Namun, menyangkut ayat-ayat tertentu,
seperti ayat-ayat kauniah dan perjalanan bulan dan bintang  diperlukan pengetahuan
kosmologi dan astronomi. Karena itu, ilmu ini mempunyai ruang lingkup yang luas dan
dalam sejarahnya selalu mengalami perkembangan.

Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka
kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang
belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian
ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa.
Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa pentingnya kedudukan ilmu ini
dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan Alquran. Dengan ini juga maka
seseorang akan dapat menunjukan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran Alquran.
Untuk menggambarkan pentingnya Ulumul Quran, para ulama memberikan perumpamaan
yang berbeda-beda. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi
para mufassir. Ilmu ini seperti ulumul hadis bagi orang yang mempelajari ilmu hadis.
Pengarang kitab Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an mengibaratkan Ulumul Quran sebagai
premis minor dari dua premis tafsir.[25] Menurut Manna Al-Qaththan, ilmu ini kadang-
kadang disebut Ushul al-Tafsir karena ilmu ini meliputi unsur pembahasan-pembahasan
yang harus diketahui oleh seorang mufassir untuk menjadi landasannya dalam
menafsirkan Alqura

5. Masa Pembukuan (tadwin)


           Perkembangan selanjutnya dalam ulumul-Quran adalah masa pembukuan ulumul-
Quran, pembukuan ini melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :

a. Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan tabi'in

            Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan (tadwin) yang dumulai dengan
pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal
yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir al-Qur'an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.

             Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ),
Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah
( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan tafsir yang mereka susun merupakan salah
satu bagiannya, namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.

b. Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat


            Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir
Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka
ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
               Demikianlah tafsir pada awal permulaanya dinukil (dipindahkan) melalui
penerimaan (dari mulut ke mulut) melalui riwatyat, kemudian dibukukan sebagai salah satu
bagian hadits, selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses
kelahiran at-Tafsir bil Ma'tsur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-Tafsir bir
Ra'yi (berdasarkan penalaran ).

c. Munculnya pembahasan cabang-cabang ulumul-Quran selain tafsir

          Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan al-Quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir, di antaranya

1. Ulama abad ke-3 Hijri


a. Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun
nuzul
b. Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh Mansukhdan
qira'at.
c. Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika al-Quran (musykilatul quran).

2. Ulama Abad Ke-4 Hijri


a. Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil
Qur'an.
b. Abu muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-
ilmu al Qur'an.
c. Abu Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Garibul Qur'an.
d. Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388 H) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil
Qur'an.

3. Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya


a. Abu Bakar al Baqalani (wafat 403 H) menyusun i'jazul-Qur'an,
b. Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai i'rabul-Qur'an.
c. Al Mawardi (wafat 450 H) menegenai tamsil-tamsil dalam al-Qur'an (amsalul-
Qur'an).
d. Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam al-Qur'an.
e. Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu qra'at (cara membaca
al-Qur'an ) dan aqsamul-Qur'an.

6. Mulai pembukuan secara khusus ulumul-Quran dengan mengumpulkan cabang-cabangnya.

              Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-Quran dengan berbagai pembahasannya di tulis


secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri, kemudian, mulailah
masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang
lengkap, yang dikenal kemudian dengan ulumul-Qur'an. Di antara ulama-ulama yang
menyusun secara khusus ulumul-Quran adalah sebagai berikut :

a. Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang
pertama yang membukukan ulumul-Qur'an.
b. Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab
berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
c. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan
judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
d. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-
Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
e. Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang
terkenal al-itqaan fii u`luumil qur`an.

            Kitab Al-Burhan (Zarkasyi) dan Al-Itqon (As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal
sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ulumul-Qur'an. Tidak ada peneliti tentang
ulumul-Quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab
tersebut.

7. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer).

            Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul-Quran pada masa


kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu al-Quran
secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau
menyatukan cabang-cabang ulumul-Quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang
lebih sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
a. Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau
pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
1.) Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
2.) Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid
Qutb
3.) Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu
pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
4.) Masalatu tarjamatil qur`an oleh Musthafa Sabri,
5.) An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
6.) Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.

b. Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya
1.) Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii
u`luumil qur`an.
2.) Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil
qur`an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di
Mesir dengan spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh
muridnya,
3.) Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil
qur`an.
4.) Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
5.) Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.

            Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah
menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut. Kitab Mabahitsul Quran yang
ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul quran kontemporer yang banyak
mendapat sambutan di universitas-universitas di Timur Tengah dan Dunia Islam pada
umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di
Universitas International Afrika, Khartoum Sudan, sebagai mata kuliah umum untuk semua
mahasiswa di berbagai jurusannya.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
          Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.
           Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran
        Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas  al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan
fi ’Ulum  Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat
diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi
cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :

1. Pengenalan Terhadap Al-Qur’an


2. Kaidah-kaidah tafsir
3. Metode-metode tafsir
4. Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.

          Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap


fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran
menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut
beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul-Quran.

1.      Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.


2.      Ulumul-Qur’an pada masa khalifah
3.      Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in
4.      Masa Pembukuan (tadwin)
5.      Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)

B. Saran
            Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia
utama di akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di
wahyukan kepada nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan
sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung
Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro,
2005.
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15

Anda mungkin juga menyukai