Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan
karunia baik Kesehatan dan kesempatan sehingga alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini, shalawat serta salam juga tercurah kepada sang peradaban umat atau kekasih
allah yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah
dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa
kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Dalam rangka melengkapi
tugas dari mata kuliah Ulumul Quran pada Program Studi Tadris Matematika dengan ini
penulis mengangkat judul “Ulumul Quran dan Perkembangannya”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
A. Latar Belakang
Betapa pun awamnya seorang muslim/muslimat, niscaya is tahu dan memang memang
harus tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya (Islam) ialah al-
Qur’an al-Karim. Baru kemudian didikuti dengan al-Hadsits/al-Sunnah sebagai sumber
penting kedua agama Islam. Beberapa hari menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW
berwasiat kepada umatnya supaya berpegang teguh dengan kedua sumber ajaran Islam
tersebut (al-Qur’an dan al-Sunnah). Mempelajari buku-buku keagamaan yang lain semisal
kalam, fiqih, dan khususnya hadits juga penting, tetapi betapa pun banyaknya buku-buku
keagamaan dan keislaman yang tumbuh dan berkembang dewasa ini, semangat untuk
mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an janganlah diabaikan. Inilah beberapa pokok pikiran yang
menjadi dasar utama bagi penulis.
Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu menjadikan kitab suci Al-
Quran sebagai landasan dalam hidup, untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan
maupun pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar dimengerti. Selain
merupakan sumber utama bagi ajaran islam, Al-qur’an juga sebagai pedoman, sumber
rujukan bagi umat islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun
akhirat.
Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah kumpulan sejumlah
ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-
Quran maupun dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di dalamnya. Dengan
demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan ilmu-ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul Qur’an.
B. Rumusan Masalah
Dari segi terminologinya al-Qur’an di definisikan para pakar ushul fiqih, fiqih dan
bahasa Arab adalah sebagai Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjijat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah (1)
sampai akhir surat an-Nas (114)
Definisi al-Quran yang dikemukakan para ulama yang maknanya mampu
membedakan dengan definisi yang lain adalah.
القرآن هو كالم هللا المنزل على محمد عليه السالم المتعبد بتالوته
Artinya : Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw.
Yang pembacanya merupakan suatu ibadah.
a. Definisi `kalam` (ucapan) merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan
dengan menghubungkannya dengan Allah (kalamullah) berarti tidak semua masuk
dalam kalam manusia, jin dan malaikat.
b. Batasan dengan kata-kata (almunazzal) `yang diturunkan` maka tidak termasuk kalam
Allah yang sudah khusus menjadi milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman
Allah.
Artinya : Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).
c. Batasan dengan definisi hanya `kepada Muhammad saw` tidak termasuk yang
diturunkan kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat, injil dan yang lain.
d. Sedangkan batasan (al-muta'abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan suatu
ibadah` mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi
Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat dengan karena kejadiannya luar biasa,
redaksinya indah dan akurat, banyak memberitakan hal ghaib dan memiliki isyarat keilmuan
(ilmiah).
Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun definisi al-
Qur’an secara terminologi menurut Abu Syahbah, adalah : Sebuah ilmu yang memiliki
banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan,
urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-
mansukh, muhkam-mutayabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan
yang sangat luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an,
baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu
balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang
tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang
ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia
mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari
77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan
dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin,
terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan inimasih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika
dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Firman Allah :’ Katakanlah: Sekiranyalautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).
Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan
tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al
quran.
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang
mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para
penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof
(cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif
hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin
kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib
(pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal
yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan
tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat
yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang
dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir,
yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang
berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq
(tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih
(samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh
(dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan)
pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl
(pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr
(pendek).
Komponen keempat (kitab tafsir dan para mufassir) mencakup pembahasan tentang
kitab-kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggris, atau
indonesia, dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya,
metode dan prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
Dari uraian diatas menggambarkan bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan
yang sangat luas, antara lain ilmu nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa
al-mansukh dan ilmu fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya.
Karena begitu luasnya cakupan kajian ‘Ulumul Qur’an, maka para ulama harus
mengakhiri definisi yang mereka buat dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan ini
menunjukkan, kajian ulumul quran tidak hanya hal-hal yang disebutkan dalam definisi itu
saja, tetapi banyak hal yang secara keseluruhan tidak mungkin disebutkan dalam definisi.
Ibnu Arabi (w 544 H), seperti yang dikutip oleh Az-Zarkasyi, menyebutkan, Ulumul Qur’an
mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya. Hal itu sesuai dengan pendapat
sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata dalam Al-Quran mempunyai makna
lahir dan bathin, selain itu terdapat pula hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Maka
dengan demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan Allah sajalah yang mengetahuinya
secara pasti.
Sedang pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau
aliran tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi, bayan, falsafi, adabi,
ijtima’iy, dan lain-lain.
a. Objek Ulumul-Qur’an
Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri dari seluruh segi-segi kitab
tersebut yang meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut Hatta Syamsudin (2008:6) mengamukakan bahwa Objek
Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :
Pada masa Rasulullah SAW. ini Alquran belum dibukukan. Di masa Rasulullah
SAW. dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri
sendiri dan tertulis. Pada masa Rasulullah SAW., Ulumul Quran dipelajari secara lisan,
hal ini berlangsung terus sampai beliau wafat. Karena para sahabat yang menerima
Alquran asli orang Arab dengan keistemewaan hafalan yang kuat, kecerdasan,
kemampuan menangkap makna yang terkandung dalam Alquran. Para sahabat adalah
orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan
memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Bila mereka menemukan
kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung
kepada Rasulullh SAW.
Sebagai contoh, ketika turun ayat :
“Dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman ” (QS Al-An’am (6):
82). Para sahabatnya bertanya: “Siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi)
dirinya”. Nabi menjawab, “Pemahamannya tidak seperti yang kalian maksudkan, tidakkah
kalian mendengar apa yang dikatakan seorang hamba yang soleh kepada anaknya”. Nabi
menafsirkan kata zulm di sini dengan syirk berdasarkan ayat di bawah ini :
“Sesungguhnya syirik itu kezaliman yang besar” (QS Luqman (31): 13).
Adapun tentang kemampuan Rasulullah SAW. memahami Alquran tentunya tidak
diragukan lagi karena ialah yang menerimanya dari Allah dan Allah yang mengajari
segala sesuatunya.
Dengan demikian ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Quran tidak
dibukukan di masa Rasulullah SAW. dan sahabat.
Pertama, kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar
untuk memahami Alquran dan Rasulullah SAW. dapat menjelaskan maksudnya.
Kedua, para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
Ketiga, adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Alquran.
Semua ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di
masa Nabi SAW. maupun di zaman sahabat. Sebagian besar para sahabat Nabi terdiri dari
orang-orang buta huruf, dan alat tulis menulis pun tidak dapat mereka peroleh dengan
mudah. Itu juga merupakan halangan bagi kegiatan menulis buku tentang ilmu Alquran.
Di lain pihak ada larangan dari Rasulullah SAW, untuk menuliskan selain Alquran. Hal
ini seperti diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi :
kﺭkﻤﻥﺍﻠﻨﺎkﻩkﻤﻘﻌﺩkﻠﻴﺘﺒﻭﺃkﺍﻓkﻤﺘﻌﻤﺩkﻋﻠﻲkﺏkﺫkﻭﻤﻥﻜkﺝkﺤﺭkﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻻkﺜkﻠﻴﻤﺤﻪﻭﺤﺩkﺍﻥﻓkﺍﻠﻘﺭkﻴﺭkﻋﻨﻰﻏkﺘﺏkﺘﺒﻭﺍﻋﻨﻰﻭﻤﻥﻜkﺘﻜkﻻ
Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian menulis apapun dariku. Dan barang siapa yang
menuliskan selain Alquran maka harus menghapusnya, dan ceritakanlah apa yang kalian
dengar dariku karena itu tidak apa-apa, barang siapa yang berbohong kepadaku dengan
sengaja maka bersiaplah untuk mencari tempat duduk di neraka”.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata
diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi
(Anfal :60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)
c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga
kemurnian AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis
dari aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas
namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka (HR Muslim).
Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah: Empat orang Khalifah
( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
1. Ibnu Masud,
2. Ibnu Abbas,
3. Ubai bin Kaab,
4. Zaid bin sabit,
5. Abu Musa al-Asy'ari dan
6. Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan
sudah tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat
dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.
Pada zaman kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, ilmu Alquran masih diriwayatkan
melalui penuturan secara lisan. Ketika Abu Bakar Shiddiq menjadi khalifah terjadi
pertempuran yang sangat sengit antara kaum muslimin dengan pengikut Musailamah al-
Kadzab yang menimbulkan banyak korban. Di pihak muslimin ada tujuh puluh penghafal
Alquran yang gugur, sehingga Umar bin Khattab mengusulkan kepada Abu Bakar untuk
menuliskan Alquran dalam satu mushaf. Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk
menerima usul Umar tersebut dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menuliskan
Alquran dalam bentuk mushaf.
Ketika di zaman Utsman di mana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang
non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada
mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke
daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf
lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Di zaman Khalifah Utsman
wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi perbauran antara penakluk Arab dan
bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan
kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab.
Bahkan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum Muslimin tentang
bacaan Alquran yang menjadi standar bacaan bagi mereka. Untuk menjaga terjadinya
kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah Alquran yang
disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman telah
meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al Rasm
al-Utsmani.
Di masa Ali bin Abu Thalib terjadi perkembangan baru dalam bidang ilmu
Alquran. Karena banyaknya melihat umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab,
kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan dalam pembacaan Alquran, Ali menyuruh
Abu al-Aswad al-Duali (w.63 H.) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini
dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Alquran dari
keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya
ilmu Nahwu dan I’rab Alquran.
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada
umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al Zarqani
istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran.
Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran
sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam
kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur’an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w.
309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H.
Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian
ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh
alZarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini
(w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi
oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah
sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab setelah
al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII H. Namun
pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan
sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang membahas ulumul
Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.
Karena itu pula wajar Al-Suyuthi berkata bahwa pintu ilmu ini senantiasa terbuka
kepada setiap ulama yang datang kemudian untuk memasuki persoalan-persoalan yang
belum terjamah para ulama terdahulu karena faktor-faktor tertentu. Dengan demikian
ilmu ini dapat dibenahi dengan sebaik-baik perhiasan di akhir masa.
Uraian-uraian di atas juga menunjukan betapa pentingnya kedudukan ilmu ini
dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan Alquran. Dengan ini juga maka
seseorang akan dapat menunjukan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran Alquran.
Untuk menggambarkan pentingnya Ulumul Quran, para ulama memberikan perumpamaan
yang berbeda-beda. Al-Zarqani mengumpamakan Ulumul Quran sebagai anak kunci bagi
para mufassir. Ilmu ini seperti ulumul hadis bagi orang yang mempelajari ilmu hadis.
Pengarang kitab Al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an mengibaratkan Ulumul Quran sebagai
premis minor dari dua premis tafsir.[25] Menurut Manna Al-Qaththan, ilmu ini kadang-
kadang disebut Ushul al-Tafsir karena ilmu ini meliputi unsur pembahasan-pembahasan
yang harus diketahui oleh seorang mufassir untuk menjadi landasannya dalam
menafsirkan Alqura
a. Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan tabi'in
Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan (tadwin) yang dumulai dengan
pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal
yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir al-Qur'an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ),
Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah
( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan tafsir yang mereka susun merupakan salah
satu bagiannya, namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan al-Quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir, di antaranya
a. Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang
pertama yang membukukan ulumul-Qur'an.
b. Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab
berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
c. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan
judul Al-Burhan fii ulumilQur`an .
d. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-
Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
e. Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang
terkenal al-itqaan fii u`luumil qur`an.
Kitab Al-Burhan (Zarkasyi) dan Al-Itqon (As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal
sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ulumul-Qur'an. Tidak ada peneliti tentang
ulumul-Quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab
tersebut.
b. Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya
1.) Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii
u`luumil qur`an.
2.) Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil
qur`an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di
Mesir dengan spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh
muridnya,
3.) Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil
qur`an.
4.) Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
5.) Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.
Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah
menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut. Kitab Mabahitsul Quran yang
ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul quran kontemporer yang banyak
mendapat sambutan di universitas-universitas di Timur Tengah dan Dunia Islam pada
umumnya. Kitab ini juga dijadikan modul untuk perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di
Universitas International Afrika, Khartoum Sudan, sebagai mata kuliah umum untuk semua
mahasiswa di berbagai jurusannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.
Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran
Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan
fi ’Ulum Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat
diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi
cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :
B. Saran
Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah penting baik di dunia
utama di akherat karena al quran adalah pedoman hidup orang islam yang telah di
wahyukan kepada nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikan jibril. Dan
sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro,
2005.
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15