Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Ulumul Qur’an dan Sejarah Perkembangannya”

Disusun Oleh:
Dandy Permana (12009033)
Ainun Hafidzah (12009027)

Dosen Pengampu: Wendy Parwanto

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH(FUAD)INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Betapa pun awamnya seorang muslim/muslimat, niscaya is tahu dan memang memang harus
tahu bahwa sumber utama dan pertama ajaran agama yang dianutnya (Islam) ialah al-Qur’an al-
Karim. Baru kemudian didikuti dengan al-Hadsits/al-Sunnah sebagai sumber penting kedua
agama Islam. Beberapa hari menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW berwasiat kepada
umatnya supaya berpegang teguh dengan kedua sumber ajaran Islam tersebut (al-Qur’an dan al-
Sunnah).
            Mempelajari buku-buku keagamaan yang lain semisal kalam, fiqih, dan khususnya hadits
juga penting, tetapi betapa pun banyaknya buku-buku keagamaan dan keislaman yang tumbuh
dan berkembang dewasa ini, semangat untuk mempelajari ilmu-ilmu al-Qur’an janganlah
diabaikan. Inilah beberapa pokok pikiran yang menjadi dasar utama bagi penulis.     Adapun
tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan
juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya mampu memahami Ulumul quran dan
perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ulumul Quran


         Kata ulum Qur’an tersusun dari dua kata secara idhofi, yaitu terdiri
dari mudhof dan mudhof ilaih, kata ulum diidhofahkan pada al-Qur’an. Dari dua unsur kata
tersebut maka didapat makna ulum dan al-Qur’an dan menjadi kalimat ulumul-Qur’an.[1]1

1.        Arti kata ulum


           Kata ulum secara etimologi adalah merupakan jamak dari ilmu, kata ilmu itu sendiri
adalah mashdar yang mempunyai arti pengetahuan atau pemahaman.

2.      Arti kata al-Qur’an


            Secara etimologi kata al-Qur’an merupakan mashdar dari kata qaraa yang maknanya
sama dengan kata qiraah yang berarti bacaan, kemudian diberi makna sebagai isim
maful yaitu maqru yang artinya ‘yang dibaca’. Pemaknaan ini sebagaimana diisyaratkan dari QS.
al-‘Alaq yang merupakan perintah kepada umat manusia untuk membaca (iqra), penamaannya
termasuk katagori ‘tasmiyah al-maful bil mashdar’ (penamaan isim maful dengan mashdar).
Penamaan ini merujuk pada QS al-Qiyamah (75) ayat 17-18 :

Artinya  : 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.[2]2
              Dari segi terminologinya al-Qur’an di definisikan para pakar ushul fiqih, fiqih dan
bahasa Arab adalah sebagai : ‘Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Yang lapazh-lafazhnya mengandung mukjijat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah (1)
sampai akhir surat an-Nas (114)
            Definisi al-Quran yang dikemukakan para ulama yang maknanya mampu membedakan
dengan definisi yang lain adalah :
‫القرآن هو كالم هللا المنزل على محمد عليه السالم المتعبد بتالوته‬
Artinya : Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw. Yang
pembacanya merupakan suatu ibadah`.
           Untuk mendapatkan penjelasan Arti Quran secara istilah (etimologi), maka dikemukakan
pengertian-pengertian sebagai berikut :[3]3
a.       Definisi `kalam` (ucapan) merupakan kelompok jenis yang meliputi segala kalam. Dan dengan
menghubungkannya dengan Allah ( kalamullah ) berarti tidak semua masuk dalam kalam
manusia, jin dan malaikat.
b.      Batasan dengan kata-kata (almunazzal) `yang diturunkan` maka tidak termasuk kalam Allah
yang sudah khusus menjadi milik-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah :

  
Artinya : Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu `.(al-Kahfi: 109).

c.       Batasan dengan definisi hanya `kepada Muhammad saw` tidak termasuk yang diturunkan


kepada nabi-nabi sebelumnya seperti taurat, injil dan yang lain.
d.      Sedangkan batasan (al-muta'abbad bi tilawatihi) `yang pembacanya merupakan suatu ibadah`
mengecualikan hadis ahad dan hadis-hadis qudsi .
            Al-Qur’an sebagai Kalamullah meliputi pengertian kalam Nafsi dan kalam Lafzhi. Kalam
Nafsi adalah kalam dalam pengertian abstrak, ada pada Zat (Diri) Allah,
bersifat qadim dan azali tidak berubah oleh adanya perubahan ruang, waktu dan tempat, dengan
demikian Kalamullah bukanlah makhluk. Sedangkan kalam Lafzhi dalam pengertian yang
sebenarnya (hakikat), dapat ditilis, dibaca dan disuarakan oleh makhluqNya, yakni berupa al-
Qur’an yang biasa dibaca sehari-hari oleh kaum muslimin, dengan demikian kalam Lafzhi
bersifat hadits (baru) dan termasuk makhluk.
        Al-Qur’an merupakan formulasi kalam Nafsi Allah ke dalam kalam Lafzhi dan
menempatkannya di Lauh Mahfuzh, sebagaimana firman Allah yang tertuang dalam QS al-Buruj
(85) ayat 21-22. Artinya : 21. Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia,
22. Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.
          Setelah itu Allah mewahyukan kepada Malaikat Jibril untuk diturunkan ke Langit Dunia
(Baitul Izzah) dengan penurunan yang sekaligus, setelah itu Jibril menurunkannya kepada Nabi
Muhammad SAW. secara berangsur-angsur.
            Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat dengan karena kejadiannya luar biasa, redaksinya
indah dan akurat, banyak memberitakan hal ghaib dan memiliki isyarat keilmuan (ilmiah).

3.      Arti Ulumul Qur’an


         Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang
disusun secara ilmiah.
          Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun definisi al-Qur’an
secara terminologi menurut Abu Syahbah, adalah : ‘Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek
pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan,
penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-
mutayabih, sampai pembahasan-pembahasan lain’.[4]4
          Jadi, yang dimaksud dengan u`lumul-Qu`ran ialah ilmu yang membahas masalah-masalah
yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu nuzuul."sebab-sebab turunnya al-Qur`an",
pengumpulan dan penertiban Qur`an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah, An-
Nasikh wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur`an.
          Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena yang dibahas
berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang Mufassir sebagai
sandaran dalam menafsirkan Qur`an.

B.     Ruang Lingkup dan Objek Ulumul Quran


           Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan
yang sangat luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an,
baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu
balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di
dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-
tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu
al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan
kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata
dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan
inimasih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-
kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :’ Katakanlah:
Sekiranyalautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).
             Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas  al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan
fi ’Ulum  Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat diperinci
lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan
‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :[5]5
1.      Pengenalan Terhadap Al-Qur’an
2.      Kaidah-kaidah tafsir
3.      Metode-metode tafsir
4.      Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.
         Komponen pertama (Pengenalan terhadap al-Qur’an) mencakup : (a) Sejarah al-Qur’an,
(b) Rasm al-Qur’an, (c) I’jaz al-Qur’an, (d) Munasabah al-Qur’an, (e) qushah al-Qur’an, (f) jadal
al-Qur’an, (g) aqsam al-Qur’an, (h) amtsal al-Qur’an,(i) nasikh dan mansukh, (j) muhkam dan
mutasyabih, (k) al-qiraat, dan sebagainya.
            Komponen kedua (Kaida-kaidah tafsir) mencakup : (a)  ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan dalam menafsirkan al-Qur’an, (b) sistematika yang hendaknya ditempuh dalam
menguraikan penafsiran, dan (c) patokan-patokan khusus yang membantu pemahaman ayat-ayat
al-Qur’an,baik dari ilmu-ilmu bantu, seperti bahasa dan ushul fiqhi, maupun yang ditarik
langsung dari penggunaan al-Qur,an. Sebagai contoh, dapat  dikemukakan kaidah-kaidah
berikut : (a) kaidah ism dan fi’il, (b) kaidah ta’rif dan tankir, (c) kaidah istifham dan macam-
macamnya, (d) ma’aniy al-huruf seperti : asa; la’alla, in, iza; dan lain-lain, (e)
kaidah su’al dan jawab, (f) kaidah pengulangan, (g) kaidah perintah sesudah larangan, (h) kaidah
penyebutan nama dalam kishah, (j) kaidah penggunaan kata dan uslub al-Qur’an, dan lain-lain.[6]6
            Komponen ketiga (metode-metode tafsir) mencakup metode-metode tafsir yang
dikemukakan oleh ulama mutaqaddim dengan ketiga coraknya : al-ra’yu, al-ma’tsur, al-isyariy,
disertai penjelasan tentang syarat-syarat diterimanya suatu penafsiran serta metode
pengembangannya, dan juga mencakup juga metode mutaakhir dengan keempat
macamnya : tahliliy, ijmaliy, muqarran, maudhu’iy.
            Komponen keempat (kitab tafsir dan para mufassir) mencakup pembahasan tentang kitab-
kitab tafsir baik yang lama maupun yang baru, yang berbahasa arab, inggris, atau indonesia,
dengan mempelajari biografi, latar belakang dan kecenderungan pengarangnya, metode dan
prinsip-prinsip yang digunakan, serta keistimewaan dan kelemahannya.
             Dari uraian diatas menggambarkan bahwa “ulumul al-Qur”an mencakup bahasan yang
sangat luas, antara lain ilmu nuzul al-Qur’an, asbab al-nuzul, qiraat, ilmu an-nasikh wa al-
mansukh dan ilmu fawatih as-suwar serta masih banyak yang lainnya. Karena begitu luasnya
cakupan kajian ‘Ulumul Qur’an, maka para ulama harus mengakhiri definisi yang mereka buat
dengan ungkapan “dan lain-lain”. Ungkapan ini menunjukkan, kajian ulumul quran tidak hanya
hal-hal yang disebutkan dalam definisi itu saja, tetapi banyak hal yang secara keseluruhan tidak
mungkin disebutkan dalam definisi. Ibnu Arabi (w 544 H), seperti yang dikutip oleh Az-
Zarkasyi, menyebutkan, Ulumul Qur’an mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-
katanya. Hal itu sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf, yang melihat bahwa setiap kata
dalam Al-Quran mempunyai makna lahir dan bathin, selain itu terdapat pula hubungan-hubungan
dan susunan-susunannya. Maka dengan demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan Allah
sajalah yang mengetahuinya secara pasti.[7]7
               Sedang pemilihan kitab atau pengarang disesuaikan dengan berbagai corak atau aliran
tafsir yang selama ini dikenal, seperti corak : Fiqhi, sufi; ‘ilmi, bayan, falsafi, adabi, ijtima’iy,
dan lain-lain.”
Objek Ulumul-Qur’an
Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri  dari seluruh segi-segi kitab   tersebut yang
meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain. Sehubungan dengan hal
tersebut Hatta Syamsudin (2008 : 6) mengamukakan bahwa Objek Pembahasan Ulumul Qur'an
dibagi menjadi tiga bagian besar :[8]8
1.      Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an
        Meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in, dan
perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang
ulumul quran di setiap zaman dan tempat.

2.      Pengetahuan tentang Al-Quran


            Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu,
Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.

3.      Metodologi Penafsiran Al-Quran


              Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya,
Sejarah & Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam &
Mutasyabih, Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.

C.    Sejarah Perkembangan Ulumul Quran


             Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap
fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran menjadi
sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase /
tahapan perkembangan ulumul-Quran.
1.      Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
           Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari
Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam
bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a.       Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
           Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata
diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi
(Anfal :60 ), ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)
b.      Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
            Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang
membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang
lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak
melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata
'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
c.       Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian
AlQuran.
               Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari
aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang
dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia
akan menempati tempatnya di api neraka."(HR Muslim)

2.      Ulumul-Qur’an pada masa khalifah


              Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul-Quran mulai
berkembang pesat, di antaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut:
[9]9

a.       Khalifah Abu Bakar  :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama  yang


diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
b.      Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf,
dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga
dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu
dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c.       Kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada  Abu 'aswad Ad-Du'ali meletakkan
kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan ketentuan harakat
pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.

3.      Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in


a.      Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya. 
             Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna
al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan
mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya
mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka ,
yaitu para tabi'in.
            Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah: Empat orang Khalifah
( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
1.      Ibnu Masud,
2.      Ibnu Abbas,
3.      Ubai bin Kaab,
4.      Zaid bin sabit,
5.      Abu Musa al-Asy'ari dan
6.      Abdullah bin Zubair.
             Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan
sudah tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan
penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

b.      Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya


            Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu
ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad
dalam menafsirkan ayat, yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai berikut :[10]10
1.      Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'iKrimah bekas
sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
2.      Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka'b al
Qurazi.
3.      Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal :  'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin Yazid,
'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.
             Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur'an,
ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini
tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan (imla).

4.      Masa Pembukuan (tadwin)


           Perkembangan selanjutnya dalam ulumul-Quran adalah masa pembukuan ulumul- Quran,
pembukuan ini melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :
a.      Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan tabi'in
            Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai dengan
pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal
yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir al-Qur'an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
             Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ),
Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat
198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan tafsir yang mereka susun merupakan salah satu
bagiannya, namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.

b.      Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat[11]11


            Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir Qur'an
yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir
at Tabari ( wafat 310 H ).
               Demikianlah tafsir pada awal permulaanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan
(dari mulut ke mulut) melalui riwatyat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadits,
selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-Tafsir bil
Ma'tsur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-Tafsir bir Ra'yi (berdasarkan penalaran ).

c.       Munculnya pembahasan cabang-cabang ulumul-Quran selain tafsir


          Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan al-Quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir, di antaranya :
1)      Ulama abad ke-3 Hijri
a)      Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun
nuzul
b)      Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh Mansukhdan qira'at.
c)      Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika al-Quran (musykilatul quran).

2)      Ulama Abad Ke-4 Hijri


a)      Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil Qur'an.
b)      Abu muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-ilmu al-Qur'an.
c)      Abu Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Garibul Qur'an.
d)     Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388 H) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.

3)      Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya


a)      Abu Bakar al Baqalani (wafat 403 H) menyusun i'jazul-Qur'an,
b)      Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai i'rabul-Qur'an.
c)      Al Mawardi (wafat 450 H) menegenai tamsil-tamsil dalam al-Qur'an (amsalul-Qur'an).
d)     Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam al-Qur'an.
e)      Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu qra'at (cara membaca al-Qur'an )
dan aqsamul-Qur'an.

4)      Mulai pembukuan secara khusus ulumul-Quran dengan mengumpulkan cabang-


cabangnya.
              Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-Quran dengan berbagai pembahasannya di tulis
secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri, kemudian, mulailah
masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang lengkap,
yang dikenal kemudian dengan ulumul-Qur'an. Di antara ulama-ulama yang menyusun secara
khusus ulumul-Quran adalah sebagai berikut :[12]12
a)      Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang pertama
yang membukukan ulumul-Qur'an.
b)      Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul fununul Afnan
fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
c)      Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-Burhan
fii ulumilQur`an .
d)     Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di dalam
kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
e)      Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal al-
itqaan fii u`luumil qur`an.
            Kitab Al-Burhan (Zarkasyi) dan Al-Itqon (As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal
sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ulumul-Qur'an. Tidak ada peneliti tentang
ulumul-Quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab tersebut.

5.      Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)


            Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul-Quran pada masa
kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu al-Quran
secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau
menyatukan cabang-cabang ulumul-Quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih
sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
a)      Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan
khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
1)      Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
2)      Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid Qutb
3)      Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu
pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
4)      Masalatu tarjamatil qur`an oleh Musthafa Sabri,
5)      An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
6)      Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.

b)     Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya :
      1)      Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil
qur`an.
       2)      Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil qur`an yang
berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi
da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
         3)      Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil
qur`an.
    4)      Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
        5)      Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.
            Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah
menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut. Kitab Mabahitsul Quran yang
ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul quran kontemporer yang banyak
mendapat sambutan di universitas-universitas di Timur Tengah dan Dunia Islam pada umumnya.
Kitab ini juga dijadikan modul untuk perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di Universitas
International Afrika, Khartoum Sudan, sebagai mata kuliah umum untuk semua mahasiswa di
berbagai jurusannya.[13]13

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
          Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang
disusun secara ilmiah.
           Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran
        Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas  al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan fi
’Ulum  Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat diperinci
lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan
‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :
1.      Pengenalan Terhadap Al-Qur’an
2.      Kaidah-kaidah tafsir
3.      Metode-metode tafsir
4.      Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.
          Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase
menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran menjadi
sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase /
tahapan perkembangan ulumul-Quran.
1.      Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
2.      Ulumul-Qur’an pada masa khalifah
3.      Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in
4.      Masa Pembukuan (tadwin)
5.      Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung
Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h. 15
1
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994, hal 11
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
3
Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung
4
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
5
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
6
Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
7
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
8 ] 
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000
9 ] 
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994
10
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia
11
Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.
12
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
13
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia,

Anda mungkin juga menyukai