Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERKEMBANGAN Al QUR’AN, RUANG LINGKUP,

FAIDAH SERTA URGENSI MEMPELAJARINYA


PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN Al QUR’AN, RUANG
LINGKUP, FAIDAH SERTA URGENSI MEMPELAJARINYA

A. PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi


Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kitab terakhir ini merupakan sumber utama
ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap Muslim. Al-Qur’an bukan sekedar
memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya ( Hablum min Allah wa hablum min an-nas),
serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara
sempurna (kaffah), diperlukan pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan
konsisten.
Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW. Diturunkan
dalam bahasa Arab, baik lafal maupun uslub-nya. Suatu bahasa yang kaya kosa kata
dan sarat makna. Kendati Al-Qur’an berbahasa Arab, tidak berarti semua orang
Arab atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami Al-Qur’an secara
rinci. Al-Qur’an adalah kitab yang agung, memiliki nilai sastra yang tinggi.
Meskipun diturunkan kepada bangsa Arab yang lima belas abad lalu terkenal
dengan jiwa yang kasar. Al-Qur’an mampu meruntuhkan dominasi sya’ir-
sya’ir sastrawan Arab, hingga tidak berdaya dihadapan Al-Qur’an.

Kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam harus dipahami dengan
benar. Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk dapat memahami Al-Qur’an dengan
sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya sekalipun, diperlukan sejumlah ilmu
pengetahuan, yang disebut Ulumul Qur”an.[1]

B. Pengertian Ulumul Qur’an

Istilah Ulumul Qur’an, secara etimologis merupakan gabungan dari dua kata
bahasa Arab ulum dan Al-Qur’an. Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang
merupakan bentuk masdhar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.
[2] Dalam kamus al-Muhit kata ‘alima disinonimkan dengan
kata ‘arafa (mengetahui, mengenal).[3] Kata ‘ilm semakna dengan ma’rifah yang
berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.

Kata Al-Qur’an dari segi bahasa adalah bentuk masdhar dari kata
kerja Qara’a, berarti “bacaan”. Hal ini berdasarkan firman Allah:
Artinya: apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya. ( QS. Al –
Qiyamah: 18)[4]

Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat
bagi nabi Muhammad SAW.[5] Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama
tentang nama Al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab al-
Madkhal li Dirasah al- Qur’an al-Karim,[6] sebagai berikut:

1. Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan).
Selanjutnya kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena Al-Qur’an terdiri dari
sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan
mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.
Pendapat ini dikemukakan al-Zujaj (w. 311)

2. Kata Al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata bentukan dan sejak awal
digunakan sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini
diriwayatkan dari Imam Syafi’I ( w.204).

Menurut Abu Syuhbah, dari beberapa pendapat di atas, yang paling


tepat adalah pendapat yang mengatakan Al-Qur’an bentuk masdhar dari
kata Qara-a.[7] Sedangkan Al-Qur’an menurut istilah adalah: “Firman Allah
Swt, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang memiliki
kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara
mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surat al- Fatihah dan
di akhiri dengan surat an-Nas.[8]

Kata ulum yang disandarkan kepada kata “Al-Qur’an” telah


memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai
Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang
terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan
berbagai definisi Ulumul Qur’an.

a. Al-Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai: beberapa


pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-Karim, dari segi
turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya,
penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-
hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.[9]

b. Manna’ al- Qathan memberikan definisi bahwa Ulumul Qur’an adalah


ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan
dengan Al-Qur’an, dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya,
pengumpulan Al- Qur’an dan urut-urutannya, pengetahuan tentang ayat-
ayat Makkiyah dan Madaniyah, hal –hal lain yang ada hubungannya
dengan Al-Qur’an.[10]

c. Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie


‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan
dengan Al-Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya,
menulisnya, membacanya dan menafsirkannya, I’jaznya, nasikh
mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.[11]

Definisi nomor satu dan dua di atas pada dasarnya sama.


Keduanya menunjukkan bahwa ulumul Qur’an adalah kumpulan
sejumlah pembahasan yang pada mulanya merupakan ilmu-ilmu yang
berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama dan bahasa.
Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang
dianggap penting. Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.

Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal:

1) Aspek pembahasannya; definisi pertama menampilkan sembilan aspek


pembahasannya dan yang kedua menampilkan hanya lima
daripadanya.
2) Meskipun ke duanya tidak membataskan pembahasannya pada aspek-
aspek yang ditampilkan, namun definisi pertama lebih luas
cakupannya dari yang ke dua. Sebab, definisi pertama diawali dengan
kata “Mabaahitsu” yang merupakan bentuk jama’ yang tidak berhingga
dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keragu-raguan terhadap Al-Qur’an sebagai bagian dari
pembahasannya. Sedangkan definisi yang kedua tidak demikian.
3) Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya
sama di antara ke duanya. Definisi pertama disebutkan bahwa
penulisan Al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dan kemu’jizatan Al-Qur’an
sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam definisi ke dua
semua itu tidak disebutkan.[12]

Melihat persamaan dan perbedaan antara kedua definisi di atas dapat


diketahui bahwa definisi pertama lebih lengkap dibanding dengan definisi ke
dua. Dengan demikian definisi kedua lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al-
Qur’an yang selalu berkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah
pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an.

Penjelasan-penjelasan di atas juga menunjukkan adanya dua unsur


penting dalam definisi Ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan
kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua, pembahasan-pembahasan ini
mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya
sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman
dan petunjuk hidup bagi manusia.

C. Ruang lingkup ‘Ulum Al-Qur’an

Berdasarkan pengertian ‘Ulum Al-Qur’an di atas dapat dipahami tentang


ruang lingkup Ulum Al-Qur’an, yaitu semua ilmu yang berhubungan dengan Al-
Qur’an berupa ilmu agama dan ilmu ‘Ibrab Al-Qur’an. Bahkan As-Suyuthi
sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syadali memperluasnya sehingga memasukkan
kedokteran, ilmu ukur, astronomi dan sebagainya ke dalam pembahasan ‘Ulumul
Qur’an.[13]

Namun As-Shiddiqie sebagaimana yang dikutip oleh Ramli Abdul Wahid


mengatakan bahwa segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an kembali kepada
beberapa pokok persoalan sebagai berikut:

1. Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-
mula turun dan yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah
pisah, dan yang turun sekaligus

2. Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan sanad yang muthawatir,
yang ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk Qirat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an
dan cara tahammul ( penerimaan riwayatnya)

3. Persoalan adad Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah( cara
memanjangkan) takhfif Hazah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan
bunyi huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya)

4. Persoalan yang menyangkut lafal Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima
perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah
(metaphor), tasybih (penyerupaan).

5. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang
bermakna umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal
(global), yang munfashal (yang terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan
pengutaraan), nasikh mansukh, mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan
lain sebagainya

6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal fashl (pisah), washal
(berhubungan), ijaz ( singkat), ithnab ( panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).
[14]

D. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Ulumul Qur’an


Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul
Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu cabang
disiplin ilmu setelah melalui proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam
hal ini tentu banyak Pribadi dan kondisi yang membuatnya sebagai cabang ilmu
yang penting untuk memahami kitab suci Al Qur’an. Berikut ini kita lihat
bagaimana alur lahirnya cabang ilmu ini.

1. Masa Sebelum Penulisan

Pada masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang
Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Ara yang tinggi dan
memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan
ksulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan
langsung kepada Rasul SAW. Sebagai contoh, ketika turun ayat:

Dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman…..”( Q.S Al-An’am:
82).[15] Para sahabat bertannya: “ siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi)
dirinya?”. Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik berdasarkan ayat:

(sesungguhnya Syirik itu kezaliman yang besar ( Q.S Luqman:13)[16]

Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan di masa
Rasul dan Sahabat.
a. Kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar
untuk memahami Al-Qur'an dan rasul dapat menjelaskan maksudnya.
b. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis
c. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an.

Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya


ilmu ini baik di masa Nabi maupun di zaman sahabat.[17]

2. Masa Penulisan Ulumul Qur’an

Di zaman khalifah usman Bin Affan wilayah Islam bertambah luas sehingga
terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui
bahasa Arab. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sahabat akan
terjadinya perpecahan di kalangan muslimin tentang bacaan Al-Qur’an, selama mereka
tidak memiliki sebuah Al-Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Sehingga
disalinlah dari tulisan aslinya sebuah Al-Qur’an yang disebut Mushaf Imam. Dengan
terlaksananya penyalinan ini, maka berarti Usman telah meletakkan suatu dasar
Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al-Qur’an atau Ilmu al- Rasm al- Utsmani.[18]
Pada masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu Qur’an. Karena melihat
banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa
Arab, dan kesalahan pembacaan Al-Qur’an. Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali
untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara
bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran pembacanya.
Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab Al-
Qur’an.[19]

Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan
usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui
jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatn.
Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang
yang paling berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibn
Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari
kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah,
Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah.
Kemudian Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap
sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul,
ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.

Pada abad ke 2 H ulumul Qu’an memasuki masa pembukuan. Para ulama


memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai
Umm al-‘ulum Al-Qur’aniah ( induk ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam
tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.

Pada abad ke-3 terkenal seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia
orang pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas
lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath ( penggalian hukum dari Al-Qur’an).
Di abad ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang
ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.

Berikut ini dapat kita lihat karya ulama pada abad ke -3, yaitu:

1. Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini


2. Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al-Qur’an disusun oleh
Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibn Salam.
3. Kitab tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn
Ayyub al Dharis[20]

Pada abad ke-4 lahir ilmu gharib Al-Qur’an dan beberapa kitab
Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:

1. Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul


Qur’an.
Isi kitab ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf,
penulisan mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.
2. Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an
3. Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya Gharib Al-Qur’an
4. Muhammad Ibn Ali al- Adfawi, kitabnya Al- Istighna fi Ulumul
Qur’an[21]

Pada abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para
tokoh serta karyanya adalah;
1. Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an
dan I’rab Al-Qur’an
2. Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al-
Muhkam fi al- Nuqath
3. Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal Qur’an.[22]

Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat Al-Qur’an. Abu Qasim
Abdur Rahman al-Suahaili mengarang Mubhamat Al-Qur’an. Ilmu ini
menerangkan lafal-lafal Al-Qur’an yang maksudnya apa dan siapa tidak
jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib Al-Qur’an dan
kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi Al-Qur’an[23]

Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz
mengarang kitab Majaz Al-Qur’an. ‘Alam al- Din al- Sakhawi mengarang
tentang Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al- Murtab fi al- Mutasyabih. Abu
Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi, menlis kitab Al- Mursyid al-
Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al- ‘Aziz.

Pada abad ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu


baru tentang Al-Qur’an, seperti berikut ini:

1. Ibn Abi al- Ishba’, kitabnya tentang badai Al-Qur’an.


Ilmu ini membahas berbagai macam keindahan bahasa dalam Al-Qur’an.
2. Ibn Qayyim, menulis tentang Aqsamul Qur’an
3. Najamuddin al-Thufi, menulis tentang Hujaj Al-Qur’an. Isi kitab ini
tentang bukti-bukti yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan
suatu hukum
4. Abu Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amstal Al-Qur’an
5. Badruddin al-Zarkasyi, kitanya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.[24]

Pada abad ke-9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan


ilmu-ilmu Qur’an, yaitu:

1. Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum.
Menurut Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori
penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup
50 macam ilmu Al-Qur’an

2. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir.


Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, Al-Qur’an, surat dan ayat.
Juga dijelaskan dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-
ayat Al-Qur’an.

3. Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini


memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini
dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi
merasa belum puas, beliau menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-
Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80 mcam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara
padat dan sistematis. Menurut al- Zarqani kitab ini merupakan kitab
pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Al-
Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti
kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-
Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H.[25]
Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke -15, perhatian ulama
terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit.
Kebangkitan ini sejalan dengan kebangkitan modern dalam perkembangan
ilmu-ilmu agama lainnya.diantara Ulama yang menulis tentang Ulumul
Qur’an ialah:

1. Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-


Muta’alliqah bi Al-Qur’an.
2. Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-
Takwil
3. Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi
‘Ulum Al-Qur’an.
4. Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an
5. Sayyid Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-
Qur’an
6. Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar
7. Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an
8. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an
9. Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar ilmu Tafsir
10. M. Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an.[26]

Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulum Al-Qur’an, terdapat tiga


pendapat, yaitu:

1. Pendapat umum di kalangan para penulis sejarah ‘Ulum Al-Qur’an


mengatakan bahwa lahirnya istilah ‘Ulum Al-Qur’an pertama kali ialah pada
abad ke-7[27]
2. Ibn Sa’id yang terkenal dengan sebutan Al-Hufi, dengan demikian
menurutnya, istilah ini lahir pada permulaan abad ke-15[28]
3. Shubhi Al-Shalih berpendapat lain. Menurutnya, orang yang pertama kali
menggunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an ialah Ibn Al-Mirzaban. Dia
berpendapat seperti ini berlandasan pada penemuannya tentang beberapa
kitab yang berbicara tentang kajian Al-Qur’an yang telah mempergunakan
istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Yang paling awal menurutnya ialah kitab Ibn Al-
Mirzaban yang berjudul Al-Hawi Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang ditulis pada abad
ke-3 H. Hal ini juga disepakti oleh Hasbi As-shiddieqi.[29]

E. Urgensi mempelajari Al-Qur’an

Adapun tujuan dari mempelajari ‘Ulumul Qur’an adalah:

1. Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang
dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-
Qur’an

2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam
menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang
ternama serta kelebihan-kelebihannya.

3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an

4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.[30]

Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

a. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:

1) Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung
jawabkan. Maka bagi mafassir ‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat
yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
2) Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan
menyelami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an
3) ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an
sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai
kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an.

b. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai Standar atau Ukuran Tafsir

Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir
Al-Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh
seseorang mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran,
maka dengan ‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang
tidak shahih.

Ada beberapa syarat dari ahli tafsir ( mufassir) yaitu:

1) Akidahnya bersih
2) Tidak mengikuti hawa nafsu
3) Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir
4) Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits
5) Mufassir mengetahui dasar-dasar agama
6) Mufassir mengerti ushul fiqh
7) Mufassir menguasai bahasa Arab[31]

Jawaban:
31. Sifat dasar hukum Al-Qur'an adalah keseimbangan dari segi
kebendaan dan kejiwaan yang disebut....
a. takamul
b. wasatiyyah
c. harakah
d. adil
e. khuludiyah
Jawaban: b
32. Al-Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah (pembukaan) dan
diakhiri dengan surah....
a. Al Baqarah
b. Al ‘Alaq
c. Al Ma’idah
d. An Nas
e. Al Falaq
Jawaban: d
33. Al-Qur'an adalah pedoman bagi manusia petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini. Hal ini ditegaskan Allah
dalam surah....
a. Al Jasiyah [45]: 20
b. Ali Imran [3]: 138
c. Al Jasiyah [45]: 45
d. Ali Imran[3]: 13
e. Al Baqarah [2]: 2
Jawaban: a
34. Al-Qur'an berfungsi sebagai Hudan yang artinya....
a. hiasan
b. petunjuk
c. penerang
d. penyempurna
e. ketetapan
Jawaban: b
35. Dalam surah Al Baqarah ayat 2 Allah berfirman bahwa Al-
Qur'an merupakan petunjuk bagi...
a. munafiqin
b. musyrikin
c. mukhlisin
d. muttaqin
e. muslimin
Jawaban: d
36. Al-Qur'an berfungsi sebagai mauizah. Hal ini terdapat
dalam surah....
a. Al Jasiyah [45]:20
b. Ali Imran [3]: 138
c. Al Jasiyah [45]: 45
d. Ali Imran [3]: 13
e. Al Baqarah [2]: 2
Jawaban: b
37. Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam....
a. Al-Qur'an
b. hadists
b. ijma ulama
c. qiyas
e. KUHP
Jawaban: a
38. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
secara lahiriah, manusia dengan sesama manusia, dan
manusia dengan lingkungan sekitarnya disebut hukum....
a. amaliyah
b. jinayah
c. i’tiqadiyah
d. khuluqiyah
e. siyasah
Jawaban: a
39. Hukum yang berkenaan dengan perilaku akhlak manusia
dalam kehidupan disebut hukum....
a. amaliyah
b. jinayah
c. i’tiqadiyah
d. khuluqiyah
e. siyasah
Jawaban: d
40. Sumber hukum yang tertinggi dalam Islam adalah....
a. Al-Qur’an
b. Sunnah
c. ijtihad
d. qiyas
e. ijama
Jawaban: a

Anda mungkin juga menyukai