A. PENDAHULUAN
Kitab suci Al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam harus dipahami dengan
benar. Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk dapat memahami Al-Qur’an dengan
sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya sekalipun, diperlukan sejumlah ilmu
pengetahuan, yang disebut Ulumul Qur”an.[1]
Istilah Ulumul Qur’an, secara etimologis merupakan gabungan dari dua kata
bahasa Arab ulum dan Al-Qur’an. Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang
merupakan bentuk masdhar dari kata ‘alima, ya’lamu yang berarti mengetahui.
[2] Dalam kamus al-Muhit kata ‘alima disinonimkan dengan
kata ‘arafa (mengetahui, mengenal).[3] Kata ‘ilm semakna dengan ma’rifah yang
berarti “pengetahuan”. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.
Kata Al-Qur’an dari segi bahasa adalah bentuk masdhar dari kata
kerja Qara’a, berarti “bacaan”. Hal ini berdasarkan firman Allah:
Artinya: apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya. ( QS. Al –
Qiyamah: 18)[4]
Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat
bagi nabi Muhammad SAW.[5] Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama
tentang nama Al-Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab al-
Madkhal li Dirasah al- Qur’an al-Karim,[6] sebagai berikut:
1. Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan).
Selanjutnya kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena Al-Qur’an terdiri dari
sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-kisah, perintah dan larangan, dan
mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.
Pendapat ini dikemukakan al-Zujaj (w. 311)
2. Kata Al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata bentukan dan sejak awal
digunakan sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini
diriwayatkan dari Imam Syafi’I ( w.204).
1. Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-
mula turun dan yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah
pisah, dan yang turun sekaligus
2. Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan sanad yang muthawatir,
yang ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk Qirat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an
dan cara tahammul ( penerimaan riwayatnya)
3. Persoalan adad Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah( cara
memanjangkan) takhfif Hazah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan
bunyi huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya)
4. Persoalan yang menyangkut lafal Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima
perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah
(metaphor), tasybih (penyerupaan).
5. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang
bermakna umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal
(global), yang munfashal (yang terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan
pengutaraan), nasikh mansukh, mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan
lain sebagainya
6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal fashl (pisah), washal
(berhubungan), ijaz ( singkat), ithnab ( panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).
[14]
Pada masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal
sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang
Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Ara yang tinggi dan
memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan
ksulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan
langsung kepada Rasul SAW. Sebagai contoh, ketika turun ayat:
Dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman…..”( Q.S Al-An’am:
82).[15] Para sahabat bertannya: “ siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi)
dirinya?”. Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik berdasarkan ayat:
Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan di masa
Rasul dan Sahabat.
a. Kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar
untuk memahami Al-Qur'an dan rasul dapat menjelaskan maksudnya.
b. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis
c. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an.
Di zaman khalifah usman Bin Affan wilayah Islam bertambah luas sehingga
terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui
bahasa Arab. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sahabat akan
terjadinya perpecahan di kalangan muslimin tentang bacaan Al-Qur’an, selama mereka
tidak memiliki sebuah Al-Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Sehingga
disalinlah dari tulisan aslinya sebuah Al-Qur’an yang disebut Mushaf Imam. Dengan
terlaksananya penyalinan ini, maka berarti Usman telah meletakkan suatu dasar
Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al-Qur’an atau Ilmu al- Rasm al- Utsmani.[18]
Pada masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu Qur’an. Karena melihat
banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa
Arab, dan kesalahan pembacaan Al-Qur’an. Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali
untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara
bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran pembacanya.
Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab Al-
Qur’an.[19]
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan
usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui
jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatn.
Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang
yang paling berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibn
Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari
kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah,
Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah.
Kemudian Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap
sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul,
ilmu nasikh dan mansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.
Pada abad ke-3 terkenal seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia
orang pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas
lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath ( penggalian hukum dari Al-Qur’an).
Di abad ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang
ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.
Berikut ini dapat kita lihat karya ulama pada abad ke -3, yaitu:
Pada abad ke-4 lahir ilmu gharib Al-Qur’an dan beberapa kitab
Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
Pada abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para
tokoh serta karyanya adalah;
1. Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an
dan I’rab Al-Qur’an
2. Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al-
Muhkam fi al- Nuqath
3. Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal Qur’an.[22]
Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat Al-Qur’an. Abu Qasim
Abdur Rahman al-Suahaili mengarang Mubhamat Al-Qur’an. Ilmu ini
menerangkan lafal-lafal Al-Qur’an yang maksudnya apa dan siapa tidak
jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib Al-Qur’an dan
kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi Al-Qur’an[23]
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz
mengarang kitab Majaz Al-Qur’an. ‘Alam al- Din al- Sakhawi mengarang
tentang Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al- Murtab fi al- Mutasyabih. Abu
Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi, menlis kitab Al- Mursyid al-
Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al- ‘Aziz.
1. Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum.
Menurut Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori
penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup
50 macam ilmu Al-Qur’an
1. Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang
dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-
Qur’an
2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam
menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang
ternama serta kelebihan-kelebihannya.
Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:
1) Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung
jawabkan. Maka bagi mafassir ‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat
yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
2) Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan
menyelami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an
3) ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an
sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai
kedudukan sebagai ilmu pokok dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir
Al-Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh
seseorang mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran,
maka dengan ‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang
tidak shahih.
1) Akidahnya bersih
2) Tidak mengikuti hawa nafsu
3) Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir
4) Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits
5) Mufassir mengetahui dasar-dasar agama
6) Mufassir mengerti ushul fiqh
7) Mufassir menguasai bahasa Arab[31]
Jawaban:
31. Sifat dasar hukum Al-Qur'an adalah keseimbangan dari segi
kebendaan dan kejiwaan yang disebut....
a. takamul
b. wasatiyyah
c. harakah
d. adil
e. khuludiyah
Jawaban: b
32. Al-Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah (pembukaan) dan
diakhiri dengan surah....
a. Al Baqarah
b. Al ‘Alaq
c. Al Ma’idah
d. An Nas
e. Al Falaq
Jawaban: d
33. Al-Qur'an adalah pedoman bagi manusia petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang meyakini. Hal ini ditegaskan Allah
dalam surah....
a. Al Jasiyah [45]: 20
b. Ali Imran [3]: 138
c. Al Jasiyah [45]: 45
d. Ali Imran[3]: 13
e. Al Baqarah [2]: 2
Jawaban: a
34. Al-Qur'an berfungsi sebagai Hudan yang artinya....
a. hiasan
b. petunjuk
c. penerang
d. penyempurna
e. ketetapan
Jawaban: b
35. Dalam surah Al Baqarah ayat 2 Allah berfirman bahwa Al-
Qur'an merupakan petunjuk bagi...
a. munafiqin
b. musyrikin
c. mukhlisin
d. muttaqin
e. muslimin
Jawaban: d
36. Al-Qur'an berfungsi sebagai mauizah. Hal ini terdapat
dalam surah....
a. Al Jasiyah [45]:20
b. Ali Imran [3]: 138
c. Al Jasiyah [45]: 45
d. Ali Imran [3]: 13
e. Al Baqarah [2]: 2
Jawaban: b
37. Hukum Islam tentang waris ada secara lengkap dalam....
a. Al-Qur'an
b. hadists
b. ijma ulama
c. qiyas
e. KUHP
Jawaban: a
38. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
secara lahiriah, manusia dengan sesama manusia, dan
manusia dengan lingkungan sekitarnya disebut hukum....
a. amaliyah
b. jinayah
c. i’tiqadiyah
d. khuluqiyah
e. siyasah
Jawaban: a
39. Hukum yang berkenaan dengan perilaku akhlak manusia
dalam kehidupan disebut hukum....
a. amaliyah
b. jinayah
c. i’tiqadiyah
d. khuluqiyah
e. siyasah
Jawaban: d
40. Sumber hukum yang tertinggi dalam Islam adalah....
a. Al-Qur’an
b. Sunnah
c. ijtihad
d. qiyas
e. ijama
Jawaban: a