Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

Alquran adalah mukjizat Islam yang abadi di mana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin
tampak validitas kemukjizatannya. Allah SWT. membebaskan manusia dari berbagai kegelapan
hidup menuju cahaya Ilahi dan menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW., demi
membimbing mereka ke jalan yang lurus. Rasulullah menyampaikannya kepada para sahabatnya
sebagai penduduk asli Arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat
sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung
menanyakannya kepada Rasulullah.

A.pengertian al-quran dan ulum alquran

1.pengertian al quran

Al-Qur’an merupakan sebuah kitab suci bagi umat islam, selain itu Al-Qur’an juga adalah
sumber hukum utama dalam ajaran agama islam. Menurut bahasa Al-Qur’an berasal dari bahasa
arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja qar’a-yaqra’u-qur’anan yang
berarti bacaan atau sesuatu yang dapat di baca berulang-ulang, inilah pengertian al qur’an dalam
bahasa arab, dan Allah memilih bahasa arab menjadi bahasa al-quran yaitu : dalam kosa kata
bahasa arab tidak dapat dirubah walau satu huruf saja, jika di rubah maka maknanya akan
berbeda.

Definisi al-Quran yang dikemukakan para ulama yang maknanya mampu membedakan
dengan definisi yang lain adalah :

‫القرآن هو كالم هللا المنزل على محمد عليه السالم المتعبد بتالوت‬
Artinya : Quran adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhamad saw. Yang
pembacanya merupakan suatu ibadah`.
Jadi bisa di bilang Al-Qur’an adalah bacaan suci (membacanya bernilai ibadah dan mendapatkan
pahala), tentunya sesuai dengan tata aturan yang berlaku baik dalam pengucapan huruf perhuruf
(mahroj) ataupun tajwidnya.

Dan secara istilah Al-Qur’an berarti bacaan mulia yang merupakan wahyu yang di turunkan oleh
Allah untuk Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril AS dan merupakan penutup kitab
1
suci dari agama samawi (yang di turunkan dari langit). Al-Qur’an adalah wahyu murni dari
Allah SWT, bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi Muhammad SAW.

2. pengertian ulum alquran

Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan menguasai).
Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara
ilmiah.
Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan pengertian
pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun definisi al-Qur’an secara
terminologi menurut Abu Syahbah, adalah : ‘Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek
pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan,
penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-
mutayabih, sampai pembahasan-pembahasan lain’.[4]
Jadi, yang dimaksud dengan u`lumul-Qu`ran ialah ilmu yang membahas masalah-masalah
yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu nuzuul."sebab-sebab turunnya al-Qur`an",
pengumpulan dan penertiban Qur`an, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan Madinah, An-
2

Nasikh wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan
dengan Qur`an.
Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena yang dibahas
berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang Mufassir sebagai sandaran
dalam menafsirkan Qur`an.

1
2 []
Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994, hal 11

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
B. Ruang lingkup pembahasan ulum al quran

Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikannya
seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al Qur’an itu
mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam Al Qur’an dengan
dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan
tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan
dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas,
dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari
sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.

Firman Allah :
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh
habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)”.(Q.S. Al-Kahfi :109).[3]

Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu
kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:

Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya
Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al quran.[4]
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir,
yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para penghafal Al-Quran,
dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof (cara
berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah
(meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf
sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob
(menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal yang mengandung lebih dari
satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat yang bermakna
‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang dimaksud khusus, ‘amm
(umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang
mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna
yang berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam
(kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan
mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan)
pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) wasl
(berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[

B. Cabang- Cabang Pokok Pembahasan


Ulumul Qur’an.Meskipun nama ilmu-ilmu yang menjadi pembahasan Ulumul Quran telah
disebutkan secara sepintas lalu, namun untuk lebih mengenalnya perlu dikemukakan beberapa
macam yang penting diketahui seorang yang hendak menafsirkan atau menerjemahkan Alquran.
Ilmu-ilmu Alquran pada dasarnya terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, ilmu riwayah, yaitu
ilmu-ilmu yang hanya dapat diketahui melalui jalan riwayat, seperti bentuk-bentuk qiraat, tempat-
tempat turunnya Alquran, waktu-waktu turunnya. Kedua, ilmu dirayah, yaitu ilmu-ilmu yang
diketahui melalui jalan perenungan, berpikir, dan penyelidikan, seperti mengetahui pengertian
lafal yang gharib, makna-makna yang menyangkut hukum, dan penafsiran ayat-ayat yang perlu
ditafsirkan.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Alquran yang terpokok.[6]
a. Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya. Di antara
kitab yang membahas ilmu ini adalah Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Al-Suyuthi.

b. Ilmu Tawarikh al-Nuzul


Ilmu ini menerangkan masa turunnya ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan
turunnya sampai akhir serta urutan turun surah dengan sempurna.
c. Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat. Di antara kitab yang penting dalam hal ini adalah
kitab Lubab al-Nuqul karya Al-Suyuthi. Namun, perlu diingat bahwa banyak riwayat dalam kitab
ini yang tidak sahih.
d. Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Alquran yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada
sepuluh qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah. Tulisan Alquran yang beredar
di Indonesia adalah menurut qiraat Hafsh, salah satu qiraat yang ke tujuh. Kitab yang paling baik
untuk mempelajari ilmu ini adalah Al-Nasyr fi al-Qiraat al-Asyr karangan Imam Ibn al-Jazari.
e. Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Alquran dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat
memulai, berhenti, bacaan yang panjang dan yang pendek, dan sebagainya.
f. Ilmu Gharib Alquran
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa
Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti
menjelaskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi. Di antara kitab penting dalam ilmu ini
adalah Al-Mufradat li Alfaz al-Qur’an al-Karim karangan Al-Raghib al-Ashfahani. Kitab ini
sangat penting bagi seorang mufassir atau penerjemah Alquran.

g. Ilmu I’rab Alquran


Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Alquran dan kedudukannya dalam susunan kalimat. Di
antara kitab penting dalam ilmu ini adalah Imla’ al-Rahman karangan Abd al-Baqa al-Ukbari.
h. Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Alquran yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna
yang dimaksud pada tempat tertentu. Ilmu ini dapat dipelajari dalam kitab Mu’tarak al-
Aqran karangan Al-Suyuthi.
i. Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al- Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan
yang mutasyabih (samar maknanya, perlu ditakwil). Salah satu kitab menyangkut ilmu ini
ialah Al-Manzumah al-Sakhawiyah karangan Al-Sakhawi.
j. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian para
mufassir. Di antara kitab-kitab yang membahas hal ini adalah Al-Nasikh wa al-Mansukh karangan
Abu Ja’far al-Nahhas, Al-Itqan karangan Al-Suyuthi, Tarikh Tasyri’ dan Ushul al-Fiqh karangan
Al-Khudhari.
k. Ilmu Badai’ Alquran
Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Alquran dari sudut kesusastraan, keanehan-
keanehan, dan ketinggian balaghahnya. Al-Suyuthi mengungkapkan yang demikian dalam
kitabnya Al-Itqan dari halaman 83 s/d 96 dalam jilid II.

l. Ilmu I’jaz Alquran


Ilmu ini menerangkan susunan dan kandungan ayat-ayat Alquran sehingga dapat
membungkemkan para sastrawan Arab. Di antara kitab yang membahas ilmu ini adalah I’jaz al-
Qur’an karangan Al-Bagillani.
m. Ilmu Tanasub Ayat Alquran
Ilmu ini menerangkan penyesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang di depan dan
yang di belakangnya. Di antara kitab yang memaparkan ilmu ini ialah Nazm al-Durar karangan
Ibrahim al-Biqa’i.
n. Ilmu Aqsam Alquran
Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Alquran. Ibn
al-Qayyim telah membahasnya dalam kitabnya Al-Tibyan.
o. Ilmu Amtsal Alquran
Ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan Alquran. Al-
Mawardi telah membahasnya dalam kitabnya berjudul Amtsl al-Qur’an.
p. Ilmu Jidal Alquran
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Alquran yang dihadapkan
terhadap kaum Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan. Najmuddin telah
mengumpulkan ayat-ayat yang menyangkut ilmu ini.
q. Ilmu Adab Tilawah Alquran
Ilmu ini merupakan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Alquran. Imam
Al-Nawawi telah memaparkan dalam kitabnya berjudul kita Al-Tibyan.
Inilah tujuh belas macam ilmu Alquran yang sangat ditentukan oleh Ash-Shiddieqy untuk
memahirkan oleh setiap orang yang bermaksud menafsirkan atau menterjemahkan Alquran.
Sebelum itu, ia juga harus menguasai ilmu balaghah, bahasa dan kaidah-kaidahnya, ilmu kalam
dan ilmu ushul. Namun demikian, tampaknya masih banyak lagi ilmu-ilmu yang harus dikuasai
oleh seorang mufassir atau penerjemah. Setidaknya satu ilmu lagi harus ditambahkan kepada ilmu-
ilmu yang disebutkan Ash-Shiddieqy di atas, yaitu ilmu tafsir.[7]
Ilmu tafsir merupakan bagian dari Ulumul Quran. Ilmu tafsir berfungsi sebagai alat untuk
mengungkap isi dan pesan yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran. Ulumul Quran lebih umum
dari ilmu tafsir karena Ulumul Quran ialah segala ilmu-ilmu yang mempunyai hubungan dengan
Alquran. Ilmu tafsir tidak kurang penting dari ilmu-ilmu di atas, terutama setelah berkembangnya
dengan menampilkan berbagai metodologi, corak, dan alirannya. Kadang-kadang Ulumul Quran
ini juga disebut Ushul At-Tafsir (dasar-dasar/prinsip-prinsip penafsiran), karena memuat berbagai
pembahasan dasar atau pokok yang wajib dikuasai dalam menafsirkan Alquran.
3

[.Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 11

]. M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6


C.Sejarah perkembangan ulum al quran

1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.


Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung dari
Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat dalam bertanya
tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a. Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas
mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal :60 ),
ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)
b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.
Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang
membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta yang
lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak
melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka berkata
'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"
c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian
AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari
aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang
dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia akan
menempati tempatnya di api neraka."(HR Muslim)

2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah


Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul-Quran mulai
berkembang pesat, di antaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana berikut:[9]
a. Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg
pertama yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit
b. Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf,
dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf ini juga
dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu
dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
c. Kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali
meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan
ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.

3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in


a. Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna
al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan kemampuan
mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya
mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu
para tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah: Empat orang Khalifah (
Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
1. Ibnu Masud,
2. Ibnu Abbas,
3. Ubai bin Kaab,
4. Zaid bin sabit,
5. Abu Musa al-Asy'ari dan
6. Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah
tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran
apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

4. Masa Pembukuan (tadwin)


Perkembangan selanjutnya dalam ulumul-Quran adalah masa pembukuan ulumul- Quran,
pembukuan ini melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :
a. Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan tabi'in
Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai dengan pembukuan
hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal yang
berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir al-Qur'an yang diriwayatkan
dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ), Syu'bah
bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat 198 H),
dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan tafsir yang mereka susun merupakan salah satu
bagiannya, namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ketangan kita.

b. Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat[11]


Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir Qur'an
yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir
at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada awal permulaanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan
(dari mulut ke mulut) melalui riwatyat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadits,
selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-Tafsir bil
Ma'tsur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-Tafsir bir Ra'yi (berdasarkan penalaran ).

c. Munculnya pembahasan cabang-cabang ulumul-Quran selain tafsir


Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok
pembahasan tertentu yang berhubungan dengan al-Quran, dan hal ini sangat diperlukan oleh
seorang mufasir, di antaranya :

1) Ulama abad ke-3 Hijri


a) Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbabun
nuzul
b) Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh Mansukhdan qira'at.
c) Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika al-Quran (musykilatul quran).
2) Ulama Abad Ke-4 Hijri
a) Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil Qur'an.
b) Abu muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-ilmu al-
Qur'an.
c) Abu Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Garibul Qur'an.
d) Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388 H) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.

3) Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya


a) Abu Bakar al Baqalani (wafat 403 H) menyusun i'jazul-Qur'an,
b) Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai i'rabul-Qur'an.
c) Al Mawardi (wafat 450 H) menegenai tamsil-tamsil dalam al-Qur'an (amsalul-Qur'an).
d) Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam al-Qur'an.
e) Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu qra'at (cara membaca al-Qur'an
) dan aqsamul-Qur'an.

5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)


Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul-Quran pada masa
kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu al-Quran secara
khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau menyatukan
cabang-cabang ulumul-Quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan
sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
a) Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau pembahasan
khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
1) Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
2) Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid Qutb
3) Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu
pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
4) Masalatu tarjamatil qur`an oleh Musthafa Sabri,
5) An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
6) Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.
b) Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya :
1) Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil
qur`an.
2) Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil qur`an yang
berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi
da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
3) Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil
qur`an.
4) Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
5) Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.

Pembahasan tersebut dikenal dengan sebutan u`luumul qur`an, dan kata ini kini telah
menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut. Kitab Mabahitsul Quran yang
ditulis Manna'ul Qattan ini juga termasuk kitab ulumul quran kontemporer yang banyak mendapat
sambutan di universitas-universitas di Timur Tengah dan Dunia Islam pada umumnya. Kitab ini
juga dijadikan modul untuk perkuliahan Ulumul Quran semester 1 di Universitas International
Afrika, Khartoum Sudan, sebagai mata kuliah umum untuk semua mahasiswa di berbagai
jurusannya.[13]
4

4
Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.
]
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia,
D. urgensi mempelajari ulum al- quran

Ulumul quran sebagai dari ilmu yang memiliki koelasi positif dengan al-Quran memiliki
urgensi yang sangat penting untuk mempelajarinya, diantaranya adalah :

1. Untuk memahami kandungan kalamullah yaitu al-Quran.

2. Untuk mengetahui cara dan gaya serta methode yang digunakan oleh para musafir dalam
menafsirkan al-Quran disertai dengan penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir kenamaan dan
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.

3. Untuk mengetahui persyarata-persyaratan dalam menafsirkan al-Quran.

Oleh karena itu, dengan mempelajari ulumul quran seseorang diharapkan dapat
memahami, menafsirkan dan menerjemahkan al-quran dan mempertahankan kesucian dan
kebenaran al-Quran. Begitu pentingnya mempelajari ulumul quran, sehingga az-Zarqoni
mengibaratkan ulumul quran, sebagai anak kunci bagi para mufasir sehingga sehingga Manna’
Khalil al-Qattan menyebutnya dengan istilah ushul tafsir (dasar-dasar tafsir). Karena yang dikaji
adalah yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang harus diketahui oleh seoarang
mufassir sebagai sandaran dalam memahami makna-makna yang tersurat maupun yang tersirat
dalam al-Quran dan sebagai salah satu cara dalam menggali ajaran-ajaran yang masih terpendam,
menangkap isyarat-isyarat dan makna yang tersembunyi, menafsirkan al-quran serta
menjadikanya sebagai legislasi al-Quran.

Pembahasan tentang ulumul quran adalah meliputi semua ilmu yang berkaitan dengan
al-Quran itu sendiri, yaitu berupa ilmu tentang asbabun nuzul, urutan-urutan pengumpulanya,
penulisanya, qiraatnya, tafsirnya, kemukjizatanya, nasikh dan manshuknya, ayat-ayat makiyah
dan madaniyah, ayat muhkam dan mutasyabih, ilmu gharib al-Quran, ilmu bada’ al-Quran, ilmu
tansabul ayat al-Quran, aqsam al-quran, amtsal al-Quran, ilmu jidal al-Quran, ilmu adabul
tilawah al-Quan dan 5sebagainya.

5
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahist Fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS dengan judul Studi Ilmu-
ilmu Quran, cet II, Jakarta : Pustaka Litera Antar Nusa.1994.
Mahmud Adnan, Laonso Hamid, ulumul quran. Restu ilahi, Jakarta. 2005.
Bab III Penutup

A.Kesimpulan

Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan menguasai).
Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara
ilmiah.

Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran

Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan fi
’Ulum Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat diperinci
lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi cakupan
‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :

1. Pengenalan Terhadap Al-Qur’an

2. Kaidah-kaidah tafsir

3. Metode-metode tafsir

4. Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.

Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap fase
menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran menjadi
sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut beberapa fase /
tahapan perkembangan ulumul-Quran.

1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.

2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah

3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in

4. Masa Pembukuan (tadwin)

5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)


DAFTAR PUSTAKA

Drs. Abu Anwar, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Penerbit Amzah, Oktober 2005.

Anwar R, 2007. Ulum Al-qur’an. Pustaka Setia. Bandung

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.

Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2000

Rofi’i, Ahmad & Ahmad Syadali. Ulumul Quran I,Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Kamaluddin Marzuki, Ulumul Quran, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1994

Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia, h.

Anda mungkin juga menyukai