Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR AL QUR’AN

Di susun untuk memenuhi salah satu tugas ulumul qur’an


Dosen pengampu :
Dr. Ahmad qurtubi, M.A.

Disusun oleh :
Kelompok 11
1. Choirul anam (221360079)
2. Siti khofifah (221360104)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS USULUDDIN DAN ADAB
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim.

Pujii syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada
halangan apapun sesuai waktu yang telah di tentukan.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada
mata kuliah ulumul qur’an, penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat penyusun harapkan.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khusus nya bagi
penyusun dan umum nya bagi para pembaca, Aamiin.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................................5
BAB III.....................................................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................................................13
SIMPULAN..............................................................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al qur’an adalah salah satu mu’jizat besar nabi muhammad SAW.sebab turunnya al qur’an
melalui perantara beliau,al qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk
keberlangsungan umat manusia di dunia.betapa tidak semua persoalan manusia di dunia
sebagian besar dapat di temukan jawabannya pada al qur’an.oleh karenannya kemudian al
qura’an di yakini sebagian firman allah yang menjadi sumber hukum islam pertama sebelum
hadist.
Al- qur’an al -karim adalah sumber tsyri pertama bagi umat nabi muhammad
saw,kemampuannya seseorang dalam memahami lafadz dan ungkapan al qur’an tidaklah
sama,padahal ayat-ayatnya sedemikian gambalang dan rinci.perbedaan daya nalar diantara
mereka ini adalah suatu hal yang tidak di pertengtangkan lagi.kalangan awam hanya dapat
memahami makna-maknanya yang dzahir dan pengertian ayat-ayat nya secara
global.sedangkan kalangan cerdik.cedikian dan terpelajar akan dapat menyimpulkan pula
daripadanya makna-makna yang menarik.maka tidaklah heran jika al qur’an mendapatkan
perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intesif terutama dalam rangka menafsirkan
kata-kata garib (aneh) atau menta’wilkan (susunan kalimat).
Dalam mempelajari Al- qur’an tentang ilmu tentang tafsir, takwil dan terjemah menjadi
bagian penting, dan itulah yang akan diketengahkan oleh penyusun dalam makalah ini

B.Rumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat perumusan
masalah sebagai berikut;
a.pengertian terjemah, tafsir dan takwil
b.urgensi ilmu tafsir
c. syarat syarat mufassir
d.metode metode tafsir al qur’an
e. mazhab mazhab dalam tafsir al qur’an
f. kitab kitab tasir dan corak pendekatan nya

C.Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas tujuan penilitian ini adalah untuk :

a.Untuk mengetahui pengertian terjemah,tafsir dan takwil


b.Untuk urgensi ilmu tafsir
c.Untuk mengetahui syarat-syarat muffasir
d.Untuk mengetahui metode-metodr tafsir al qur’an
e.Untuk mengetahui mazhab-mazhab dalam tafsir al qur’an
f.Untuk mengetahui kitab-kitab tafsir dan corak pendekatannya

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian terjemah,tafsir dan takwil.


Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: ‫( القرآن تفسير‬adalah ilmu pengetahuan untuk memahami
dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai
mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an,
khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami dan samar artinya. Kebutuhan
umat Islam terhadap tafsir Al-Qur'an, sehingga makna-maknanya dapat dipahami
secara penuh dan menyeluruh, merupakan hal yang mendasar dalam rangka
melaksanakan perintah Allah (Tuhan dalam Islam) sesuai yang dikehendaki-Nya.[1]

Dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan


bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-
Qur'an dan isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir
atau biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-Qur'an). Terdapat tiga bentuk
penafsiran yaitu Tafsîr bil ma’tsûr, at-tafsîr bir ra’yi, dan tafsir isyari, dengan empat
metode, yaitu ijmâli, tahlîli, muqârin dan maudhû’i. Sedangkan dari segi corak lebih
beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan
corak sastra budaya kemasyarakatan.

Usaha menafsirkan Al-Qur'an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi ‫صلى‬
‫ هللا عليه وسلم‬sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w. 68 H),
‘Abdullah Ibn Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para
sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dibandingkan dengan
sahabat-sahabat yang lain.

Macam macam tafsir 1. Tafsir bil Ma’tsur/Tafsir Riwayah Ini adalah metode
menafsirkan Alquran dengan Alquran, hadits, atau perkataan para sahabat. Alasannya,
para sahabat mendengar penjelasan langsung dari Rasulullah SAW dan merupakan
saksi atas turunnya ayat-ayat Alquran. Sahabat yang paling ahli dalam bidang ini
sekaligus yang sering dijadikan rujukan adalah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, dan
Abdullah bin Masud. Hukum Tafsir bil-ma'tsur adalah harus diikuti dan dijadikan
pedoman, karena merupakan jalan pengetahuan yang benar, serta merupakan cara
paling aman untuk menjaga diri dari tergelincir dan kesesatan dalam memahami
Kitabullah.

Beberapa yang termasuk ke dalam kitab-kitab Tafsir bil Ma’tsur adalah sebagai
berikut: ● Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an (Tafsir Ath-Thabary) karya Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir bin Yajid bin Katsir ibnu Ghalib Ath-Thabari. ● Ma’alimut
Tanzil karya Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad al-Farra’ Al-
Baghawi. ● Al Muharrir al Wajiz fi Tafsir Al Kitab Al ‘Aziz karya Abdul Haqq bin
Ghalib bin Abdi Rauf bin Tamam bin Abdillah bin Tamam bin Athiyyah Al-Andalusi
Al-Gharnathi. ● Tafsir Qur’anil Adzim karya Al-Hafizh Imaduddin Ismail
bin Amr bin Katsir Al-Quraisyi as-Dimasyqi. ● Darul Mansur fi Tafsiri bil Ma’tsur
karya Jalaluddin Abu Fadhli Abdurrahman bin Abu Bakr A-Suyuty As-Syafi’i.

2.Tafsir bi Ra’yi/Tafsir Dirayah


Tafsir ini terbagi menjadi dua metode, yaitu:
a. Tafsir bir-ra'yi al mahmud (diperbolehkan)
Ini adalah metode penafsiran Alquran dengan cara ijtihad yang disandarkan
kepada ilmu-ilmu ushul, baik dari ilmu lughah atau ilmu syar'i dan juga ulumul
Quran.
Metode ini didasarkan pada firman Allah SWT, “Maka tidakkah mereka
menghayati Al-Qur'an, ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS. Muhammad:
24).
Adapun beberapa kitab yang termasuk dalam Tafsir Bir-ra’yi Al-Mahmud, yaitu;
● Mafatihul Ghaib karya Muhammad bin Umar bin Husain Ibnu Al-Hasan bin Ali
At-Tamimi Al-Tabaristani Ar-Razi.
● Al-jami’ Liahkami Qur’an karya Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh
Al-Anshary Al-Khazraji Al-Andulisy.
● Madarikut Tanzil wa Haqa’iqut Ta’wil karya Syeikh Al-Alim Az-Zahid
Abdullah bin Ahmad An Nasafi.
b. Tafsir al Mazhmum (tercela/terlarang)
Ini adalah penafsiran berdasarkan Alquran tanpa ilmu atau mengikuti hawa nafsu
dan kehendak pribadi, tanpa disandarkan dengan kaidah-kaidah bahasa atau
ulumul Quran.
Hukum tafsir ini adalah haram, sesuai dengan firman Allah SWT, “Dan janganlah
kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya.” (QS. Al-Isra:36). Kitab-kitab Tafsir al Mazhmum di antaranya
adalah sebagai berikut:
● Tafsir Mu’tazilah.
● Tafsir Syi’ah.
● Tafsir Zayidiyah.
● Tafsir Khawarij.
3. Tafsir Bil-isyarah/Tafsirul Isyari Ini adalah tafsir yang menggunakan metode
penafsiran melalui isyarat suci yang timbul dari riyadhah ruhiyah. Orang sufi
meyakini bahwa riyadhah ruhiyah bisa mengantarkan seseorang ke dalam derajat
yang bisa membuka isyarat-isyarat suci.
Tafsir ini biasa disebut tafsir sufi atau tasawuf. Hukum tafsir ini adalah ikhtilaf,
ada yang melarang, namun ulama yang memperbolehkan mengajukan beberapa
syarat sehingga tafsir ini bisa diterima. Berikut adalah beberapa kitab Tafsir Bil-
isyarah, yaitu:
● Tafsir Al-Qur'an Al Karim karya Sahal bin Abdullah At Tistar.

● Haqaiqut Tafsir karya Abu Abdurrahman As Sulami.


● AI Kasfwal Bayan karya Ahmad bin Ibrahim An Nisaburi.
● Tafsir Ibnu 'Arabi karya Muhyiddin Ibnu Arabi.
● Ruhul Ma'ani karya Syiha- buddin Al Alusi.
4. Tafsir Fuqaha
Tafsir Fuqaha adalah metode penafsiran dengan menonjolkan penafsiran hukum-
hukum yang terkandung dalam Alquran. Tafsir ini diperbolehkan untuk dijadikan
pedoman jika penafsirnya telah disepakati.
Namun, tafsir ini juga ada yang terlarang jika penafsirnya adalah dari kalangan
ulama mazhab Ahmadiyah, Zayidiyah, Syiah, serta mazhab terlarang lainnya. Di
antara tafsir fuqaha adalah:
● Ahkamul Quran karya Abu Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razy.
● Ahkam Al-Qur’an karya Abu Bakr Muhammad bin Abdullah bin Ahmad Al-
Ma’afiri Al Andalusi.
● Aljami’ Li Ahkamil Quran karya Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin
Abu Bakr bin Farh Al-Anshari Al-Khazraji al-Andulisi.
5. Tafsir Kontemporer
Tafsir ini ditulis oleh ulama-ulama kontemporer. Yang termasuk dalam kitab
tafsir tersebut adalah:
● Jawahir fi Tafsiril Qur'an karya Tanthawi Jauhari.
● Tafsir Almanar karya Rashid Ridha.
● Fi Zhilalil Qur'an karya Sayid Quthb.
● Tafsir Almaraghy karya Musthafa Almaraghy.
● Tafsir Al-Bayani lil Qur’anil Karim karya Dr. Aisyah Abdurrahman.
6. Tafsir Maudhu’I (Tematik) Ini merupakan penafsiran Alquran dengan metode
menyusun ayat-ayat Alquran menjadi sebuah tema atau judul. Salah satu karya
besar dari Tafsir Maudhu’I adalah Al-Futuhat Al-Rabbaniyyah fi Al-Tafsir karya
Dr. Al-Husain Abu Farhah.

Sejarah perkembangan tafsir.


Perkembangan awal tafsir Al-Qur'an sejatinya telah diawali semenjak turunnya
Al-Qur'an itu sendiri. Nabi Muhammad SAW sebagai pengemban risalah dakwah
dalam posisinya sebagai objek penerima wahyu Al-Qur'an, pada saat yang sama
juga beliau menempati peran sebagai penafsir dari ayat-ayat kalam Allah itu.
Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW masih hidup sering kali timbul
beberapa perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat. Untuk itu mereka
dapat.Rasulullah pada menanyakan langsung Manakala para sahabat tidak
memahami arti makna atau kandungan ayat yang dimaksudkan oleh Al-Qur'an,
maka mereka pun masih mendatangi Rasulullah SAW untuk bertanya dan
meminta penjelasan atas kandungan ayat yang belum mereka mengerti.
Sebagai contoh, ketika turunnya QS Al-An'am Ayat 82 yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya
dengan kezaliman akan mendapatkan ketentraman dan petunjuk dari Allah Ta'ala.
" Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang tidak
menzalimi dirinya sendiri? Rasul menjawab: Bukan itu yang dimaksud ayat
tersebut. Kezaliman dalam ayat ini maknanya ialah kemusyrikan. Tidakkah kalian
mendengar firman Allah:
"Sesungguhnya kemusyrikan itu ialah kezaliman yang besar" (QS. Lukman: 13)"
Sepeninggal Rasulullah,para sahabat masih dapat bertanya dengan para sahabat
yang memiliki kapasitas dan keahlian di bidang penafsiran Al-Qur'an. Salah satu
di antaranya, yaitu Ibn Abbas, seorang ulama tafsir yang pernah didoakan
langsung oleh Nabi SAW sewaktu kecilnya agar ia memperoleh pemahaman yang
luas dalam memahami ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur'an.
Usaha menafsirkan Al-Qur'an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi
sendiri. Ali ibn Abi Thalib (wafat 40 H); ‘Abdullah ibn ‘Abbas (wafat 68 H);
Abdullah Ibn Mas’ud (wafat 32 H) dan Ubay ibn Ka'ab (wafat 32 H) adalah di
antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an
dibanding sahabat-sahabat yang lain.

Perkembangan awal tafsir Al-Qur'an sejatinya telah diawali semenjak turunnya


Al-Qur'an itu sendiri. Nabi Muhammad SAW sebagai pengemban risalah dakwah
dalam posisinya sebagai objek penerima wahyu Al-Qur'an, pada saat yang sama
juga beliau menempati peran sebagai penafsir dari ayat-ayat kalam Allah itu.
Sejarah ini diawali dengan masa Rasulullah SAW
masih hidup sering kali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang makna
sebuah ayat Untuk itu mereka dapat. Rasulullah pada menanyakan langsung
Manakala para sahabat tidak memahami arti makna atau kandungan ayat yang
dimaksudkan oleh Al-Qur'an, maka mereka pun masih medatangi rasulullah untuk
bertanya dan meminta penjelasan atas kandungan ayat yang belum mereka
mengerti. Sebagai contoh, ketika turunnya QS Al-An'am Ayat 82 yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya
dengan kezaliman akan mendapatkan ketentraman dan petunjuk dari Allah Ta'ala.
" Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang tidak
menzalimi dirinya sendiri? Rasul menjawab: Bukan itu yang dimaksud ayat
tersebut. Kezaliman dalam ayat ini maknanya ialah kemusyrikan. Tidakkah kalian
mendengar firman Allah: "Sesungguhnya kemusyrikan itu ialah kezaliman yang
besar" (QS. Lukman: 13)"
Sepeninggal Rasulullah SAW,para sahabat masih dapat bertanya dengan para
sahabat yang memiliki kapasitas dan keahlian di bidang penafsiran Al-Qur'an.
Salah satu di antaranya,
yaitu Ibn Abbas, seorang ulama tafsir yang pernah didoakan langsung oleh Nabi
muhammad sewaktu kecilnya agar ia memperoleh pemahaman yang luas dalam
memahami ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur'an. Usaha menafsirkan Al-Qur'an
sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi sendiri. Ali ibn Abi Thalib
(wafat 40 H); ‘Abdullah ibn ‘Abbas (wafat 68 H); Abdullah Ibn Mas’ud (wafat 32
H) dan Ubay ibn Ka'ab (wafat 32 H) adalah di antara para sahabat yang terkenal
banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an dibanding sahabat-sahabat yang lain.
Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al-Qur'an antara lain empat
khalifah, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa
Al-Asy'ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum ada satu pun pembukuan
tafsir dan masih bercampur dengan hadis.
Selanjutnya pada masa Tabi'in, upaya penafsiran terus berlangsung dan terus
mengalami perkembangan yang sangat pesat di kalangan kaum muslimin. Pada
masa periode ini, sejarah perkembangan tafsir Al-Qur'an telah mengkristal
menjadi satu disiplin keilmuan tersendiri yang baru dikenal dengan metode
penjelasan tafsir bil riwayah.
Tercatat paling tidak di masa ini terdapat 3 corak aliran tafsir yang masing-
masing berkembang di Makkah, Madinah dan Irak.

ADAB-ADAB MUFASSIR.
Beberapa adab yang baik juga telah ditetapkan ke atas para Mufassir
membolehkan mereka mentafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, antaranya:
1. Niat dan tujuan yang baik, kerana setiap amal perbuatan bergantung kepada
niat. Orang-orang yang melibatkan diri dalam pentafsiran Al-Qur’an perlu
memiliki adab ini dan perlu menjauhkan diri daripada tujuan-tujuan duniawi yang
akan mengheret mangsanya ke arah kehinaan. Daripada Amiril Mukminin Abu
Hafs Umar Ibn Khattab r.a., katanya "Aku dengar Rasulullah s.a.w. bersabda,
hanya segala amal itu dengan niat dan hanya bagi setiap orang apa yang dia
niatkan. Maka sesiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka
hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Dan sesiapa hijrahnya kepada dunia yang
akan diperolehinya atau perempuan yang ingin dinikahinya,maka hijrahnya
kepada akan yang ia inginkan."(Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Berakhlak mulia kerana mufassir adalah bagaikan seorang pendidik yang
didikannya tidak akan mempengaruhi jiwa seseorang selama ia tidak menjadi role
model kepada masyarakat meneruskan budi pekerti yang mulia. Akhlak yang baik
dan akhlak yang buruk, merupakan dua jenis tingkahlaku yang berlawanan dan
terpancar daripada dua sistem nilai yang berbeza. Kedua-duanya memberi kesan
secara langsung kepada kualiti individu dan masyarakat. lndividu dan masyarakat
yang dikuasai dan dianggotai oleh nilai-nilai dan akhlak yang baik akan
melahirkan individu dan masyarakat yang sejahtera. Begitulah sebaliknya jika
individu dan masyarakat yang dikuasai oleh nilai-nilai dan tingkahlaku yang
buruk, akan porak peranda dan kacau bilau. Masyarakat kacau bilau, tidak
mungkin dapat membantu tamadun yang murni dan luhur.
3. Taat dan beramal kerana sesuatu ilmu akan mudah diterima oleh orang-orang
yang mempraktikannya berbanding dengan orang-orang yang hanya memiliki
ilmu pengetahuan yang tinggi tetapi tidak beramal dengannya. Tingkah laku yang
mulia hasil daripada ilmu pengetahuan dan amalannya akan menjadikan seseorang
mufassir sebagai sumber inspirasi yang baik kepada masyarakat untuk
menyelesaikan masalah-masalah agama sebagaimana yang disarankan olehnya.
“Jika mereka beramal dengan apa yang diturunkan oleh Allah nescaya Dia
menjamin rezeki mereka dengan menurunkan hujan, hasil bumi yang berkat
kepada mereka sebagai kurniaan Allah, sebagaimana firman-Nya kepada orang-
orang yang beriman yang bermaksud: "Kalaulah penduduk negeri itu beriman dan
bertakwa nescaya Kami bukakan kepada mereka keberkatan yang datang dari
langit dan bumi." (Surah al-Anfal: 96)
4. Berjiwa mulia, kerana seseorang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi
perlu menjauhkan diri daripada perkara-perkara remeh dan tidak pula
mengharapkan pangkat dan penghormatan manusia. Al-Qur`an mengkhabarkan
kepada kita bahawa manusia beriman pada kenyataannya adalah orang-orang yang
sangat bermurah hati. Akan tetapi, konsep Al-Qur`an tentang akhlaq mulia agak
berbeza dari yang secara umum ditemukan dalam masyarakat
5. Bersikap tawadu` dan lemah lembut kerana kesombongan ilmiah adalah
dinding yang menghalangi seseorang yang berilmu daripada memanfaatkan
ilmunya kepada dirinya sendiri dan juga orang lain. Lawan dari sifat tawadhu’
adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya: “Kesombongan adalah
menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no.
91 dari hadis Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
6. Tegas dalam menyampaikan kebenaran kerana jihad yang paling utama ialah
menyampaikan kebenaran di hadapan pemerintah yang zalim. Sebagai contoh kita
lihatlah keteguhan dan ketegasan Ibnu Taimiyah dalam menyampaikan ajaran
Islam ketika berada dalam cengkaman pemerintah yang zalim dan golongan-
golongan yang banyak menentang dakwahnya.
7. Mendahulukan orang-orang yang lebih utama daripada dirinya sendiri.
Seseorang mufassir seharusnya tidak gugup untuk mentafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an di hadapan mufassir yang lebih pandai pada masa mereka masih hidup.
Juga tidak wajar merendahkan mufassir lain setelah mereka meninggal dunia.
8. Menggaris dan mengemukakan langkah-langkah penafsiran secara ilmiah dan
sistematik, seperti memulakannya dengan menyebut asbab al-nuzul, erti
perkataan, menerangkan susunan perkataan, memberi penerangan kepada aspek-
aspek balaghah dan i`rab yang mana penentuan makna bergantung kepadanya,
menjelaskan makna umum dan menghubungkannya dengan kehidupan sebenarnya
yang dialami oleh umat manusia pada masa itu serta membuat kesimpulan dan
menentukan hukum.
Syarat-syarat mufassir:
1. Menguasai ilmu bahasa agar mampu memahami pembendaaraan kata dalam al-
Quran.
2. Memiliki pemahaman terhadap ilmu nahwu agar mengetahui perubahan
ikrabnya.
3. Memahami ilmu sharaf atau tashrif secara mendalam untuk mengetahui bentuk
kata.
4. Mengerti ilmu etimologi untuk mengetahui asal-usul kata
5. Memiliki pemahaman ilmu balaghoh dengan muatan aspeknya, baik ilmu
bayan, badi’ dan ilmu ma’ani.
6. Mampu memahami ilmu qira’at untuk mengetahui ragam cara melafalkan al-
Quran sesuai dengan periwayatannya.
7. Mengetahui ilmu ushuluddin, yakni kaidah yang berhubungan dengan
keimanan dan sifat-sifat Allah.
8. Memahami ilmu ushul fiqh untuk mengistinbatskan hukum hukum syara’ dari
dalil yang jelas.
9. Memiliki pemahaman terhadap ilmu asbabun nuzul guna mengetahui sebab
turunnya ayat.
10. Memahami ilmu nasikh mansukh untuk mengetahui ayat atau hukum yang
dihapus.
11. Mendalami ilmu hadis sebagai keterangan ayat alquran
12. Memahami ilmu mauhibah, yakni pengetahuan yang diberikan Allah secara
langsung kepada seseorang yang mengamalkan ilmunya.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Al qur’an merupakan wahyu allah yang patut kita pelajari. Metodologi


tafsir al qur’an adalah salah satu cara untuk mengkaji. Memahami dan
menguat lebih jauh maksud dan kandungan dari ayat ayat al qur’an. Metode
tafsir yang adapun sangat beragam model, bentuk dan pendekatan nya.
Adalah suatu hal yang sangat penting bagi kita untuk mengetahui dan
memahami macam macam metode tafsir ayat al qur’an yang ada dengan
berbagai macam pendekatan nya, jika hal ini telah kita ketehaui, maka ayat
ayat al qur’an semakin hidup dan mampu untuk menjawab segala persoalan
masyarakat yang berkembang begitu cepat. Hal ini semakin mempertegas
bahwa al qur’an adalah wahyu allah yang menjadi rujukan dan sumber utama
semua ummat islam.

Anda mungkin juga menyukai