Anda di halaman 1dari 25

ILMU NAHWU DAN PENTINGNYA

DALAM BAHASA ARAB


Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:
“Linguistik”

Dosen Pengampu:
Dr. H. Kojin, M. A

Kelompok 5 :
1. Azizah Dwi Astriani (21128504169)
2. Nabila Ulyana Fuadiyah (21128504200)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA ARAB


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI
ROHMATULLAH TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Linguistik” yang berupa
makalah dengan judul “Ilmu Nahwu dan Pentingnya dalam Bahasa Arab”.
Terimakasih saya sampaikan kepada :
1. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Tulungagung.
2. Dr. H. Kojin, M. A, selaku dosen mata kuliah Linguistik di IAIN
Tulungagung yang telah memberikan nasihat dan bimbingannya dalam
penyusunan makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dorongan baik moril
maupun materiil hingga terselesaikanya makalah sederhana ini.
4. Semua pihak yang mendukung lancarnya pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini di kemudian
hari. Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca sekalian umumnya. Aamiin.

Tulungagung, 20 September 2021


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar ................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Nahwu ........................................................................... 3
B. Perkembangan Ilmu Nahwu .................................................................... 5
C. Objek Kajian Ilmu Nahwu ..................................................................... 10
D. Pentingnya Ilmu Nahwu dalam Bahasa Arab ........................................ 16

BAB III PENUTUP


A. Simpulan ................................................................................................... 20
B. Saran .......................................................................................................... 20

DAFTAR RUJUKAN .................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap Muslim menyadari bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur‟an.
Setiap orang yang akan mempelajari Al-Qur‟an dengan baik dan benar, tiada
lain harus menggali dari sumber asalnya, yakni Al-Qur‟an. Sedangkan untuk
mempelajari Al-Qur‟an yang dituliskan dalam bahasa arab tentu membutuhkan
cara atau metode untuk memahami kajian bahara arab. Salah satu caranya
adalah melalui pendalaman Ilmu nahwu. Oleh karena itu, ada yang berpendapat
bahwa menurut kaidah hukum Islam, mempelajari ilmu wahyu hukumnya
wajib bagi siapapun yang ingin mendalami Al-Qur‟an.

Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, bahasa Arab juga mempunyai


kaidah-kaidah tersendiri dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal,
baik berupa komunikasi atau penulisan. Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan
orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang
lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh
yang muncul terbentuk dari peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana
para junior belajar kepada senior, anak- anak belajar bahasa dari orang tuanya
dan seterusnya. Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-
kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa
dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu
Nahwu.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ilmu nahwu?
2. Bagaimana perkembangan ilmu nahwu?
3. Bagaimana objek kajian ilmu nahwu?
4. Bagaimana pentingnya ilmu nahwu dalam bahasa Arab?

1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu nahwu.
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu nahwu.
3. Untuk mengetahui objek kajian ilmu nahwu.
4. Untuk mengetahui pentingnya ilmu nahwu dalam bahasa Arab.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Nahwu

llmu an-Nahwu (Arab: ‫ ;ﻋﻠﻢ النحو‬bahasa Indonesia: nahwu, sintaksis;


bahasa Inggris: syntax) merupakan salah satu bagian dasar dari ilmu tata
bahasa bahasa Arab untuk mengetahui jabatan kata dalam kalimat dan bentuk

huruf/harakat terakhir dari suatu kata. Secara Bahasa Lafadz ‫النَ ْح ُو‬ secara

bahasa memiliki enam makna yaitu :

1. Bermakna ‫ص ُد‬
ْ ‫( أل َق‬menyengaja)
2. Bermakna ُ‫اْلِ َهة‬
ْ (arah)1
ِ ‫( ََْنوالْبى‬Saya menyengaja ke arah rumah).
ُ‫ت ََنَ ْوة‬
Contoh : َْ َ
3. Bermakna ‫ل‬ ِ
ُ ْ‫( اَلْمث‬seperti)
Contoh : ‫( َﻋ ْم ٍر ََْن ُو َزىْ ٌد‬Zaid seperti umar).

4. Bermakna ‫ار‬ ِ
ُ ‫( اَلْم ْق َد‬kira-kira)
Contoh : ‫ف ََْن ُو ِﻋْن ِدى‬
ٍ ْ‫(ال‬Saya memiliki kira-kira seribu).

5. Bermakna ‫سﻢ‬ ِ
ْ ‫( اَلْق‬bagian)
ُ
Contoh : ‫( ْاَنَ ِاء َخَْ َس ِة َﻋﻠَى َه َذا‬Perkara ini adalah lima bagian).

6. Bermakna ‫ض‬
ُ ‫( اَلْبَ ْغ‬sebagian)
‫ت‬ ِ َّ (Saya telah memakan sebagian ikan).
Contoh : ُ ‫الس َم َكة ََْن َو ا َك ْﻠ‬
Yang paling banyak dari enam makna di atas adalah maknah yang pertama.

1
Abd. Karim Hafid, Kaidah-kaidah Bahasa Arab dan Relevansinya dalam Memahami
Ayat-ayat Al-Qur‟an (Makassar: Alauddin University Press, 2011), hlm. 59.

3
Nahwu menurut istilah diucapkan pada dua hal :
1. Diucapkan untuk istilah fan ilmu nahwu yang mencakup ilmu nahwu
shorof atau juga disebut ilmu bahasa arab, yang devinisinya adalah :

‫ال اِفْ َرِد َها‬ ِ ‫ف ِِبا اَح َكام الْ َكﻠِم‬


َ ‫ات الْ َعَربِيَ ِة َح‬ ِ ِ ٍِ ِ ُ‫ِﻋ ْﻠﻢ ِِب‬
َ ُ ْ َ ُ ‫ص ْول ُم ْستَ ْمبَطَة من َكالَم الْ َعَرب يُ ْعَر‬
ُ ٌ
‫ال تَ ْركِبِ َها‬
َ ‫َو َح‬
“llmu tentang Qoidah-qoidah (pokok-pokok) yang diambil dari kalam
arab, untuk mengetahui hukum (Hukumnya Kalimat) kalimat arab yang
tidak disusun (seperti panggilan, idghom, membuang dan mengganti
huruf) dan keadaan kalimat ketika ditarkib (seperti I‟rob dan mabni)”.
2. Istilah nahwu yang menjadi perbandingan dari ilmu shorof, yang
definisinya adalah :
ِ ِ ‫ف ِِبا اَحو ُال آَو‬ ِ ِِ ِِ ٍ ُ‫ِﻋ ْﻠﻢ ِِب‬
ْ ‫اخ ِر الْ َكﻠ ِﻢ‬
ٌ‫إﻋَر ًاِب َوبِنَاء‬ َ َ ْ َ ُ ‫ص ْول ُم ْستَ ْنطَة م ْن قَ َواﻋد الْ َعَرب يُ ْعَر‬
ُ ٌ
“Ilmu tentang pokok-pokok yang diambil dari qoidah-qoidah arab, untuk
mengetahui keadaan akhirnya kalimat dari segi I‟rob dan mabni".”2
Dari dua definisi diatas, yang dikehendaki adalah definisi yang
pertama, karena nahwu tidak hanya menjelaskan keadaan akhirnya kalimah
dari segi I‟rob dan mabninya tetapi menjelaskan keadaan kalimat ketika tidak
ditarkib, yang berupa I‟lal, idhom, pembuangan dan pergantian huruf, dan
lain-lain.
Nahwu merupakan salah satu dari dua belas cabang ilmu Lughot Al-
arobiyyah menduduki posisi penting. Oleh karena itu, nahwu lebih layak
untuk dipelajari mendahului pengkayaan kosakata dan ilmu-ilmu lughot yang
lain. Sebab, nahwu merupakan instrument yang amat fital dalam memahami
kalam Allah SWT, kalam Rasul serta menjaga dari kesalahan terucap. Ilmu
Nahwu merupakan sebuah ilmu penting dalam menjaga kaidah tata bahasa
arab supaya bahasa arab itu terjaga dari keruksakan dan bercampur dengan
dialek amiyah.

2
Abd. Karim Hafid, Berbagai Sudut Pandang dalam Memahami Bahasa Arab, hlm. 67.

4
Oleh karena itu, sebagai disiplin ilmu yang dianggap penting, nahwu
bukan sekedar untuk pemanis kata, akan tetapi sebagai timbangan dan ukuran
kalimat yang benar serta bias menghindar kan pemahaman yang salah atas
suatu wicara. Oleh karena itu,menurut kaidah hukum islam, mengerti akan
ilmu Nahwu bagi mereka yang ingin memahami Al-Qur‟an, hukumnya fardu
„ain.
B. Perkembangan Ilmu Nahwu
Perkembangan dan penyusunan sejarah ilmu nahwu dapat diruntut
menjadi beberapa periode sebagai berikut ini:
1. Periode Perintisan Dan Penumbuhan (Periode Bashrah)
Perkembangan pada periode ini berpusat di Bashrah, dimulai sejak
zaman Abul Aswad sampai munculnya Al-Khalil bin Ahmad, yakni
sampai akhir abad kesatu Hijriyah. Periode ini masih bisa dibedakan atas
dua sub periode, yaitu masa kepeloporan dan masa pengembangan. Masa
kepeloporan tidak sampai memasuki masa Daulah Abbasiyah. Ciri-cirinya
ialah belum munculnya metode qiyas (analogi), belum munculnya
perbedaan pendapat, dan masih minimnya usaha kodifikasi. Adapun ciri-
ciri masa pengembangan ialah makin banyaknya pakar, pembahasan tema-
temanya semakin luas, mulai munculnya perbedaan pendapat, mulai
dipakainya argumen dalam menjelaskan kaidah dan hukum bahasa, dan
mulai dipakainya metode analogi.
Yang menarik pada masa ini para ulama nahwu terjun langsung
kesetiap kampong-kampung arab badui untuk meneliti dan mengambil
banyak sampel tentang kosakata arab yang murni atau pun susunan kalimat
bahasa arab yang belum tercampur dengan dialek azam dan masuknya
lahn. Setelah itu di tulis, seperti yang bilakukan imam kholil ahmad dalam
menyusun kitab Al-A‟in. disamping itu aliran ini terpengaruh oleh logika
formal karena lebih cendrung menggunakan metode qiyas/silogisme
karena melihat dari historisnya aliran ini mewarisi budaya helenis yunani,
juga ilmu mantiq dan ilmu kalam berkembang pesat dikota basrah ini.3

3
Abd al-Al Salim Mukrim, al-Qurân al-Karîm wa atsaruhu Fi al-Dirâsât al-Nahwiyyah,
(Mesir: Dar al-Maarif, t.t), hlm. 90.

5
2. Periode Ekstensifikasi (Periode Bashrah-Kufah)
Periode ini merupakan masa ketiga bagi Bashrah dan masa pertama
bagi Kufah.4 Hal ini tidak terlalu mengherankan, sebab kota Bashrah
memang lebih dulu dibangun daripada kota Kufah. Pada masa ini, Bashrah
telah mendapatkan rivalnya. Terjadi perdebatan yang ramai antara Bashrah
dan Kufah yang senantiasa berlanjut sampai menghasilkan apa yang
disebut sebagai Aliran Bashrah dengan panglima besarnya Imam Sibawaih
dan Aliran Kufah dengan panglima besarnya Imam Al-Kisa‟i. Pada masa
ini, ilmu nahwu menjadi sedemikian luas sampai membahas tema-tema
yang saat ini kita kenal sebagai ilmu sharf.
Dan yang lebih menarik aliran kufah ini dalam menetukan suatu
penelitian dengan menggunakan satu sampel saja sudah cukup. Aliran ini
mengeritik aliran basrah karena aliran basrah terlalu rumit dan terpengaruh
mantik yang membuat ilmu nahwu sulit untuk dipelajari.
3. Periode Penyempurnaan Dan Tarjih (Periode Baghdad)
Kota bagdad ini didirikan dan dibangun oleh al-Manshur Billah Ablu
Ja‟far Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muthallib atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Ja‟far al-Manshur,
khalifah kedua dinasti Abbasiyyah. Namun sebenarnya rencana pendirian
kota teresebut telah dicanangkan oleh saudaranya Abul Abbas al-Saffah,
dan pembangunannya dimulai pada tahun 125 hijriah dan mulai ditempati
pada tahun 129 hijriah.5
Di akhir periode ekstensifikasi, Imam Al-Ru‟asi (dari Kufah) telah
meletakkan dasar-dasar ilmu sharf. Selanjutnya pada periode
penyempurnaan, ilmu sharf dikembangkan secara progresif oleh Imam Al-
Mazini. Implikasinya, semenjak masa ini ilmu sharf dipelajari secara
terpisah dari ilmu nahwu, sampai saat ini. Masa ini diawali dengan
hijrahnya para pakar Bashrah dan Kufah menuju kota baru Baghdad.
Meskipun telah berhijrah, pada awalnya mereka masih membawa
fanatisme alirannya masing-masing. Namun lambat laun, mereka mulai

4
Ibid., hlm.91.
5
Ibid., hlm. 137.

6
berusaha mengkompromikan antara Kufah dan Bashrah, sehingga
memunculkan aliran baru yang disebut sebagai Aliran Baghdad.
Aliran bagdad ini, melihat dari peran dan fungsinya adalah sebagai
pendamai dari aliran basrah-kufah yang saling berseteru, mengkritik satu
sama lain yang menganggap aliran merekalah yang paling benar. Tetapi
dengan adanya aliran ini konfik antara madrasah basrah-kufah bias
didamaikan seiring waktu berjalan. Pada masa ini, prinsip-prinsip ilmu
nahwu telah mencapai kesempurnaan. Aliran Baghdad mencapai
keemasannya pada awal abad keempat Hijriyah. Masa ini berakhir pada
kira-kira pertengahan abad keempat Hijriyah. Para ahli nahwu yang hidup
sampai masa ini disebut sebagai ahli nahwu klasik.6
4. Periode Andalusia (Masa Keemasannya Ilmu Nahwu)
Ketika Thariq bin Ziyad berhasil menaklukan Andalusi, banyak
dari para prajurit bawahannya adalah para kaum terpelajar. Mereka
menguasai bahasa, syair, dan nahwu. Wawasannya itu terlontar dalam
obrolan-obrolan mereka. Jadi belum terbentuk ilmu yang
sistematis.Khalifah Abdurrahman al-Nashir, seorang gubernur Andalusia,
ketika itu menginginkan kekuasaannya kokoh dengan ilmu pengetahuan,
syair, dan sastra, sebagaimana yang terjadi pada masa daulah Abbasiyyah.
Setelah berpikir panjang, ia menganggap bahwa yang pantas mengurusi
persoalan tersebut adalah Abu Ali al-Qali, yang memiliki kecenderungan
pada bani umayah. Di mana ayahnya adalah seorang pelayan Khalifah
Abdul Malik bin Marwan.
Abu Ali dibesarkan di Bagdad, dan belajar pada guru-guru di sana.
Ia adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam belajar. Sehingga
menguasai ilmu hadits, bahasa, sastra, nahwu, dan sharaf, dari guru-guru
(masyayikh) yang sudah terkenal, seperti al-Harawi dalam bidang hadits,
Ibnu Darastawih, salah seorang ahli nahwu dan sastrawan terkemuka,
Zujaj, Akhfash, Ibnu Siraj, Ibnu al-Anbariy, Ibnu Abi al-Azhar, Ibnu
Quthaibah dan yang lainnya. Ia tinggal di Bagdad selama 25 tahun.

6
Abd al-Muta‟al al-Sha‟idy, al-Nahwu al-Jadîd, (Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1947), hlm.
7.

7
Abu Ali telah mengarang beberapa kitab seperti al-Amali yang
berisi tentang bahasa dan syair, kitab al-mamdud wa al-maqshur, al-Ibil wa
nitajuha, hily al-insan, fa‟alta wa af‟alta, tafsir mu‟allaqat al-sab‟, dan
kitab al-bari‟ fi al-Lughah, yang disusun berdasarkan huruf mu‟jam yang
katanya setebal 3000 halaman. Selanjutnya, banyak dari orang Andalusia
yang belajar kepadanya, seperti Ibnu Quthiyyah dan Abu Bakar al-
Zubaidiy. Ibnu Quthiyyah adalah seorang ahli bahasa dan nahwu yang
besar, di samping ia sebagai seorang penyair dan sejarawan. Sebagai
ulama nahwu Ibnu Quthiyyah telah mengarang kitab al-Af‟al. Sedang Abu
Bakar al-Zubaidiy adalah seorang ahli nahwu yang sangat terkenal. Ia
telah mengarang kitab mukhtashar al-„ain.
Pada periode selanjutnya, di antara ulama nahwu Andalusia ada
yang bernama al-Syalubaini. Ia adalah seorang imam dalam bidang nahwu.
Begitu masyhurnya ia. Sehingga banyak siswa yang ingin belajar padanya.
Ia telah mengarang kitab dalam bidang nahwu yaitu, kitab tauthiah. Ia lahir
di Isybiliyyah pada tahun 562 H dan meninggal pada tahun 645 H.
Setelah Syalubaini, muncul dua orang ahli nahwu yang tak kalah
populer, yaitu Ibnu Kharuf dan Ibnu „Ushfur. Kedua-duanya sama-sama
memiliki pandangan sendiri-sendiri dalam bidang nahwu. Ibnu Kharuf
berasal dari Isybiliyah. Ia adalah seorang imam pada zamannya dalam
bahasa Arab di Andalusia. Ia adalah salah seorang yang mensyrahi kitab
karya Sibawaih, di samping mensyarahi kitab-kitab lainnya seperti kitab
al-jumal. Ibnu „Ushfur juga berasal dari Isybiliyyah yang membawa panji-
panji Arab di Andalusia, setelah gurunya Abu Ali al-Qali. Dan ia telah
banyak mengajarkan bahasa Arab di beberapa tempat di andalusia, seperti
Isybiliyyah, Syirisy, Maliqah, Lurqah, dan Marsiyyah.
Periode selanjutnya adalah Ibnu Malik. Ia memiliki nama lengkap
Jamaludin Muhammad bin Abdillah. Ia dilahirkan di kota Hayyan, salah
satu kota di Andalusia sekitar tahun 600 H.. Ia belajar nahwu kepada
ulama di kota tersebut, juga kepada Abu Ali al-Syalubaini. Kemudian ia
berangkat ke Mesir dan Damaskus.7 Di sana ia mempelajari ilmu syaria‟ah

7
„Ala‟ Isma‟il al-Hamzawi, Mauqif Syauqi Dhaif min al-Darsu al-Nahwi....., hlm. 11-17.

8
dan menjadi seorang ahli di bidang tersebut. Ia memperoleh kemasyhuran
sebanding dengan kemasyhuran imam Sibawaih. Yang membedakan ia
dengan ulama nahwu lainnya adalah karena ia sangat ketat dalam
memegang kaidah nahwu. Hal ini terlihat dalam kaidah-kaidah yang
tertuang dalam karyanya yang sangat populer, alfiyyah. 8 Kitab ini
mendapat posisi penting dalam bidang nahwu. Kitab ini telah menyedot
jutaan pelajar untuk menghafalkannya, baik di Timur maupun di Barat
sampai hari ini. Selain alfiyyah, ia juga telah mengarang sejulah kitab
seperti, al-kafiyyah al-syafiyyah, al-Tashil, lamiyyat al-Af‟al, al-Miftah fi
Abniyat al-Af‟al, dan Tuhfatul maujud fi al-maqshur wa al-mamdud.
Menurut Ahmad Amin, Sibawaih telah menazhamkan nahwu Sibawaih,
lalu mennjelaskannya dan mendekatkan pada masyarakat, dan membuat
generalisasi, sehingga kita tidak jauh dari kebenaran. Ia juga seorang imam
dalam bidang qiraat yang sangat luas ilmu bahasanya.
Ulama selanjutnya adalah Abu Hayyan al-Gharnathiy. Ia juga
dianggap sebagai ulama besar nahwu Andaliusia. Ia seorang ahli bahasa
Arab. Ia lahir dari keturunan Barbar. Ia lahir di tahun 654 H.. ia
bermadzhab Zhahiriy sebagaimana Ibnu Hazm. Ia ahli dalam bidang
nahwu, tafsir, hadits, dan syair. Karya-karyanya mencapai jumlah kurang
lebih 65 buah kitab. Tapi yang sampai pada kita hanya sepuluh buah.
Sebagaimana telah diceritakan di atas, maka yang merintis
madzhab Andalusia ini adalah Abu Ali al-Qali. Namun demikian
sebagaimana disebutkan oleh Ahmad Amin, semua ahli nahwu semenjak
Abu Ali al-Qali, masih bertaqlid pada nahwu Sibawaih. Kendati ada
beberapa ulama seperti Ibnu Malik dan Abu Hayyan, mereka hanya
beriajtihad madzhab -kalau dalam istilah fiqih-, tidak berijtihad muthlaq.
Karena memang Khalil bin Ahmad al-Farahidi beserta muridnya Sibawaih
telah meletakkan pondasi nahwu dengan pilar-pilarnya yang kokoh, yang
sulit digoyahkan pula ditumbangkan.
Tetapi ada seorang ulama Andalusia yang mencoba
menggoyangkan pondasi Khalil dan Sibawaih tersebut. Ia bernama Ibnu
8
Ibid, hal. 11-17.

9
Madha al-Qurthubiy. Ia berijtihad dengan mutlak dalam bidang nahwu. Ia
hidup pada masa dinasti al-muwahhidun. Ia diangkat menjadi pemimpin
para Qadhi, ketika kepempinan Ya‟kub bin Yusuf. Dinasti Muwahhidun
sangat dikenal dengan keberaniannya dalam mempublikasikan
madzhabnya. Hal itu ditandai dengan peristiwa pembakaran kitab-kitab
madzhab fiqih, atas perintah Yusuf bin Ya‟qub, dan menggiring
masyarakat untuk memahami al-Qur‟an dan hadits secara zhahir.
Menurut Dr. Syauqi Dhaif, masa ini adalah masa ketika
dikarangnya kitab al-Radd „ala al-Nuhat. Masa ketika maghrib (Andalusia)
memberontakan/revolusi masyriq (Bagdad), dalam segala hal, seperti fiqih
dan cabang-cabangnya. Dan kenyataannya, sejak pertama berdiri, dinasti
tersebut telah mengobarkan revolusi. Maka apabila kita melihat Yusuf
membakar kitab madzhab-madzhab yang empat, artinya ia ingin
mengembalikan fiqih Masyriq kepada tempat asalnya.9
Begitulah kata Dhaif Langkah ini diikuti oleh Ibnu Madha al-
Qurthubiy dengan mengarang kitab al-Radd „ala al-Nuhat, dengan maksud
untuk mengembalikan nahwu Masyriq ke tempatnya. Atau denga kata lain,
ia hendak menolak beberapa pokok bahasan nahwu Masyriq dan
memurnikannya dari cabang-cabang dan ta‟wil sudah usang. Ia ingin
menerapkan madzhab zhahiri pada bidang nahwu, sebagaimana
pemimpinnya. Ibnu Madha hendak merobohkan madzhab Sibawaih. Ia
mengarang tiga buah kitab, yaitu al-musyriq fi al-nahw, tanzih al-Qur‟an
„amma la yaliqu bil bayan, dan al-Radd „ala al-Nuhat. Ketiga kitab
tersebut berisi bantahan atas nahwu Sibawaih beserta para pendukungnya,
serta menganjurkan untuk membentuk nahwu baru. Setelah tiga periode
diatas, ilmu nahwu juga berkembang di Mesir, dan akhirnya di Syam.
Demikian seterusnya sampai ke zaman kita saat ini.10

9
Ala‟ Isma‟il al-Hamzawi, Mauqif Syauqi Dhaif min al-Darsu al-Nahwi....., hlm. 11-17.
10
Ibnu Madha‟, Kitab al-Radd Ala al-Nuhat, tahqiqi Syauqi Dhaif, (Kairo: Dar al-Fikr,
1947), cet.I, hlm.75.

10
C. Obyek Kajian Ilmu Nahwu
Dalam Ilmu Nahwu objek bahasannya tertuju pada kosa kata Arab baik
dalam bentuk kata tunggal (mufrod) atau tersusun (murokkab), mengenai
vokal akhir (I‟rob) yang menentukan suatu kata, mengenai pergantian,
pembuangan dan masih banyak yang lainnya.
Dalam tata bahasa sintaksis Arab, dikenal istilah Fi‟il (kata kerja), Isim
(kata benda) dan Harf, jumlah Ismiyah (Kalimat yang diawali dengan
Isim) dan Fi‟liyah (Kalimat yang diawali dengan Fi‟il) serta Syibhu jumlah.
Dalam ilmu Nahwu banyak lagi istilah dan persoalan yang dihadapi dapat
diteliti dari buku-buku yang banyak tersebar.11

Adapun ilmu nahwu, kata kuncinya ialah kalimat sempurna (‫)اْلمﻠة‬. Ia


secara khusus berbicara tentang jabatan tiap bagian kalimat dan secara umum
berbicara tentang aturan mengenai hubungan antar bagian tersebut.12
Demikianlah, ilmu nahwu telah digunakan untuk menganalisis secara
sintaktik bagian-bagian sebuah kalimat serta hubungan antar bagian-bagian
tersebut dalam apa yang dalam tradisi klasik kita sebut sebagai hubungan

penyandaran (‫)االسناد‬.13 Jadi ilmu nahwu tidaklah hanya berbicara tentang

harakat di akhir kata serta i‟rabnya, namun ia juga mengatur tentang


bagaimana cara yang baik dalam menyusun dan merangkai kalimat. Berikut
adalah ringkasan pembahasan ilmu nahwu.14
1. Kalimat tunggal dan cabang-cabangnya, yaitu:
a. Isim
1. Ditinjau dari jenisnya ada 2:
a) Mudzakar
b) Muannas

11
Hariz Zubaidillah, Pengantar Ilmu Nahwu Belajar Bahasa Arab, (Kalimantan:
Amuntai, 2015), hlm. 22.
12
Muhammad Ibn Muhammad Ibn Ajurum Ash-Shanhaji, Matan Al-Ajurumiyyah
(Surabaya: Al-Haramain, t.t.), hlm. 1.
13
Syekh Syamsuddin Muhammad Arra‟ini, Ilmu Nahwu Terjemah Mutammimah Al-
Jurumiyyah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016), cet. Ke-19, hlm. 2.
.ٗ .‫ ص‬،)-،‫ دورة كنز الﻠغة‬:‫ (فاري‬،‫ التوضيح النحوى و الصرىف‬،‫ٗٔ بكري‬

11
2. Ditinjau dari bilangannnya ada 3:
a) Mufrod
b) Tasniyah
c) Jama‟
Jama‟ dibagi menjadi 3:
 Jama‟ mudzakar salim
 Jama‟ muannnas salim
 Jama‟ taksir
3. Isim dilihat huruf akhirnya ada 2:
a) Shohih akhir
b) Ghoiru shohih akhir:
 Maqsur
 Manqus
4. Isim dilihat dari jelas dan tidaknya ada 2:
a) Nakirah
b) Makrifat :
 Didahului Al
 Dhomir
 Alam (Nama)
 Isim Maushul
 Isim Isyaroh
 Isim yang dimudhofkan kepada isim ma‟rifat
 Munada Maqsudah
5. Isim dilihat dari tashrifnya ada 2:
a) Jamid:
 Zat
 Makna/masdar ghoiru mim
b) Musytaq:
 Isim Fa‟il
 Isim Maf‟ul
 Isim Sifat Musyabbahah
 Isim Tafdhil

12
 Isim Zaman/Makan
 Isim Alat
 Isim Sighat Mubalaghoh
b. Fi‟il15
1. Dilihat dari waktunya ada 3:
a) Madhi
b) Mudhori‟
c) Amar
2. Dilihat dari bina‟nya ada 2:
a) Ma‟lum
b) Majhul
3. Dilihat jumlah hurufnya ada 2:
a) Tsulasi
b) Ruba‟i
4. Dilihat dari ada tidaknya huruf tambahan ada 2:
a) Mujarrad
b) Mazid
5. Dilihat dari butuh maf‟ul atau tidaknya ada 2:
a) Lazim
b) Muta‟adi
6. Dilihat dari hurufnya ada 2:
a) Shohih
b) Mu‟tal
7. Dilihat dari bisa ditashrif atau tidaknya ada 2:
a) Jamid
b) Mutashorif
c. Huruf
1. Dilihat dari masuknya ada 3:
a) Masuk pada Isim
 Huruf jar dan qosam

ٖٔ .‫ ص‬،.‫ نفس املرجع‬15

13
 Huruf inna, dkk
 Huruf nida‟
 Huruf istisna‟
 Huruf waw ma‟iyyah
 Huruf lamul ibtida‟
b) Masuk pada Fi‟il:
 Huruf Nasob
 Huruf Jazem
 ‫ما‬/‫ ال‬Nafi
 ‫قد‬
 ‫سوف و السني‬
c) Masuk pada Isim dan Fi‟il
 Huruf Athof
 Hamzah dan Hal (istifham)
 Waw Hal
 Lam Qosam
2. Kalimat ketika tersusun dalam jumlah ada 2:
a. Mabni
1. Isim
a) Isim Dhomir
b) Isim Isyarah
c) Isim Maushul
d) Isim Syarat
e) Isim Istifham
f) Dhorof (zaman dan makan)
g) Dll.
2. Fi‟il
a) Fi‟il Madhi
b) Fi‟il Mudhori‟ (yang dimasuki nun niswah dan nun taukid)
c) Fi‟il Amar
3. Huruf (sumua huruf)

14
b. Mu’rob
1. Isim
a) Isim Marfu‟
 Mubtada‟
 Khobar
 Fa‟il
 Na‟ibul Fa‟il
 Isim Kana dkk
 Khobar Inna dkk
 Tawabi‟ (athof, badal, taukid, na‟at)
b) Isim Manshub
 Mafa‟il
 Khobar Kana
 Isim Inna
 Hal
 Mustatsna
 Munada
 Tamyiz
 Tawabi‟
c) Isim Majrur
 Didahului huruf jer
 Mudhof ilaih
 Tawabi‟16
2. Fi‟il Mudhori‟
a) Mudhori‟ Marfu‟ (yang tidak didahului huruf nasab dan
jazem).
b) Mudhori‟ Manshub (didahului huruf nasob).
c) Mudhori‟ Majzum (didahului huruf jazem).17

ٗ4.‫ ص‬،.‫ نفس املرجع‬16


17
Abdul Kholiq, Matan al-Jurumiyah, (Nganjuk: Daarus Salaam, tt), hlm. 4.

15
D. Urgensi Ilmu Nahwu dalam Bahasa Arab
Sebagaimana kita telah ketahui bahwa ajaran agama islam itu sumber
pokoknya adalah dari Al Qur‟an dan Hadits Rasulullah SAW, kedua sumber
itu menggunakan bahasa arab.18 Maka setiap orang islam yang bermaksud
mempelajari sampai mengerti dan menguasai bahasa arab dengan segala tata
bahasanya seperti ilmu nahwu shorof serta kesastraannya yakni : Ma‟ani,
Bayan, badi‟, hal semacam ini memang disebutkan dalam qoidah ushul :

ِ ِِ ِ ‫ما الَ يتِ ُّﻢ‬


ٌ ‫ب االَّ به فَ ُه َو َواج‬
‫ب‬ ُ ‫الواج‬
َ َ َ
Artinya: “setiap perkara yang tidak sempurna mengerjakan sesuatu maka hal
itu wajib pula”.19

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimakumullah dalam kitab Fadhlu Al


„Arobiyyah berkata,”Sesungguhnya bahasa arab itu sendiri merupakan
bagian dari agama dan mengenalinya adalah sebuah perkara yang fardlu lagi.
Sesungguhnya memahami al kitab dan as Sunnah adalah wajib, sementara ia
tidak bisa dipahami kecuali dengan bahasa arab. Suatu kewajiban yang tidak
bisa terlaksana kecuali dengan suatu hal yang lain, maka perkara itu menjadi
wajib hukumnya.”
Dan sebelum belajar ilmu yang lain, maka terlebih dahulu harus
mempelajari ilmu-ilmu nahwu shorof dulu, karena kedua ilmu ini merupakan
sumber pangkal tata bahasa, sebagaimana diketahui oleh sebagian Ulama‟:

ِ َّ ‫اِ ْﻋﻠَ ُﻢ اَ َّن ا‬


ٕٓ
‫َّح ُو اَبُ ْوَها‬
ْ ‫ف اُُّم الْعُﻠُ ْوم َوالن‬
َ ‫لص ْر‬

Artinya: “ketahuilah sesungguhnya shorof itu induk segala ilmu dan nahwu
adalah bapaknya ”.

4 .‫ ص‬،)ٔ44ٔ ،‫ دار املنار‬:‫ (القاهرة‬،‫ نشأة النحو و اتريخ أشهر النحاة‬،‫ٔ دمحم الطنطوى‬8
19
Mu‟in Umar, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasaran dan Sarana
Penguruan Tinggi Agama Islam IAIN), hlm. 160
ٔٗ1 .‫ ص‬،)ٔ448 ،‫اإلسهعة العربية‬
ّ ‫ دار‬:‫ (القاهرة‬،‫ اﻋﻠﻢ ان الصرف ام العﻠوم و النحو ابوها‬:‫ مراح االرواح‬،‫ امحد بن ﻋﻠى‬،‫ ابن مسعود‬20

16
Abul Ilmi atau ayahnya ilmu merupakan sebutan yang diberikan ulama
untuk Ilmu nahwu, karena ilmu ini bertujuan untuk menjaga kesalahan lisan
dalam mengucapkan kalam Arab, serta sebagai isti‟anah (lantaran) di dalam
memahami Al-Qur‟an dan hadist.21 Ilmu nahwu juga dinamakan ilmu alat
karena semua ilmu Agama seperti ilmu fiqih, tauhid dan semua ilmu
yang berbahasa Arab akan mudah difahami dengan lantaran ilmu nahwu.22
Penggunaan ilmu nahwu dalam menyusun kalimat jika salah baca maka
akan menimbulkan salah makna juga. Kesalahan-kesalahan ini sering terjadi
karena literatur-literatur arab itu tidak berharokat yang kita kenal dengan
kitab gundul. Dan perlu kita ketahui bersama bahwa pada dasarnya tulisan
berbahasa arab itu tidak menggunakan harokat sebagaimana pada kitab suci
Al Qur‟an, akan tetapi justru tanpa harokat sebagaimana pada kitab-kitab
gundul, surat kabar, majalah dan lain-lainnya semuanya tidak menggunakan
harokat, itulah tampaknya yang menjadi kendala paling besar bagi orang-
orang non arab untuk dapat memahami teks-teks berbahasa Arab.23
Mengingat hal ini apakah orang-orang khususnya yang menganut
agama islam akan mengabaikan ilmu-ilmu ini? Padahal nantinya sebagai
orang islam harus mampu dan ahli dalam bidang agama dan ahli dalam
bidang Islam. Begitu pula ilmu shorof sangat penting sekali penggunaannya
dalam bahasa arab. Dari sebagian contoh kecil dapat di simpulkan bahwa
tanpa mendalami ilmu nahwu dan shorof pasti akan terjadi kesalahan
membaca kata-kata, dengan kesalahan-kesalahan tersebut, maka juga akan
salah dalam memahami makna seperti contoh dalam qur‟an surat Al a‟raf ayat
62 sebagai berikut :

‫ابﻠغكﻢ رسﻠت ريب وانصح اكﻢ و اﻋﻠﻢ من هللا ما ال تعﻠمون‬

21
Awaliah Musgamy, Pengaruh al-Qur-an dan Hadits terhadap Bahasa Arab, dalam
Jurnal al-hikmah, Vol. XV, No. 1, 2014, hlm. 36.
ٕٔ .‫ ص‬،)‫ت‬.‫ د‬،‫ دار املعارف‬:‫ (القاهرة‬،‫ طبقات النحويني و الﻠغويني‬،‫ٕٕ أبو بكر الزبيدى‬
23
Muhbib Abdul Wahab, Pemikiran Linguistic Tammam Hassan Dalam Pembelajaran
Bahasa Arab, (Jakarta: Uin Press, 2009), hal. 135.

17
"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan Aku memberi
nasehat kepadamu. dan Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu
ketahui ".24

Dalam ayat tesebut jika kalimat (‫ )اَ ْﻋﻠَﻢ‬dibaca dan dianggap sebagai isim
ُ
tafdlil maka maksudnya akan berubah dan menjadi besar. Padahal lafadh
tersebut bukan isim tafdlil melainkan fi‟il mudhori‟ yang artinya dari fi‟il
mudhori‟ adalah: “saya tahu”. Dengan demikian akan terjadi kesalahan besar.
Hal-hal semacam inilah yang menjadikan pentingnya untuk mempelajari ilmu
nahwu dan shorof.
Dengan demikian apabila ilmu nahwu membicarakan tentang
perubahan yang terjadi pada akhir kata dalam bahasa arab, maka ilmu shorof
membahas perubahan bentuk dan bangunan kata dari dalam serta pola-pola
penyusunannya. Oleh sebab itu kedua ilmu ini memiliki kaitan yang sangat
erat. Orang yang mempelajari ilmu nahwu semestinya juga mempelajari ilmu
shorof.
Dalam hal ini dapat disimpulkan beberapa pentingnya ilmu nahwu
dalam mempelajari bahasa Arab adalah sebagai berikut:
1. Bahasa Arab adalah bahasa yang spesial. Karena dari sekian banyak
bahasa yang ada di dunia, bahasa Arab lah yang dipilih oleh Allah sebagai
bahasa pengantar Al-Qur‟an. Sehingga, secara otomatis bahasa Arab
terpilih menjadi bahasa Islam.
2. Bahasa Arab adalah bahasa yang istimewa. Karena tidak berubah ataupun
sirna semenjak 14 abad silam, sehingga menjadi dasar perkembangan
kebudayan Islam dan Arab.
3. Mempelajari bahasa Arab akan memudahkan seseorang dalam memahami
dan menggali hukum, aturan, norma, dan nilai yang terkandung dalam
ayat-ayat Al-Qur‟an maupun hadis.
4. Memahami bahasa Arab cenderung akan memudahkan seseorang dalam
menghafalkan Al-Qur‟an dan hadis.

24
Q. S Al-A‟raf/8:62.

18
5. Mempelajari bahasa Arab merupakan sarana untuk mempelajari agama
Islam. Karena Islam berasal dari Arab dan hampir semua kitab-kitab
peninggalan para ulama juga menggunakan bahasa Arab.25

ٕ1ٗ .‫ ص‬،)ٔ48٘ ،‫ اقرأ‬:‫ (جامعة أم القرى‬،‫ تعﻠيﻢ الﻠغة العربية لﻠناطقني بﻠغات أخرى‬،‫ٕ٘ حممود كامل الناقة‬

19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ilmu nahwu adalah salah satu dari kaidah-kaidah Bahasa Arab uuntuk
mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata
(Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab).
Perkembangan Ilmu Nahwu dari masa ke masa dibagi menjadi 4
periode penting yaitu : Periode Perintisan dan Penumbuhan (Periode
Bashrah), Periode Ekstensifikasi (Periode Bashrah-Kufah), serta Periode
Penyempurnaan dan Tarjih (Periode Baghdad), dan Andalusia.
Secara garis besar, dalam Ilmu Nahwu objek bahasannya tertuju pada
kosa kata Arab baik dalam bentuk kata tunggal (mufrod) atau
tersusun (murokkab), kalimah-kalimah Bahasa Arabpun dibagi menjadi 3
kategori yaitu : Isim, Fi‟il dan Harf serta masih banyak lagi pembagian
istilah-istilah lainnya dalam cakupan Ilmu Nahwu.
Adapun beberapa urgensi utama ilmu nahwu dalam bahasa Arab adalah
: (1) Bahasa Arab adalah bahasa yang spesial. Karena dari sekian banyak
bahasa yang ada di dunia, bahasa Arab lah yang dipilih oleh Allah sebagai
bahasa pengantar Al-Qur‟an. Sehingga, secara otomatis bahasa Arab terpilih
menjadi bahasa Islam. (2) Mempelajari bahasa Arab akan memudahkan
seseorang dalam memahami dan menggali hukum, aturan, norma, dan nilai
yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur‟an maupun hadis. (3) Mempelajari
bahasa Arab merupakan sarana untuk mempelajari agama Islam. Karena
Islam berasal dari Arab dan hampir semua kitab-kitab peninggalan para
ulama juga menggunakan bahasa Arab.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, mungkin masih terdapat banyak
kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon kepada dosen
pengampu, teman-teman, dan para pembaca lainnya memberikan kritik dan
saran untuk perbaikan makalah ini. Dan dengan dibuatnya makalah ini,
penulis berharap para pembaca dapat memahami lebih mendalam mengenai
ilmu nahwu dan pentingnya dalam bahasa Arab.

20
DAFTAR PUSTAKA

.‫ دورة كنز الﻠغة‬:‫ التوضيح النحوى و الصرفىز فاري‬.‫بكري‬

.‫ دار املنار‬:‫ القاهرة‬.‫ نشأة النحو و اتريخ أشهر النحاة‬.ٔ44ٔ .‫ دمحم‬،‫الطنطوى‬

‫ اﻋﻠﻢ ان الصرف ام العﻠوم و‬:‫ مراح االرواح‬.ٔ448 .‫ ابن و امحد بن ﻋﻠى‬،‫مسعود‬

.‫اإلسهعة العربية‬
ّ ‫ دار‬:‫ القاهرة‬.‫النحو ابوها‬

.‫ دار املعارف‬:‫ القاهرة‬.‫ طبقات النحويني و الﻠغويني‬.‫ أبو بكر‬،‫الزبيدى‬

‫ جامعة أم‬.‫ تعﻠيﻢ الﻠغة العربية لﻠناطقني بﻠغات أخرى‬.ٔ48٘ . ‫ حممود كامل‬،‫الناقة‬

.‫ اقرأ‬:‫القرى‬

Abdul Wahab, Muhbib. 2009. Pemikiran Linguistic Tammam Hassan Dalam


Pembelajaran Bahasa Arab. Jakarta: Uin Press.

Hafid, Karim. 2011. Kaidah-kaidah Bahasa Arab dan Relevansinya dalam


Memahami Ayat-ayat Al-Qur‟an, Makassar: Alauddin University Press.

Hafid, Karim. 2012. Berbagai Sudut Pandang dalam Memahami Bahasa Arab,
Makassar: Alauddin University Press.

Ibn Muhammad Ibn Ajurum Ash-Shanhaji, Muhammad. Tt. Matan Al-


Ajurumiyyah. Surabaya: Al-Haramain.

Kholiq, Abdul . tt. Matan al-Jurumiyah. Nganjuk: Daarus Salaam.

Mukrim, Abd, Sâlim, al-Qurân al-Karîm wa atsaruhu Fi al-Dirâsat al-Nahwiyyah,


(Mesir: Dâr al-Ma‟ârif),tt.

Musgamy, Awaliah. 2014. Pengaruh al-Qur-an dan Hadits terhadap Bahasa


Arab, dalam Jurnal al-hikmah. Vol. XV, No. 1.

Syamsuddin Muhammad Arra‟ini, Syekh. 2016. Ilmu Nahwu Terjemah


Mutammimah Al-Jurumiyyah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

21
Umar, Mu‟in. Tt. Ushul Fiqh I. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasaran dan Sarana
Penguruan Tinggi Agama Islam IAIN.

Zubaidillah, Hariz. 2015. Pengantar Ilmu Nahwu Belajar Bahasa Arab.


Kalimantan: Amuntai.

Dhaif, Syauqi al-Madâris al-Nahwiyyah, (Mesir: Dar al-Ma‟arif), cet. Ke-3, 1976.

22

Anda mungkin juga menyukai