PEMBELAJARAN AL-QUR’AN
RIWAYAT IMAM HAFSH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PENTING NYA SANAD
Sanad merupakan sistem yang berfungsi menjaga kemurnian agama. Perkataan Ibn
al-Mubarak tentang kedudukan sanad, jika saja tanpa sanad, maka seseorang akan
mengatakan apa pun semaunya. Dalam konteks belajar Alquran, penting memilih guru
yang memiliki latar belakang sanad keilmuan Alquran yang jelas. Guru Alquran
Rasulullah pun jelas, yaitu malaikat Jibril. Dalam hadis dari Ibn Abbas dikatakan bahwa
di setiap Ramadan, Jibril mengajarkan Alquran kepada Rasulullah:
عن ابن عباس قال كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أجود الناس وكان أجود ما يكون يف رمضان حني يلقاه جربيل
وكان يلقاه يف كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن فلرسول هللا صلى هللا عليه وسلم أجود ابخلري من الريح املرسلة
“Dari Ibnu ‘Abbas. Dia berkata bahwa Rasulullah saw. adalah manusia yang paling
dermawan terutama pada bulan Ramadan. Ketika malaikat Jibril menemuinya setiap
malam di bulan Ramadlan mengajarkan Alquran kepada Rasulullah Saw. Sungguh
Rasulullah Saw. kedermawanannya jauh
10
Muhammad tidak pernah memerintahkan untuk melakukan hal tersebut. Namun pada
akhirnya, dengan melihat kenyataan yang ada, Abu Bakar pun bersedia dan
berkomitmen dalam pengumpulan dan penulisan al-Quran. Maka, disusunlah panitia di
mana Zaid bin Tsabit ditunjuk sebaga…
Pertama, menyatukan umat Islam yang berselisih dalam masalah qiraah (bacaan).
Kedua, menyeragamkan dialek bacaan al-Quran. Dengan adanya kodifikasi, al-
Quran menjadi satu dialek atau ungkapan yang pada akhirnya juga lebih
membangun persatuan dan kesatuan Islam.
Ketiga, menyatukan tertib susunan surah-surah menurut tertib urut mushaf-
mushaf yang dijumpai sekarang.
Berbicara al-Quran tidak lepas dari kalamullah. Karena secara bahasa, keduanya
sama. Keduanya juga memiliki dua makna. Makna pertama, ialah kalamullah yang
berupa sifat Allah yang kadim. Bila ditujukan kepada makna pertama, berarti kalamullah
tidak berawal, tidak berakhir, tidak berhuruf, tidak bersuara, dan tidak bersifat segala
hal yang menjadi sifat dari perkara hadis. Berbeda dengan makna kedua. Makna kedua,
al-Quran dan kalamullah diarahkan kepada susunan lafal yang tidak bisa tertandingi.
Dalam Syarah Ummul-Barahin Imam as-Sanusi mengistilahkan dengan nadzmul-mu’jiz,
susunan yang melemahkan musuh; yang menjadi mukjizat. Makna yang kedua ini
tentunya memiliki huruf dan suara. Huruf dan suara jelas hadis, hanya saja kandungan
(madlul) dari lafal tersebut ialah kalamullah yang kadim.
11
sebagian ulama mengatakan bahwa hukum membaca isti’adzah adalah wajib. Mengenai
basmalah, hukumnya wajib pada saat membaca setiap permulaan surat Al-Quran kecuali
surat At-Taubah. Jika membaca Al-Quran dari pertengahan surat, maka seseorang boleh
memilih antara membaca basmalah atau meninggalkannya. Tapi yang lebih diutamakan
tentu membacanya.
Orang yang membaca Al-Quran akan memulai bacaannya dengan lafal isti’adzah
dan basmalah. Para ulama bersepakat bahwa isti’adzah bukan bagian dari Al-Quran.
Namun para ulama fikih berbeda pendapat mengenai basmalah, apakah termasuk Al-
Quran atau tidak. Perbedaan pendapat juga terjadi di kalangan ahli qira’at. Sebagian
mengucapkan basmalah antar satu surat dengan surat yang lain dan sebagian yang lain
tidak mengucapkannya. Menurut periwayatan Hafsh dari Imam Ashim, basmalah harus
dibaca di antara setiap dua surat kecuali antara Surat Al-Anfal dan At-Taubah. Membaca
basmalah tidak disyariatkan karena tidak ada dalil yang menunjukkan kebolehannya.
Ada empat cara yang diperbolehkan dalam mengucapkan isti’adzah dan basmalah
ketika akan mengawali membaca permulaan surat Al-Quran kecuali surat At-taubah:
Qath’u al-jami’: memutus isti’adzah dari basmalah dan memutus basmalah dari
permulaan surat.
Washlu al-jami’: menyambungkan isti’adzah dengan basmalah dan
menyambungkan basmalah dengan permulaan surat.
Washlu al-awwal wa qath’u at-tsani ‘an at-tsalits: menyambungkan isti’adzah
dengan basmalah dan berhenti pada akhir basmalah kemudian mulai membaca
permulaan surat.
Qath’u al-awwal wa washlu at-tsani bi at-tsalits: memutus isti’adzah dari
basmalah dan menyambungkan basmalah dengan permulaan surat.
Jika mulai membaca dari pertengahan surat— meskipun hanya satu kata setelah
permulaan surat—dan memilih membaca basmalah, boleh memilih dari empat cara di
atas. Bila memilih tidak memulainya dengan basmalah, maka hanya diperbolehkan dua
cara saja:
12
Menyambungkan isti’adzah dengan sesudahnya.
Berhenti pada isti’adzah dan memutusnya dari bacaan sesudahnya. Jika mulai
membaca dari awal surat At-Taubah, diperbolehkan dua cara yang disebutkan tadi:
harus membaca bersambung (washal) atau berhenti (waqaf). Jika berhenti pada suatu
surat lalu ingin mengawali surat lain, maka di antara dua surat tadi—selain Surat Al-
Anfal dan At-Taubah— boleh memilih tiga cara membaca di bawah ini:
Dia tidak boleh melakukan kebalikan dari cara ketiga, yaitu menyambungkan
akhir surat dengan basmalah lalu berhenti kemudian memulai bacaan pada permulaan
surat berikutnya. Alasannya, basmalah dibaca pada permulaan surat bukan pada akhir
surat. Kemudian ada tiga cara dalam membaca antara surat Al-Anfal dan At-Taubah:
Menyambungkan akhir surat Al-Anfal dengan awal At-taubah seperti menyambungkan
dua ayat berurutan pada satu surat. Berhenti (waqaf) pada akhir surat Al-Anfal
kemudian mulai membaca awal At-Taubah. Diam pada akhir surat At-Taubah—yakni
waqaf tanpa bernafas—dan mulai membaca pada awal At-Taubah.
Ibdal adalah mengganti huruf dengan huruf lainnya. Diantara lafadz yang
terdapat ibdal adalah kata ( )ائْـتُـ ْوانpada Al-Alqaf ayat 4. ketika washal dibaca seperti pada
ْ
tulisannya, namun apabila memulai bacaan dari kata tersebut maka menjadi i_tu_ni_
()اايْـتُـ ْوان. Berikut ayatnya:
ْ
ٍ ن با اكتَا
ْ الس َم َاواِ ائْـتُـ ْو اَّللا أ َُر اون َما َذا َخلَ ُقوا ام َن ْاْل َْر ا
ض أ َْم ََلُْم اش ْرٌك ايف َّ ا ا َّ ونقُل أَرأَيـتُم َّما تَ ْدعو َن امن د ا
ُ ُ َْ ْ
نيامن قَـب ال ه َذا أَو أَ ََثرة امن اع ْلم إان ُكنتم ا ا
َ صادق َ ُْ ْ َ ْ َ ْ
13
TASHIL
...ت اٰ ٰيـتُهُ ءَاَ ْع َج امي َو َعَراب ولَو جع ْلنٰه قُـرء ااًن أ َْعج اميًّا لََّقالُوا لَوََل فُ ا
ْ َصل ْ َ َْ ُ ََ ْ َ
Tajwid Dan Tahsin Al Quran Riwayah Hafsh ‘An Ashim Toriq Syatibiyyah
Tajwid () ََْت اويْ ٌد merupakan bentuk masdar, berakar dari fiil madhi ()ج َّود
َ yang
berarti “membaguskan“. Muhammad Mahmud dalam Hidayatul mustafiq memberikan
batasan arti tajwid dengan ( اَلتْـيَا ُن ااب ْْلَيا اد
) ا yang berarti ‘’memberikan dengan baik”.
Sedangkan menurut arti istilahnya : “Ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk
mengetahui bagaimana cara melafal kan huruf yang benar dan di benarkan, baik
berkaitan dengan sifat, mad, dan sebagainya, misalnya Tarqiq, Tafhim dan selain
keduanya.’’ Menurut Muhammad Mahmud, hukum mempelajari ilmu tajwid adalah
14
fardu kifayah (wajib representatif), yaitu kewajiban yang boleh diwakilkan oleh sebagian
orang muslim saja, namun praktik pengamalannya fardu ain (wajib personal), yaitu
kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh pembaca Al Quran.
Dilihat dari hukum tersebut, ilmu tajwid dapat di klasifikasikan sebagai ilmu alat
yang dapat membantu perbaikan membaca Al – Quran, sehinga jika ilmu alat sudah
dikuasai, mengharuskan adanya praktik, sampai alat itu benar-benar berfungsi sebagai
penunjang yang dituju. Allah berfirman: “Dan bacalah Al – Quran itu dengan bacaan
yang tertil ” ( QS : Al-muzammil :4 ) Para ulama mengklasifikasikan tempo bacaan Al-
Qur'an atau yang biasanya diistilahkan dengan istilah maratibul qira'ah/ Tilawah
menjadi tiga tingkatan: yaitu tahqiq, tadwir dan hadr. Imam Ibnul Jazary rahimahullah
berkata dalam kitabnya Thayyibatun Naysr fi Qiro'atil 'Asyr. Berikut adalah perincian
dari tingkatan atau tempo dalam membaca Al-Qur'an:
1. Tahqiq (Lambat)
Tingkatan bacaan Al-Qur'an yang pertama adalah tahqiq. Jika dilihat dari
pengertian etimologi (bahasa) tahqiq adalah tarqiq dan ta-kid yang berarti teliti dan
menguatkan. Namun jika dilihat dari sisi terminologi (istilah), tahqiq menurut para ahli
qira'ah adalah:
وهو يصلح يف،وهو القراءة بتؤدة واطمئنان مع املبالغة يف اإلتيان ابلشيء على حقه غري زايدة وَل نقصان
مقيمل
“Membaca dengan lambat dan tenang dengan memberikan haknya secara totalitas
tanpa ada tambahan ataupun pengurangan. Tingkatan ini cocok digunakan dalam
proses ta'lim (belajar-mengajar)”.
2. Tadwir (Sedang)
15
3. Hadr (Cepat)
16
Satu contoh Idghom Bilaghunnah yang diambil dari Surat Al Baqarah ayat 2 adalah
lafadz ني ا ا
َ ْ ل ْل ُمتَّق ُه ادى. Pada contoh tersebut ada fathatain yang di depannya ada huruf lam.
Iqlab ()اقالب
Iqlab adalah hukum bacaan nun mati atau tanwin yang berhadapan dengan huruf
ب. Secara bahasa, arti Iqlab adalah mengganti. Dengan kata lain, ketika ada nun mati atau
tanwin berhadapan dengan huruf ba’, makan nun mati atau tanwin tersebut seolah
diganti dengan huruf mim. Contoh tanwin yang dibaca Iqlab adalah ص ٌّم بُ ْكم ُ . Contoh
tersebut berada pada Surat Al Baqarah ayat 18. Di sana, Anda bisa melihat dlummatain
yang di depannya berupa huruf ba’.
Nun mati atau tanwin yang berhadapan dengan Huruf Hijaiyyah memiliki lima
hukum. Pertama, ketika berhadapan dengan huruf halq, maka wajib dibaca Idzhar Halqi.
Kedua, ketika berhadapan dengan huruf م, ن,ي, atau و, maka wajib dibaca Idghom
Bighunnah. Ketiga, jika berhadapan dengan huruf لatau ر, maka harus dibaca Idghom
Bilaghunnah. Keempat, ketika bertemu dengan huruf ب, maka harus dibaca Iqlab.
Sedang kelima, ketika bertemu selain huruf-huruf yang sudah disebutkan pada hukum
di atas, maka wajib dibaca Ikhfa’ Haqiqi.
Terdapat tiga hukum jika ada mim mati berhadapan dengan Huruf Hijaiyyah.
Hukum Satu, ketika mim mati berhadapan dengan huruf ب, maka dihukumi Ikhfa’
17
Syafawi. Dua, saat mim mati berhadapan langsung dengan huruf م, maka wajib
dihukumi Idghom Syafawi. Tiga, jika mim mati berhadapan langsung dengan selain
huruf مdan huruf ب, maka wajib dibaca Idzhar Syafawi
3. Hukum Qalqalah
Pengertian qalqalah adalah menekan bunyi huruf mati pada makhrojnya sehingga
menghasilkan bunyi pantulan. Terdapat lima huruf Qolqolah yang terangkum dalam
lafadz قطب جد. Jika huruf mati pada Qolqolah tersebut karena waqof, maka dibaca
Qolqolah Qubro. Sedang bila huruf mati tersebut karena berharokat sukun, maka dibaca
Qolqolah Shugro.
Alif lam atau ditulis الpada awal kata dalam Bahasa Arab memiliki dua cara baca.
Cara pertama dengan membaca idzhar atau disebut idzhar qomariyyah. Hukum ini jika
ْ أَبْغِ َحجَّكَ َوخ. Sedang ketika bertemu
setelah الberupa salah satu huruf dalam kalimat َف َع ِق ْي َمة
dengan huruf selain itu, maka wajib dibaca Idghom Syamsiyyah
Macam Macam Hukum Tajwid berikutnya adalah tentang Lam Fi’il. Lam Fi’il yang
mati karena sukun wajib dibaca idzhar. Contohnya Lam Fi’il yang dibaca idzhar adalah
فَ ْليَ ْع َم ْل. Tetapi, jika setelah Lam Fi’il tersebut ada huruf لatau ر, maka Lam Fi’il tidak lagi
dibaca idzhar, melainkan idghom seperti lafadz ب ِ قُ ْل َر.
Ketika ada nun bertasydid atau mim bertasydid, maka keduanya wajib dibaca
Ghunnah. Ghunnah adalah suara dengungan yang keluar dari rongga hidung. Panjang
dengungnya adalah dua harokat atau sama dengan satu alif. Contoh bacaan Ghunnah
ini adalah منَّا.
ِ
7. Hukum Idgham
18
dua huruf yang sama makhraj dan sifat saling berhadapan, sedang huruf yang pertama
mati dan huruf yang kedua hidup. Hukum Idgham Mutaqaribain ini jatuh bila ada dua
huruf yang berbeda sifat tetapi makhrojnya berdekatan, tengah berhadapan. Huruf-
huruf itu bisa huruf دdan huruf ;سatau huruf جdan huruf ;دatau huruf تdan ط. Terakhir,
Idghom Mutajannisain • terjadi bila dua huruf yang berbeda sifat tetapi sama makhroj
saling berhadapan. Ini seperti huruf بdan huruf م. Atau huruf بdan huruf ف.
Dua idghom yang dibahas terakhir itu bisa kedua hurufnya hidup, atau huruf
pertamanya mati dan huruf kedua hidup. Jika kedua hurufnya hidup, maka disebut
Idghom Kabir. Sedang jika huruf pertamanya mati dan huruf kedua hidup, maka disebut
Idghom Shoghir.
Lam Jalalah yang berada setelah harokat fathah atau dlummah harus dibaca tebal.
Sedang ketika Lam Jalalah tersebut berada setelah harokat kasroh, maka Lam Jalalah
dibaca tipis. Pada contoh َع ْب ُد هللا, Lam Jalalah dibaca tebal. Sedang pada contoh ِل,ِ Lam
Jalalah dibaca tipis.
9. Ro’ Tarqiq
Huruf رyang dibaca tipis atau Tarqiq adalah ro’ yang menyandang harokat kasroh.
Ro’ mati yang sebelumnya adalah harokat kasroh juga harus dibaca tipis, kecuali jika
setelah ro’ adalah huruf isti’la’. Karena ro’ yang demikian harus dibaca tebal atau
Tafkhim.
Mad menjadi salah satu bahasa hukum yang sangat panjang jika di jabarkan dalam
satu persatu. Hukum mad ini sendiri misalnya adalah mad tobi'i, mad arid lisukun, mad
tamkin, mad layyin, ataupun hukum mad yang lainnya.
19
HUKUM MAD
Hukum mad dalam Ilmu Tajwid terbagi dalam berbagai jenis, jenis atau macam
ini sendiri dituliskan secara runtut berdasarkan pada pertemuan huruf-huruf hijaiyah.
Cara membaca huruf hijaiyah yang benar sangat dipengaruhi pada pola dasar dalam
memahami hukum-hukum bacaan mad.
Jumlah Huruf Mad ada tiga, yaitu wawu ()و, ya’ ()ي, dan alif ()ا. Banyak orang
kurang bisa membedakan antara alif dan hamzah. Secara, penulisan keduanya sama.
Bedanya, hamzah memiliki harokat selain sukun. Sehingga bisa dikatakan hamzah selalu
hidup. Berbeda dengan alif yang selalu mati atau bahkan tidak memiliki harokat sama
sekali.
Mad Thobi’i
Mad Thobi’i disebut juga Mad Asli dengan panjang bacaan dua harokat atau sama
dengan satu alif. Suatu bacaan bisa dihukumi Mad Thobi’i bila ada huruf yang
berharokat fathah berhadapan dengan alif, atau ada huruf yang berharokat kasroh dan
berhadapan dengan ya’ mati. Hukum Mad Thobi’i juga terlaku ketika ada huruf yang
berharokat dlummah bertemu dengan wawu mati. Contoh َم َال.
Mad Badal
Hukum Mad Badal terjadi ketika ada Mad Thobi’i berada di belakang hamzah.
Sehingga secara posisi, hamzah berada di depan, lantas Mad Thobi’i berada di depannya.
Cara membaca Mad Badal adalah dengan memanjangkannya sama seperti panjang Mad
Thobi’i. Contoh mad badal adalah lafadz آ َمنُ ْوا.
Mad Iwad
20
menjadi seperti Mad Thobi’i. Karena itu, panjang dan cara membacanya sama dengan
Mad Thobi’i.
Mad Shilah
Shilah secara bahasa bisa dimaknai dengan “lanjut”. Artinya mad tidak akan
muncul kecuali ketika dibaca lanjut, atau dengan kata lain, tidak dibaca panjang (mad)
kalau tidak lanjut. Qashirah secara bahasa diartikan pendek. Tetapi dalam istilah tajwid,
qashirah bisa berarti dibaca panjang 2 harakat. Sehingga Mad Shilah Qashirah bisa
diartikan dengan: “ ha' dhamir (kata ganti) yang dibaca panjang 2 harakat ketika lanjut,
dengan syarat ha' dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat” .
Ha'dhamir adalah ha' yang merupakan kata ganti orang ketiga (nya). Maka, jika huruf
ha' adalah huruf asli dari suatu kata (bukan kata ganti), maka tidak termasuk dalam
kategori mad ini. Seperti huruf ha' yang terdapat pada kata; ُ فَ َوا ِكه, يَ ْنت َ ِه, ُنَ ْفقَه
Thawilah secara bahasa diartikan panjang. Yang dimaksud panjang di sini adalah
lebih dari 2 harakat. Sehingga Mad Shilah Thawilah bisa diartikan dengan: “ ha' dhamir
(kata ganti) yang dibaca panjang lebih dari 2 harakat ketika lanjut, dengan syarat ha'
dhamir tersebut terletak di antara dua huruf yang berharakat dan huruf kedua nya
adalah hamzah” . Berikut Bagan Keterangan diatas :
Mad Far’i
Mad far’i dari segi bahasa memiliki arti cabang. Sedangkan dari istilahnya, mad
far’i yaitu hukum bacaan yang merupakan tambahan dari mad asli. Panjang bacaannya
sendiri yaitu dua setengah alif atau sama dengan 2, 4, atau 6 ketukan. Baca panjang
karena adanya hamzah, sukun, tasydid, maupun waqaf. Beberapa jenis mad far’i, yaitu
mad lin, wajib muttasil, arid lissukun, jaiz munfasil, badal ( Menurut Beberapa Qoul),
iwadh, tamkin.
21
Wajib Muttasil
Mad wajib muttasil ini terjadi semisalnya mad thabi’i tadi bertemu dengan
hamzah ( )ءdi dalam satu kata atau kalimat. Sehingga untuk cara membacanya maka
wajib memanjangkan sampai 5 harakat atau yang setara dengan 2 setengah kali dari mad
thabi’i yaitu dua setengah alif. Contohnya seperti yang terdapat pada Surat Ad-Duha
ayat 8:
ۤ
َوَو َج َد َك َعا ِٕى اًل فَاَ ْغ ٰ ىن
Jaiz Munfasil
Mad jaiz munfasil akan terjadi jika mad thabi’i bertemu dengan hamzah ()ء, akan
tetapi hamzah ini terdapat di kalimat yang lain. Untuk jaiz sendiri memiliki arti boleh,
sementara munfasil aritnya adalah terpisah. Boleh membaca seperti mad wajib muttasil
tetapi, boleh juga seperti mad thabi’i jika menemukan mad ini saat membaca alquran.
Contohnya seperti yang terdapat pada surat Al-Kautsar ayat 1:
Mad arid lissukun akan terjadi jika berhenti di akhir ayat sehingga mematikan
huruf terakhir. Sedangkan sebelum huruf tersebut, terdapat mad thabi’i . tiga macam
Mad arid lissukun : Paling utama panjangnya dibaca seperti mad wajib muttasil yang
setara dengan 6 harakat. Pertengahan maka panjangnya bisa dibaca hingga empat
harakat yaitu, dua kali dari mad thabi’i. Pendek yaitu boleh dibaca sepanjang mad thabi’i
saja, yaitu dua harakat Contohnya yaitu:
َاَسْي ٌع
_Layyin_
Mad layyin terjadi jika ada wawu ( )وdan ya ( )يyang berharakat sukun beserta
huruf sebelumnya memiliki harakat fathah dan kemudian di depannya lagi ada huruf
yang dimatikan karena waqaf. Untuk cara membacanya yaitu membaca mad sepanjang
2, 4, atau 6 harakat. Mad layyin ini hanya terjadi saat kondisi waqar atau berhenti saja.
Berikut contohnya:
ب
ٌ َْري
22
Lazim Muthaqqal Kalimi
Mad lazim mutsahaqqal kalimi yaitu jika ada mad thabi’i yang kemudian bertemu
dengan tasydid di dalam satu kata atau ayat. Untuk cara membaca mad ini harus panjang
hingga tiga kali mad thabi’i atau diibaratkan sekitar 6 harakat. Contohnya sebagai
berikut:
وَل الضآلني
Lazim Mukhaffaf Kalimi
Mad lazim mukhaffaf kalimi adalah mad yang terjadi apabila mad thabi’i bertemu
huruf mati atau huruf sukun. Adapun cara membacanya yaitu dibaca sepanjang enam
harakat. Uniknya, di dalam Al-Quran sendiri, hanya terdapat dua Mad lazim mukhaffaf
kalimi. Yaitu pada surat Yunus ayat 51 dan juga 91. Berikut bacaannya:
(أ َُُثَّ إا َذا َما َوقَ َع َآمْنـتُ ْم بااه ۚ ْآْل َن َوقَ ْد ُكْنـتُ ْم بااه تَ ْستَـ ْع اجلُو َن51)
ين اا ( ْآْل َن وقَ ْد عصيت قَـبل وُكْن ا91)
َ ت م َن الْ ُم ْفسد َ َ ُ ْ َ َْ َ َ
Lazim Mukhaffaf Harfi
Mad lazim mukhaffaf harfi ini terjadi saat membaca huruf tunggal pada
permulaan surat dalam Al-Quran. Bacalah Mad lazim mukhaffaf harfi dengan panjang 6
harakat tanpa idgham. Jangan membaca Huruf ain ( )عdengan 2 harakat tetapi 4 atau 6
harakat. Contoh mad lazim mukhaffaf harfi, yaitu:
ن والقلم
Lazim Mutsaqqal Harfi
Mad lazim harfi musyabba atau mad lazim musaqal harfi adalah apabila huruf
fawatihus suwar (pembuka surah) yang bila dipecah terdiri dari tiga huruf dan di
tengahnya huruf madd dan huruf ketiganya di idgamkan. Panjang mad lazim mutsaqqal
harfi adalah 6 harakat. Huruf fawatihus suwar ada 14, dikumpulkan pada kalimat:
Washal
Washal ( ص ُل
ْ الو
َ ) mempunyai akar kata dari ص َل َ َوyang artinya sambung
menyambung. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’ adalah menyambungkan dua
ayat yang semestinya boleh berhenti. Karena nafas masih kuat dan ayat tersebut (yang
dibaca) boleh disambung, maka pembaca mewashalkan kedua ayat itu. Contoh :
َّ قُ ْل ُه َو هللاُ اَ َح ُد ان هللا
seseorang membaca QS. Al-Ikhlas ayat 1 dan 2, maka dibaca washal: الص َم ُد
walaupun sebenarnya boleh dibaca :
قُ ْل ُه َوهللاُ اَ َح ٌد
َّ ُ هللا
الص َم ُد
Waqaf [ Qotho’ dan Saktah / Sakt ]
24
Pada pengertian di atas, maka waqaf mempunyai 3 bagian yaitu : 1. Waqaf untuk
berhenti selamanya. Misalnya orang membaca surah Al-Baqarah, setelah tamat ia
meneruskan sholat, pada akhir bacaan surah al-Baqarah itulah yang disebut Qotho’. 2.
Waqaf yang bertujuan untuk mengambil nafas, karena nafas tidak kuat si pembaca
menghentikan bacaannya pada kalimat tertentu dan setelah mengambil nafas, ia
meneruskan lagi bacaanya. Ini istilah Waqof. 3. Waqaf yang bertujuan untuk berhenti
sebentar saja, sehingga tidak sempat bernafas walaupun hanya sejenak. Waqaf yang
terakhir inilah yang disebut “saktah”,
PEMBAGIAN WAQAF
25
Bila setelah lafad اابْ َ ْنwaqaf, maka waqaf itu disebut waqaf ikhtibari dengan
menguraikan lafad tersebut sebagaimana mestinya, yaitu : ني إابْـنَ ْ اdengan menampakkan
huruf nun yang semula dibuang karena di sandarkan (diidhafahkan) dengan lafad
didepannya.
Waqaf yang dilakukan karena terdapat perbedaan riwayat ulama Qurra’ boleh
tidaknya berhenti masih diperselisihkan. Karena itu, pembaca mengambil jalan tengah
dengan menghentikan bacaanya pada lafad yang diperselisihkan berhenti, selanjutnya
diulangi pembacaan ayat pada permulaannya. Dengan demikian, kedua pendapat yang
diperselisihkan tersebut dilaksanakan. Contoh:
Waqaf yang dilakukan karena terpaksa. Seorang pembaca ketika membaca al-
qur’an nafasnya habis, batuk, lupa dan sebagainya. Maka dalam kondisi ini, ia terpaksa
menghentikan bacaannya, walaupun tempat pemberhentiannya tidak selayaknya
berhenti. Contoh:
Waqaf yang dilakukan oleh pembaca atas pilihannya sendiri, tidak karena sebab-
sebab sebagaimana dalam waqaf lainnya. Tentunya pada waqaf ini seorang pembaca
sudah mengerti kedudukan waqaf, apakah boleh berhenti atau tidak. Maka jika
diperbolehkan berhenti, atau lebih baik berhenti, maka pembaca hendaknya
26
menghentikan bacaannya, tetapi jika tidak boleh berhenti maka pembaca
mewashalkannya. Contoh :
َوََلتُـ ْل ُق ْو ااابَيْ اديْ ُك ْم اا ََل التـ َّْهلُ َكة ؞ َواَ ْح اسنُـ ْوا؞
(Tanda pada lafad diatas adalah sepasang titik tiga ( ) ؞__؞atau disebut juga dengan
Mu’anaqah ( ُ ) ال ُمعَانَقَةSetelah lafad َواَحْ ِسنُ ْواpembaca menghentikan bacaannya tetapi dalam
waktu lain pembaca menghentikan pada lafad : الت َّ ْهلُكَةkedua-duanya diperbolehkan dan
pembaca sudah mengerti ketentuan waqaf tersebut, sehingga ia berhenti karena
pilihannya sendiri bukan karena sebab-sebab tertentu.
Pada waqaf ikhtiyari ini terbagi atas beberapa bagian. Pada umumnya ulama
Qurra membaginya dengan 4 bagian, tetapi lebih lengkapnya penulis mengambil
pendapat Syekh Sulaiman Jamzuri dalam kitab Fat-hul Aqfal fi Syarkhi Tuhfatul Athfal
yang membaginya atas 8 bagian yaitu:
ف الت ا
1) Waqaf Taam ( َّام ُ ْالوق
َ )
2) Waqaf Hasan ( س ُن
َ َف احل
ُ ْالوق
َ )
ف ال َك ا
3) Waqaf Kaafi ( اف ُ ْالوق
َ )
4) Waqaf Shalih ( ح ) الوقْف ا
ُ الصال
َ ُ َ
5) Waqaf Mafhum ( ف امل ْف ُه ْوام
ُ ْالوق
َ )
َ
6) Waqaf Jaiz ( ف اْلَائاُز
ُ ْالوق
َ )
7) Waqaf Bayan ( ف البَـيَا ُن
ُ ْالوق
َ )
8) Waqaf Qabih( ح ا
ُ ) الوقف ال َقاب
1) Waqaf Taam
Waqaf Taam menurut arti bahasa yaitu berhenti yang sempurna. Sedang menurut
istilah adalah sebagaimana yang dukemukakan oleh syeikh Sulaiman Jamzuri sebagai
berikut:
27
akhir surat yang tidak mungkin disambung dengan kalimat lain, sehingga harus
berhenti.
2) Waqaf Hasan
Waqaf hasan berarti berhenti yang baik. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra’
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Sulaiman Jazuri sebagai berikut:
ا ا ا
ُف َعلَْيه َوََل َُْي ُس ُن ا اإلبْت َداءُ ِبَا بَـ ْع َده
ُ ْالوق
َ َما َُْي ُس ُن
“Waqaf yang sudah sebaiknya berhenti dilakukan, walaupun kalimat sesudahnya
tidak pantas menjadi permulaan kalimat”.
Tidak ada salahnya seseorang melakukan waqaf hasan. Sebab ketika waqaf, lafad
yang diungkapkan sudah sempurna maknanya, walaupun pada kalimat sesudahnya
tidak pantas dijadikan permulaan bacaaan mengingat masih ada hubungan. Misalnya
menjadi na’at (sifat), athaf, badal atau tauhid.
ف با َع ْه اد ُك ْم
اُذْ ُكرواناعم اِت الَّاِت اَنْـعمت علَي ُكم واَوفُـوا باعه ادى اُو ا
ْ ْ َْ ْ ْ َ ْ ْ َ ُ َْ َ َ ْ ُْ
Setelah lafad َعلَ ْي ُكمberhenti, inilah waqaf hasan karena berhentinya pada lafad yang
sudah sempurna maknanya, tetapi masih terikat pada lafad: َوا َ ْوفُ ْواsebab ia tidak pantas
dijadikan permulaan bacaan.
Mengingat kedudukan waqaf hasan ini tidak sebaik waqaf taam, maka cara
menjadikan waqaf taam pada waqaf ini adalah dengan mengulang bacaan yang
diwaqafkan, jika waqafnya di tengah-tengah ayat.. Tetapi jika di akhir ayat maka tidak
perlu diulangi.
28
3) Waqaf Kaafi
Waqaf kaafi berarti berhenti yang cukup. Sedangkan menurut istilah ulama Qurra
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:
ا ا اا ا ا
َُما يَكْفى اابلْ َوقْف َعلَْيه َواَْلبْت َداءُ ِبَا بَـ ْع َده
“Waqaf yang mencukupi pada lafad itu dan lafad sesudahnya pantas dijadikan
permulaan bacaan”.
Walaupun tingkatannya tidak sebaik waqaf taam, tetapi waqaf kaafi ini amat baik
dilakukan bahkan lebih baik daripada waqaf hasan, mengingat waqaf ini sudah berhenti
pada waqaf yang seharusnya berhenti. Sedangkan kalimat sesudahnya layak dijadikan
permulaan bacaan.
4) Waqaf Shalih
Waqaf shalih berarti berhenti yang patut. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:
ا ا
ُاصلَ َح لبَـيَان َمابَـ ْع َده
َ ُك ُّل َم
“Waqaf yang patut dilakukan karena menjelaskan pada lafad sesudahnya”
Pada pengertian diatas, tampak bahwa waqaf shalih diperbolehkan karena dengan
mewaqafkan pada lafad itu karena menjelaskan pada lafad sesudahnya. Contoh : QS. Al-
Baqarah ayat 83:
ا ا واا ْذاَخ ْذًن اميـث َ ا
اق بَان ا ْسَرائاْي َل ََلتَـ ْعبُ ُد ْو َن اََّلهللاَ َواابلْ َوالا َديْ ان ا ْح َس ا
اًن َْ َ َ َ
29
َ ا َِّلberhenti, maka diperbolehkan karena patut. Namun lebih baik
Setelah lafad هللا
diwashalkan karena lafad itu masih menjelaskan pada lafad sesudahnya sehingga tidak
disambung dengan lafad َوبِ ْال َوا ِل َد ْي ِنyang kemudian menjadi waqaf taam.
5) Waqaf Mafhum
Waqaf Mafhum berarti waqaf yang dapat dipahami. Sedangkan menurut istilah
ulama’ Qurra’ adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai
berikut:
Dalam pengertian itu waqaf mafhum layak dilakukan, mengingat setelah waqaf itu
lafad sesudahnya pantas dan dipilih untuk dijadikan permulaan bacaan contoh QS. Al-
Baqarah ayat 162:
6) Waqaf Jaiz
Waqaf jaiz berarti berhenti yang boleh. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jamzuri sebagai berikut:
Pada pengertian diatas, tampak bahwa waqaf jaiz tidak ada tuntutan waqaf atau
washal. Waqaf dan washal kedua-duanya tidak ada yang lebih baik, tetapi memiliki
kedudukan yang sama. Sehingga boleh waqaf dan boleh washal, hanya saja untuk
pembaca yang napasnya pendek, lebih baik diwaqafkan. Sedangkan yang mempunyai
napas panjang dapat mewashalkan. Contoh QS. Ath-Thariq ayat 4-5:
30
ٌ اا ْن ُك ُّل نَـ ْفس لَ َّما َعلَْيـ َها َحافا
فَالْيَـْنظُار اْ اَلنْ َسا ُن ام َّم ُخلا َق.ظ
Setelah lafad َحا ِفظberhenti, dan itu diperbolehkan tidak lebih baik dan juga tidak
lebih buruk. Dan lafad ظ ِر ُ فَ ْال َي ْنjuga tidak jelek dijadikan permulaan bacaan.
7) Waqaf Bayan
Waqaf bayan berarti berhenti yang jelas. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:
Pengertian diatas menunjukkan bahwa waqaf ini selayaknya tidak baik. Karena jika
berhenti berarti lafad yang akan dijadikan permulaan bacaan tidak dapat dipahami
maksudnya secara pasti sehingga lebih baik diwashalkan saja bacaannya. Contoh QS. Al-
Alaq ayat 1:
8) Waqaf Qabih
Waqaf Qabih berarti Waqaf yang jelek. Sedangkan menurut istilah ulama’ Qurra’
adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh sulaiman jazuri sebagai berikut:
ف َعلَى لَْفظ َغ ْاري ُم افْيد لا َع َدام ََتَ اام ال َك ًَلام َوقَ ْد تَـ َعلَّ َق َما بَـ ْع َدهُ اِبَا قَـْبـلَهُ لَْفظاا َوَم ْع ان
ُ ْالوق
َ
“Berhenti pada lafad yang belum sempurna maknanya, karena masih berhubungan
lafad sesudah dan sebelumnya, baik lafad maupun maknanya”.
Waqaf jenis terakhir ini merupakan bentuk waqaf ikhtiyari yang tidak baik, bahkan
jelek. Tidak boleh dilakukan mengingat kalimatnya belum sempurna. Baik ditinjau dari
sudut struktur lafad maupun maknanya. Contoh QS. Al-Baqarah ayat 2:
ب فاْي اه
َ ْا ٍ ََل َري
َذالا َ ا
ُ َك اْلكت
31
Setelah lafad ُ اْل ِكتَابdihentikan, dan tidak diwashalkan lagi pada lafad didepannya.
Jenis waqaf ini tidak diperkenankan karena tanpa alasan dan tempat pemberhentian
sama sekali tidak patut, maka waqaf ini berakibat buruk atau jelek.
Seorang tidak dapat membedakan huruf tertentu tanpa mengerti atau melafalkan
huruf-huruf tersebut pada tempat asalnya. Karena itu, sangat penting mempelajari
makharijul huruf agar pembaca terhindar dari hal-hal berikut :
َّ َا
Huruf فdibaca ف
32
Sifat menurut bahasa adalah sesuatu yang melekat atau menetap pada sesuatu
yang lain. Sedang yang dimaksud sesuatu yang lain adalah huruf-huruf hijaiyah.
Adapun menurut pengertian istilah, sifat adalah :
َْ الشدَّةا
وَن اوَها سو ا اْله ارو َّ ا ا ف اعْن َد ُح ُ اا ا
لص َفةُ اهى َكي افيَّةٌعا ارضةٌلاْلحر ا
اَ ا
َ الر َخ َاوة َوا َْلَْم ا َ ْ َْ ص ْوله ف الْ َم ْخَراج م َن َْ َ َ ْ َ
“Sifat adalah cara baru bagi keluarnya huruf ketika sampai pada tempat keluarnya, baik
berupa jahr, Rakhawah, Hams, Syiddah dan sebagainya.”
Pada pengertian tersebut, tampak bahwa sifat-sifat huruf hijaiyah selalu dikaitkan
dengan makhrajnya, mengingat makhraj huruf merupakan standar untuk penentuan
sifat dari huruf hijaiyah. Antara sifat dan makhrajnya huruf saling terkait. Makhraj huruf
tidak akan tampak jika sifat hurufnya tidak dikeluarkan secara benar. Sebaliknya, sifat
huruf tidak akan tepat selama tidak mengenai tempat keluarnya.
33
16. Ain / ع: Tenggorokan bagian tengah. Yang dimaksud dengan tengah tenggorokan
adalah katup epiglotis. Sehingga makhraj huruf 'ain adalah menekan katup
epiglotis ke dinding tenggorokan.
17. Ghain / غ: Tenggorokan bagian atas. Yaitu akar / pangkal lidah menempel pada
langit bagian lunak.
18. Fa' / ف: Dua ujung gigi seri atas menempel pada bibir bawah bagian dalam.
19. Qaf / ق: Pangkal lidah menempel pada langit langit atas bagian lunak.
20. Kaf / ك: Pangkal lidah menempel pada langit langit atas antara bagian yang keras
dengan bagian yang lunak. Atau maju sedikit dari makhraj huruf Qaf.
21. Lam / ل: Ujung sisi lidah kanan dan kiri sampai depan ditempelkan pada gusi gigi
gigi atas. (Yaitu pada gusi gigi geraham pertama, gusi gigi taring dan gusi gigi seri
atas.)
22. Mim / م: Kedua bibir menempel tetapi tidak ditekan.
23. Nun / ن: Ujung lidah dengan gusi dua gigi seri atas.
24. Wawu / و: Kedua bibir didekatkan dengan sedikit ada celah.
25. Ha' / ه: Tenggorokan bagian bawah
26. Ya' / ي: Tengah lidah dengan langit langit atas (tidak menempel).
Itmamul Harokat atau Kesempurnaan Harokat adalah salah satu hal pembaca
utama yang harus diperhatikan oleh seorang Al Quran, termasuk menjadi salah satu
materi awal yang harus dikuasai oleh pembelajar tajwid.
Salah satu kesalahan umum saat membaca Al Quran adalah tidak mengumpulkan
bibir saat melafazhkan huruf-huruf dhommah, padahal seluruh huruf dhommah tidak
sempurna dhommahnya kecuali dengan mengumpulkan bibir. Jika tidak demikian,
maka dhommahnya menjadi kurang, karena tidaklah sempurna hurufnya kecuali
dengan menyempurnakan harokatnya. Jika tidak sempurna harokatnya, maka tidaklah
sempurna pula hurufnya. Demikian pula huruf kasrah, tidak sempurna kecuali dengan
menurunkan mandat bawah, jika tidak maka kasrahnya menjadi kurang. Begitu pula
dengan huruf fathah, tidak sempurna kecuali dengan membuka mulut, jika tidak maka
fathahnya menjadi kurang
Persoalan pemilihan tujuh imam qira’at atau qira'at sab'ah ini tidak hanya karena
terinspirasi dari jumlah mushaf dan hadis Nabi tentang tujuh huruf semata, namun pada
hakikatnya yang menjadi standarisasi pemilihan jumlah tujuh tersebut berdasarkan
kriteria tertentu yang diterima oleh mayoritas ulama. Di antaranya adalah seorang
34
perawi harus memiliki kredibilitas, tsiqah, amanah, agamis, sempurna ilmunya, panjang
umurnya, masyhur ketokohannya, dan disepakati ke adilannya.
1. Nafi al-Madani.
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi' bin Abdurrahman bin Abu Nu'aim
al-Laisi, berasal dari Isfahan dan wafat di Madinah pada 169 H. Dua orang perawinya
adalah Qalun dan Warasy. Qalun adlah isa bin Munya al-Madani. Beliau adalah seorang
guru bahasa Arab yang mempunyai kunyah Abu Musa dan julukan qalun. Diriwayatkan
bahwa Nafi' memberinya nama panggilan Qalun karena keindahan suaranya, sebab kata
Qalun dalam bahasa Romawi berarti baik. Beliau wafat di madinah pada 220H. Sedang
Warasy adalah Usman bin Sa'id al-Misri. Beliau diberi kunyah Abu Sa'id dan diberi
julukan Warasy karena teramat putihnya. Beliau wafat di mesir pada 198 H.
Beliau adalah seorang guru besar para perawi. Nama lengkapnya adalah Zabban
bin 'Ala' bin Ammar al Mazini al-Basri. Beliau adalah qari' dari Bashrah (Irak, red.) lahir
pada 67 H. dan wafat di Kufah pada 154 H. Dua orang perawinya adalah ad-Dauri dan
as-Susi. Ad-Dauri adalah Abu Umar Hafs bin Umar bin Abdul Aziz ad-Dauri an-Nahwi.
Ad-Dauri nama tempat di Baghdad. beliau wafat pada 246 H. As-Susi adalah Abu
Syu'aib Salih bin Ziyad bin Abdullah as-Susi. Beliau wafat pada 261 H.
35
4. Ibn Amir asy-Syami.
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Amir al-Yahsubi, seorang kadi (hakim) di
Damaskus pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik. nama panggilannya adalah
Abu Imran, beliau termasuk seorang tabi'in, lahir pada 21 H. dan wafat di Damaskus
pada 118 H. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibn Zakwan. Hisyam adalah
Hisyam bin 'Imar bin Nusair, qadhi di Damaskus. Beliau diberi kunyah Abdul Walid,
wafat pada 245 H. Sedang Ibn Zakwan adalah Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin
Zakwan al-Qurrasyi ad-Daimasqi. beliau diberi kunyah Abu Amr. Dilahirkan pada 173
H, dan wafat pada 242 H. di Damaskus.(Suriah).
5. Ashim al-Kufi.
Beliau adalah Ashim bin Abun Najud dan dinamakan pula Ibn Bahdalah, Abu
Bakar. Beliau termasuk seorang tabi'in, wafat pada 128 H di Kufah. Dua orang perawinya
adalah Syu'bah dan Hafs. Syu'bah adalah abu Bakar Syu'bah bin Abbas bin Salim al-
Kuffi, wafat pada 193 H. Sedang Hafs adalah Hafs bin Sulaiman bin Mughirah al-Bazzar
al-Kuffi. Nama panggilannya adalah Abu Amir. Beliau adalah orang yang terpercaya.
Menurut Ibn Mu'in, beliau lebih pandai qira'atnya dari pada Abu Bakar, wafat pada 180
H.
6. Hamzah al-Kufi.
Beliau adalah Hamzah bin Habib bin Imarah az-Zayyat al-Fafdi at-Taimi. Beliau
diberi kunyah Abu Imarah, lahir pada 80 H, dan wafat pada 156 H. di Halwan pada masa
pemerintahan Abu Ja'far al-Mansur. Dua orang perawinya adalah Khalaf dan Khalad.
Khalaf adalah Halaf bin Hisyam al-Bazzaz. Beliau diberi kunyah Abu Muhammad, dan
wafat di Baghdad pada 229 H. Sedang Khalad adalah Khalad bin Khalid, dan dikatakan
pula Ibn Khalid as-Sairafi al-Kufi. Beliau diberi kunyah Abu Isa, wafat pada 220 H.
7. al-Kisa'i al-Kufi.
Beliau adalah Ali bin hamzah, seorang imam ilmu Nahwu di Kufah. Beliau diberi
kunyah Abdul Hasan, dinamakan dengan al-Kisa'i di saat ikhram. Beliau wafat di
Barnabawaih, sebuah perkampungan di Ray, dalam perjalanan menuju Khurasan
bersama ar-Raasyid pad 189 H.
Dua orang perawinya adalah Abdul haris dan Hafs ad-Dauri. Abdul haris adalah
al-Lais bin Khalid al-Baghdadi, wafat pada 240 H. Sedang Hafs al-Dauri adalah juga
perawi Abu Amr ang telah disebutkan di atas.
36
37
USHUL TAJWID
Pembahasan pertama yang biasa dipaparkan oleh para ulama qiroat setelah
muqoddimah adalah pembahasan seputar isti’adzah. Sebab saat seseorang hendak
membaca Al-Quran, maka ia diperintahkan untuk membaca isti’adzah terlebih dahulu,
sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
الراجي ام فَاإ َذا قَـرأِْ الْ ُقرآ َن فَاستَعا ْذ ااب ََّّللا امن الشَّيطَ ا
َّ ان ْ َ ْ ْ َ َ
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada
Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An-Nahl: 98)
38
2. Ushul 2 : Bab Basmalah
Pertama ; imam Mekkah dan Kufah memasukkah basmalah sebagai ayat pertama dalam
surat Alfatihah. Dengan kata lain, barangsiapa yang mengikuti bacaan riwayat imam
Ibnu Katsir al-Makkiy (bukan Ibnu Katsir penulis tafsir Alquran), imam 'Ashim, imam
Kisa'i dan imam Hamzah, maka basmalah adalah ayat pertama di surah Alfatihah dan
wajib dibaca .
Sedangkan kelompok kedua ; para imam Madinah, Syam dan Basrah tidak
memasukkan basmalah ke dalam ayat Alfatihah. Artinya, siapa pun yang mengikuti
bacaan riwayat imam Nafi', imam Ibnu 'Amir dan imam Abu 'Amr, basmalah tidak
termasuk bagian dari surah Alfatihah dan tidak wajib dibaca. (Silakan lihat kitab al-Qaul
al-Wajiz karangan al-Mukhallilati hal.161).
39
Ringkasan Hukum membaca basmalah menurut 7 Imam Qiraat Sab'ah:
1) Nafi dan Ibnu Katsir (Selain antara surat al-Anfal dan at-Taubah, maka ada dua
wajah: dengan basmalah dan tanpa basmalah)
2) Abu Amr dan Ibnu Amir (Selain antara surat al-Anfal dan at-Taubah maka tidak ada
basmalah)
3) Ashim dan Al-Kisa'i (Membaca basmalah diantara kedua surat kecuali antara surat
al-Anfal dan at-Taubah.)
4) Hamzah (Melanjutkan kalimat terakhir di setiap surat dengan cara menyambung
dengan awal surat berikutnya dengan tanpa membaca basmalah).
40
(‘alaihum), imam Qalun membaca dengan 2 wajah/cara baca: sukun mim dan
shilah (‘alaihim dan ‘alaihimuu), imam Ibn Katsir hanya dengan shilah
(‘alaihimuu), sedangkan yang lain hanya sukun (‘alaihum).
Cara baca: Qalun (wajah pertama), Warsy, Abu ‘Amr, Ibn ‘Amir, ‘Ashim, al-Kisa’i
(Shiratha … ‘alaihim). Kemudian Qalun (wajah kedua), dan al-Bazzi (shiratha …
‘alaihimuu), kemudian Khallad (Shiratha … ‘alaihum), kemudian Qunbul (siratha …
‘alaihimuu), dan yang terakhir Khalaf (shiratha dengan isymam … ‘alaihum).
Idgham artinya memasukkan atau menggabungkan. Dalam ilmu tajwid idgham adalah
memasukkan huruf ke huruf lainnya. Dilihat dari segi keadaan harakat huruf yang
diidghamkan, idgham dibagi menjadi idgham shagir dan idgham kabir.
a) Idgham Shagir
Idgham shagir adalah idgham dua huruf dimana yang pertama sukun dan yang
kedua berharakat. Contoh idgham shagir:
41
ْن ← ي = َم ْن يَـ ْع َم ْل
ْد ← ِ = َعبَ ْد َُّْت
َّاس
ُ ْل ← ن = َوالن
b) Idgham Kabir
Idgham kabir adalah idgham dua huruf diman keduanya berharakat. Contoh
idgham kabir:
42
5. Ushul 5 : Ha Kinayah
Ha’ Kinayah adalah Ha’ tambahan yang menunjukkan Mufrad Mudzakkar Ghaib,
bisa juga disebut dengan Ha’ Dhamir.
1. Ha’ Kinayah yang terletak sebelum huruf mati. Seluruh Imam Qira’at tidak
membaca Shilah Ha’ Kinayah jika terletak sebelum huruf mati.
2. Ha’ Kinayah yang terletak sebelum huruf hidup. Jika Ha’ Kinayah terletak
sebelum huruf hidup, seluruh Imam Qira’at membaca dengan Shilah Ha’
Kinayah.
Untuk lafazh فيه مهاًنHafash dan Ibnu Katsir membaca dengan Shilah. Lafadz ُضه
َ َي ْر
لَ ُك ْمdalam surat Az-Zumar ayat 7 : Menurut Nafi', Ashim, Hisyam dan Hamzah dengan
membaca harakat dhummah pada huruf ha dengan tanpa shilah. Sedangkan Ibnu Katsir,
Ibnu Dzakwan, Ali al-Kisa'I dengan membaca dhummah dan shilah (panjang 1 alif)
43
meletakkan bacaan pilihan khusus qiraat Ibnu Katsir yang membaca ha kinayah dengan
panjang 1 alif atau 2 harakat. Namun menurut riwayat Susi dari Abu Amr dengan men-
sukun-kan huruf ha pada lafadz ضهُ لَ ُك ْم
َ يـَ ْر, menjadi ض ْه لَ ُك ْم
َ يـَ ْر, Adapun riwayat Ad-Duri
dari Abu Amr mempunyai 2 wajah, yaitu:
A. Sukun Ha
B. Dhummah ha dengan shilah 1 alif
Referensi dari Kitab al-Qiraat al-Asyr al-Mutawatirah, Syeikh Alwi Ibnu Muhammad
ahmad Balfaqih, Daar al-Muhaajir, Madinah al-Munawwaroh.
Mad adalah memanjangkan bunyi huruf atau huruf layyin ketika ia bertemu hamzah
atau huruf mati. Sedang Qoshor lawannya Mad. Panjang bacaan mad terdapat tiga
bagian yaitu:
Kemudian dalam Mad Muntafhil, Warsy dan Hamzah membaca dengan Thul (6
Harokat), Ibn Amir, Ashim dan Al Kisai membaca dengan Tawasshuth ( 4 Harokat ),
Qolun, Ad Duri dan Abi Amr Al Bashri membaca dengan Qosor ( 2 Harokat ) atau
Tawassuth [ Dua wajah ], Ibn Katsir dan As Susi membaca dengan Qoshor ( 2 Harokat).
Kemudian untuk Mad Badal, Seluruh Qurro’ sepakat Dengan membaca dengan
Qoshor ( 2 Harokat ), *kecuali Warsy, ada tiga wajah cara baca; Qoshor ( 2 Harokat ),
Tawasshut ( 4 Harokat ) dan Thul ( 6 Harokat ). *
44
Dengan pengecualian sebagai berikut ;
a. Ketika sebelum hamzah ada huruf sukun shohih didalam satu kalimat. Contoh:
الظمأن,القرأن
b. Ketika alifnya itu sebagai pengganti tanwin / mad iwadh. Contoh: سوا ًء,دعا ًء
c. Harf mad ba’dha hamzah washal / sebagai ibtida’. Cotoh: اؤتمن,ائذن لي
إسراءيل
Kedua kalimat ini hanya boleh dibaca dengan qoshor saja.
- Ibdal hamzah washal dengan alif dan dibaca panjang (6H) / lazim, dengan
tsalatsatul badal mughoyyar bin naql.
- Ibdal hamzah washal dengan alif dan dibaca qoshor dengan qoshor badal
mughoyyar bin naql.
- Dibaca tashil dengan tsalatsatul badal mughoyyar bin naql.
- عادا اْلوَل dibaca naql harakat hamzah tanpa tsalatsatul badal. لوَل عادا
45
SEKILAS TENTANG QIRA'AT (BACAAN) IMAM ASHIM
RIWAYAT HAFSH DARI THARIQ (JALUR) ASY-SYATHIBIYYAH
Bagi siapa pun yang mempelajari Al-Quran secara mendalam maka pasti ia pernah
mendengar istilah Qira'at Sab'ah, atau Qira'at 'Asyrah, yang kurang lebih bermakna
tujuh atau sepuluh bacaan Al-Quran yang diakui dan memiliki sanad bersambung
sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Biasanya, dalam kajian
tentang qira'at ini akan muncul empat istilah kunci. Sebagianorang terkadang sukar
membedakannya, dan kemudian tercampur-aduk begitu saja. Empat istilah tersebut
adalah qira'ah, riwayah, thariq dan wajh. Para ulama sendiri mempergunakan keempat
istilah ini untuk menunjuk pengertian tertentu, sehingga harus dipahami dengan tepat
agar tidak membingungkan.
Pertama, qira'ah. Qira'ah secara bahasa berarti bacaan. Maksud dari istilah ini
adalah setiap bacaan yang disandarkan kepada salah seorang qari' (ulama ahli qira'at)
tertentu. Maka, kita akan mendengar istilah Qira'at 'Ashim, Qira'at Nafi', Qira'at Ibnu
Katsir, dan sebagainya. Mereka adalah para Imam yang menjadi sumber qira'at
tertentu.
Ketiga, thariq. Thariq secara bahasa berarti jalur atau jalan. Maksudnya adalah
rangkaian sanad (yakni, para perawi) yang berakhir pada seorang perawi dari Imam
qira'atatau guru (syaikh) bacaan Al-Quran tertentu. Istilah ini dipergunakan untuk
menunjukkan apa yang diriwayatkan oleh seorang qari' dari generasi lebih akhir
(yakni, yanghidup sesudah rawi pertama dari qari' tertentu). Misalnya, thariq (jalur)
Al-Azraq dari Imam Warasy, thariq (jalur) Abu Rabi'ah dari Al-Bazzy, thariq (jalur)
'Ubaid Ibnu Ash-Shabbahdari Imam Hafsh, dan seterusnya
Keempat, wajh. Secara bebas dapat dimaknai versi atau ragam, yaitu semua
bentuk perbedaan atau khilafiyah yang diriwayatkan dari qari' tertentu, lalu dalam
46
kasus ini seseorang dipersilahkan untuk memilih mana yang akan dibacanya, karena
semuanya shahih dari qari' tersebut, perbedaan-perbedaan thariq terkadang mencakup
perbedaan-perbedaan pula dalam wajh ini. Misalnya pada saat waqaf pada kata al-
'alamin dalam ayat ke-2 surat Al- Fatihah terdapat tiga wajh atau versi, dibaca pendek
(qashr), sedang (tawassuth) dan panjang (madd). Kita boleh memilih mana saja dari
ketiganya, namun disarankan oleh Ibnul Jazari (salah seorang ulama terkemuka dalam
bidang qira'at) agar kita memilih satu versi saja dalam satu kali pengkhataman.
Maksudnya, pada seluruh kata tersebut di mana pun kita waqaf selama membacanya,
kita pilih satu versi. Bila kita sudah selesai, lalu memulai dari awal lagi, kita boleh
menggunakan versi lainnya.
Maka di sini bisa kita pahami bahwa Imam Hafsh adalah seorang rawi (perawi
qira'at Al-Quran), sedangkan Imam'Ashim adalah seorang qari' yang mana bacaan
tersebut disandarkan kepadanya, dan Asy-Syathibiyah adalah pemilik thariq. Dan
Thariq Asy-Syathibiyah ini telah disebutkan oleh Imam Asy-Syatibi dalam
mandzumahnya yang bernama: "Hirzul Amani Wa Wajhut Tahani" yang mencakup
sebanyak 1173 bait sya'ir. Namun mandzumah tersebut lebih dikenal dengan sebutan
"Mandzumah Asy-Syathibiyyah" yang dinisbatkan oleh para ulama qira'at kepada
penulisnya, yakniImam Asy-Syathibi.
Dan tentunya Imam Ashim (guru Imam Hafsh) telah bersambung sanadnya
sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Dia bertalaqqi dari (kepada)
Imam Abu AbdirRahman As-Sulami, dan qurunya (As-Sulami) telahbertalaqqi Al-
Quran kepada lima orang sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam yang mulia, yaitu:
47
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, Utsman bin Affan radhiyallahu‘anhu, Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Ubay bin Ka'ab radhiyallahu ‘anhu, dan Zaid bin Tsabit
radhiyallahu ‘anhu, dan mereka semua telah bertalaqqi Al-Quran kepada Rasulullah
shallallahu ‘alahi wasallam.
Sebagaimana dimaklumi bagi siapa pun yang mendalami ilmu Al-Quran secara
mendalam; bahwa dalam bacaan Al- Quran terdapat beberapa riwayat dari para imam
dan qurra' (ulama qira'at), dan yang paling tersohor ialah tujuh imam, yaitu:
Setiap imam yang telah disebutkan di atas memiliki dua imam perawi yang
meriwayatkan bacaan darinya, sehingga jika dihitung semuanya berjumlah 14 imam
perawi. Namun dalam kesempatan ini saya hanya akan menyebutkan para imam
perawi bacaan Al-Quran dari Imam Ashim, agar tidak memperpanjang pembahasan.
Adapun mereka yang telah meriwayatkan bacaan dariImam Ashim dan paling
tersohor ialah:
Pertama, Syu'bah. Dia adalah Abu Bakar Syu'bah bin Ayyasy bin Salim Al-Kufi.
Dia dilahirkan di kota Kufah pada tahun 95 H dan wafat di kota Kufah juga pada tahun
193 H.
Kedua, Hafsh. Dia adalah Abu Umar Hafsh bin Sulaiman bin Al-Mughirah Al-
Asadi Al-Kufi. Seorang perawi yang tsiqah(terpercaya), sehingga Dia lebih diutamakan
dan lebih tersohor riwayat bacaannya dari pada riwayat Syu'bah. Sebagaimana
48
ditegaskan oleh salah seorang ulama salaf yang bernama Abu Hisyam Ar-Rifai,
"Adalah Hafsh orangyang paling tahu tentang riwayat bacaan Imam Ashim daripada
yang lainnya."
Itulah diantara keistimewaan riwayat Hafsh 'an (dari)Ashim, la lebih unggul dan
diutamakan dari pada riwayat Syu'bah. Oleh karena itu penting bagi kita untuk
mengetahui profil atau biografi singkat Imam Ashim dan Hafsh ini, agar kita lebih
yakin terhadap bacaan riwayat Hafsh 'an Ashim ini.
Nama: Ashim bin Abi An-Najud Bahdalah Al-Kufi Al- Asadi, imam para ulama
qira'at di Kufah dan termasuk kalangan tabi'in. Beliau adalah salah satu di antara tujuh
imam qira'at yang paling tersohor. Beliau puncaknya kepemimpinan dalam bidang
ilmu qira'at di negeri Kufahsetelah sepeninggal gurunya Abdurrahman As-Sulami.
Beliau telah menguasai bacaan Al-Quran dengan fasih, dan mutqin (kokoh), serta
menguasai teori ilmu tajwid secara mendalam.
Sanad dan guru-gurunya: Beliau telah bertalaqqi Al- Quran kepada gurunya Abu
Abdirrahman As-Sulami rahimahullah (dari kalangan tabi'in), dan gurunya (As-
Sulami) telah bertalaqqi dari sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Dengan sanad ini beliau mengajarkan kepada Imam Hafsh rahimahullah. Beliau juga
telah bertalaqqi kepada Zirr bin Hubaisy rahimahullah dan beliau bertalaqqi dari
sahabat yang mulia Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu. Dengan sanad ini beliau
mengajarkan kepada imam Syu'bah rahimahullah. sanad beliau cukup tinggi, bahkan
melebihi sanad Imam Ibnu Katsir rahimahullah dan Ibnu Amir rahimahullah dalam hal
kedekatannya dengan Nabi shallallahu ‘alahi wasallam.
49
rahimahullah, dan Abu Shalih As-Samman rahimahullah.
Oleh karena itu, Abdullah bin Ahmad bin Hambal rahimahullah (anaknya Imam
Ahmad rahimahullah) pernah bertanya kepada ayahnya, "Bacaan (Al-Quran) siapakah
yang paling engkau cintai? Beliau menjawab, "Bacaan penduduk Madinah, jika tidak
ada maka bacaan Imam Ashimyang lebih aku cintai.
Abu Ishaq As-Subay'i rahimahullah menuturkan, "Tidaklah aku pernah melihat
orang yang paling ahli dalam ilmu qira'at daripada Imam Ashim bin Abi An-Najud."
Bahkan dalam bidang periwayatan hadits pun diatergolong sebagai perawi yang
terpercaya. Sehingga, banyakulama yang memberikan pujian kepadanya, di antaranya
Imam Ahmad rahimahullah yang mengatakan: "Dia (Ashim) adalah perawi yang shalih,
baik dan tsiqah (terpercaya).Imam Abu Zur'ah rahimahullah dan beberapa ulama' ahli
hadits yang lainnya pun menganggapnya sebagai perawi (hadits) yang terpercaya. Al-
Haitsami rahimahullah berkata, "Dia (Ashim) adalah perawi hasanul hadits (yakni
riwayatnya hasan bisa diterima).
Wafatnya: Beliau wafat pada tahun 127 Hijriyyah menurut pendapat yang shahih,
sebagaimana hal ini dikuatkan oleh Ibnul Jazari rahimahullah dalam kitabnya. Beliau
dimakamkan di negeri Syam.
50
BIOGRAFI IMAM HAFSH RAHIMAHULLAH7
Nama: Hafsh bin bin Sulaiman bin Al-Mughirah Ad-Dhuri Al-Ghadiri Al-Asadi
Al-Kufi. Kelahiran dan wafatnya: Beliau dilahirkan di Kufahpada tahun 90 H, wafat
pada tahun 180 H.
Guru-gurunya: Beliau adalah muridnya Imam Ashim yang paling tersohor dan
sebagai anak tirinya (Imam Ashim),karena beliau (Hafsh) adalah anak dari istrinya
Imam Ashim. Sehingga tak heran jika Imam Hafsh telah menguasai riwayat Ashim
secara mendalam sampai akar-akarnya. Karena di samping sebagai anak tirinya, dia
pun bertalaqqi Al-Quran kepada Imam Ashim sampal tuntas berkali-kali.
Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Al Khatib Al- Baghdadi rahimahullah dan Abu
Al-Husain bin Al-Munadi rahimahullah, "Sungguh, dia (Hafsh) telah bertalaqqi Al-
Quran kepada Imam Ashim sampai selesai berkali-kali. Sehingga para ulama
terdahulu lebih mengedepankan bacaan riwayat Hafsh dari pada bacaan riwayat Abu
Bakar (Syu'bah), dan mereka mensifati huruf-huruf bacaannya sangat dhabith (akurat
dan kokoh) sebagaimana dia membaca di hadapan Imam Ashim rahimahullah. Dia
adalah orang yang paling ahli dalam ilmu qira'at di masanya, dan bacaannya yang
telah dia pelajari (bertalaqqi) dari imam Ashim sampai kepada Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu.8
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64