Disusun Oleh :
Bunga Eveena Elvaretta (22320105)
Rahmatin Aisyah Yosi (22320108)
Dosen Pembimbing :
Ibu Nur Izzah, MA
KATA PENGANTAR.....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................
C. Tujuan Penulisan..........................................................................
BAB II PENJELASAN...................................................................................
A. Sejarah perkembangan dan motivasi pemberian tanda
baca pada masa Ustmani...............................................................
B. Pemberian Tanda I’rab (Naqthul – I’rab)/Titik Pada
Masa Abu Al-Aswad Al-Duali.....................................................
C. Pemberian Tanda Baca Pembeda Huruf (Naqthul-
Ijam)/Harakat Pada Masa Hajjaj Al-Tsaqofi/Nash bin
Ashim............................................................................................
D. Pemberian Harakat Pada Masa Al-Khalil bin Ahmad..................
E. Penyempurnaan Tanda Baca: Tasydid, Saktah, Sajdah,
Nomor Ayat, Imalah, Tashil, Juz, Rubu’ Tsumun........................
BAB III PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................
B. Saran...........................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada mulanya mushaf Al Qur’an ditulis oleh para sahabat
tidak dilengkapi dengan pencantuman tanda bantu baca. Oleh
karena itu para Sahabat dan para tabi’in adalah orang-orang yang
fasih bahasa arab, yaitu bahasa yang menjadi standar penulisan
Al Qur’an. Oleh karenanya hal ini tidak menimbulkan masalah.
Namun seiring dengan makin tersiarnya agama islam diantara
bangsa-bangsa non arab, timbul kekhawatiran akan terjadinya
kesalahan pembacaan Al Qur’an.
Kesalahan pembacaan ini mempunyai resiko terjadinya
perubahan arti atau pengertian. Oleh karenanya, pada massa
dinasti muawiyah, Abul Aswad Ad Duali berinisiatif untuk
mencantumkan tanda bantu baca yang dituliskan dengan tinta
yang berbeda warnanya dengan tulisan Al Qur’an. Usaha ini
kemudian dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya. Oleh
karena makin lama tanda bantu baca ini makin sama warna
dengan tulisan Al Qur’an, maka justru menyulitkan pembacanya,
sehingga perlu dilakukan penyederhanaan tanpa mengurangi
maksud. Kemudian Al Kalil berinisiatif memperbaharui tanda
bantu baca tersebut. Usaha ini terus berlanjut, tanda bantu baca
mengalami proses penyempurnaan menuju bentuk tanda bantu
baca seperti yang ada pada masa kini.
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan dan motivasi
pemberian tanda baca pada masa Utsmani.
2. Proses pemberian tanda baca I’rab (naqthul-I’rab)/
titik pada masa Abu Al Aswad Al Duali.
C.Tujuan Penulisan
4
Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, 1/334.
5
Lihat Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, (1/132). Sementara al-A’zhamy
mendukung pendapat Profesor Syauqi
Dhaif bahwa ada 8 eksemplar mushaf telah dibuat. Ia juga mengutip pendapat
al-Ya’qubi, seorang ahli
sejarah Syiah yang berpendapat bahwa jumlah eksemplarnya adalah sembilan.
Lihat juga TheHistory of
The Qur’anic Text, hal.105.
6
Lihat Al-Mushaf al-‘Utsmany, hal.5
7
Lihat Al-Mushaf al-‘Utsmany, hal.5
Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting lainnya
yang juga tidak lupa dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan r.a. Yaitu
menyertakan seorang qari’ dari kalangan sahabat Nabi saw
bersama dengan mushaf-mushaf tersebut.Tujuannya tentu saja
untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca mushaf-
mushaf tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah kepada
Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-naskah
mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf
konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik. Tanpa adanya para
qari’ penuntun itu, kesalahan baca sangat mungkin terjadi. Ini
sekaligus menegaskan bahwa pewarisan pembacaan al-Qur’an
yang juga berarti pewarisan al-Qur’an itu sendiri- sepenuhnya
didasarkan pada proses talaqqi, bukan pada realitas rasm yang
tertuang pada lembaran-lembaran mushaf belaka8.
Tentu saja, pasca pendistribusian naskah-naskah mushaf
‘Utsmani tersebut,kaum muslimin telah memiliki sebuah mushaf
rujukan –karena itulah ia disebut sebagai al-mushaf al-imam-.
Sejak saat itu, mulailah upaya-upaya penulisan ulang naskah Al-
Qur’an berdasarkan mushaf ‘Utsmani untuk memenuhi
kebutuhan kaum muslimin akan mushaf al-Qur’an. Dalam kurun
yang cukup panjang, yaitu pasca kodifikasi Khalifah ‘Utsman r.a.
hingga sekarang terdapat banyak perkembangan baru dalam
perbanyakan naskah tersebut.
8
Lihat Manahil al-‘Irfan, (1/330), dan The History of Qur’anic Text, hal.107.
tulisan. Sasaran pengolahan pertamanya adalah mushaf-mushaf
al-Qur‟an, karena di sinilah letak kekhawatiran salah baca seperti
yang sering terjadi9.
Ada lagi riwayat yang menyebutkan, bahwa sejarah perumusan
tandatanda yang dikerjakan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali
tersebut terjadi pada permulaan Bani Umayyah di masa
kepemimpinan Mu‟awiyah ibn abi Sufyan (41-60 H/661-683 M).
Ziyad ibn Abihi, seorang gubernur Basrah (55 H), telah meminta
kepada Abu al-Aswad ad-Du‟ali untuk menciptakan syakal yang
berfungsi membuktikan adanya huruf hidup. Diriwayatkan oleh
Abu Abbas: “Bahwa orang yang pertama kali memperkenalkan
tanda titik (i‟jam) ke dalam naskah al-Quran adalah seorang
tabi‟in yang bernama Abu al-Aswad ad-Du‟ali, kemudian
perbaikan diikuti oleh al-Hasan al-Basri, Yahya bin Ya‟mar, dan
Nasr bin Ashim al-Laitsi.”10.
Awalnya Abu al-Aswad ad-Du‟ali tidak mau mengungkapkan
apa saja yang dia pelajari dari Ali ibn Abi Thalib sehingga Ziyad
ibn Abihi mengirimkan direktif yang meminta Abu al-Aswad ad-
Du‟ali untuk mempersiapkan pekerjaan yang akan membantu
orang-orang memahami kitab Allah SWT. Abu al-Aswad ad-
Du‟ali meminta agar dibebaskan dari tugas tersebut. Ziyad ibn
Abihi lalu memberikan kehormatan itu kepada seorang
pengikutnya untuk meneruskan tugas mengikuti cara yang
ditempuh oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali. Akan tetapi, ketika
seorang lelaki itu mendekatinya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) lelaki
itu dengan sengaja (suruhan dari Ziyad ibn Abihi) membuka
suara dan membaca surah at-Taubah ayat ke-3 dengan meng-
kasrah-kan lam menjadi “Rasulihi” membuat Abu al-Aswad ad-
Du‟ali terkejut dan terus-menerus menyalahkannya sambil
berkomentar “Maha suci Allah untuk terlepas dari rasul-Nya”
saat itu juga Abu al-Aswad ad-Du‟ali bergegas menemui Ziyad
9
D. Sirojuddin AR, Seni Kaligrafi Islam, h. 64.
10
D. Sirojuddin AR, Kuliah Seni Kaligrafi Islam, 64.
ibn Abihi. Abu al-Aswad ad-Du‟ali berkata, “Saya telah
menjawab seruan yang Tuan tanyakan dan saya berpikir untuk
segera memulai membuat tanda baca al-Quran, dampingilah saya
oleh seorang sekretaris (juru tulis )“ Ziyad ibn Abihi
menghadirkan 30 juru tulis.Kemudian Abu al-Aswad ad-Du‟ali
memilih salah seorang dari mereka yaitu Abdi al-Qais yang
sesuku dengannya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali). Abu al-Aswad-
adDu‟ali memberi isyarat ke Abdi al-Qais11.
”Ambillah al-Quran dan cairan yang berbeda dengan warna
tinta.”
1. Apabila saya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) buka mulutku
(Fathah), buatlah (Abdi al-Qais) satu titik di atas huruf.
2. Apabila saya (Abu al-Aswad ad-Du‟ali) pecahkan mulutku
kebawah (kasrah), buatlah (Abdi al-Qais) satu titik di bawah
huruf.
11
Kamil al-Baba. Dinamka Kaligrafi Arab, Penj. D. Sirajuddin AR (Kepustakaan
Pesantren LEMKA Sukabumi, 1989) h. 37.
12
Kamil al-Baba. Dinamka Kaligrafi Arab, Penj. D. Sirajuddin AR (Kepustakaan
Pesantren Sukabumi, h. 39.
oleh huruf-huruf.Penempatan titiktitik seperti yang telah
dikemukakan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tanda fathah dilambangkan dengan satu titik di atas huruf ( a ).
2. Tanda dhammah dengan satu titik di tengah kiri huruf ) u ).
3. Tanda kasrah dengan satu titik di bawah huruf ( i ).
4. Tanda tanwin dengan dua atau double titik (an-in-un)13
Hal itu dilakukan oleh Abu al-Aswad ad-Du‟ali hingga ujung
mushaf.
13
, Ulumu AlQur‟an, (Kairo: Al-Mukhtaru al-Islmi, 1707), h. 59.
14
Wafayat al-A’yan, 2/32.
15
Nuqath al-Mushaf al-Syarif, hal. 2
(al-ihmal), sedangkan huruf-huruf yang kedua diberikan satu titik
di atasnya (al-i’jam).
سشبتثنيجحخفقا
c. untuk rangkaian huruf ()ج, ( )حdan ()خ,huruf pertama dan
ketiga diberi titik, sedangkan yang kedua diabaikan.
4. Imalah
Imalah ditandai dengan titik besar di bawah kata.
5. Tashil
Tashil ditandai dengan titik besar di bawah kata.
6. Nomor Ayat
Ayat merupakan sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam
sebuah surah dalam Al-Qur’an sedangkan surah merupakan
himpunan yang berisi sejumlah ayat Al-Qur’an yang
mempunyai permualaan dan kesudahan. Tertib atau urut ayat-ayat
al-qur’an ini adalah tauqify, ketentuan dari rasululla atas perintah
allah swt. Adapun tanda ayat berbentuk lingkaran bulat sebagai
pemisah ayat dan dengan mencantumkan nomor ayat.
7. Juz , Tsumun, Rubu’
Hal-hal baru yang mulanya tidak disukai para ulama,kemudian
dianggap baik adalah bid’ah penulisan tanda-tanda pada tiap
kepala surah, peletakan tanda yang memisahkan ayat, pembagian
Al-Qur’an menjadi juz-juz, dari juz-juz dibagi lagi
menjadi ahzab (kelompok ayat) dan dari ahzab dibagi lagi
menjadi arba’ (perempatan). Secara Keseluruhan tiap-tiap juz
terbagi menjadi 8 bagian yang disebut “Tsumun” yang artinya 1/8
dalam 1 juz.
8. Waqaf
Kemudian secara bertahap pula orang-orang mulai meletakan
nama-nama surah dan bilangan ayat, dan rumus-rumus yang
menentukan kepala ayat dan tanda-tanda waqaf. Tanda
waqaf lazim adalah mim( )م ,waqaf mamnu ( )ال, waqaf ja’iz ()ج
yang boleh waqaf atau tidak, waqaf ja’iz tetapi washalnya lebih
utama (ليhh)ص, yang ja’iz tetapi waqafnya lebih utama (قلي ),
waqaf mu’anaqoh ynag bila telah waqaf pada satu tempat tidak
dibenarkan waqaf ditempat lain diberi tanda(:. .:) selanjutnya
pembuatan tanda juz, tanda hizb dan penyempurnaan-
penyempurnaan lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.Setelah panitia penulisan mushaf al-Qur’an yang ditunjuk dan
diawasi langsung oleh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan r.a. selesai
menunaikan tugasnya, beliau kemudian melakukan beberapa
langkah penting sebelum kemudian mendistribusikan mushaf-
mushaf itu ke beberapa wilayah Islam. Para ulama Islam sendiri
berbeda pendapat tentang jumlah eksemplar mushaf yang ditulis
dan disebarkan pada waktu itu. Al-Zarkasyi misalnya
menggambarkan ragam pendapat itu dengan mengatakan, “Abu
‘Amr al-Dany menyatakan dalam kitab al-Muqni’.Mayoritas
ulama berpandangan bahwa ketika ‘Utsman menuliskan mushaf-
mushaf itu ia membuatnya dalam 4 (eksemplar), lalu
mengirimkan satu eksemplar ke setiap wilayah: Kufah, Bashrah
dan Syam, lalu menyisakan satu eksemplar di sisinya. Ada pula
yang mengatakan bahwa beliau menuliskan sebanyak 7
eksemplar. (Selain yang telah disebutkan) ia menambahkan untuk
Mekkah, Yaman, dan Bahrain. Semua naskah itu ditulis di atas
kertas, kecuali naskah yang dikhususkan ‘Utsman bin‘Affan r.a
untuk dirinya yang kemudian dikenal juga dengan al-Mushaf al-
Imam-.Sebagian ulama mengatakan ditulis di atas lembaran kulit
rusa..Mushaf-mushaf tersebut oleh para ahli al Rasm kemudian
diberi nama sesuai dengan kawasannya.Naskah yang
diperuntukkan untuk Madinah dan Mekkah kemudian dikenal
dengan sebutan Mushaf Hijazy, yang diperuntukkan untuk Kufah
dan Bashrah disebut sebagai Mushaf ‘Iraqy, dan yang dikirim ke
Syam dikenal dengan sebutan Mushaf Syamy.
Dalam proses pendistribusian ini, ada langkah penting
lainnya yang juga tidak lupa dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan
r.a. Yaitu menyertakan seorang qari’ dari kalangan sahabat Nabi
saw bersama dengan mushaf-mushaf tersebut.Tujuannya tentu
saja untuk menuntun kaum muslimin agar dapat membaca
mushaf-mushaf tersebut sebagaimana diturunkan oleh Allah
kepada Rasul-Nya. Ini tentu saja sangat beralasan, sebab naskah-
naskah mushaf ‘Utsmani tersebut hanya mengandung huruf-huruf
konsonan, tanpa dibubuhi baris maupun titik.
سشبتثنيجحخفقا
c. untuk rangkaian huruf ()ج, ( )حdan ()خ,huruf pertama dan
ketiga diberi titik, sedangkan yang kedua diabaikan.
5.
Tanda Baca Tasydid