Anda di halaman 1dari 6

radisi Pembacaan Surat Yusuf dan Maryam bagi Orang Hamil Aqidah, Belajar islam TRADISI

TINGKEBAN DI DUSUN LERAN GRESIK (Analisis Tradisi Pembacaan Surat Yusuf dan Maryam
bagi Orang Hamil) PENDAHULUAN Sebagian besar masyarakat di Indonesia mempercayai bahwa
kehidupan manusia selalu diiringi dengan masa-masa kritis, yaitu suatu masa yang penuh dengan
ancaman dan bahaya[1] . Masa-masa itu adalah peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke
tingkat kehidupan lainnya (dari manusia masih berupa janin sampai meninggal dunia), mulai dari
gerak-gerik isyarat kecil tak teratur yang melingkungi kelahiran, sampai kepada pesta dan hiburan
besar yang diatur rapi pada khitanan dan perkawinan dan akhirnya upacara-upcara kematian yang
hening dan mencekam perasaan. Dalam keseluruhannya slametan menyediakan kerangka; apa
yang berbeda adalah intensitas, suasana hati, dan kompleksitas simbolisme khusus dari peristiwa
itu. Upacara-upacara itu menekankan kesinambungan dan identitas yang mendasari semua segi
kehidupan dan transisi serta fase-fase khusus yang dilewatinya.[2] Di antara upacara-upacara yang
melingkari hidup seseorang tersebut, namun pada kesempatan kali ini, tulisan ini hanya terfokus
pada salah satu dari serentetan upacara kelahiran,[3] yakni tingkeban. Namun, pokok pembahasan
yang paling utama dalam makalah ini adalah mengenai nilai-nilai Qurani yang terkandung di
dalamnya, yakni bagaimana pembacaan surat Yusuf dan Maryam bagi orang yang sedang hamil.
Dan melihat fenomena yang ada, tradisi pembacaan surat Yusuf dan Maryam ini biasa dilaksanakan
pada masa kehamilan. Formalnya, tradisi baca surat Yusuf dan Maryam ini biasanya dilakukan saat
upacara kehamilan tujuh bulan, Tingkeban. Pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba
memaparkan tradisi tingkeban serta bagiamana seluk beluknya pembacaan surat Yusuf dan
Maryam di masyarakat dalam menyambut kelahiran sang bayi dengan berdasarkan hasil
wawancara penulis dengan para narasumber. A. DESKRIPSI TRADISI 1. Asal Usul Upacara
Tingkeban dan Pergeserannya menuju nilai-nilai Islami Upacara tingkeban atau mitoni adalah
upacara selametan yang diselenggarakan pada bulan ketujuh masa kehamilan dan hanya dilakukan
apabila anak yang dikandung adalah anak pertama bagi si ibu, si ayah atau keduanya.[4] Upacara
ini dimaksudkan untuk memohon keselamtan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi
yang akan dilahirkan. Pada umumnya masyarakat Jawa dalam menyelenggarakan Tingkeban
dilakukan serangkaian upacara di antaranya Siraman, ganti pakaian, brojolan, dan Slametan.[5]
Awal mula adanya upacara Tingkeban bermula pada jaman Kediri ketika itu ada seorang wanita
bernama Niken Satingkeb. Dalam cerita rakyat dikisahkan bahwa Niken Satingkeb bersuamikan
Sadyo yang hidup pada masa kerajaan Widarbo Kundari. Pada waktu itu atas perintah Sang Prabu
Jayapurusa, Niken Satingkeb diperintahkan untuk mengadakan upacara.[6] Seiring dengan
berkembangnya sejarah, tradisi ini terus hidup hingga masa Raden JaFar Sodiqyang lebih
dikenal dengan Sunan Kudusmenyebarkan agama Islam di daerah Kudus dan pada waktu itu
masih banyak penduduk yang beragamakan hindu dan Budha. Oleh karena itu, Umat Islam saat itu,
masih kental dengan adat-adat jawa yang kadang kala bertentangan dengan ajaran Islam. Dan
salah satu adat istiadat yang ada sudah ada pada saat itu adalah adanya upacara
selamatan/syukuran bagi ibu yang sedang hamil. Upacara tersebut dinamakan dengan
Tingkeban/mitoni. Tingkeban/mitoni yang ada pada saat itu masih tercampur budaya lama(masih
tercampur nilai hindu-budha), calon ibu menyediakan sesajen guna dikirim kepada para Dewa dan
meminta kepada Dewa tersebut bahwa bila anaknya lahir supaya tampan seperti Arjuna dan jika
anaknya perempuan supaya cantik seperti Dewi Ratih. Namun adat tersebut tidak ditentang secara
keras oleh Sunan Kudus, melainkan diarahkan dalam bentuk Islami. Acara selamatan boleh terus
dilakukan tapi niatnya bukan sekedar kirim sesaji kepada para Dewa, melainkan bersedekah kepada
penduduk setempat dan boleh dibawa pulang. Sedang permintaannya langsung ditujukkan kepada
Allah dengan harapan anaknya lahir laki-laki akan berwajah tampan seperti Nabi Yusuf, dan bila

perempuan seperti Siti Maryam Ibunda Nabi Isa as. Oleh karenanya, masyarakat saat itu (calon ibu
dan suaminya) ditekankan untuk membaca surat Yusuf dan Maryam ketimbang melaksanakan adat
istiadat yang berbaukan Hindu yang jauh dari nilai-nilai Islam.[7] Dari sinilah tradisi pembacaan surat
Yusuf dan Maryam bagi orang hamil muncul, pun masih eksis sampai saat ini. Bahkan realitanya,
tradisi tingkeban ini tidak hanya dimilki oleh budaya Jawa saja, di daerah-daerah lain seperti
daerah Jawa barat , Madura[8], masih menerapkan tradisi ini guna memelihara dan menghormati
warisan budaya leluhur. 2. Tingkeban di tanah Sunda; sedikit uraian tradisi di daerah Garut
Sebagaimana yang telah sebutkan penulis sebelumnya, tradisi ini tidak hanya dimiliki oleh budaya
Jawa saja, beberapa daerah di antaranya seperti Jawa barat pun memiliki tradisi yang sama.[9] Dan
seperti di daerah jawa, di dalam upacara ini pun biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayatayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Akan tetapi berdasarkan pengalaman
penulis selama tinggal di tanah jawa barat, tradisi tingkeban ini semakin hari semakin berkurang
dan mengalami kemunduran keeksistensiannya, dikarenakan kesadaran masyrakat akan
pemeliharaan tradisi lama yang semakin menurun. Beradasarkan hasil wawancara penulis kepada
salah seorang warga Garut, tradisi tingkeban di daerah Garut ini dulu masih sering dilaksankan,
karena seiring perkembangan zaman serta meningkatnya Sistem pendidikan yang berbasiskan
Islam, tradisi ini menjadi semakin ditinggalkan, dengan alasan tingkeban tidak sesuai dengan
Syariat Islam.[10] Meskipun tradisi ditinggalkan, akan tetapi nilai-nilai religi dalam tradisi tersebut
tetap dipertahankan. Seperti, pembacaan ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat
Maryam yang menjadi bacaan wajib bagi ibu hamil. Tradisi membaca surat ini, Di Garut, umumnya
dilakukan secara individual tanpa ada prosesi-prosesi khusus. Oleh karena itu, guna memperluas
khazanah kelimuan, penulis beranjak ke daerah lain yang melakukan tradisi pembacaan surat Yusuf
dan Maryam ini lengkap dengan prosesi-prosesinya. Daerah yang menjadi sumber penelitian
penulis adalah Dusun Leran, Gresik Jawa Timur. 3. Pelaku : tradisi pembacaan surat Yusuf dan
Maryam di desa Leran-Gresik ini dilakukan oleh tiga jenis pelaku yang berbeda, yakni: a. Individu :
hal ini pembacaan surat Yasin danMaryam dilakukan oleh ibu hamil tanpa ditentukan waktu dan
tidak menggunakan tradisi-tradisi yang telah membudaya di masyarakat. Dalam tradisi macam ini,
pembacaan tidak hanya mutlak dilakukan oleh si calon ibu saja, akan tetapi para suaminya pun
boleh ikut membaca surat-surat tersebut. b. Pesantren : pembacaan surat maryam/yusuf dilakukan
dengan cara membagi dua kelompok dalam satu tempatbiasanya dilaksanakan di mesjidyakni
kelompok laki-laki dan perempuan yang dipisah dengan pembatas(baca: hijab). Masing-masing
kelompok membacakan suratnya masing-masing, yakni yang laki-laki membaca Surat Yusuf dan
yang perempuan membaca surat Maryam. c. Masyarakat biasa: pembacaan surat Yusuf dan
Maryam ini digabung dengan pelaksanaan upacara tingkeban, ia merupakan salah satu bagian dari
tradisi yang tidak bisa ditinggalkan dan tradisi yang ada pada masyarakat inilah yang menjadi fokus
peneliti dalam mengungkap fenomena dalam tradisi pembacacaan surat maryam dan yusuf ini.[11]
4. Teknis Pelaksanaan Tradisi Pembacaan Surat Yusuf dan Maryam bagi Orang Hamil Sebelum
membahas tradisi tingkeban di dusun Laren ini, maka tidak ada salahnya penulis mengulas sedikit
tentang tradisi tingkeban pada umumnya, adapun serangkaian upacara tingkeban/mitoni secara
garis besar adalah sebagai berikut: 1.Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagi
pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. 2. Upacara memasukkan telor ayam
kampung ke dalam kain(sarung) si calon ibu oleh sang suami melalui perut dari ats perut lalu telur
dilepas sehingga pecah. Ini sebagi simbol harapan bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang. 3.
Upacara brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya
dan Dewi ratih atau Arjuna dan Seembadra ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah.
Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan 4.

Upacara ganti busana dengan enis kain sebnayak tujuh buah dengan motif kain yang bebeda 5.
Membuat rujak dengan bumbu yang dibuat oleh ibu jabang bayi. Namun tradisi tingkeban ini tidak
dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang dianggap baik untuk
menyelenggarakan upacara ini dan biasanya disesuaikan dengan usia kehamilan calon ibu dan atas
berdasarkan kesepakatan keluarga yang bersangkutan. Berikut adalah penjelasan tradisi tingkeban
di dusun Leran Gresik yang menjadi fokus penulis dalam mengkaji tradisi ini. Pada pelaksanaanya ,
tradisi tingkeban di daerah ini tidak melaksanakan rentetan-rentetan upacara sebagaimana yang
telah penulis sebutkan sebelumnya. Akan tetapi di dusun ini, acara tingkeban penekannnya lebih
diisi dengan upacara pembacaan Surat Yusuf dan Maryam. Selama prosesi acara berlangsung,
Terdapat pembagian tugas antara pihak laki-laki dan perempuan, yakni hanya yang laki-laki yang
bisa mengikuti proses acara tersebut dari awal sampai akhir. sedangakan pihak perempuan tidak
bisa mengikuti prosesi acara tersebut dikarenakan tugas perempuan hanya untuk mempersiapakan
segala sesuatu yang berkaitan dengan acara inimisal, mempersiapkan hidangan agar bisa
berjalan lancar dan tanpa hambatan. Oleh karena itu, Shahib al-Bait hanya mengundang kerabat,
tetangga yang laki-laki saja. Adapun prosesi pelaksanaanya, dapat diurutkan sebagai berikut:
Pertama, pembukaan yang diisi dengan pembacaan doa-doa, Kedua, marhabanan, yaitu bagian
acara yang diisi dengan pembacaan doa-doa dan shalawat kepada junjungan Nabi Muhammad
Saw. oleh para tamu yang dibaca bersama-sama. Ketiga, Tahlil-an, membaca lafadz-lafadz tahlil
yang dipimpin oleh seorang kyai di desa tersebut. keempat, penutup, merupakan akhir acara dalam
prosesi ini. biasanya sesi acara ini diakhiri dengan pembacaan doa-doa. Pada ujung acara para
tamu undangan dipersilahkan untuk menyantap hidangan yang telah disajikan oleh Shahib al-Bait.
Ada satu hal yang menjadi ciri khas tradisi ini[12] yakni Selesai acara tersebut para tamu undangan
pulang dengan membawa berkat. Berkat ini merupakan makanan yang khusus disediakan bagi para
tamu ketika mereka hendak pulang. Adapun berkat tersebut terdiri dari berbagai jenis makanan.
Biasnya isi berkat tersebut berupa rujak yang diserut dan dicampur dengan bumbu pedas,
procot[13]
Dan ada satu hal yang menurut penulis menarik dan ini merupakan tradisi khusus
yang menjadi suatu kewajiban yang mesti dilaksanakan ibu hamil dan dipercaya akan menimbulkan
suatu bala, jika salah satunya tidak dilaksanakan. Pihak perempuan mempersiapkan dua kelapa
muda yang masih dalam satu tangkai yang diberi tulisan khusus oleh tetua/kyai pimpinan acara
tersebut[14], serta minyak klethik yang disediakan khusus untuk diminum calon ibu tersebut. 5.
Landasan Tradisi Pembacaan Surat Yusuf dan Maryam bagi Orang Hamil Dalam pelaksanaan
tingkeban/Mitoni selain terbentuk dari pola lama yaitu sebelum ajaran agama Islam masuk ke dalam
Indonesia yang masih erat dengan kebudayaan hindu yang bersal dari kerajan Kediri namun dilihat
dari proses perkembangannya pelaksanaan tradisi ini semakin menunjukan nilai-nilai
keislamannya. Ajaran Islam yang terkandung di dalam tingkeban/mitoni ini pada dasarnya yaitu
slametan ataupun pengungkapan rasa syukur kepada Allah SWT sebagai pencipta dan pemberi
rezeki dan karunia kepada manusia. Anak merupakan salah satu karunia yang diberikan oleh tuhan
sebagi penerus rezeki dan karunia kepada manusia. Anak merupakan salah satu karunia yang
diberikan oleh tuhan sebagai penerus keluarga ataupun keturunan, dengan demikian wanita yang
sedang mengandung seorang anak, pada umur kandungannnya tujuh bulan mengadakan slametan
atau syukuran. Dalam al-Quran surat al-Araf: 189

Artinya : Dia-lah yang
menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya Dia menciptakan pasngannya, agar
dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan
yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat,
keduanya (suami-istri) bermohon kepada Allah, Tuhan mereka (seraya berkata), Jika Engkau

memberi kami anak yang saleh (sempurna), tentulah kami akan selalu bersyukur. Dalam ayat
tersebut dikatakan apabila kandungan sudah mulai berbobot ataupun sudah mempunyai beban
yang dalam keadaan ini kemudian dikatakan tujuh bulan kehamilan seorang wanita. Waktu tersebut
dipilih karena pada waktu tersebut janin yang ada di dalam perut ibu yang hamil sudah mempunyai
bentuk yang sempurna dan hanya menunggu kelahirannya, sehingga pada umur tersebut pasangan
suami istri perintahkan untuk senantiasa bersyukur dan memohon agar diberikan anak yang sehat,
normal dan utuh. Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa masyarakat yang melaksanakan
tradisi tingkeban/mitoni ini berlandaskan pemahaman mereka terhadap ayat tersebut sebagai
bentuk perwujudan dan pengugkapan rasa syukur kepada Allah SWT. Adapun mengenai alasan
mengapa hanya Surat Yusuf dan Maryam saja yang menjadi bacaan ketika hamil, sebagian besar
mereka berasumsi bahwa dengan membaca surat-surat tersebut, kelahiran anaknya kelak bisa
setampan dan secantik nabi Yusuf dan Siti Maryam. Dan tidak ada landasan normatif yang
mendukung pernyataan tersebut. B. ANALISIS Upacara tradisi tingkeban ini sudah menjadi tradsi
yang turun temurun dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia ini, selain guna mengungkapan
rasa syukur kepada Yang Maha Esa, masyarakat di daerah ini juga percaya bahwa jika tidak
melaksanakan tradisi ini dikhawatirkan keluarga tersebut/ calon ibu akan mendapatkan bala yang
berdampak pada kelahiran dan kesehatan anakanya kelak. Dusun Leran, adalah daerah yang masih
melekat dengan tradisi tingkeban ini. Uniknya, tradisi tingkeban di daerah ini tidak melulu mengikuti
aturan-aturan yang suadah menjadi suatu hal yang primordial dalm melaksanakan tradisi ini. terbukti
dengan adanya syarat-syarat/item-item pentingseperti siraman, ganti pakian, dll yang tidak
dilaksanakan sebagaimana upacara tingkeban mestinya. Namun dikrenakan kondisi sosial yang
agamis, serta menjunjung tinggi nilai keislaman, serentetan ritual tersebut justru diganti dengan
kegiatan-kegiatan religius. Kegiatan yang paling menonjol dalam tradsi tingkeban di daerah ini
adalah adanya upacara pembacaan tradisi surat Yusuf dan Maryam. Meskipun di daerah lain
pembacaan surat Yusuf dan Maryam ini juga merupakan bagian ritual tingkeban, akan tetapi
biasanya pembacaan surat-surat tersebut hanya sebatas pembacaan saja tanpa ada urutan
prosesinya. Berbeda dengan yang terdapat di dusun Leran Gresik. Pembacaan surat Yusuf dan
Maryam ini, dijadikan sebuah upacara khusus dan mempunyai ritual-ritual tersendiri dan merupakan
bagian acara yang tidak boleh ditinggalkan. Mengenai alasan mengapa surat yang dibaca adalah
Yusuf dan Maryam, dari narasumber sendiri, penulis tidak mendapatkan alasan normatif untuk
menguatkan pernyaaatan tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya mereka hanya
mengikuti tradisi dan sebagai bentuk pengungkapan rasa syukur kepada Allah swt., juga sebagai
harapan dan doa orang tua apabila yang lahir laki-laki maka kelak akan sholeh dan setampan nabi
Yusuf, dan apabila yang lahir adalah bayi perempuan maka harapan orangtua berharap akan
akansecantik Siti Maryam baik darisegi akhlak maupun fisik. Menanggapi hal ini, penulis cantumkan
hadis riwayat Muslim ....

[15]
........ Hadis
di atas merupakan riwayat Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Tsabit dari Anas dari Rasulullah
Saw, ketika itu Rasulullah saw melewati Yusuf di langit ketiga. Beliau bersabda, ternyata dia (Yusuf)
diberi separuh ketampanan......... Menurut hemat penulis hadis ini bisa dijadikan landasan
mengapa bacaan bagi orang hamil terfokus pada surat Yusuf. Ketampanan seorang Yusuf yang
diakui oleh nabi Muhammad. Adapun mengenai khasiat surat yusuf itu sendiri adalah sebagai
berikut: 1. Dalam Tafsir Ats-Tsqalayn dijelaskan bahawa Barang siapa yang membaca surat Yusuf
setiap hari dan setiap malam, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat keindahan wajahnya Yusuf.
Tidak ditimpa azab besar pada hari kiamat dan ia termasuk hamba Alalh swt yang sholeh dan
menjadi pilihan. 2. Seangkan dalam Tafsir al-Bayan Imam Jafar mengatakan bahwa anaknya

pernah berkata Demi Allah aku tidak melakukan pada sebagian anakku, mendudukkan pada
pangkuanku dan tidak pernah pilih kasih, walaupun kebenaran berada pada seorang anakku dan
sebagian yang lain menolaknya. Hal ini agar tidak terjadi seperti perlakuan saudara yusuf pada
Yusuf. Surat Yusuf tidak diturunkan kecuali seperti itu agar sebagian kita tidak menghasut sebagian
yang lain seperti Yusuf dihasut dan dizalimi oleh saudaranya. 3. Sebagian masyarakat muslim
Indonesia percaya bahwa dengan membacakan surat Yusuf bagi janin (laki-laki) dalam kandungan,
akan menularkan ketampanan Nabi Yusuf kepada sang janin.[16]
Sedangkan mengenai pilihan
mengapa surat Maryam yang dibaca, sejauh ini penulis belum bisa menemukan data baik dari alQuran maupun hadis yang meyatakan secara pastinya bahwa dengan membaca surat Maryam
diharapkan anaknya serupawan ibunda nabi Isa tersebut. Namun, mengingat isi dan kandungan
surat Maryam, menurut penulis ini bisa dijadikan alasan lain mengapa surat Maryam dijadikan salah
satu bacaan yang wajib dibaca oleh ibu hamil. Adapun fadhilah membaca surat Maryam ini adalh
sebagai berikut: 1. Dengan membaca surat ini, orangtua kan termotivasi untuk senatiasa berdoa
kepada Allh agar mendapatkan keturunan yang saleh, suci dan bertaqwa, serta menjaganya dari
gangguan syaitan. 2. Dalam surat Maryam ini terdapat kisah tentang kesabaran maryam ketika
mengahdapi ujian dari Allah. Kisah ini bisa dijadiksn pelajaran bagi umat muslim utuk menghadapi
ujian dan tantangan dengan sabar, cerdas dan tanpa berputus asa.
Dengan membiasakan
membaca surat-surat in pada sang janin, maka ia akan mendapatkan informasi yang pertama kali
didengar olehnya adalah informasi yang baik, yaitu inormasi yang bersumber pada sumber yang
jelas dan benar, yaitu Allah swt, janin akanmerekam kuat pada otaknya mengenai pelajaran-pelajran
yang terkandung di dalam surat Yusuf dan Maryam tersebut. C. KESIMPULAN Tadisi pembacaan
surat Yusuf dan Maryam ini ternyata tidak hanya dilakukan di satu daerah saja. Entah dilakukan
secara individu atau digabungkan dengan berbagai rentetan tradisi dan upacara dengan berbagai
ritual-ritual yang menjadi ciri khasnya, umumnya, Surat Yusuf dan Maryam kerap menjadi bacaan
utama bagi orang hamil. Dengan dalih doa agar anak yang dikandungnya kelak akan lahir dengan
kesempurnaan akhlak maupun fisik layaknya Nabi Yusuf dan Siti Maryam. Meskipun untuk
memperkuat pernyataan tersebut diperlukan dasar-dasar yang kuat, tapi menurut hemat penulis,
mengingat efek positif yang diperolah dari surat Yusuf dan Maryam, maka tidak perlu
memperdebatkan hal ini. kita bisa menjadikannya sebagai fadhail amal dalam rangka mengisi harihari kelahiran sang jabang bayi. Demikianlah, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari
sempurna. Banyak kekurangn yang harus dilengkapi dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis
berharap kritikan dan masukan guna perbaikan makalah selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Clifford
Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa terj. Aswab Mahasin, Jakarta: Pustaka
Jaya, 1983 Imam Muslim, Sahh Muslim, CD ROM Mausuah al-Hadis al-Syarf, Global Islamic
Software, 1991-1997 Muchibbah Sektioningsih, Adopsi Ajaran Islam dalam Ritual Mitoni di Desa
Ngagel Kecamatan Dukuh Seti Kabupaten Pati, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 2009 Tsary Rafidah dan Naafiah, Surat Yusuf dan Surat Maryam: Rahasia Anak Lahir
Rupawan, Yogyakarta: Mutiara Media, 2009
http://islamic.xtgem.com/update_juni2008/kisah_9wali/wali08.htm [1] Koentjaraningrat, Beberapa
Pokok Antropologi Sosial. (Jakarta: Dian Rakyat, 1985)hlm. [2] Clifford Geertz, Abangan, Santri,
Priyayi dalam Masyarakat Jawa terj. Aswab Mahasin (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), hlm. 48 [3] Di
sekitar kelahiran terkumpul empat slametan utama dan berbagai slametan kecil. Acara-acaraa
tersebut diantaranya, yakni ada tingkeban(diselenggarakan hanya apabila anak yang dikandung
adalah anak pertama),babaran atau barokahan (diselenggarakan pada waktu kelahiran bayi itu
sendiri), pasaran (lima hari sesudah kelahiran) dan pitonan(tujuh bulan setelah kelahiran).
Slametan-slametan lainnya bisa diadakan bisa juga tidak, yakni telonan (pada bulan ketiga masa

kehamilan), selapanan (bulan pertama sesudah kelahiran),taunan (diadakan setaun sesudahnya).


Beberapa orang mengadakan slametan setiap bulan sesudah kelahiran selama satu atau dua tahun
secara tak teratur hingga anak itu dewasa , tetapi praktek ini sangat beraneka ragam dan slametan
demikain bisaya kecil dan tidak penting. (lihat Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam
Masyarakat, Jawa hlm 48) [4] Clifford Geertz, hlm. 48 [5] Muchibbah Sektioningsih, Adopsi Ajaran
Islam dalam Ritual Mitoni di Desa Ngagel Kecamatan Dukuh Seti Kabupaten Pati, Skripsi Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009, hlm. 29. [6] Sebagaimana dikutip oleh
Muchibbah Sektioningsih dalam Tradisi Simbolik Tingkeban, Journal Jantra Vol 2 No 3, 2007. Hlm.
142 [7] http://islamic.xtgem.com/update_juni2008/kisah_9wali/wali08.htm diakses pada tanggal 1
Desember 2009 [8] di Madura upacara masa kehamilan disebut dengan upacara pelet kandhung. [9]
Berbeda dengan daerah Jawa, Tingkeban di daerah Sunda berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya
sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang
dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. [10]
Wawancara dengan al-Ustadz Suryana, salah seorang warga Daerah Kabupaten Garut, dan Staff
pengajar Pondok Pesantren Persis, Garut, via telpon tanggal 3 Desember 2009. [11] Wawancara
dengan Ibu Maria Ulfah, salah seorang warga desa kuti dusun Leran Gresik yang pernah menjadi
shhib al-bait pelaksanaan acara tingkeban ini, via telpon tanggal 3 Desember 2009. [12]
Berdasarkan pernyataan narasumber, bahwa pemberian berkat adalah ciri khas dalam tradisi
tingkeban di daerah ini. [13] Makanan yang terbuat ketan yang dibugkus dengan daun pisang. [14]
Menurut narasumber, tulisan tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas. setiap orang yang
membacanya akan mendapatkan tulisan yang mencantumkan nama yang berbeda. [15] Hadis
Riwayat Muslim, Sahh Muslim Imam Muslim, kitb Al-mn No. 234. dalam CD ROM Mausuah
al-Hadis al-Syarf, Global Islamic Software, 1991-1997. [16] TsaryRafidah dan Naafiah, Surat Yusuf
dan Surat Maryam: Rahasia Anak Lahir Rupawan( Yogyakarta: Mutiara Media, 2009) hlm. 112-113
Sumber: http://www.tongkronganislami.net/2014/12/tradisi-pembacaan-surat-yusuf-dan-maryambagi-orang-hamil.html
Hati-hati dengan Copy Paste untuk dimuat kembali di blog atau website Anda, Jangan lupa
membaca kebijakan situs kami http://www.tongkronganislami.net/p/disclaimer.html

Anda mungkin juga menyukai