Anda di halaman 1dari 6

FAWASHIL (SAJAK) AL-QUR’AN

Dibuat Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Stilistika Al-Qur’an
Dosen Pengampu : M. Sihabuddin, M.Ag

Oleh:

Mazda Falah
Akbar Najih Amrullah (2104026162)
Nailul Mustaqfiroh (2104026163)

ILMU AL-QUR’AN & TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN & HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

Abstrak :

AL-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai aturan, undang-undang serta
petunjuk bagi umat Islam. Oleh karena itu sudah tidak terhitung lagi banyaknya kitab-kitab serta tulisan
yang mengkaji Al-Qur'an dari berbagai dimensi keilmuan. Di samping itu, dari segi pemaparan serta
penjelasannya, Al-Qur'an menggunakan bahasa yang fasih, baligh, serta indah sehingga pesan yang
dikandungnya bisa terserap secara maksimal oleh pembacanya. Salah satu cara Al-Quran
menyampaiakan pesannya agar mudah dipahami adalah dengan membaginya menjadi beberapa bagian,
antara lain surat dan ayat. Dalam hal ini ayat menjadi satuan terkecil dalam sistem tersebut. Arti penting
ayat pun bisa dilihat dari dari proses pewahyuan Al-Quran yang turun secara bertahap ayat per ayat
atau beberapa ayat. Ini menunjukkan bahwa dalam penyampaian sebuah pesan ayat menjadi batas
minimalnya. Dalam setiap ayat pasti ada fashilah, yaitu kalimat penutup yang terdapat di akhir suatu
ayat. Dalam beberapa hal, fashilah dalam ayat mirip dengan qafiyah dalam syair meskipun tidak
sepenuhnya sama. Salah satu fungsinya yaitu untuk memperindah susunan ayat Al-Qur'an disamping
untuk melengkapi kandungan ayat tersebut. Dari 6000 lebih ayat Al-Quran ada beberapa fashilah yang
redaksinya mirip dengan yang lain, meskipun redaksi ayat sebelumnya tidak ada kemiripan sama sekali.
Kemiripan tersebut bisa berupa pilihan kata, susunan kalimat, dst.

Keywords : Al-Qur’an, Fashilah


A. Pengertian Ilmu Fawashil Al-Qur’an

Secara bahasa, ilmu Fawashil al-Qur'an terdiri dari dua kata yaitu Fawashil dan al-Qur'an.
Fawashil merupakan jama' (bentuk plural) dari kata Fashilah yang berarti pemisah. Jika
digabungkan dengan al-Qur'an maka secara singkat dipahami sebagai pemisah dalam al-Qur'an.

Secara terminologi :

‫س آيَاتِ َها َو َخاتِ َمتِ َها‬


ِ ‫ُؤو‬
ْ ‫ان ُر‬ ِ ‫ث َم ْع ِرفَةُ َع َد ِد آيَا‬
ُ ‫ت ُك ِّل‬
ِ َ‫س ْو َر ٍة َم َع بَي‬ ُ ‫ت ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َك ِر ْي ِم ِمنْ َح ْي‬ ِ ‫ث فِ ْي ِه عَنْ َأ ْح َو‬
ِ ‫ال آيَا‬ ُ ‫ه َُو ِع ْل ٌم يُ ْب َح‬

Ilmu yang di dalamnya dibahas tentang berbagai keadaan ayat Al-Qur’an al-Karim dari sisi
pengetahuan terhadap jumlah ayat pada setiap surat disertai penjelasan tentang ujung akhir dari
ayat itu. Yang dimaksud dengan al-Fashilah (al-Fawashil) adalah kalam (pembicaraan) yang
terpisah dari kalam yang setelahnya, yang terkadang ia di ujung ayat dan terkadang tidak. Dan
Fashilah terletak di akhir penggalan pembicaraan. Ia dinamakan dengan hal itu karena kalam
terputus (berakhir) di tempat itu.1 Dalam kitab itqon fi ulumul qur’an fashilah bermakna kata
terakhir pada sebuah ayat, seperti qafiyah pada sya’ir dan sajak.

B. Cara untuk Mengenali Ilmu Fawasil

1. Persamaan ayat antara sebelum dan selepas dari segi panjang dan pendeknya.
2. Persamaan bentuk pada huruf akhir antara satu ayat dengan ayat yang lain.
3. Pesepakatan antara ulama dalam membilang ayat-ayat yang mempunyai persamaan
didalam Al-Quran.
4. Perceraian antara satu kalam dengan kalam yang lain

C. Macam-Macam Fawashil al-Aiy Macam-Macam Fawashil

Fashilah-Fashilah dalam Al-Qur’an tidak keluar dari empat hal, yaitu: at-Tamkin,at-Tashdir, at-
Tausyih, dan al-Ighal.

1. At-Tamkin

At-Tamkin atau disebut juga I’tilaful qafiyah (kelembutan akhiran) adalah jika seseorang
penulis sastra atau penyair memberikan suatu pendahuluan untuk akhiran yang membuatnya
menjadi teguh pada tempat dan kokoh ada kedudukannya, tidak ada celanya, maknanya
berhubungan secara sempurna dengan pembicaraan secara keseluruhan, yang jika dibuang, maka
1
Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, Samudera Ulumul Qur’an, jilid 3 Terj. al-Itqan Fi ‘UlumilQur’an
Karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi, (Surabaya: Bina Ilmu, 2008), h. 473
akan terasa ada makna yang kurang, yang jika di diamkan pada kata sebelumnya, maka
pendengar akan menyempurnakannya dengan sendirinya.

Contoh: Qs. As-Sajdah ayat 26-27

َ‫ت ۖ َأفَاَل يَ ْس َمعُون‬ َ ِ‫َأ َولَ ْم يَ ْه ِد لَهُ ْم َك ْم َأ ْهلَ ْكنَا ِمن قَ ْبلِ ِهم ِّمنَ ْٱلقُرُو ِن يَ ْم ُشونَ فِى َم ٰ َس ِكنِ ِه ْم ۚ ِإ َّن فِى ٰ َذل‬
ٍ َ‫ك َل َءا ٰي‬

ِ ‫ُز فَنُ ْخ ِر ُج بِ ِهۦ زَ رْ عًا تَْأ ُك ُل ِم ْنهُ َأ ْن ٰ َع ُمهُ ْم َوَأنفُ ُسهُ ْم ۖ َأفَاَل يُب‬
‫ْصرُون‬ ِ ‫ض ْٱل ُجر‬ ُ ‫َأ َولَ ْم يَ َروْ ۟ا َأنَّا نَسُو‬
ِ ْ‫ق ْٱل َمٓا َء ِإلَى ٱَأْلر‬
“Dan apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa banyak umat sebelummereka yang
Telah kami binasakan sedangkan mereka sendiri berjalan di tempat-tempat kediaman mereka
itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah). Maka
apakah mereka tidak mendengarkan?.(26) Dan apakah mereka tidak memperhatikan,
bahwasanya kami menghalau (awan yangmengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami
tumbuhkan dengan air hujan itutanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan
mereka sendiri. Makaapakah mereka tidak memperhatikan?(27)”

Maka, pada ayat yang pertama dikatakanlah: ‫ يهدلهم‬dan diakhiri dengan ‫ يبصرون‬karena itu
adalah nasihat yang di dengar. Yaitu berita tentang umat-umat terdahulu. Dan pada ayat yang
kedua dimulai dengan: ‫رو‬€€‫ اولم ي‬an ditutup dengan: ‫رون‬€€‫ افال يبص‬karena semuanya disebutkan
secara berurutan.

2. At-Tashdir

Yaitu jika sebuah kata dengan sendirinya telah disebutkan sebelumnya pada ayat itu. Dan ini
juga disebut dengan raddul ajz’alash shadr (mengembalikan yang belakang kepala yang depan).
Menurut Ibnu Mu’taz, at-tashdir ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Persesuaian akhi fashilah dengan akhir kalimat di permulaan, seperti:

ۤ
‫ٰل ِك ِن هّٰللا ُ يَ ْشهَ ُد بِ َمٓا اَ ْن َز َل ِالَ ْيكَ اَ ْن َزلَهٗ بِ ِع ْل ِم ٖه ۚ َو ْال َم ٰل ِٕى َكةُ يَ ْشهَ ُدوْ نَ َۗو َك ٰفى بِاهّٰلل ِ َش ِه ْيد ًۗا‬

“(mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allahmengakui Al Quran
yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannyadengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat
pun menjadi saksi (pula). cukuplah Allah yang mengakuinya”. (An-Nisa’: 166)

b. Jika fashilah itu sesuai dengan awal kata, seperti

ُ‫ك اَ ْنتَ ْال َوهَّاب‬ َ ‫َربَّنَا اَل تُ ِز ْغ قُلُوْ بَنَا بَ ْع َد اِ ْذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِم ْن لَّ ُد ْن‬
َ َّ‫ك َرحْ َمةً ۚاِن‬
(mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kamicondong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dankaruniakanlah kepada kami rahmat
dari sisi Engkau; Karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)". (Qs. Al-Imran:8)

c. Jika fashilah sesuai dengan salah satu kata pada ayat itu, seperti:

َ‫ق بِالَّ ِذ ْينَ َس ِخرُوْ ا ِم ْنهُ ْم َّما َكانُوْ ا بِ ٖه يَ ْستَه ِْزءُوْ ن‬ َ ِ‫ࣖ َولَقَ ِد ا ْستُه ِْزَئ بِ ُر ُس ٍل ِّم ْن قَ ْبل‬
َ ‫ك فَ َحا‬

“Dan sungguh Telah diperolok-olokkan beberapa Rasul sebelum kamu, Makaturunlah kepada
orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan(azab) olok-olokan mereka. (Al-
Ana’m: 10)”

3. At-Tausyih

Yaitu jika ada diantara yang terdapat pada awal perkataan itu yang mengharuskankhirannya.
Perbedaannya dengan at-tashdir adalah bahwa bagian ini bersifat maknawi dan pada at-tashdir
itu bersifat laafdzi. Seperti:

َ‫اِ َّن هّٰللا َ اصْ طَ ٰف ٓى ٰا َد َم َونُوْ حًا و َّٰا َل ِاب ْٰر ِه ْي َم َو ٰا َل ِع ْم َرانَ َعلَى ْال ٰعلَ ِم ْي ۙن‬

“Sesungguhnya Allah Telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga'Imran melebihi
segala umat (di masa mereka masing-masing).”(Qs. Al-Imran: 33)

Sesungguhnya kata ‫ اصطفي‬tidak menunjukkan pada fashilah ‫ العالمين‬dari segi lafadznya. Karena
kedua kata ini berbeda. Tetapi dia menunjukkannya denganmaknanya. Karena diketahui
bahwaadanya pemilihanitu mengharuskan pelaksanaannya kepada yang sejenisnya. Dan yang
sejenis dengan mereka yangdipilih adalah seluruh alam semesta ini.

4. Al-Ighal

Al-Ighal adalah tambahan keterangan terhadap kandungan ayat yang sudah ada sebelum fashilah
(akhir ayat Al-Qur’an)

Misal Al-Maidah ayat 50

َ‫ࣖ اَفَ ُح ْك َم ْال َجا ِهلِيَّ ِة يَ ْب ُغوْ ۗنَ َو َم ْن اَحْ َسنُ ِمنَ هّٰللا ِ ُح ْك ًما لِّقَوْ ٍم يُّوْ قِنُوْ ن‬

Kalimat ‫ َو َم ْن اَحْ َسنُ ِمنَ هّٰللا ِ ُح ْك ًما‬sudah merupakan kalimat sempurna, akan tetapi ada persesuaian
fashilahnya dengan kalimat sebelumnya lalu ditambah dengan ‫وْ ن‬€€€ُ‫وْ ٍم يُّوْ قِن‬€€€َ‫ࣖ لِّق‬untuk
menyempurnakan hubungan dengan fashilah sebelumnya
D. Beberapa manfaat ilmu Fawashil Al-Qur’an :

- Ilmu Fawashil Al-Qur'an dibutuhkan untuk sahnya shalat. Sebagaimana yang telah
dijelaskan para Ulama fikih bahwasanya tidak sah shalatnya orang yang tidak hafal surat
al-Fatihah. Sedangkan di dalam al-Fatihah itu ada tujuh ayat dengan perbedaan
penghitungan.
- Ilmu Fawashil Al-Qur'an berhubungan erat dengan ilmu Waqaf Ibtida'. Dikatakan bahwa
waqaf yang disunnahkan adalah waqaf di akhir ayat. Tentunya penempatan dan
penghitungan jumlah ayat memiliki kaitan dengan cara berhenti yang baik saat membaca
al-Qur'an.
- Ilmu Fawashil Al-Qur'an dibutuhkan untuk membaca yang disunnahkan setelah bacaan
al-Fatihah di dalam shalat. Sebagaimana ditetapkan para ulama bahwa sunnah membaca
ayat al-Qur'an setelah al-Fatihah, minimal satu ayat panjang atau tiga ayat pendek.
- Ilmu Fawashil Al-Qur'an dibutuhkan untuk sahnya khutbah. Sebagaimana diketahui
bahwa dalam khutbah diwajibkan membaca satu ayat secara sempurna. Jika tidak
mengetahui ilmu ini, maka dikhawatirkan ayat yang dibaca belum sempurna.
- Ilmu Fawashil Al-Qur'an juga berkaitan dengan ilmu Qiraat terutama di bagian Imalah.
Karena sebagian Imam Qiraat mewajibkan untuk membaca Imalah di setiap akhir ayat
dalam surat-surat tertentu seperti surat Taha dan an-Najm.

E. Kesimpulan

al-Fashilah (al-Fawashil) adalah kalam (pembicaraan) yang terpisah dari kalam yang
setelahnya, yang terkadang ia di ujung ayat dan terkadang tidak. Dan Fashilah terletak di
akhir penggalan pembicaraan. Fashilah-Fashilah dalam Al-Qur’an tidak keluar dari empat
hal, yaitu: at-Tamkin,at-Tashdir, at-Tausyih, dan al-Ighal. Banyak sekali manfaat memplajari
ilmu fashilah ini, salah satunya adalah Ilmu Fawashil Al-Qur'an dibutuhkan untuk sahnya
khutbah. Sebagaimana diketahui bahwa dalam khutbah diwajibkan membaca satu ayat secara
sempurna. Jika tidak mengetahui ilmu ini, maka dikhawatirkan ayat yang dibaca belum
sempurna.dll
DAFTAR PUSTAKA

Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, Samudera Ulumul Qur’an, jilid 3 Terj. al-Itqan
Fi‘Ulumil Qur’an Karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuthi, (Surabaya:Bina
Ilmu, 2008)

Mabakhis ulumul Qur'an, Syaikh Manna al-Qaththaan, maktabah Ma’arif, Riyadh hal. 153-155

Syahrizal (1995), "Syeikh Abdurrauf Syiah Kuala dan Corak Pemikiran Hukum Islam (Kajian
Terhadap Kitab Mir'at al-Tullab Tentang Hakim Wanita)" (Kertas Projek, Institut Agama Islam
Negeri Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh).

W. Mohd. Shaghir Abdullah (1991), Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara, Kuala Lumpur:
Khazanah Fatimiyyah.

Zulkiple Abd. Ghani et al. (2005), Dakwah Dan Etika Politik Di Malaysia. Kuala Lumpur:
Utusan Publication.

Anda mungkin juga menyukai