Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Taqdir

Secara bahasa kata taqdir merupakan bentuk mashdar dari lafadz ‫ قدر‬yang mengikuti
wazan ‫ فعّل‬bi syiddatil ‘aini sebagaimana dari Asy-Syamari yang dikutip oleh Iskandar
Zulkarnain bahwasanya taqdir ialah dugaan adanya partikel dalam sebuah kata, atau kata
dalam klausa, atau klausa dalam ungkapan yang semua itu tidak ada wujudnya baik dalam
lafadz maupun tulisan.1

Pengertian Hadzf

Secara etimologi kata hafz mengandung arti dasar “memotong” senagaimana


penuturan Ibn Manzhur ‫ذفا‬..‫ه ح‬..‫يء يح ِذف‬..‫ذف الش‬..‫ ح‬yang berarti ‫ه من طرفه‬..‫( قطع‬memotong dari
ujungnya). Berbeda dengan Ibn Manzhur, Az-Zarkasyi dalam karyanya Al-Burhan fi Ulumil
Qur’an mengartikan hazf sebagai ‫ إسقاط‬yang berarti menggugurkan. Dalam istilahnya hazf
bermakna memutuskan atau menghilangkan suatu kata-kata dalam petikan kalimat. Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan kata hazf dengan elipsis yang diartikan sebagai
peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa
atau konteks luar bahasa.2

Dalam kajian linguistik umum hazf didefinisikan dengan peniadaan kata yang
sebenarnya ada namun diganti dengan unsur kosong dengan sengaja sebagai upaya
penghematan dan efektivitas bahasa. Adapun terminology menurut Az-Zarkasy dalam
pengertian Ulumul Qur’an ialah menanggalkan sebagian atau keseluruhan klausa (kalam)
karena adanya suatu dalil/petunjuk/indikasi.3

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya 3 pokok gagasan mengenai hazf ialah


menanggalkan klausa (‫)إسقاط جزء الكالم‬, meninggalkan untuk tidak menyebutkan (‫)ترك الذكر‬
dan ketiadaan penyebutan (‫ )عدم الذكر‬yang ketiganya dapat diketahui melalui indikasi lafadz
dan siyaq (konteks) sehingga apabila hal-hal tersebut tidak diketahui maka keberadaan
mahdzuf (yang ditiadakan) akan sulit ditemukan. Melalui mekanisme taqdir, kalimat yang
mengalami hazf bisa difahami.

Kaidah-Kaidah Taqdir dan Hazf

‫ التقدير والحذف‬:‫القسم الثالث‬

.‫ إذا لم تشك في معرفة السامع مكان الحذف‬,‫العرب تحذف ما كفى منه الظاهر في الكالم‬ .1
.‫ وفي كالم العرب أن الجواب المحذوف يُذكر قبله ما يدل عليه‬,‫الغالب في القرآن‬ .2
‫اعلم أن‬..‫ ف‬،‫ه‬..‫ا ل‬..ً‫متى جاءت "بلى" أو "نعم" بعد كالم يتعلق بها تعلق الجواب وليس قبلها ما يصلح أن يكون جواب‬ .3
.‫ لفظه لفظ الجواب‬،‫هناك سؤااًل مقد ًرا‬

1
Zulkarnain, Muhammad Iskandar. (2017). AL-HAZF DALAM PENAFSIRAN ALQUR’AN: Telaah Kritis atas Konsep
Al-Hazf dalam Pemaknaan Ayat. Indonesian Journal of Islamic literature and Muslim Society, vol.02, no.1, 23
2
Op.cit, hal 25.
3
Loc.cit
‫األولى‬..‫را ف‬..‫إن ُذك‬..‫ ف‬،‫ا‬..‫ فاألولى االقتصار على الدال منهم‬،‫إذا كان ثبوت شيء أو نفيه يدل على ثبوت آخر أو نفيه‬ .4
.‫تأخير الدال‬
.‫ وشدته في مقامات الوعيد‬,‫حذف جواب الشرط يدل على تعظيم األمر‬ .5
.‫ فيُقتصر على أحدهما ألنه المقصود‬,‫قد يقتضي الكالم ذكر شيئين‬ .6
.‫ فيُكتفى بأحدهما عن اآلخر‬,‫قد يقتضي المقام ذكر شيئين بينهما تالزم وارتباط‬ .7
.‫ وأشدها موافقة للغرض‬,‫ال يُق َّدر من المحذوفات إال أفصحها‬ .8
.‫يقلل المقدر مهما أمكن؛ لتقل مخالفة األصل‬ .9
4
.‫ فال يوجه لصرفه إلى كالمين‬،‫إذا كان للكالم وجه مفهوم على اتساقه على كالم واحد‬ .10

Kaidah pertama

‫ إذا لم تشك في معرفة السامع مكان الحذف‬,‫العرب تحذف ما كفى منه الظاهر في الكالم‬

Orang Arab akan membuang perkataan atau lafaz yang sudah cukup dengan kata yang
sudah ada/jelas dalam kalimat, jika tidak menimbulkan keraguan terhadap
pengetahuan pendengar terhadap posisi kata yang dibuang

Singkatnya ialah tidak bertele-tele dalam menggunakan kalimat. Orang Arab tidak akan
menggunakan atau menyebut kalimat (lain/penjelas) apabila susunan kalimat yang
disampaikannya telah menunjukkan maksud dari sebuah pembicaraan dan orang yang diajak
bicara dapat memahami lafaz yang telah diutarakan tadi.

Contoh QS.Yusuf ayat 82

‫َوا ْسَأ ِل ْالقَرْ يَةَ الَّتِي ُكنَّا فِيهَا‬

Sebagaimana ayat di atas, terdapat sebuah lafaz yang tidak disebutkan pada kalimat
َ‫( َوا ْسَأ ِل ْالقَرْ يَة‬tanyalah sebuah negeri) yakni "‫ "أهل‬yang artinya penduduk. Karena tanpa adanya
penyebutan pendudukpun, pendengar pasti paham akan maksud. Akal logika seseorang akan
otomatis bertanya kepada penduduk, bukan sebuah negeri.

Kaidah kedua

‫الجواب المحذوف يذكر ما قبله ما يدل عليه‬


َ ّ ‫الغالب في القران و في الكالم العرب‬
‫أن‬

Kebiasaan dalam Al-Qur’an dan perkataan orang-orang Arab bahwa jawaban yang
dibuang akan disebutkan sebelumnya dengan adanya indikasi yang menunjukkan
jawaban tersebut (jika jawaban tidak disebutkan maka sebelumnya disebutkan sesuatu
yang menunjukkan jawaban itu)

Contoh pada QS. Ar-Ra’d ayat 31

‫ت بِ ِه اَأْلرْ ضُ َأوْ ُكلِّ َم بِ ِه ْال َموْ تَى‬


ْ ‫ت بِ ِه ْال ِجبَا ُل َأوْ قُطِّ َع‬
ْ ‫َولَوْ َأ َّن قُرْ آنًا ُسي َِّر‬

4
Khalid bin Utsman As-Sabat. Mukhtashar fi Qawa’idut Tafsir (Dar Ibnu Al-Qayyim), juz 1, 12.
Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung
dapat digoncangkam atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang
sudah mati dapat berbicara,

Sebagian Ulama menganggap akan adanya jawaban yang dihazf pada ayat ini , yakni
Al-Qur’an. Sebagian lain berpendapat bahwa yang dimaksud adalah ‫الرحمن‬..‫رتم ب‬..‫ لكف‬hal ini
dilandasi oleh ayat sebelumnya yang berbunyi ‫وهم يكفرون بالرحمن‬. Menurutnya ayat tersebut
(31) ini diakhirkan namun maknanya didahulukan karena sebagai jawaban dari ‫ لو‬sehingga
rekonstruksi maknanya menjadi

‫ولو أن هذا القران سيرت به الجبال أو قطع به األرض لكفروا بالرحمن‬

Kaidah Ketiga

‫اعلم أن‬..‫ ف‬،‫ه‬..‫ا ل‬..ً‫ون جواب‬..‫لح أن يك‬..‫ا يص‬..‫متى جاءت "بلى" أو "نعم" بعد كالم يتعلق بها تعلق الجواب وليس قبلها م‬
.‫ لفظه لفظ الجواب‬،‫هناك سؤااًل مقد ًرا‬

Apabila ada lafaz ‫ بلى‬atau ‫ نعم‬terletak setelah perkataan yang berhubungan dengan
keduanya sebagai jawaban, lalu sebelumnya tidak ditemukan lafaz yang layak menjadi
jawabannya, maka terdapat pertanyaan yang tersimpan dengan menggunakan lafaz
jawaban

Kaidah ini mengindikasikan bahwa lafaz tersebut diringkas karena telah diketahui maknanya

Contoh QS. Al-Baqarah ayat 112

ٌ ْ‫بَلَى َم ْن َأ ْسلَ َم َوجْ هَهُ هَّلِل ِ َوهُ َو ُمحْ ِس ٌن فَلَهُ َأجْ ُرهُ ِع ْن َد َربِّ ِه َواَل خَ و‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬

Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi TuhanNya

Pertanyaan atas kata ‫ بلى‬kembali pada jawabannya, sehingga makna yang dikehendaki
ialah ‫فله أجره عند ربه أليس من أسلم وجهه هلل وهو محسن‬

Kaidah Keempat

.‫ فإن ُذكرا فاألولى تأخير الدال‬،‫ فاألولى االقتصار على الدال منهما‬،‫إذا كان ثبوت شيء أو نفيه يدل على ثبوت آخر أو نفيه‬

Jika penetapan atau penafian sesuatu menunjukkan pada penetapan ataupun


penafiannya kepada yang lain, maka yang diprioritaskan ialah membatasi
penyebutannya hanya pada indicator keduanya. Namun jika keduanya disebutkan,
maka diprioritaskan pengakhiran indikatornya

Maksud dari kaidah ini ialah apabila dalam lafaz terdapat 2 sifat yang saling berkaitan,
maka kebijakan yang ambil ialah dengan menyebutkan salah satunya. Karena Al-Qur’an
menghendari adanya takrar. Namun apabila keduanya disebutkan, maka lafaz penjelas
diletakkan setelah lafaz yang dijelaskan.

Misalnya pada QS. Ali Imran ayat 133 ‫ات‬ ُ ‫ َما َو‬. ‫الس‬
َّ ‫هَا‬. ‫ض‬ َ .ِ‫ارعُوا ِإلَى َم ْغف‬
ُ ْ‫ر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬. ِ . ‫َو َس‬
‫واألرض‬, untuk menjelaskan ukuran Jannah maka kata yang digunakan ialah ‫( عرضها‬lebar),
bukan ‫ول‬..‫( ط‬panjang) karena pada dasarnya sesuatu yang memiliki lebar pastilah ia juga
memiliki panjang.

Namun dalam kasus lain terjadi penyebutan kedua lafaz yang berkaitan dikarenakan
adanya alasan tertentu karena kemungkinan keduanya sama-sama penting seperti penyebutan
lafaz ‫( و التنهرهما‬jangan menghardik) setelah lafaz ‫ا أف‬..‫ل لهم‬..‫( فال تق‬jangan mengatakan “ah”)
yang sebetulnya tidak dibutuhkan. Tetapi hal ini diadakan untuk memperkuat larangan juga
memberi cakupan lebih luas, yaitu laranga dari segi mafhum (gerak-gerik) dan mantuq
(ucapan)

Kaidah Kelima

.‫ وشدته في مقامات الوعيد‬,‫حذف جواب الشرط يدل على تعظيم األمر‬

Penghapusan jawabus syarthi menunjukkan pengagungan dan kedahsyatan hal


tersebut dalam konteks ancaman

Kaidah ini menjelaskan mengenai jawabus syarthi yang tidak disebutkan dalam
beberapa ayat untuk pengagungan berupa sebuah ungkapan atau dengan sifat-sifat tertentu,
terkhusus apabila hal itu terkait dengan larangan atau peringatan.

Contohnya pada QS. At-Takatsur ayat 5 ‫ون علم اليقين‬..‫و تعلم‬..‫ كاّل ل‬dimana huruf syarat
berupa ‫ لو‬tidak dilanjutkan dengan kalimat berupa jawaban supaya terkesan lebih mencekam
dan lebih menakutkan, dibandingkan apabila jawaban tersebut dilampirkan seperti jika ada
pertanyaan “ingatlah, andaikan kalian mengetaui secara detail (?)” lalu dijawab dengan
“niscaya kalian tidak akan melakukan kelalaian, kedzaliman serta kesembronoan terhadap
Allah.” Maka hal ini tidak akan menimbulkan kesan yang membuat seseoran tersebut takut
dan tercengang.

Kaidah Keenam

‫ فيُقتصر على أحدهما ألنه المقصود‬,‫قد يقتضي الكالم ذكر شيئين‬

Sebuah kalimat terkadang menuntut penyebutan dua hal, akan tetapi dicukupkan
penyebutannya pada satu hal saya karena hal tersebutlah yang menjadi tujuan

Contoh pada QS. Thaha ayat 49

‫ال فَ َم ْن َربُّ ُك َما يَا ُمو َسى‬


َ َ‫ق‬

“Berkata (Fir’aun: maka siapakah Tuhan kalian berdua wahai Musa?”


Padahal dalam ayat tersebut dijelaskan ada dua nabi yang didasarkan atas dlamir
tatsniyah pada lafaz ‫ ربكما‬yaitu Nabi Musa dan Nabi Harun, namun yang disebut hanya Nabi
Musa. Hal itu terjadi karena target utama Fir’aun ialah Nabi Musa, sebagai pengemban
tanggungjawab kenabian.

Kaidah Ketujuh

‫ فيُكتفى بأحدهما عن اآلخر‬,‫قد يقتضي المقام ذكر شيئين بينهما تالزم وارتباط‬

Konteks kalimat terkadang menuntut penyebutan dua hal yang saling berkaitan dan
berhubungan, maka cukup menyebutkan salah satunya saja.

Bedanya dengan kaidah keenam ialah hubungan antar kedua lafaz dalam kaidah ini
sangatlah erat, sedangkan kaidah sebelumnya terpadat penekanan pada lafaz yang dianggap
lebih penting.

Contoh pada lafaz ‫ الخير‬.‫ بيدك‬yang tidak menyebutkan ‫ الشر‬karena ia antonym dari pada
khoir, maka otomatis tercakup penyebutannya dengan beberapa alasan:

1. Karena Allah-lah yang menguasai seluruh makhluknya

2. Yang dituntut dan disenangi adalah kebaikan

3. Kebaikanlah yang mendominasi dunia ini

4. Etika kepada Allah dengan tidak menyandarkan kejelekan kepada-Nya

Kaidah Kedelapan

‫ وأشدها موافقة للغرض‬,‫ال يُق َّدر من المحذوفات إال أفصحها‬

Lafaz yang dibuang tidak bisa diprediksi atau diperkirakan kecuali dengan sesuatu
yang paling fasih dan paling sesuai dengan tujuan

Diantara kebiasaan berbahasa orang Arab, mereka tidak menilai ataupun


memperkirakan lafadz yang tidak disebutkan, kecuali dengan penilaian yang paling sesuai
dan tepat dengan maskud yang dikehendakinya.

Contohnya QS. Al-Maidah ayat 97

‫ي َو ْالقَاَل ِئ َد‬
َ ‫اس َوال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َو ْالهَ ْد‬
ِ َّ‫َج َع َل هَّللا ُ ْال َك ْعبَةَ ْالبَيْتَ ْال َح َرا َم قِيَا ًما لِلن‬

Pada ayat ‫ جعل هللا الكعبة‬, terdapat taqdir (perkiraan lafaz) di dalamnya. Ada 2 pendapat ulama
dalam mentaqdirkan lafaz ‫كعبة‬, yang pertama ialah ‫ب الكعبة‬.....‫( نس‬sesuatu yang
ditegakkan/dipasang) pada ka’bah dan pendapat kedua yakni ‫( حرمة الكعبة‬kesucian Ka’bah).
Pendapat yang kedua ini paling masyhur karena taqdir ini berkaitan dengan ‫ي‬ َ ‫َوال َّشه َْر ْال َح َرا َم َو ْالهَ ْد‬
‫ َو ْالقَاَل ِئ َد‬yang tidak diragukan kefashihannya. Sedangkan pendapat pertama jauh dari sifat
kefasihan Al-Qur’an.

Kaidah Kesembilan

‫يقلل المقدر مهما أمكن؛ لتقل مخالفة األصل‬

Selayaknya meminimalisir al-muqaddae (sesuatu yang tersirat/dikira-kirakan) jika hal


itu memungkinkan untuk meminimalisir perbedaan dengan aslinya

Kaidah ini menunjukkanbahwa seharusnya untuk meminimalisir taqdir. Seperti contoh


QS. At-Thalaq ayat 4

َ‫يض ِم ْن نِ َساِئ ُك ْم ِإ ِن ارْ تَ ْبتُ ْم فَ ِع َّدتُه َُّن ثَاَل ثَةُ َأ ْشه ٍُر َوالاَّل ِئي لَ ْم يَ ِحضْ ن‬
ِ ‫َوالاَّل ِئي يَِئ ْسنَ ِمنَ ْال َم ِح‬

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-


perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah
mereka adalah tiga bulan dan perempuan yang tidak haid.

ْ ‫ َوالاَّل ِئي لَ ْم يَ ِح‬belum memiliki jawaban berupa khabar, sehingga ia


Pada kalimat َ‫ن‬...‫ض‬
membutuhkan lafaz muqaddar (yang dikira-kirakan) yakni ‫ فَ ِع َّدتُه َُّن ثَاَل ثَةُ َأ ْشه ٍُر‬karena itulah yang
dominan meskipun hal itu sudah disebutkan sebelumnya. Maka dari itu, pendapat Ulama
mengenai iddah perempuan yang menopause ialah sepanjang 3 bulan.5

5
Fauziah Achmad. Al-Ziyadah dalam Kaidah Al-Qur’an
http://sanadthkhusus.blogspot.com/2011/06/al-ziyadah-dalam-kaidah-al-quran.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai