Anda di halaman 1dari 8

Bodoh dalam Alquran

Analisis Komparatif kata ‫ جهل‬dan ‫سفه‬

A. Latar Belakang Masalah

Dalam tataran kehidupan manusia, banyak hal-hal yang disukai. Suka barang

mewah, suka barang antik, hobi musik, olah raga, termasuk didalamnya prestasi yang

bagus. Prestasi bagus merupakan cita-cita setiap orang dalam segala bidang, baik di

Sekolah Umum, Sekolah Pesntren, Perguruan Tinggi, , olahraga, seni, dan lain-lain.

Hal ini menjadi sesuatu yang lumrah di kalangan Masyarakat, karena tidak ada

seorang pun yang menginginkan kejelekan. Kalau mau pintar berarti tidak mau

bodoh, mau menang tidak mau kalah, mau sehat tidak mau sakit, dan begitu

seterusnya.

Kita ketahui bahwa setiap orang tua menginginkan anaknya untuk berilmu,

bisa kita perhatikan dengan banyaknya lembaga-lembaga privat, bimbel, dan lain-lain.

Ini menjadi tanda siapapun orangnya tidak mau tergolong kepada orang-orang yang

bodoh. Jika ditarik kedalam tataran bahasa, berilmu dan bodoh menjadi dua kata yang

kontradiktif, dimana kedua kata ini yang menunjukkan perbedaan dari segi

kedudukan, jabatan, kemampuan setiap orang.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan

tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu untuk

mengetahui gejala tertentu dalam suatu bidang. Dalam bahasa Arab, Ilmu memiliki

pengertian ‫إدراك الشيء بحقيقته‬ (mengetahui hakikat sesuatu).1 Sedangkan bodoh

dalam bahasa Arab disebut ‫جهل‬. ‫جهل‬ dalam Alquran selalu diidentikan dengan

1
Ar-Raghib al-Ashfahany, Mu’jam Mufradat Li Alfadzi al-Quran, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Alamiyah, 2008)
sebuah kelompok, selain kata ‫جهل‬ dalam Alquran juga terdapat kata lain yang

semakna dengan kata ‫جهل‬, yaitu kata ‫سفه‬. Dimana kedua kata ini juga sering

diidentikan dengan sebuah kelompok, dan memiliki arti dasar yang sama yakni,

bodoh, kurang akal.2 Didalam Alquran ternyata kosa kata ini ditempatkan dalam ayat-

ayat yang berbeda.

Berdasarkan studi pendahuluan, kosa kata ‫ جهل‬terdapat dalam 24 ayat dengan

berbadai derivasinya.3 Arti pokok dari kata ini adalah ‘bodoh’.4 Ar-Raghib al-

ashfahany memberikan pengertian dari kata ini sebagai berikut; pertama, ‫وهو خلو‬

،‫( النفس من العلم‬kosongnya jiwa dari sebuah ilmu). Kedua, ‫اعتقاد الشيء بخالف ما‬

‫هو عليه‬ (keyakinan terhadap sesuatu berbeda dengan hakikat yang diyakininya).

Ketiga, ،‫فعل الشيء بخالف ما حقه أن يفعل‬ (mengerjakan sesuatu berbeda dengan

hakikat yang mestinya dikerjakan).5

Kata ini digunakan dalam Alquran dalam berbagai kondisi, bentuk varian, dan

juga objek. Misalnya dalam surat Al-‘Araf ayat 138, berbicara tentang kaum yang

tidak tahu tentang Tuhan. Dalam ayat ini, kosa kata ‫ جهل‬ditujukan kepada satu kaum

secara langsung yaitu kaum Nabi Musa, dan objek yang dibahasnya adalah Tuhan.

Dalam ayat lain, Al-Baqarah 273, berbicara tentang infaq, kosa kata ‫ جهل‬dalam ayat

ini bukan menunjuk kepada kaum, justru tidak ditentukan siapa-siapanya, dan objek

2
A. W. Munawwir, Kamus al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: PENERBIT
PUSTAKA PROGRESSIF, 1997), Cet 4, hlm 219, 639
3
Muhammad Fuad Abd. Al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadzi al-Quran al-Karim,
(Beirut: Dar al-Hadis, 1987), hlm 184
4
A. W. Munawwir,. Kamus.. Opcit
5
Ar-Raghib al-Ashfahany, Mu’jam Mufradat Li Alfadzi al-Quran, (Beirut: Dar al-Kutub al-
Alamiyah, 2008) hlm 132
pembahasannya adalah kekayaan yang tidak meminta-minta. Begitupun dalam

beberapa ayat yang lain kata ‫جهل‬ diungkap dengan berbagai derivasinya dalam

konteks yang berbeda-beda.

Selain kata ‫جهل‬, ada juga kata yang semakna yaitu ‫سفه‬. Arti kata dasarnya

adalah ‘bodoh’.6 Ar- Raghib al-Ashfahany mengungkapkan makna ‫ سفه‬itu

‫ رديء‬:‫ وثوب سفيه‬،‫ كثير االضطراب‬:‫ زمام سفيه‬:‫ ومنه قيل‬،‫خفة في البدن‬

،‫ واستعمل في خفة النفس لنقصان العقل‬،‫النسج‬

Kekurangan dalam badan, dianataranya ada yang berkata: bodoh: banyak

kegoncangan, baju yang robek, dan biasanya digunakan kepada jiwa yang kurang

daya pikir akalnya.7

Kata ini ditempatkan dalam Alquran tersebar dalam 10 ayat, terdapat 11

bentuk pecahannya.8 digunakan dalam Alquran dalam berbagai konteks. Misalnya,

Surat al-Baqarah ayat 130, berbicara tentang agama Ibrahim, disini kata ‫سفه‬

ditujukan kepada satu orang, tidak kepada kaum. Dalam ayat lain, surat Al-Baqarah

ayat 142, berbicara tentang perpindahan Kiblat, kata ‫سفه‬ digunakan dalam bentuk

lain yaitu ‫سفهاء‬ yang menunjukkan kepada subjek pembicara. Begitu juga dalam

ayat-ayat yang lain yang berbicara tentang kata ini.

Berdasarkan data-data di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih jauh

terhadap makna ‫جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran.

6
A. W. Munawwir, Kamus.. Opcit
7
Ar-Raghib al-Ashfahany, Mu’jam.. Op, Cit, hlm 309.
8
Muhammad Fuad Abd. Al-Baqi, al-Mu’jam, Op Cit.
B. Rumusan Masalah
Penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan, yaitu:
1. Apa makna dasar dari kata ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran?
2. Bagaimana perbedaan makna ‫جهل‬ dan ‫سفه‬ dalam Mu’jam Maqayish
Lughah?
3. Bagaimana konteks penggunaan kata ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran?
4. Apa makna relasi ‫ جهل‬dan ‫?سفه‬
5. ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬berkontras dengan apa?
C. Tujuan Penelitian
Dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian diarahkan pada usaha-usaha
untuk mengetahui:
1. Makna dasar dari kata kata ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran
2. Penggunaan penggunaan kata ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran
3. Relasi makana dari kata ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran
4. Kontras kata ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬dalam Alquran
5. Perbedaan makna ‫ جهل‬dan ‫ سفه‬menurut Ibnu Faris
D. Kerangkat Berfikir

Bahasa Alquran adalah bahasa Arab, dimana pada waktu itu Alquran

diturunkan di Bangsa Arab. Berdasarkan ta’rif, bahasa adalah sistem lambang

bunyi yang berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan konversional yang

dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran.9 Pikiran

manusia, tidak akan bisa dibaca oleh yang lainnya kecuali dengan dibahasakan.

Disitulah peran bahasa berfungsi sebagai satu sarana berkomunikasi dengan

manusia lainnya.

Al-Ghalayain mengungkapkan makna bahasa adalah kata-kata yang

diungkapkan yang dengan kata-kata itu setiap kaum mengerti tentang yang

dimaksudnya.10 Peranan bahasa sangatlah sentral dalam peradaban umat manusia.

Bahasa merupakan istrumen pokok untuk berfikir, dan berfikir merupakan wasilah

9
Ulin Nuha, Metodologi Super Efektif Pembelajaran Bahasa Arab, (Jogjakarta: DIVA Press,
2012), Cet I, Hlm 30
10
Musthafa al-Ghalayain, Jami’ al-Durus al-‘Arabiyah, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Hlm 7
bagi manusia untuk membentuk budaya. Teori bahasa dengan semiotika sosial

memandang bahasa sebagai interaksi sosial dengan latar budaya tertentu. 11 Itulah

mengapa akan berbeda antara sifat bahasa Alquran dan sifat bahasa Arab yang

digunakan masyarakat pada waktu itu.

Senada dengan pengertian di atas, Ibnu -Jinni mengungkapkan makna

bahasa adalah bunyi yang digunakan oleh setiap bangsa untuk mengemukakan

ide.12 Berdasarkan data-data ini sudah barang tentu bahwa Alquran itu berbahasa,

yakni supaya diketahui maksud dari isi Alquran itu sendiri.

Al-Ghalayain menyebutkan bahwa bahasa Arab adalah kalimat-kalimat

yang digunakan oleh orang Arab untuk mengungkapkan tujuan-tujuan mereka.13

Allah memilih kosakata bahasa Arab sebagai bahasa Alquran bukan hanya saja

karena ajaran Islam tumbuh di tengah masyarakat Arab, tapi karena memang

bahasa Arab sangat unik lagi kaya kosakata.14 Ibnu Jinni, seorang pakar bahasa

Arab, menekankan bahwa pemilihan huruf-huruf kosa kata bahasa Arab bukanlah

suatu kebetulan, akan tetapi memliki falsafah bahasa tersendiri.15

Salah satu teori tentang kebahasaan dalam Alquran adalah Konsep Nazhm

Abd al-Qahir al-Jurzani. Konsep nazhm Al-Jurjani antara lain mengulas hakikat

bahasa. Menurutnya, bahasa bukanlah semata-mata kumpulan dari kosa kata,

melainkan kumpulan dari sistem relasi. Pendapat ini menjadi semacam pintu

masuk bagi analisis Al-Jurjani tentang bahasa Al-Qur’an. Al-Jurjani berkeyakinan

bahwa seseorang tidak bisa memahami dan menjelaskan keunggulan serta

11
M. Zaka al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indoensia, Strategi-Metode-Prosedur-
Teknik, (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011) , Cet 1, hlm, 88.
12
Ulin Nuha, Metodologi.. Opcit, hlm 31.
13
Musthafa al-Ghalayain, Jami’.. Op Cit,
14
M. Quraish Shihab, Kaidah.. Op Cit, hlm 37.
15
M. Quraish Shihab, Mukjizat Alquran Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan
pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 1998) cet 3, hlm 90.
kesempurnaan bahasa dan sastra Al-Qur’an secara proporsional, tanpa

memperhatikan dan mempertimbangkan konstruksi atau strukturnya (nazhm).

Menurutnya, nazhm lah yang membedakan genre teks Al-Qur’an dengan genre

teks lainnya seperti puisi, prosa, dan sebagainya. Nazhm itu sendiri adalah struktur

untuk mengetahui makna.

Dalam kitabnya Dala’il Al-I’jaz, Al-Jurjani mengungkapkan konsepnya

tentang nazhm melalui pembahasan-pembahasan seperti fasal tentang nazhm

alkalam berdasarkan maknanya dan perbedaan nazhm al-kalam dan nazhm al-

huruf, fasal tentang nazhm yang didasarkan pada tarkib nahwi, penjelasan nazhm

alkalam dan rahasia kebalaghahannya dan kedudukan nahwu dalam nazhm al-

kalam, penjelasan nazhm al-kalam dan keutamaannya menurut makna dan tujuan.

Kemudian Dr. Tamam Hasan mengungkapkan bahwa untuk melahirkan

makna yang diinginkan maka harus dilakukan analisis- analisis sebagai berikut:

Pertama, analisis struktural yang terdiri dari dua hal, yaitu analisis

morfologi (sharaf) dan analisis sintaksis (nahwu). Pada analisis morfologi,

pembaca perlu memahami beberapa hal, a) kata-kata mempunyai sekumpulan

makna nomina (Isim), verba (Fi’il) dan preposisional (harf), b) makna makna

tersebut disajikan melalui konstruksi yang berbeda, konstruksi ini terdiri atas

mujarrad, majid, al-dilaalah al-‘Adamiyah, c) konstruksi itu berhubungan baik

hubungan persesuaian maupun pertentangan. Sementara sintaksis, didasarkan

pada empat hal, a) sekelompok makna sintaksis yang umum. Kelompok ini

diistilahkan dengan makna kalimat verbal (Jumlah fi’liyah), kalimat nominal

(Jumlah ismiyah) dll, b) sekelompok makna yang khusus, makna ini terdapat

dalam setiap konstituen atau unsur pembentuk kalimat, misalnya objektif


(maf’uliyah), agentif (haliyah) atau idhofah, c) hubungan diantara makna-makna

konstituen dalam kalimat. Misalnya hubungan predikatif (isnadi), takhsis,

atributif, (nisbah) dan thaba’iyah (subordinatif), d) bahan-bahan yang disediakan

oleh analisis morfologis, seperti harakat, taqsim, huruf dan infleksi.

Kedua, analisis leksikal merupakan tahap kedua dari proses penemuan

makna, karena dari kamus itulah kita bisa mengetahui makna setiap kosakata yang

dihasilkan dari kesepakatan orang-orang arab dalam menamai sesuatu.

Ketiga, analisis kontekstual adalah tahap terakhir dari proses analisis

semantik, bahkan dapat dikatakan bahwa analisis kontekstual adalah puncak

kajian semantik.

E. Langkah-langkah penelitian

1. Penentuan metode penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode analisis


isi yang digunakan dalam penelitian yang bersifat normative. Prosedur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif yang menggunakan
pendekatan analisis isi terhadap kandungan suatu ayat.

2. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan ini merupakan jawaban atas pertanyaan


penelitian, yaitu data-data yang bersumber dari penafsiran para mufasir, dan
kitab-kitab kamus bahasa Arab.

3. Sumber Data

Penentuan sumber data didasarkan atas jenis data yang telah


ditentukan, pada tahapan ini ditentukan sumber primer dan sumber sekunder.

a. Sumber Data Primer


Sumber data primer adalah kamus dan kitab-kitab tafsir.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah buku-buku lainnya yang dapat
menunjang terhadap penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data

Penentuan metode pengumpulan data tergantung pada jenis dan


sumber yang diperlukan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah survey buku atau penelitian kepustakaan.

5. Analisis Data

Analisis data merupakan penguraian data melalui tahapan-tahapan


sebagai berikut:

a. Meneliti sumber data dari buku-buku yang berhubungan dengan


masalah yang diteliti
b. Mencari, mengumpulkan, menyeleksi, dan menelaah sumber data
c. Setelah terkumpul, kemudian dianalisis dengan teknik non statistik
yang diperoleh berupa data tekstual.

Anda mungkin juga menyukai