Anda di halaman 1dari 10

Tafsir Ahlus Sunnah

Dibuat sebagai tugas dalam mata kuliah


Mazahibut Tafsir
Dosen :
Dr. Ahmad Baidowi, S.Ag., M.Si

Disusun Oleh:

Ismail Hasan
16530018
Muhammad Izzul Haq Zain
16530021

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Kepenulisan ............................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................. 2


A. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ................................................................. 2
B. Metode dan Karakteristik Penafsiran Ahlus Sunnah ........................... 4
C. Tafsir Ahlus Sunnah dan Coraknya. .................................................... 5

BAB III : PENUTUP ..................................................................................... 7

A. Kesimpulan ........................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 8

ii
BAB I
Pendahualuan

A. Latar Belakang

Kitab Al-Qur’an merupakan kalam ilahi yang diperuntukkan kepada


umat manusia sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan. Oleh karena itu,
umat Islam perlu untuk memahami ajaran-ajaran Al-Qur’an agar memperoleh
hikmah dan bimbingan, sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat
Untuk itu, umat Islam berlomba-lomba untuk memahami isi kandungan Al-
Qur’an dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah melalui penafsiran.

Adapun dalam melakukan penafsiran, para mufassir tentunya tidak bisa


lepas dari situasi dan kondisi, serta latar belakang pemikirannya atau idelogi
masing-masing. Terlebih lagi, ketika umat Islam mulai terpecah menjadi
beberapa kelompok, tafsir-tafsir yang memiliki kecondongan pada ideologi
suatu kelompok mulai bermunculan. Oleh karenanya, munculnya corak-corak
penafsiran tidak dapat dihindari lagi dalam sejarah pemikiran umat Islam.1

Salah satu kelompok besar yang muncul pada masa tersebut adalah
Sunni, atau juga dikenal dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dalam kelompok
ini, muncul kitab-kitab tafsir yang memiliki kecenderungan terhadap ideologi
Ahlus Sunnah. Oleh karenanya, makalah ini akan membahas terhadap Ahlus
Sunnah, karakteristik tafsirnya, dan juga metodenya dalam menafsirkan Al-
Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah ?
2. Bagaimana metode dan karakteristik penafsiran Ahlus Sunnah ?
3. Bagaimana tafsir dan corak penafsiran Ahlus Sunnah ?
C. Tujuan Kepenulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah
2. Untuk mengetahui metode dan karakteristik penafsiran Ahlus Sunnah ?
3. Untuk mengetahui tafsir dan corak penafsiran Ahlus Sunnah ?

1
Dwi Ulya Mailasari, “PENGARUH IDEOLOGI DALAM PENAFSIRAN” 7 (2013): 54.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahlu Sunnah wal Jamaah

Sunnah di sini berarti sunnah Rasulullah, yaitu sesuatu yang dengannya


bisa menjelaskan dan menafsirkan Al-quran, baik itu berupa ucapan, perbuatan,
maupun ketetapan. Sunnah ini merupakan jalan yang harus diikiti, sunnah ini
juga merupakan undang-undang islam, yang tidak akan menyimpang darinya
kecuali orang yang bodoh dan tukang bid’ah. Allah berfirman

‫ويعلمهم الكتاب و الحكمة‬

Artinya ; Dan yang mengajarkan mereka kitab dan hikmah


( QS. Al-Baqarah: 129 )

Qatadah berkata bahwa hikmah di sini adalah sunnah. Abu Ja’far


berkata bahwa hikmah adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang tidak
dapat diketahui ilmunya kecuali dengan penjelasan Rasul.2

Sedangkan jama’ah menurut Syaikh Abdul Qadir Jailani adalah apa


yang disepakati oleh para jamaah sahabat nabi pada masanya sahabat yang
empat,3 lafadz jama’ah tidak terdapat dalam Al-Quran, melainkan disebutkan
dalam hadits. Dan lafadz jama’ah ini disertakan di dalam hadits sebagai lawan
dari tafarruq yang tercela. Contohnya sabda Nabi SAW

‫الجماعة رحمة و الفرقة عذاب‬

Artinya; Jama’ah adalah rahmat, dan perpecahan adalah ‘azab


( HR. Ahmad )

‫عليكم بالجماعة واياكم والفرقة‬

2
Muhammad Syihabuddin Muhsin, Mansyurah Fatawa Kibar Ahli Sunnah Wal Jama’ah, vol. 1 (Tanpa
Penerbit, Tanpa Tahun), 1.
3
Umma Farida, “Membincang Kembali Ahlussunnah Wa Al-Jama’ah: Pemaknaan Dan Ajarannya
Dalam Perspektif Mutakallimin” 2, no. 1 (June 2014): 44.

2
Artinya ; hendaklah kalian jama’ah dan berhati-hatilah terhadap
perpecahan. ( HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ) .

Selain itu, lafadz jama’ah tidak disyaratkan untuk banyak dan sedikitnya
orang, tetapi setujunya kepada yang haq, walaupun berbeda dengan mayoritas
orang seantero jagat.

Walaupun tidak ada dalam Al-quran, tetapi ada yang menafsirkan


dengan jama’ah. sepert firman Allah ta’ala

‫واعتصموا بحبلل هللا جميعا و ال تفرقوا‬

Artinya ; Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai. (QS. Ali-Imran: 103) . Ibnu Mas’ud berkata
bil jama’ah. ‘Abdullah berkata bahwa hablullah allah itu adalah jama’ah.

Sedangkan Ahlu Sunnah wal Jamaah adalah salafnya umat ini dari
kalangan sahabat dan tabi’in dan orang yang berkumpul di atas kebenaran yang
jelas dari Al-quran dan Sunnah Rasulullah yang imamnya Rasul itu sendiri, dan
setiap orang yang menyerukan kepada segala yang diserukan oleh Rasulullah,
Sahabat, dan Tabi’in dengan cara yang baik.4 Hasan Ayyub mengatakan : Ahlu
Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asyari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dan orang
– orang yang mengikuti jalan mereka. Mereka berjalan di atas petunjuk Salafus
Shalih dalam memahami aqaid. Al-ayji mengatakan: “Adapun Al-Firqotun
Najiyah yang terpilih adalah orang-orang yang Rasulullah berkata tentang
mereka : “mereka itu adalah orang-orang yang berada di atas apa yang aku dan
para sahabatku berada di atasnya”. Mereka adalah Asy-ariyah dan salaf dari
kalangan Ahli Hadits dan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.5

Adapun pengistilah Ahlu Sunnah wal Jamaah, terdapat beberapa


pendapat.

1. Pendapat pertama, istilah ini telah ada sejak masa Rasulullah, bahkan beliau
sendiri yang memunculkan istilah tersebut melalui hadits yang diucapkan.

4
Muhammad Syihabuddin Muhsin, Mansyurah Fatawa Kibar Ahli Sunnah Wal Jama’ah, 1:41.
5
Muhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi, Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Surakarta: Islam House, 2013), 10–
11.

3
2. Pendapat kedua, istilah ini lahir pada akhir windu kelima tahunan Hijriyah,
yang dimaksudkan untuk menciptakan kesatuan dan persatuan ketika
penyerahan jabatan dari Hasan Bin Ali kepada Muawwiyah Bin Abi Sufyan.
3. Pendapat ketiga, istilah ini lahir pada akhir abad II Hijriyah sebagai respon
dari berkembangnya aliran Muktazilah.6
B. Metode dan Karakteristik Penafsiran Ahlus Sunnah
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, Mahmud Basuni Faudah berpendapat
bahwa golongan Ahlus Sunnah berpegang pada dalil yang dikutip dari Nabi
Muhammad saw, para sahabat, dan juga para tabi’in. Selain itu, Ahlus Sunnah
juga menggunakan akal. Akan tetapi jika dalam sebuah ayat sudah terdapat nash
yang shahih dan terkonfirmasi datang dari Rasulullah, maka mereka akan
menyisihkan penggunaan akal. Mahmud Basuni Faudah juga menambahkan
bahwa golongan Ahlus Sunnah tetap memperhatikan kaidah bahsa Arab dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian apabila terdapat kontradiksi antara
akal dan naqal, mereka berupaya menyesuaikan keduanya tanpa keluar dari
qaidah-qaidah syar’i dan lughawy.7
Sementara itu Rohimin berpendapat bahwa, dalam tradisi Sunni terdapat
tiga aliran tafsir, yaitu ittijah salafi, ittijah kalami, dan ittijah shufi. Kemudian
ia memberi contoh, yang termasuk aliran yang pertama adalah tafsir Ibn Katsir.
Sementara yang termasuk dalam aliran yang kedua adalah At-Tafsir al-Kabir
karya Fakhrur Razi. Adapun yang termasuk dalam aliran yang ketiga adalah
Lathaiful Isyarat karya Imam Al-Qusyairi. Kemudian dari tiga aliran ini,
semuanya memiliki garis besar metode yang sama. Metode-metode tersebut
misalnya, menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an
dengan hadis, menafsirkan Al-Qur’an dengan perkataan sahabat, menafsirkan
Al-Qur’an menggunakan perkataan tabi’in, dan yang terakhir menafsirkan Al-
Qur’an dengan memperhatikan aspek bahasa.

6
Umma Farida, “Membincang Kembali Ahlussunnah Wa Al-Jama’ah: Pemaknaan Dan Ajarannya
Dalam Perspektif Mutakallimin,” 44–45.
7
Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir Al-Qur’an: Perkenalan dengan Metodologi Tafsir (Bandung:
Pustaka, 1987), 95.

4
Selain itu, golongan Ahlus Sunnah dalam menafsirkan Al-Qur’an juga
memperhatikan hal-hal berikut8:
1. Al-Qur’an harus ditafsirkan dengan yang umum dalam bahasa
2. Dalam menentukan makna harus sesuai dengan konteks
3. Dalam menafsirkan harus memperhatikan asbab an-nuzul dan alur cerita
4. Dalam memberikan makna mendahulukan makna syar’i ketimbang makna
‘urfi.

C. Tafsir Ahlus Sunnah dan Coraknya


Dalam golongan Ahlus Sunnah, terdapat banyak sekali kitab tafsir yang
muncul dari generasi ke generasi. Contoh kitab tafsir yang muncul dari
golongan Ahlus Sunnah antara lain9:
1. Jâmi‘ al-Bayân ‘an Ta’wîl Ay al-Qur’ân, karya Abu Ja’far al-Tabarî,
2. Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, karya Abû al-Fidâ‟ Ismâ„îl b. Kathîr
3. al-Jâmi‘ li Ahkâm al-Qur’ân, karya al-Qurtubî
4. al-Durr al-Manthûr fi al-Tafsîr bi al-Ma’thûr, karya Jalâl al-Dîn al-Suyûtî
5. Mafâtîh al-Ghayb, karya Fakhruddin al-Râzî
6. Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl, karya al-Qâdî al-Baydâwî
7. al-Bahr al-Muhît, karya Abû Hayyân
8. Madârik al-Tanzîl wa Haqâ’iq al-Ta’wîl, karya Abû al-Barakât ‘Abd Allâh
b. Ahmad al-Nasafî,
9. Rûh al-Ma‘ânî, karya al-Alûsî
10. Fî Zilâl al-Qur’ân, karya Sayyid Qutub

Seluruh karya tafsir yang telah disebutkan diatas lahir pada tradisi yang
berbeda-beda, sehingga memiliki corak penafsiran yang berbeda pula. Contoh
corak penafsiran tersebut antara lain tafsir fiqhi, tafsir lughowi, tafsir adabi,
tafsir ijtima’i-huda’i, dan tafsir ‘ilmi.10 Diantara corak-corak tersebut, meskipun
sama-sama berasal dari golongan Ahlus Sunnah, terkadang masih terdapat
perbedaan diantara tafsir satu dengan yang lain. Misalnya, sebagian tafsir fiqhi

8
Rohimin Rohimin, “TAFSIR ALIRAN IDEOLOGIS DI INDONESIA: STUDI PENDAHULUAN TAFSIR ALIRAN
IDEOLOGI SUNNI DALAM TAFSIR KEMENTERIAN AGAMA,” MADANIA: JURNAL KAJIAN KEISLAMAN 20,
no. 2 (December 10, 2016): 173-174.
9
M. Subhan Zamzami, “Tafsir Ideologis dalam Khazanah Intelektual Islam,” MUTAWATIR 4, no. 1
(September 10, 2015): 170.
10
Rohimin, “TAFSIR ALIRAN IDEOLOGIS DI INDONESIA,” 174.

5
lebih identik bahkan membela salah satu madzhab fikih, seperti tafsir al-
Qurtubhi yang condong pada fikih Maliki, dan tafsir Al-Jassas yang condong
pada fikih Hanafi.11

Adapun untuk melihat bagaimana penafsiran golongan Ahlus Sunnah,


salah satu hal yang dapat diperhatikan adalah penafsiran mereka terhadap ayat-
ayat mutasyabihat. Sebagai contoh Ibnu Katsir menafsirkan ayat tentang
ru’yatullah, yakni Q.S. Al-Qiyamah ayat 22-23 berikut.

ِ ‫ ِإلَى َر ِب َها ن‬-٢٢- ٌ ‫اض َرة‬


٢٣- ٌ ‫َاظ َرة‬ ِ َّ‫ُو ُجوهٌ يَ ْو َمئِ ٍذ ن‬

Wajah-wajah (orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabb-


nyalah mereka melihat
Mengenai ayat ini, Ibnu Katsir menasirkan bahwa yang dimaksud
ِ ‫ ِإلَى َر ِب َها ن‬adalah melihat dengan kasatmata. Ia kemudian
dengan ٌ ‫َاظ َرة‬
mendasarkan pendapat ini dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari yang
artinya sebagai berikut. “Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian
dengan kasatmata.”12 Kemudian beliau juga mengutip hadis Abu Sa’id dan Abu
Hurairah yang keduanya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut.

“Ada beberapa orang yang bertanya ‘Wahai Rasulullah, apakah kita


akan melihat Rabb kita pada hari Kiamat kelak ?’ Beliau menjawab:
‘Apakah kalian merasa sakit saat melihat matahari dan bulan yang
tidak dihalangi oleh awan?’ Mereka menjawab: ‘Tidak’ Beliau pun
bersabda: ‘Sesungguhnya seperti itulah kalian akan melihat Rabb
kalian.” 13

Selain itu, masih terdapat beberapa hadis yang dikutip oleh Ibnu Katsir
untuk menguatkan pendapatnya tersebut. Adapun pendapat yang serupa juga
disebutkan dalam Tafsir Ath-Thabari bahwa yang dimaksud ayat tersebut
adalah melihat Tuhan secara langsung.14

11
Zamzami, “Tafsir Ideologis dalam Khazanah Intelektual Islam,” 170.
12
Ismail bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, trans. M. Abdul Ghoffar and Abu Ihsan al-Atsari, vol. 8 (Bogor:
Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2005), 351.
13
Ibid.
14
Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, vol. 24 (Mu’assasah al-Risalah, 2000), 71.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ahlu Sunnah wal Jamaah adalah salafnya umat ini dari kalangan sahabat
dan tabi’in dan orang yang berkumpul di atas kebenaran yang jelas dari Al-
quran dan Sunnah Rasulullah yang imamnya Rasul itu sendiri, dan setiap orang
yang menyerukan kepada segala yang diserukan oleh Rasulullah, Sahabat, dan
Tabi’in dengan cara yang baik. Kemudian dari golongan ini, muncul berbagai
kitab tafsir yang memiliki corak penafsiran yang berbeda-beda. Hal yang dapat
disimpulkan secara umum bahwa golongan Ahlus Sunnah dalam menafsirkan
Al-Qur’an berpegang berpegang pada dalil yang dikutip dari Nabi Muhammad
saw, para sahabat, dan juga para tabi’in. Kemudian, Ahlus Sunnah dalam
menafsirkan Al-Qur’an juga menggunakan akal. Akan tetapi jika dalam sebuah
ayat sudah terdapat nash yang shahih dan terkonfirmasi datang dari Rasulullah,
maka mereka akan menyisihkan penggunaan akal. Selain itu, golongan Ahlus
Sunnah tetap memperhatikan kaidah bahsa Arab dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an. Kemudian apabila terdapat kontradiksi antara akal dan naqal,
mereka berupaya menyesuaikan keduanya tanpa keluar dari qaidah-qaidah
syar’i dan lughawy

7
Daftar Pustaka

Ath-Thabari, Ibnu Jarir. Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an. Vol. 24. Mu’assasah al-
Risalah, 2000.

Faudah, Mahmud Basuni. Tafsir-Tafsir Al-Qur’an: Perkenalan dengan Metodologi


Tafsir. Bandung: Pustaka, 1987.

Ismail bin Katsir. Tafsir Ibnu Katsir. Translated by M. Abdul Ghoffar and Abu Ihsan
al-Atsari. Vol. 8. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2005.

Mailasari, Dwi Ulya. “PENGARUH IDEOLOGI DALAM PENAFSIRAN” 7 (2013):


16.

Muhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi. Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Surakarta: Islam
House, 2013.

Muhammad Syihabuddin Muhsin. Mansyurah Fatawa Kibar Ahli Sunnah Wal


Jama’ah. Vol. 1. Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun.

Rohimin, Rohimin. “TAFSIR ALIRAN IDEOLOGIS DI INDONESIA: STUDI


PENDAHULUAN TAFSIR ALIRAN IDEOLOGI SUNNI DALAM TAFSIR
KEMENTERIAN AGAMA.” MADANIA: JURNAL KAJIAN KEISLAMAN 20,
no. 2 (December 10, 2016): 169–182.

Umma Farida. “Membincang Kembali Ahlussunnah Wa Al-Jama’ah: Pemaknaan Dan


Ajarannya Dalam Perspektif Mutakallimin” 2, no. 1 (June 2014).

Zamzami, M. Subhan. “Tafsir Ideologis dalam Khazanah Intelektual Islam.”


MUTAWATIR 4, no. 1 (September 10, 2015): 163.

Anda mungkin juga menyukai