Takhrij dengan metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari suatu
hadits yang akan ditakhrij dan kemudian baru mencarinya melalui tema itu pada kitab-
kitab yang disusun dengan menggunakan metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki
lebih dari satu tema. Dalam kasus yang demikian seorang mukharrij harus mencarinya
pada tema-tema yang mungkin dikandung oleh hadits tersebut. Contoh :
Hadis tersebut dicantumkan pada kitab Imam, Tauhid, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji.
Untuk itu kita harus mencarinya pada tema-tema ini, karena hadis di atas mengandung
semuanya, agar tidak terjadi kesalahpahaman antara kita dan penyusun. Takhrij yang
keempat ini mendasari metodenya pada pengenalan tema hadis. Oleh karena itu,
ketidaktahuan akan tema hadis akan menyulitkan proses takhrij.1
1
Izzan Ahmad, Studi Takhrij Hadits, cetakan 1, Bandung, Tafakur (Kelompok
Humaniora), Bandung, Hal. 73
hadis. Di samping itu juga memperkenalkan kepada peneliti maksud hadis yang
dicari dan hadis-hadis yang senada.
Dimana ada kelebihan, disitupun terdapat kekurangan. Metode takhrij berdasarkan tema
hadits juga memiliki kekurangan, diantaranya :
a. Terkadang kandungan hadis sulit disimpulkan oleh seorang peneliti hingga tidak
dapat menentukan temanya. Sebagai akibatnya dia tidak mungkin memfungsikan
metode ini.
b. Terkadang pula pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun
kitab. Sebagai akibatnya penyusun kitab menempatkan hadis pada posisi yang
tidak diduga oleh peneliti hadis tersebut. Contoh ini banyak sekali, seperti hadis
yang semula oleh peneliti disimpulkan sebagai hadis peperangan ternyata oleh
penyusun diletakkan pada hadis tafsir.
Kendati demikian, kedua kekurangan ini akan dapat dihindari dengan
memperbanyak menelaah kitab-kitab hadis. Penelaahan yang berulang-ulang akan
melahirkan pengetahuan tentang metode para ulama dan tata letak tema hadis.2