Anda di halaman 1dari 15

Makalah

KAIDAH-KAIDAH QASAM AL-QUR’AN DALAM PENAFSIRAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah


Qowaid al-Tafsir

Dosen pengampu :
Moh. Fathurrozi, Lc. M.Th.I

Disusun oleh :
1. Noor Shania Qurratina (07010320023)
2. Umirul Musyarofah (07010320026)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan karunia-
nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Kaidah-kaidah
Qasam dalam Penafsiran”.

Tidak lupa sholawat serta salam kami curahkan kepada Baginda Rasulullah SAW.
yang mana syafaat beliau lah kelak yang akan kita harapkan.

Makalah “Kaidah-kaidah Qasam dalam penafsiran” disusun guna untuk memenuhi


tugas dosen mata kuliah Qowaid al-Tafsir. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang kaidah-kaidah tafsir, khususnya tentang kaidah-kaidah Qasam,
kepada pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak Moh. Fathurrozi, Lc. M.Th.I. yang
telah memberikan tugas ini, sehingga kami dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai kaidah-kaidah Qasam ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan pengetahuannya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. meskipun kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelasikan makalah ini, namun kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari
kesempurnaah. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, kami menerima adanya kritik dan
saran dari pihak manapun demi perbaikan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan selamat membaca, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Surabaya, 31 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHUUAN ........................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Pengertian ...................................................................................................................... 3
B. Unsur-Unsur................................................................................................................... 4
C. Kaidah ............................................................................................................................ 4
D. Macam-Macam .............................................................................................................. 6
E. Faedah ............................................................................................................................ 8
BAB III .................................................................................................................................... 10
PENUTUPAN .......................................................................................................................... 10
A. Simpulan ...................................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHUUAN

A. Latar Belakang

Keindahan bahasa al-Qur’an merupakan salah satu tanda kemukjizatan al-Qur’an.


Ketika Rasulullah Saw menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an, sebagian kafir Quraisy ingin
menandinginya dengan cara membuat ungkapan-ungkapan (syair) yang sengaja mereka
buat untuk merendahkan keberadaan Nabi Saw dalam menghadapi tantangan luar biasa
dari masyarakat kafir Quraisy saat itu. Namun, sebagian dari kalangan kafir Quraisy
menerima kebenaran yang dibawa oleh Nabi . Sehingga bisa dipahami bahwa, jika jiwa
manusia itu bersih dari sifat tercela, dia akan mudah menerima kebenaran dari siapapun
terutama yang datangnya dari Allah . Sehingga tidak diperlukan argument atau alasan
agar kebenaran itu bisa diterima. Tapi bagi manusia yang hatinya selalu dipenuhi sifat
tercela dan dengki, maka kebenaran itu akan sulit diterima. Sehingga diperlukan berbagai
cara dan argumentasi agar mereka dapat menerimanya.

Salah satu cara yang digunakan untuk memperkuat argumentasi itu dengan qasam
atau sumpah. Uslub qasam banyak terdapat dalam al Qur'an. Adanya kalimat qasam
dalam al-Qur`an bukanlah sebagai bentuk ikut-ikutan terhadap tradisi bangsa Arab ketika
itu, tapi untuk menguatkan informasi wahyu yang diturunkan Allah melalui Nabi
Muhammad dengan kondisi jiwa bangsa Arab yang berbeda-beda sebagai penerima
wahyu. Ada yang memiliki kesiapan jiwa yang jernih serta hati yang suci sehingga
dengan mudah mau menerima kebenaran hanya dalam waktu yang singkat. Namun ada
pula yang memiliki jiwa yang tertutup oleh kejahilan dan kegelapan sehingga susah
menerima petunjuk dan kebenaran tersebut. Maka orang seperti ini perlu diberikan
peringatan dengan kalimat yang keras, sehingga diharapkan dapat berubah dan menerima
kebenaran. Maka “sumpah” ini dilakukan sebagai langkah untuk memberikan kesadaran
kepada mereka, kesadaran untuk menerima kebenaran yang datangnya dari Allah.

Berdasarkan paparan di atas muncul pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan


aqsām al-Qur`an? Apa saja yang menjadi unsur-unsur sebuah qasam dalam al-Qur`an?
Jenis-jenis qasam apa saja yang terdapat dalam al-Qur`an? Mengapa qasam itu mesti ada
dalam al- Qur'an? Hal-hal inilah yang akan dikaji dalam makalah ini.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Qasam al-Qur’an?


2. Jelaskan apa saja unsur-unsur Qasam al-Qur’an?
3. Bagaimana kaidah-kaidah Qasam al-Qur’an dalam penafsiran?
4. Jelaskan apa saja macam-macam Qasam al-Qur’an?
5. Bagaimana faedah adanya Qasam al-Qur’an?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Qasam al-Qur’an.


2. Untuk mengetahui unsur-unsur Qasam al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui kaidah-kaidah Qasam al-Qur’an dalam penafsiran.
4. Untuk mengetahui macam-macam Qasam al-Qur’an.
5. Untuk mengetahui faedah adanya Qasam al-Qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Menurut bahasa, sighat asli qasam itu berasal dari fi`il ‫ أقس م‬atau ‫ حل م‬yang
dimuta`addikan dengan bâ` untuk sampai kepada muqsam bih1. Kata qasam sama artinya
dengan kata ḫilf , yamîn , aliyah yang mempunyai satu makna, yaitu sumpah. Kata-kata
tersebut semuanya terdapat di dalam al- Qur'an. Adapun kata ḫilf disebutkan sebanyak 13
kali, kata qasam disebutkan sebanyak 33 kali, kata yamîn disebutkan sebanyak 71 kali,
dan kata aliyah disebutkan sebanyak 2 kali2.

Menurut kalangan ahli Nahwu, qasam merupakan kalimat untuk menentukan berita.
Sebagian ulama’ mendefinisikan qasam sebagai penekanan sesuatu yang dimuliakan
dengan salah satu huruf qasam3. Kata qasam berbeda dengan kata ḫilf. Kalau qasam
yakni sumpah yang minimal oleh pengucapnya dinilai sebagai sumpah yang benar.
sedangkan ḫilf yakni mengisyaratkan kebohongan sang pengucap atau sumpah yang
berpotensi dibatalkan dengan membayar kaffarat4.

Adapun qasam menurut istilah ialah mengaitkan jiwa untuk tidak melakukan
sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakan sesuatu perbuatan, yang diperkuat dengan
sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata atau secara
keyakinan saja5. Jadi yang dimaksud dengan qasam al-Qur`ān ialah sesuatu yang
disampaikan untuk menguatkan sebuah berita yang terdapat di dalam al- Qur'an yang
disertai dengan unsur-unsur qasam untuk menghilangkan keraguan dan meyakinkannya
tentang kebenaran akan isi kandungan al- Qur'an6.

1
Misnawati, Aqsam al-Qur’an, (Mudarrisuna: vol. 10 no. 2, 2020), hal 3
2
Ibid, hal 4
3
Salman Harun dkk, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: QAF, 2017), hal 469
4
M Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hal 274
5
Mannā` bin Khalīl al- Qaththān, Mabāḫith fii ‘Ulumil Qur’an, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif li al-Nasyr wa al-
Tawzi’, 2000M), hal 301
6
Misnawati, Aqsam al-Qur’an, (Mudarrisuna: vol. 10 no. 2, 2020), hal 4

3
B. Unsur-Unsur

Menurut M. Quraish Shihab bahwa Qasam terdiri dari empat unsur7, diantaranya
ialah :

1. Yang bersumpah, yakni Allah atau manusia. Hal ini disebut dengan al-Ḥālif
atau al-Muqsim.
2. Huruf atau kata yang menunjukkan bahwa ucapan tersebut adalah sumpah,
yakni huruf wawu, ba’, dan ta’. Huruf-huruf ini disebut dengan ‘Adāt al-
Qasam.
3. Sesuatu yang dijadikan penguat sumpah, yakni penyebutan nama Allah,
berupa zat, sifat, atau perbuatan-Nya, demikian juga fenomena alam dan
lain-lain. Hal ini disebut dengan Muqsam Bihi.
4. Informasi yang dikukuhkan, atau yang disebut juga dengan Jawab al-
Qasam.

Sedangkan menurut Jumhur Ulama’ dalam buku yang ditulis oleh Salman Harun,
bahwasannya Qasam itu terdiri dari 3 unsur8, yakni :

1. Kata kerja (fi’il) qasam yang disertai dengan huruf qasam, seperti lafadz
‘aqsama’ yang terdapat dalam surah an-Nahl ayat 38.
2. Muqsam bih, yaitu media yang digunakan untuk bersumpah. Dalam hal ini,
manusia hanya boleh menggunakan nama Allah sebagai media sumpah.
Sedangkan Allah boleh menggunakan nama diri-Nya ataupun makluk-Nya
sebagai media sumpah.
3. Muqsam ‘Alaih, yaitu jawab sumpah. Hal ini merupakan pesan yang ingin
ditekankan dengan sumpah, seperti contoh pesan bahwa ‘Tuhanmu tidak
meninggalkanmu dan tidak (pula) benci kepadamu’ pada surah ad-Dhuha
ayat 3 yang didahului dengan kalimat sumpah pada sebelumnya, yakni surah
ad-Dhuha ayat 1 dan 2 nya.

C. Kaidah

Terdapat kurang dari 40 muqsam bih di dalam al-Qur’an. Muqsam bih yang bersifat
material/kenyataan empiris yang dapat terjangkau kebanyakan menggunakan huruf qasam

7
M Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hal 274
8
Salman Harun dkk, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: QAF, 2017), hal 469-471

4
wawu. Misalnya, wal al-‘Ashr, wa asy-Syams, wa at-Tiin, dan lain-lain. Sedangkan huruf
qasam ta’ hanya digunakan pada muqsam bih yang berlafadz Allah.

َ َ‫الَ يَ ُك ْونُ ْالق‬, yang berarti ‘Muqsam bih harus selalu


ِ َ‫س ُ إِ اال بِا ْس ٍ ُمع‬
Kaidah ٍ ‫ظ‬
merupakan hal-hal yang agung’9. Ulama’ penganut kaidah ini menyatakan bahwa Nabi
saw. melarang bersumpah kecuali dengan nama Allah, baik berupa zat, sifat, ataupun
perbuatan-Nya. Sehingga apabila terdapat ayat yang menyebut makhluk atau fenomena
alam sebagai muqsam bih-nya, maka akan disisipkan kata rabb (Tuhan). Contohnya pada
lafadz wa asy-Syams yang dipahami dengan arti “Demi (Tuhannya) Matahari” dan lafadz
wa al-Fajr yang dipahami dengan arti “Demi (Tuhannya) waktu Fajar”.

Namun kaidah ini tidak sepenuhnya benar. Allah memilih fenomena alam atau
makhluk-Nya sebagai muqsam bih karena masih ada kaitannya dengan jawab al-
Qasam10. Sehingga penambahan kata rabb sebelum muqsam bih merupakan hal yang
tidak diperlukan karena sumpah Allah itu sudah lurus maknanya tanpa perlu adanya
penambahan. Justru malah menjadi lebih baik apabila dalam konteks sumpah tanpa
disisipkan penambahan kata rabb dalam maknanya.

Contohnya yakni pada lafadz wa al-‘Ashr yang terdapat pada surah al-‘Ashr ayat 1
yang memiliki arti ‘demi masa’. Sumpah ini untuk meyakinkan bahwa semua manusia itu
berada dalam wadah kerugian kecuali yang melakukan 4 hal sebagaimana yang telah
disebutkan di dalam surah al-‘Ashr. Allah memilih lafadz al-‘Ashr karena waktu/masa
adalah modal utama manusia. Waktu tidak dapat diputar kembali setelah ia berlalu
dimana pada saat itu penyesalan akan muncul apabila kita menyia-nyiakannya. Maksud
dari konteks ayat ini ialah penyesalan akan muncul setelah tiba waktu ‘ashar’, yakni
ketika masa senja kehidupan manusia11.

Kemudian jika Allah bersumpah dengan menggunakan hal-hal yang sangat


diagungkan manusia atau bahkan sampai disembahnya, maka itu berarti Allah
mengisyaratkan bahwa muqsam bih tersebut tidak wajar untuk dipertuhankan12.
Contohnya yakni lafadz wa an-Najm yang terdapat pada surah an-Najm, lafadz wa asy-
Syams dan lafadz wa al-Qomar yang terdapat dalam surah asy-Syams. Benda-benda ini

9
Ibid, hal 473
10
M Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hal 276
11
Ibid
12
Ibid, hal 278

5
tidak pantas dipertuhankan karena semua itu hanyalah ciptaan Allah. Bintang bisa saja
meluncur ke bawah dan posisi matahari akan bergantian dengan bulan.

Selain itu, bisa juga Allah memilih muqsam bih hanya untuk menarik perhatian
manusia terhadap sesuatu tersebut karena kemanfaatanya atau kepentingannya bagi
kehidupan dunia dan akhirat mereka13. Misalnya yakni sumpah Allah tentang buah Tin
dan buah Zaitun.

َ ‫ب هللاِ د ُْونَ قَ ِر ْينَ ٍة‬


Kaidah selanjutnya ialah kaidah ‫ فِ ْي ِه‬,‫ظاه َِرةٍ فِ ْي ِه‬ َ َ‫اَ ْل ُح ْك ُ بِتَ ْق ِدي ٍْر ق‬
ِ ‫س ٍ فِ ْي ِكتَا‬
‫علَى َم ْعنَى ك َََل ِم هللاِ بِغَي ِْر دَ ِل ْي ٍل‬
َ ٌ ‫ ِزيَادَة‬, yang artinya ‘Mereka-reka adanya sumpah dalam kitab
Allah tanpa petunjuk yang jelas berarti menambah-nambah makna kitab Allah tanpa
dalil’14. Contohnya yakni pada surah Maryam ayat 71. Sebagian ulama’ berpendapat
bahwa di dalam ayat ini terdapat sumpah pada hurus wawu, namun mereka berbeda
pendapat mengenai rekaan dan tempatnya. Hukum mereka-rekakan sumpah dalam kitab
Allah tanpa petunjuk yang jelas, sama artinya dengan menambah-nambahkan makna
kitab Allah tanpa dalil yang mewajibkan kita mengambilnya15.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa sumpah merupakan salah satu cara al-
Qur’an untuk mengukuhkan berita yang disampaikan. Salah satunya bentuk sumpah di
ِ ‫ َال أ ُ ْق‬yang secara harfiah berarti
dalam al-Qur’an yakni dengan menggunakan redaksi ُ ‫س‬
‘saya tidak bersumpah’.

Adapun redaksi ini diperselisihkan maknanya oleh para ulama’16. Ada yang
berpendapat bahwa lā merupakan sisipan yang berfungsi menguatkan sumpah sehingga ia
tidak perlu diberi makna. Ada juga yang berpendapat bahwa lā berfungsi menafikan
sesuatu yang tidak terucapkan. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa redaksi ‫َال‬

ُ ‫ أ ُ ْق ِس‬biarlah dipahami sesuai dengan makna harfiah lafadznya sambil menyatakan bahwa
dibalik lafadz tersebut terdapat pengukuhan. Ucapan yang seperti inilah jauh lebih kuat
penekanannya dibanding dengan redaksi sumpah pada umumnya.

D. Macam-Macam

Jika dilihat dari segi fi’il qasam-nya, qasam al-Qur’an terbagi menjadi dua jenis :

13
Ibid
14
Salman Harun dkk, Kaidah-Kaidah Tafsir, (Jakarta: QAF, 2017), hal 474
15
Ibid, hal 475
16
M Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hal 279

6
1. Qasam Zahir atau Qasam Sharih, yakni qasam yang fi’il qasam-nya disebutkan
bersama dengan muqsam bih nya17. Contohnya dalam surah al-Qiyamah ayat 1-3.

َ ‫سانُ أَلا ْن نَجْ َم َع ِع‬


.ُ‫ظا َمه‬ ِْ ‫ب‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ْ‫ أَيَح‬.‫ َو َال أ ُ ْق ِس ُ بِالنا ْف ِس اللا اوا َم ِة‬.‫َال أ ُ ْق ِس ُ بِيَ ْو ِم ْال ِقيَا َم ِة‬
ُ ‫س‬
Artinya: “Aku bersumpah dengan hari Kiamat, dan aku bersumpah demi jiwa
yang selalu menyesali (dirinya sendiri). Apakah manusia mengira bahwa Kami
tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya?”

Pada contoh ayat diatas, sudah terlihat dengan jelas fi’il qasam dan muqsam bih
nya tanpa harus menelaah terlebih dahulu. Sedangkan jawab al-Qasam nya telah
dibuang karena sudah ada bukti yang ditunjukkan oleh kalimat setelahnya.

Qasam jenis ini terbagai menjadi dua macam18, yakni:

a) Isti`thāfīy yaitu sumpah yang jawab al-Qasam-nya itu jumlah insyāiyyah


(kalimat yang mengandung harapan) dengan huruf qasam yang digunakan
adalah bā', dan hanya sedikit dalam uslub qasam. Contohnya yakni pada
surah al-An`ām ayat 109. Kalimat ( ‫جآ َءتْ ُه ْ َءايَةٌ لايُؤْ ِمنُ ان بِ َها‬
َ ‫ ) لَئِن‬adalah
jumlah insyāiyyah yang merupakan jawab al-Qasam dari ayat tersebut.
b) Ghairu isti`thāfīy yaitu sumpah yang jawab al-Qasam-nya itu jumlah
khabariyyah (kalimat berita), yang jenis ini banyak beredar di kalangan
orang Arab dan juga dalam al- Qur'an. Contohnya yakni pada surah Yāsīn

َ ‫ )إِناكَ لَ ِمنَ ْٱل ُم ْر‬adalah jumlah khabariyyah yang


ayat 2-3. Kalimat ( َ‫سلِين‬
merupakan jawab al-Qasam dari ayat tersebut.
2. Qasam Mudhmar atau Qasam Ghoiru Sharih, yakni qasam yang fi‟il qasam dan
muqsam bih-nya tidak disebutkan, karena kalimat sebelumnya terlalu panjang.
Namun ditunjukkan oleh lām taukīd yang terdapat pada muqsam alaih atau jawāb
qasam19. Contohnya dalam surah ali Imran ayat 186.

َ‫ب ِمن قَ ْب ِل ُك ْ َو ِمنَ ٱلاذِين‬َ َ‫َلت ُ ْب َل ُو ان فِىٓ أَ ْم َٰ َو ِل ُك ْ َوأَنفُ ِس ُك ْ َو َلتَ ْس َمعُ ان ِمنَ ٱلاذِينَ أُوتُوآ ْٱل ِك َٰت‬
‫ور‬ِ ‫ع ْز ِم ْٱْل ُ ُم‬َ ‫ص ِب ُروآ َوتَتاقُوآ فَإِ ان َٰذَلِكَ ِم ْن‬ ْ َ‫يرا ٓ َو ِإن ت‬ ً ِ‫أَ ْش َر ُكوٓآ أَذًى َكث‬

17
Misnawati, Aqsam al-Qur’an, (Mudarrisuna: vol. 10 no. 2, 2020), hal 13
18
Ibid, hal 15
19
Ibid, hal 16

7
Artinya: “Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu. Dan pasti kamu
akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang
diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar
dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
(patut) diutamakan.”

Dalam ayat di atas fi'il qasam dan muqsam bih tidak disebutkan,
taqdirnya: ‫( وهللا لتبلون‬Demi Allah, kamu sungguh-sungguh akan diuji), tapi
hanya disebutkan muqsam 'alaih-nya.

Menurut Ibnu Hisyam, jumlah qasam (fi’il qasam dan muqsam bih) boleh dibuang
di tiga tempat, yaitu :
1) Apabila berkumpulnya lām dan nūn al taukīd yang bertasydid. Contohnya
yakni pada surah al Naml ayat 21.
2) Apabila lām masuk pada "‫ "قد‬fi`il. Contohnya yakni pada surah al Taubah
ayat 25.
3) Apabila lām masuk pada "‫ "إن‬fi`il. Contohnya yakni pada surah al Ḫasyr
ayat 12.

Qasam jenis ini juga terbagi menjadi dua macam20, yakni:

a) Qasam yang di dalamnya itu ada huruf lām yang diiringi oleh adāt al-syarth
(‫)أداة الشرط‬, contohnya yakni pada surah Yūnus ayat 22.

Dalam ayat ini, lām dari "‫ "لئن‬merupakan qasam mudhmar dan lām yang
kedua adalah lām al-Qasam. atau diiringi oleh fi`il mudhāri` yang
bersambung dengan nūn al taukīd.
b) Qasam yang arti atau lafadz-lafadznya itu berjalan sesuai dengan uslub
qasam. Contohnya yakni pada surah Hūd ayat 119.

E. Faedah

Pada masa sebelum datangnya Islam, orang Arab sudah biasa mengucapkan sumpah
untuk meyakinkan lawan bicaranya. Namun pada saat Islam datang, sumpah itu hanya
boleh diucapkan dengan menggunakan muqsam bih-nya nama Allah agar sumpah tersebut

20
Misnawati, Aqsam al-Qur’an, (Mudarrisuna: vol. 10 no. 2, 2020), hal 17

8
dapat dipercaya dan untuk menambah keimanan kepada-Nya. Orang Mukmin itu sendiri
ketika Allah bersumpah maka mereka akan tetap membenarkan berita- berita tersebut,
maka sebaliknya bagi orang kafir kalimat sumpah dalam al- Qur'an yang ditujukan
kepada mereka itu tidak ada faedahnya.

Adapun kalimat sumpah (qasam) itu hanya boleh diucapkan ketika dalam kondisi
sebagai berikut21:

a) Hendaklah sesuatu yang disumpahkan itu adalah sesuatu yang dianggap penting.
b) Adanya keraguan dari mukhāthab (lawan bicara).
c) Adanya pengingkaran dari mukhāthab.

Abū al Qāsim al-Qusyairī mengatakan bahwa Allah bersumpah dalam al-Qur'an


untuk menyempurnakan dan memperkuat argumentasi dengan dua model, yakni
adakalanya dengan kesaksian (syahādah) dan adakalanya dengan sumpah (qasam) hingga
orang-orang kafir tidak bisa membantah argumentasi (ḫujjah) tersebut22. Adapun faedah
dari adanyan uslub qasam di dalam al-Qur'an yakni untuk menghilangkan keraguan,
melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan berita, menetapkan
hukum dengan cara-cara yang paling sempurna serta untuk menampakkan kebenaran isi
kandungan al-Qur'an itu sendiri23.

21
Misnawati, Aqsam al-Qur’an, (Mudarrisuna: vol. 10 no. 2, 2020), hal 20
22
Badr al-Din Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988M)
hal 46
23
Misnawati, Aqsam al-Qur’an, (Mudarrisuna: vol. 10 no. 2, 2020), hal 21

9
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, ada beberapa poin penting yang dapat disimpulkan.
Diantaranya ialah:

1. Kata qasam sama artinya dengan kata ḫilf , yamîn , aliyah yang mempunyai
satu makna, yaitu sumpah. Adapun qasam menurut istilah ialah sesuatu
perbuatan, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang
bersumpah, baik secara nyata atau secara keyakinan saja.
2. Menurut jumhur ulama’, unsur-unsur qasam ada tiga yaitu kata kerja (fi’il)
qasam yang disertai dengan huruf qasam, muqsam bih (media yang digunakan
untuk bersumpah), dan muqsam ‘alaih (jawaban sumpah).

َ َ‫الَ يَ ُك ْونُ ْالق‬, yang berarti


ِ َ‫س ُ ِإ اال بِا ْس ٍ ُمع‬
3. Kaidah qasam ada dua, yakni kaidah ٍ ‫ظ‬

ُ ‫اَ ْل‬
‘Muqsam bih harus selalu merupakan hal-hal yang agung’, dan kaidah ُ ‫ح ْك‬

‫علَى َم ْعنَى ك َََل ِم هللاِ بِغَي ِْر دَ ِل ْي ٍل‬ َ ‫ب هللاِ د ُْونَ قَ ِر ْينَ ٍة‬
َ ٌ ‫ فِ ْي ِه ِزيَادَة‬,‫ظاه َِرةٍ فِ ْي ِه‬ َ َ‫بِتَ ْق ِدي ٍْر ق‬,
ِ ‫س ٍ فِ ْي ِكتَا‬
yang artinya ‘Mereka-reka adanya sumpah dalam kitab Allah tanpa petunjuk
yang jelas berarti menambah-nambah makna kitab Allah tanpa dalil’.
4. Macam-macam qasam ada dua, yakni qasam zahir atau qasam sharih dan
qasam mudhmar atau qasam ghoiru sharih. Adapun qasam sharih terbagi
menjadi dua bagian, yakni isti`thāfīy dan Ghairu isti`thāfīy. Sedangkan qasam
ghoiru sharih juga terbagi menjadi dua bagian, yakni qasam yang di dalamnya
itu ada huruf lām yang diiringi oleh adāt al-syarth dan qasam yang arti atau
lafadz-lafadznya itu berjalan sesuai dengan uslub qasam.
5. Adapun faedah dari adanyan uslub qasam di dalam al-Qur'an yakni untuk
menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah,
menguatkan berita, menetapkan hukum dengan cara-cara yang paling
sempurna serta untuk menampakkan kebenaran isi kandungan al-Qur'an itu
sendiri.

10
B. Saran

Setelah membaca makalah ini, kami mohon untuk para pembaca agar dapat
memahami mengenai kaidah-kaidah qasam al-Qur’an di dalam penafsrian sebagaimana
yang telah kami jelaskan diatas. Semoga makalah ini dapat membantu menjawab
kebingungan pembaca mengenai kaidah-kaidah qasam al-Qur’an.

Disini kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan makalah


ini. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih banyak sekali kekurangannya,
dikarenakan keterbatasan bacaan dan pengetahuan yang kami dapatkan. Maka dari itu,
saran dan kritik pembaca sangatlah kami butuhkan demi kesempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

al-Qaththan, M. b. (2000M). Mabāhits fī `Ulūm al- Qur`ān. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif li


al-Nasyr wa al-Tawzi’.

al-Zarkasyi, B. a.-D. (1988M). al-Burhan fi 'Ulum al-Qur'an. Beirut: Dar al-Fikr.

Misnawati. (2020). Aqsam al-Qur'an: Gaya Bahasa al-Qur'an dalam Penyampaian Pesan.
Mudarrisuna , 1-23.

Salman Harun, d. (2017). Kaidah-Kaidah Tafsir. Jakarta: Penerbit QAF.

Shihab, M. Q. (2013). Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur'an. Tangerang: Lentera Hati.

12

Anda mungkin juga menyukai