Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TENTANG METODE TAFSIR RUHUL MA’ANI

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH: ILMU AL-QUR’AN

DOSEN PENGAMPU: AHMAD ZUHRI

DISUSUN OLEH:

SEM. V IAT B

NAMA: DIPA AHBARONI (04031920

ADE IRMA MANURUNG (0403192070)

IBRAHIM HANIF (0403192081)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang sampai detik ini menit ini jam ini
bulan ini dan tahun ini masih memberikan kesehatan, rahmat , serta hidayahnya
sehingga dapat menulis makalah ini , shalawat dan salam tak lupa kita curahkan
kepada junjungan besar kita yakni Nabi Muhammad saw suri taulan dan yang
patut kita jadikan contoh sepanjang masa dan insya’allah kita semua akan
mendapat syafaatnya di akhirat kelak amin ya rabbal’alamin.

Disini penulis ingin mengupas judul “ Metode Tafsir Ruhul Ma’ani ” judul
ini disusun dan di bahas untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah “Ilmu Al-
Qur’an”Selanjutnya, dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak luput dari
kekurangan-kekurangan dan kesilapan-kesilapan. Maka dari itu, Penulis sangat
mengharapkan saran dan kritikan yang sehat dari pembaca sekalian untuk lebih
menyempurnakan makalah ini. karna kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.
Semoga para pembaca mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Medan, 11 November 2021

Tugas Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4

A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................6

A. Biografi Imam Al-Alusi.........................................................................................6


B. Sejarah Penulisan Tafsir Ruh al Ma’ani...............................................................7
C. Karakteristik dan Metode Tafsir Ruh al Ma’ani....................................................7
D. Penilaian Ulama Terhadap Tafsir Ruh al Ma’ani..................................................8
E. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Ruh al Ma’ani...............................................11

BAB III PENUTUP.......................................................................................................12

Kesimpulan................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah Kitab Suci yang Allah turunkan kepada Nabi
Muhammad, yang dinukil secara mutawatir kepada kita, yang isinya memuat
petunjuk bagi kebahagiaan kepada orang yang percaya kepadanya. Al-Qur’an,
sebuah kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci juga diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana Lagi Maha
Tahu.1 Sekalipun turun di tengah bangsa Arab dan dengan bahasa Arab, tetapi
misinya tertuju kepada seluruh umat manusia, tidak berbeda antara bangsa Arab
dengan bangsa non Arab, atau satu umat atas umat lainnya.

Keberadaan al-Qur’an di tengah-tengah umat Islam, karena berfungsi


sebagai hudan (petunjuk), furqan (pembeda), sehingga menjadi tolok ukur dan
pembeda antara kebenaran dan kebatilan, ditambah keinginan untuk memahami
petunjuk yang terdapat didalamnya telah melahirkan beberapa metode untuk
memahami al-Qur’an.3 Bermunculanlah karya-karya tafsir4 yang beraneka ragam
yang kesemuanya berkeinginan untuk memahami apa yang terdapat didalam al-
Qur’an agar dapat membimbing dan menjawab permasalahan-permasalahan umat
manusia dimuka bumi ini.

Luasnya keanekaragaman karya-karya tafsir tidak dapat dipungkiri karena


telah menjadi fakta bahwa para penafsir pada umumnya mempunyai cara berfikir
yang berbeda-beda, sesuai dengan latar belakang pengetahuan dan orientasi
mereka dalam menafsirkan al-Qur’an. Sejarah membuktikan, perbedaan-
perbedaan yang terjadi tidak hanya dalam masalah-masalah penafsiran tapi juga
pada sisi-sisi lain dari ilmu-ilmu keislaman.

4
Terlepas dari perkembangan tafsir yang pesat, maka tidak etis jika
melewatkannya tanpa adanya kajian-kajian terhadap kitab-kitab tafsir tersebut.
Kajian terhadap kitab tafsir sangatlah perlu untuk meneliti, menggukur,
menimpang bahkan untuk mengkritik kitab tetsebut, karena kitab tafsir merupakan
produk pemikiran manusia dan tidaklah sakral. Salah satu kitab tafir yang pantas
diperhitungkan adalah kitab Ruh al-Ma’ani fi tafsir al-Quran ‘Adzim wa al-sab’i
al-Matsani karya Al-alusi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Imam al-Alusi?
2. Bagaimana sejarah penulisan tafsirRuh al-Ma’ani?
3. Bagaimana karakteristik dan metode tafsirRuh al-Ma’ani?
4. Bagaimana penilaian ulama terhadap tafsirRuh al-Ma’ani?
5. Bagaimana kelebihan dan kekurangan tafsir Ruh al-Ma’ani?

C. Tujuan Makalah
1. Memahami biografi dari Imam al-Alusi.
2. Mengetahui sejarah penulisan tafsirRuh al-Ma’ani.
3. Mengetahui karakteristik dan metodetafsirRuh al-Ma’ani.
4. Mengetahui penilaian ulama terhadap tafsirRuh al-Ma’ani.
5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir Ruh al-Ma’ani.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Imam Al-Alusi

Nama lengkap al-Alusi adalah Abu al-Tsana’ Syihabuddin as-Sayyid


Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi. Beliau adalah keturunan Imam al-Husain
dari ayahnya dan keturunan imam al-Hasan (Ibnu Ali bin Abi Thalib) dari ibunya.
Beliau dilahirkan kota Kurkh, Baghdad pada Jum’at 15 Sya’ban 1217 Hijriyah.
[1] Ia dikenal dengan nama al-Alusi, yaitu nama yang dinisbatkan kepada
kampung yang bernama Alus, yaitu suatu pulau yang terletak di tepi barat sungai
Efrat antara Syam dan Baghdad.

Sudah menjadi keharusan ulama terdahulu dan kebiasaan masyarakat Arab


Islam, bahwa setiap anak diharuskan untuk mulai belajar membaca dan menghafal
al-Qur’an. Alusi pun mulai menghafal al-Quran semenjak ia berumur lima tahun
dibawah bimbingan syekh al-Mala Husain al-Jaburi. Sejalan dengan bertambah
umurnya, ia pun terus belajar dan membaca teks-teks warisan ulama sebelumnya
di bawah bimbingan ayahnya, sehingga sebelum mencapai umur sepuluh tahun, ia
telah mempelajari beberapa cabang ilmu pengetahuan, fiqh syafi’iyah dan
hanafiyah, mantiq, dan hadits.

Pada usia muda beliau dibimbing oleh orang tuanya sendiri. Beliau juga
belajar kepada ulama-ulama besar pada masa itu yaitu diantaranya Syaikh As-
Suwaidi dan Syaikh khulaid An-Naqsyabandi. Beliau menjadi mufti madzhab
Hanafi di tahun 1248 H/ 1832 M. Ia menghayati dan mengetahui perbedaan
madzhab serta berbagai corak pemikiran dan aliran aqidah.[2] Imam al-Alusi tidak
hanya mengambil ilmu pengetahuan dibawah bimbingan orang tuanya, tetapi ia
juga berguru kepada ulama-ulama terkenal di masanya. Di antara guru yang sangat
dikaguminya adalah Syaikh ‘Alâuddin Afandi al-Maushili, sampai-sampai ia
bersama gurunya tersebut dalam waktu yang cukup lama.

6
Sebelum Imam al-Alusi mencapai umur 20 tahun, ia telah mulai
mendalami kajian tafsir al-Quran. Kemudian ketika berumur 21 tahun, ia diberi
kepercayaan oleh gurunya, syekh ‘Alauddin untuk mengajar di madrasah al-
Khotuniyah. Di samping itu juga, ia diminta oleh Haji Nu’man al-Bajah untuk
mengajar di madrasah yang dipimpinnya, hanyasaja Alusi tidak bertahan lama,
dikarenakan banyak yang tidak setujudengan dirinya. Ketika Kurkh berada
dibawah tangan Haji Amin al-Bajah, Imam al-Alusi diminta untuk memimpin
madrasah dan sekaligus menjadi imam masjid. Disamping Imam al-Alusi
mengajar di madrasah, juga mengajar dimasjid-masjid, yaitu masjid Haji al-Mala
‘Abdul Fattah, masjid al-Qomariyah, masjid Sayyidah Nafisah, dan masjid al-
Marjaniyah. Sehingga jadwal mengajarnya dalam sehari (di madrasah dan masjid)
mencapai 24 jadwal mengajar. Akan tetapi ketika ia mulai menulis tafsir al-Quran
(Ruhal-Ma’ani) dan diberi kepercayaan untuk menjadi mufti, maka jadwal
mengajarnya berkurang menjadi 13 jadwal saja.

2. Sejarah Penulisan Tafsir Ruh al-Ma’ani

Salah satu karya yang ditinggalkan Imam al-Alusi kepada kita sampai saat
sekarang ini adalah kitab tafsir yang diberi nama Ruh al-Ma’anifî Tafsr al-Quran
al-‘Adzim wa as-Sab’ al-Matsani (semangat makna dalam tafsir al-Qur’an yang
agung dan al-Fatihah). Setelah ia meninggal, kitab itu disempurnakan oleh
anaknya, as-Sayyid Nu’man al-Alusi.

Disebutkan bahwa nama kitab tafsir tersebut diberikan oleh perdana


menteri Ridha Pasya setelah al-Alusi mempertimbangkan judulnya. Kitab tafsir
Ruh al-Ma’ani ini merupakan karya Imam al-Alusi yang terbesar, karena kitab ini
berisi pandangan dari kalangan ulama salaf maupun khalaf dan juga mengandung
kesimpulan kitab-kitab tafsir sebelumnya seperti tafsir Ibnu Athiah, tafsir Ibnu
Hiban, Abu Hayyan, al-Kasysyaf, Abu al-Sa`ud, al-Baidlawi dan al-Razi.[5] Imam
al-Alusi berusaha bersikap netral dan adil ketika menukilkan tafsir-tafsir tersebut
dan selanjutnya mengemukakan komentar dan pendapatnya sendiri secara
merdeka tanpa terpengaruh pada salah satu tafsir tersebut. Ketika menukilkan

7
tafsir-tafsir terdahulu, Imam al-Alusi menggunakan beberapa istilah antara lain
“qala syaikh al-Islam” bila menukilkan dari tafsir Abu al-Sa`ud, “qala al-qadli”
bila dari tafsir al-Baidlawi, dan “qala al-imam” bila menukilkan dari tafsir al-Razi.

3. Karakteristik dan Metode Tafsir Ruh al-Ma’ani

Kitab tafsir Ruh al-Ma’ani di dalamnya terdiri dari 16 jilid dengan


rincian:jilid 1 (635 halaman), jilid 2 (272 halaman), jilid 3 (416 halaman), jilid 4
(319 halaman), jilid 5 (270 halaman), jilid 6 (238 halaman), jilid 7 (399 halaman),
jilid 8 (395 halaman), jilid 9 (431 halaman), jilid 10 (380 halaman), jilid 11 (251
halaman), jilid 12 (347 halaman), jilid 13 (206 halaman), jilid 14 (300 halaman),
jilid 15 (248 halaman), dan jilid 16 (523 halaman). Diterbitkan Beirut dengan
penerbit Dar al Kutub al Ilmiyah.
Apabila dilihat dari berbagai macam cara mufassir dalam menafsirkan al-Quran,
maka dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Quran Imam al-Alusi
menggunakan metode tahlili (analisis) dalam tafsirnya, dimana beliau
memberikan penafsiran secara terperinci, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
dari berbagai segi yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan secara
berurutan sesuai dengan mushhaf Utsmani yakni dimulai dari surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat al-Nas.Penafsiran yang mengandung metode tahlili salah
satunya pada penafsiran Beliau dalam surat al-Kahfi: 60-70.

Sedangkan apabila ditinjau dari segi sumber, kitab Tafsir Ruh al-Ma’ani
ini menggunakan pendekatan tafsir bi al-ma’tsur dan bi al-ra’yis ekaligus, atau
dengan kata lain menggabungkan antara riwayah dan dirayah, yakni pengambilan
sumber panafsirannya berasal dari ayat al-Quran itu sendiri, hadis Nabi Saw,
pendapat para sahabat dan tabi’in, serta tidak meninggalkan ra’yu-nya sendiri.
Dalam penafsirannya, Imam al-Alusi jarang menggunakan ra’yunya sendiri,
namun beliau lebih banyak menggunakan hadits dan pendapat ulama-ulama lain
dalam penafsirannya. Misalnya dalam penafsiran surat al-Baqarah: 282.

Imam al-alusi juga menggunakan metode muqarin (perbandingan). Hal ini


terlihat karena dalam memberikan penjelasan, Imam al-Alusi banyak mengutip
pendapat para ahli yang berkompeten. Seringkali ia juga memiliki pendapat
sendiri yang berbeda dengan pendapat yang dikutip. Bahkan ia kadang-kadang
juga mengomentari dan terkadang juga menganggap kurang tepat diantara
pendapat-pendapat yang disebutkannya. Melihat cara menjelaskan, tafsir Ruh al
Ma’ani digolongkan ke dalam kelompok tafsir Muqarin/Komparatif
(perbandingan).

4. Penilaian Ulama tehadap Tafsir Ruh al-Ma’ani

8
Tafsir Ruh al-Ma’ani dinilai oleh sebagian ulama sebagai tafsir yang
bercorak isyari (tafsir yang mencoba menguak dimensi makna batin berdasar
isyarat atau ilham dan ta'wil sufi) sebagaimana tafsir al-Nisaburi. Namun
anggapan ini dibantah oleh al-Dzahabi dengan menyatakan bahwa tafsir Ruh al-
Ma’ani bukan untuk tujuan tafsir isyari, maka tidak dapat dikategorikan sebagai
tafsir isyari. Al-Dzahabi memasukkan tafsir al-Alusike dalam tafsir bi al-ra’yi al-
mahmud (tafsir berdasar ijtihad yang terpuji).

Ada ulama sependapat dengan al-Dzahabi, sebab memang maksud utama


dari penulisan tafsir bukan untuk menafsirkan al-Quran berdasarkan isyarat
isyarat, melainkan menafsirkan al-Quran berdasarkan apa yangdimaksud oleh
lahirnya ayat dengan tanpa mengabaikan riwayat yang sahih. Meskipun tidak
dapat diingkari, bahwa beliau juga memberikan penafsiran secara isyari, tetapi
porsinya relatif lebih sedikit dibanding yang bukan isyari. Menentukan corak suatu
tafsir mesti berdasarkan kecenderungan yang paling menonjol dari sekian
kecenderungan.

Imam Ali al-Shabuni sendiri juga menyatakan bahwa Imam al-Alusi


memang memberi perhatian kepada tafsir isyari, segi-segi balaghah dan bayan
dengan apresiasi yang baik dan beliau lalu mengatakan bahwa tafsir al-Alusi dapat
dianggap sebagai tafsir yang paling baik untuk dijadikan rujukan dalam kajian
tafsir bi al-riwayah, bi al-dirayah dan isyarah.

Menurut al-Dzahabi dan Abu Syuhbah, tafsir Ruh al-Ma’ani merupakan


kitab tafsir yang dapat menghimpun sebagian besar pendapat para mufassir dengan
disertai kritik yang tajam dan pentarjih terhadap pendapat-pendapat yang beliau
kutip. Di samping itu, sebagaimana dikutip M. Quraish Shihab, Rasyid Ridha juga
menilai bahwa Imam al-Alusi sebagai mufassir yang terbaik di kalangan ulama
muta'akhkhirin karena keluasan pengetahuannya menyangkut pendapat-pendapat
muta’akhkhirin dan mutaqaddimin. Namun, Imam al-Alusi tidak luput dari
kritikan. Seperti tuduhan sebagai penjiplak pendapat ulama-ulama sebelumnya,
karena tidak merubah redaksi-redaksi yang dikutipnya.

9
5. Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Ruh Al-Ma’ani

Setelah menerangkan masalah metode penafsiran sebagaimana disebut di


atas, ada beberapa kelebihan yang terdapat dalam kitab tafsir ini diantaranya :

 Imam al-Alusi dalam menafsirkan ayat-ayat sangat memperihatikan ilmu-


ilmu tafsir atau ulum al-Quran seperti ilmu nahwu, balaghah,qira’at, asbab
al-nuzul, munasabah dan sebagainya.
 Al-Alusi bersikap tegas terhadap riwayat-riwayat isra’iliiyat. Sebagaimana
ketika menafsirkan surat Hud ayat 38, dalam menjelaskan lafal “al-fulk”
meriwatkan khabar israiliyat dengan menyebutkan jenis kayu untuk
membuat kapal, panjangnya, lebarnya,tingginya dan juga tempat
pembuatan kapal dan seterusnya kemudian berkomentar, “keadaan
sebenarnya dari kapal yang dikabarkan, aku rasa tidak dapat berlayar
dengannya karena tidak bebas dari aib dan kekurangan, maka lebih afdhal
mengimaninya bahwa Nabi Nuh membuat kapal sebagaimana yang telah
dikisahkan oleh Allah dalam al-Qur’an, tanpa mengetahui jenis kayunya,
pangjangnya, lebarnya,tingginya, dan lama pekerjaannya dan lain
sebagainya, karena itu tidak diterangkan oleh al-Qur’an dan hadis yang
shahih.[7]
 Menurut al-Shabuni tafsir al-Alusi adalah bahan rujukan yang terbaik
dalam bidang ilmu tafsir riwayah, dirayah dan isyarah, serta meliputi
ulama salaf maupun khalaf dan ahli-ahli ilmu.
 Dalam menjelaskan ayat-ayat hukum tidak ada kecenderungan untuk
memihak kepada suatu mazhab tertentu setelah menyebutkan beberapa
pendapat mazhab fiqih yang ada.

Disamping mempunyai beberapa kelebihan tafsir al-Alusi juga mempunyai


kekurangan antara lain :

10
 Dalam membahas masalah ketata bahasaan, terkadang al-Alusi
memberikan penjelasan secara luas. Sehingga melampaui kapasitasnya
sebagai seorang mufassir.
 Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran, al-Alusi banyak menggunakan
pendapat dari para ulama lainnya.
 Dalam pencantuman hadits, terkadang al-Alusi tidak menjelaskan tentang
kualitas hadis.

11
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Nama lengkap al-Alusi adalah Abu al-Tsana’ Syihabuddin as-Sayyid


Mahmud Afandi al-Alusi al-Baghdadi. Beliau adalah keturunan Imam al-Husain
dari ayahnya dan keturunan imam al-Hasan (Ibnu Ali bin Abi Thalib) dari ibunya.
Beliau dilahirkan kota Kurkh, Baghdad pada Jum’at 15 Sya’ban 1217 Hijriyah. Ia
dikenal dengan nama al-Alusi, yaitu nama yang dinisbatkan kepada kampung
yang bernama Alus, yaitu suatu pulau yang terletak di tepi barat sungai Efrat
antara Syam dan Baghdad.

Salah satu karya yang ditinggalkan Imam al-Alusi kepada kita sampai saat
sekarang ini adalah kitab tafsir yang diberi nama Ruh al-Ma’anifî Tafsr al-Quran
al-‘Adzim wa as-Sab’ al-Matsani (semangat makna dalam tafsir al-Qur’an yang
agung dan al-Fatihah). SetelahIia meninggal, kitab itu disempurnakan oleh
anaknya, as-Sayyid Nu’man al-Alusi.

Kitab tafsir Ruh al-Ma’ani di dalamnya terdiri dari 16 jilid. Apabila dilihat
dari berbagai macam cara mufassir dalammenafsirkan al-Quran, maka dalam
penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Quran Imam al-Alusi menggunakan metode
tahlili (analisis) dalamtafsirnya,apabila ditinjau dari segi sumber, kitab Tafsir Ruh
al-Ma’ani ini menggunakan pendekatan tafsir bi al-ma’tsur dan bi al-
ra’yisekaligus.

Tafsir Ruh al-Ma’ani dinilai oleh sebagian ulama sebagai tafsir yang
bercorak isyari (tafsir yang mencoba menguak dimensi makna batin berdasar
isyarat atau ilham dan ta'wil sufi) sebagaimana tafsir al-Nisaburi. Namun
anggapan ini dibantah oleh al-Dzahabi dengan menyatakan bahwa tafsir Ruh al-
Ma’ani bukan untuk tujuan tafsir isyari, maka tidak dapat dikategorikan sebagai
tafsir isyari. Al-Dzahabi memasukkan tafsir al-Alusi ke dalam tafsir bi al-ra’yi al-
mahmud (tafsir berdasar ijtihad yang terpuji).

12
DAFTAR PUSTAKA

Alusi, Abu al Sana Shihab al Din al Sayyid Mahmud al-, Ruh al Ma’ani Fi
Tafsiral Qur’an al Azimwa al Sab’ al Matsani, jilid 2,Beirut: Dar al Kutub
al‘Ilmiyah, 1994.

Dzahabi, Muhammad Husain al-, TafsirWa al-Mufassirūn, Juz 1, Kairo:


Dar al-Hadits, 2005.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 1. Jakarta:


IchtiarBaru Van Hoeve, 1993.

[1] Muhammad Husain adz-Dzahabiy, at-Tafsir wa al-Mufassirun


(Qahirah: Dar al-Hadits,

1426), Juz. 1. hlm. 300.

[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 1 (Jakarta:


Ichtiar Baru VanHoeve, 1993), hlm. 161.

[3] Ibid., hlm. 33.

[4] Ibid., hlm. 161

[5] Muhammad Husain adz-Dzahabiy, at-Tafsir wa al-Mufassirun(Qahirah:


Dar al-Hadits,

1426), Juz. 1. hlm. 356.

[6] Al-Alusi. Jilid 2. hlm. 185

[7] http://muhyi414.blogspot.com/2012/04/imam-al-alusi.html. Diakses 1
Oktober 2018

13

Anda mungkin juga menyukai