MAKALAH
Disusun oleh:
Assalamualaikum Wr.Wb
Syukur alhamdulillah atas rahmat dan ridho Allah swt, karena berkah pertolongannya
saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Integrasi islam dan sains dalam
perspektif al - farabi” ini tepat waktu sesuai dengan yang di inginkan mekipun susah
payah dan banyak kendala dalam proses makalah ini.
Shalawat dan salam tetap tercurah limpakan kepada junjungan kita nabi besar
rasulullah muhammad SAW, yang telah membawa kita minas shirki ilal iiman dan juga
sebagai uswatun hasanah yang telah mengajarkan pentingnya ketaladanan,kejujuran, dan,
keilmuan.
penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hubungan antara agama dan sains selalu menjadi wacana yang menarik.
Sains dalam kehidupan manusia selalu berkembang dan berubah. Sedangkan aga-
ma selalu dianggap tradisi turun-temurun yang dipertahankan oleh masyarakat ter-
tetu. Sains dan teknologi saat ini mencapai perkembangn yang sangat pesat,
bahkan seolah tidak pernah terprediksikan sebelumnya. Sains dan teknologi di bar-
at seperti mesin uap, komputer, mika-nika,dan lainnya mengalami perkembangan
pesat pada abad 17-18 sejak revolusi keilmuan terhadap otoritas keagmaan pada
abad 12-13. Sejak saat itulah sains memisahkan diri dari otoritas keagaamaan kris-
ten.
Negara-negara yang saat ini sangat berkontribusi dalam sains dan teknologi
mayoritas merupakan negara-negara barat. Hal ini sudah menjadi fakta yang em-
piris, dari segi penelitian dan akademik, fsilitas umum milik masyarakat ketertiban
umum dan lainnya selalu mengesankan orang la yang berkunjung ke tempat terse-
but, berkemangan sains juga di ikuti oleh perkembangan paradigma manusia yang
ada.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan islam dan sains dalam perspektif Al-Farabi?
2. Bagaimana makna sains menurut Al-Farabi?
3. Bagaimana Persamaan Sains dan Ilmu Agama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan islam dan sains dalam perspektif Al-Farabi
2. Untuk mengetahui makna sains menurut Al-Farabi
3. Untuk mengetahui Persamaan Sains dan Ilmu Agama
1
ii
BAB II
PEMBAHASAN
1
Al-Farabi,”Kitab al-Millah,” dalam muhsin mahdi, al-Millah wa-Nususun Ukhra (Beirut: Dar al-Mashriq,
1991). h. 46.
2
Muhsin Mahdi, al-Millah wa-Nususun Ukhra, h. 43.
3
sains, yang dalam pengertian modern yang terbatas pada ilmu fisik atau empris seperti
fisika, biologi, kimia, dan matematika, berada dalam kerangka umum ilmu rasional
atau filsafat. Ilmu-ilmu tersebut disebut ilmu teoritis yang dibedakan dengan ilmu-
ilmu praktis seperti etika, ekonomi, dan politik. Ilmu teoritis dan praktis dalam
konteks ini berada dalam kerangka filsafat atau ilmu rasional, aqliyyah. Sementara itu,
ilmu agama disebut naqliyyah.3
Dimensi lain agama adalah dimensi praktis (af’al), dimensi etis atau moral. Di-
mensi ini berkaitan dengan tindakan dan ucapan-ucapan manusia dalam menyembah-
dan memuji Tuhan; mengagungkan dunia-dunia spiritual dan malaikat; menghormati-
raja-raja utama, pemerintahan yang saleh, dan para pemimpin yang benar, serta berada
di jalan yang benar dan telah sukses di masa lalu.Demikian juga sebaliknya, yaitu
bagaimana cara mengkritisi raja-raja, pemerintahan boros, para pemimpin sesat dan
berada di jalan sesat melalui penggunaan otoritasnya sehingga masyarakat menjadi
terbelakang. Dalam kontek sini, agama menjelaskan tentang tindakan manusia sehari-
hari hubungannya dengan dirinya, sesamanya, dan juga lingkungan dalam kerangka-
keadilan.
Kebenaran agama yang diyakini oleh manusia, secara umum, diperoleh melalui
dua cara; melalui dirinya atau pengetahuan primer (ilm awwal), dan melalui penge-
tahuan demonstrasi (burhan). Jika agama yang dianut manusia tidak memiliki keya-
kinan baik melalui pengetahuan primer atau melalui pengetahuan demonstrasi, maka
agama tersebut disebut agama sesat (millahdalalah).4
3
Penyebutan sains dalam tulisan ini adalah satu tarikan dengan kata filsafat. Oleh karena itu, kata sains dan
filsafat digunakan secara bergantian atau secara bersama-sama.
4
Muhsin Mahdi, al-Millah wa-Nususun Ukhra, h. 45-46
5
Charles E. Butterworth, Al-Farabi the Political Writings:Selected Aphorisms and Other Texts (Ithaca dan
London : Cornell University Press, 2001), h. 3-67.
4
hasil buatan dan usaha manusia. Dengan sains seperti ini seseorang dapat menentukan
apa saja bagian-bagiannya dan bagaimana cara untuk menentukan entitas-entitas ter-
sebut benar secara pasti, universal, dan memiliki premis-premis primer yangdapat
diketahui dan digambarkan oleh akal secara pasti.
Secara umum, Al-Farabi membagi sains pada dua bagian; teoritis dan praktis.6
Sains teoritis adalah pengetahuan manusia tentang suatu realitas atau wujud yang ma-
na manusia tidak dapat merubah dan memindahkan wujud tersebut. Sebaliknya, sains
praktis adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat membedakan realitas dan-
dapat merubah serta memindahkannya.
Sesuai dengan definisi sains itu sendiri yaitu mengetahui segala sesuatu se-
bagaimana mestinya, maka objek sains teoritis adalah semua realitas. Adapun objek
kajian sains praktis adalah tindakan-tindakan manusia. Pembagian sains pada teoritis
dan praktis sejalan dengan pembagian potensi akal yang dimiliki manusia,yaitu akal
teoritis dan akal praktis7, dan juga macam-macam realitas wujud yang menjadi objek-
pengetahuan.
Karakteristik utama sains ini adalah adanya kemestian dan kebenaranmengenai
wujud secara universal dan tidak mungkin tidak ada. Menurut istilah Ikhwan al-Safa,
ilmu adalah konsepsi tentang wujud berdasarkan pada hakikat dan kebenaran wujud.
Ilmu ini berhubungan dengan wujud yang tidak berubah-ubah.Artinya, jika ada wujud
yang berubah, misalnya hari ini ada di suatu tempat dan besok berpindah ketempat
yang lain atau sekarang benar dan besok salah, maka objek atau wujud seperti itu tid-
ak termasuk pada bagian dari sains hakiki atau sains sejati. 8
Demikian juga, dalam kitabnya, Tahsil al-Sa’sadah, ketika menjelaskan tentang
keutamaan pengetahuan teoritis (al-fada‟ilal-nazariyah) Al-Farabi menyebutkan bah-
wa sains atau ilmu adalah pengetahun yang memiliki tujuan utama untuk menjadikan
semua realitas (al-mawjudat) dapat dimengerti secara jelas (mutayaqqinan). Ilmu ini
diperoleh dan dimiliki manusia sejak awal tanpa dirasakan dan tidak diketahui
darimana dan bagaimana cara memperolehnya. Pengetahuan semacam ini,menurut
Al-Farabi,adalah pengetahuan pertama (al-ulum al-awwal). Pengetahuan ini masuk-
kepada bagian dari pengetahuan teoritis dan marupakan salah satu bagian yang harus
dimiliki oleh setiap manusia dan masyarakat jika ingin memperoleh kebahagiaandi
6
Muhsin Mahdi,Al-Farabi’s Philosophy of Plato and Aristotle, h.72-73
7
Charles E. Butterworth, Al-Farabi the Political Writings:Selected Aphorisms and Other Texts, h.28.
8
Al-Farabi, Fusul Muntaza’ah, h.13.
5
dunia maupun setelahnya. Menurut al-Farabi, ada empat kemampuan yang harus di-
miliki oleh setiap manusia dan masyarakat jika ingin memperoleh kebahagiaan di
dunia dan kehidupan setelahnya, yaitu pengetahuan teoritis (theoriticalvirtues), ke-
mampuan intellectual (deliberativevirtues), akhlak (moral virtues), dan kemampuan
praktis (practicalart).
9
Ibrahim ‘Ati,al-Insan fi al-Falsafah al-Islamiyyah:Namudhaj al-Farabi (Alexandrina: al-Hay’ah al-
Misriyyah al-‘Amah li-Alkitab: 1993), h. 66, 80-81.
6
dengan filsafat alam. Cara lain adalah melalui perenungan dan analisa mengenai
esensi wujud, misalnya, analisa mengenai pembagian wujud kepada dua bagian;
wujud aktual dan wujud potensial. Wujud aktual ada dengan sendirinya, tanpa awal
dan tanpa akhir. Ia adalah asal dari segala sesuatu. Tidak ada sebab bagi
keberadaannya. Adapun wujud potensial adalah eksistensinya membutuhkan pada
sesuatu yang lain. Inilah yang dikenal dengan alasan secara mutlak.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sains dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan dari bahasa inggris yaitu
science. Kata science berasal dari kata latin scire yang artinya adalah menge-
tahui. Secara bahasa science berarti keadaan atau fakta mengetahui dan sering
diambil dalam arti mengetahui (knowledge) yang sering dibedakan dengan intui-
si dan kepercayaan. Belajar sesuatu yang menarik karena sebagai makhluk indi-
vidu Dan makhluk sosial manusia selalu berusaha mengetahui sesuatu yang be-
rada dalam lingkungannya untuk menunjukkan eksistensi kemanusiaannya. Bela-
jar sebagai suatu aktivitas dalam mencari ilmu mesti didasarkan atas prinsip-
prinsip tertentu, yang meliputi prinsip motivasi, prinsip ulangan, prinsip per-
hatian, prinsip peragaan, dan prinsip aktivitas. Dengan kata ini belajar merupa-
kan sesuatu aktivitas yang di kerjakan dalam rangka memperoleh ilmu penge-
tahuan.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya kritik dan saran kami butuh-
kan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap pula pembaca dan mempela-
jari Yang Efektif pada referensi lain agar wawasan dan pemahamannya lebih luas,
serta kami berharap dengan makalah ini bisa menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang proses bimbingan kelompok tahap awal dan pembaca bisa
membedakan karakteristik tahap awal dengan tahap lainnya.
8
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farabi,”Kitab al-Millah,” dalam muhsin mahdi, al-Millah wa-Nususun Ukhra (Beirut: Dar al-Mashriq,
1991).
Butterworth,Charles E., Al-Farabi the Political Writings:Selected Aphorisms and Other Texts
Butterworth, Charles E. ,Al-Farabi the Political Writings:Selected Aphorisms and Other Texts (Ithaca dan
London : Cornell University Press, 2001)
Penyebutan sains dalam tulisan ini adalah satu tarikan dengan kata filsafat. Oleh karena itu, kata sains dan
filsafat digunakan secara bergantian atau secara bersama-sama.