Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan


manusia, baik sosial, ekonomi, budaya dan polotik, mengharuskan individu untuk
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti.
Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya
sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak
problem. Tidak semua orang ,mampu beradaptasi, akibatnya adalah individuinbdividu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian
dibutuhkan cara efektif untuk mrngatasinya.
Berbicara masalah solusi, kini muncul kecendrungan masyarakat untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran islam
muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah yang maha pencipta. Peluang dalam menangani
problema ini semakin terbentang luas diera modern ini. Tulisan ini berangkat dari
sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan
perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan
cenderung berorientasi pada materirialistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan
kemajuan IPTEK di segala bidang. Kondisi ini ternyata tidak selamanya
memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan (the age of
anxienty). Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang
memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak
berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat modern kini
sangat

mendewa-dewakan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi,

sementara

pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan


hidup dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan
bergaya hidup hedonis dari pada memikirkan agama yang dianggap tidak
memberikan peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian

yang tumpul penglihatannya terhadap realitas hidup dan kehidupan. Kemajuankemajuan yang terjadi telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan, baik
sosial, ekonomi budaya dan politik. Kondisi ini mengharuskan individu untuk
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti.
Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya
sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak
problem. Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerahdaerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga kondisi
tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat.
Padahal tidak semua orang mampu untuk itu. Akibatnya yang muncul
adalah individu-individu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik,
dengan demikian dibutuhkan cara efektif untuk mengatasinya. Berbicara masalah
solusi, kini muncul kecenderungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi
solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada
Allah yang Maha Pencipta. Selain itu berkembang pula kegiatan konseling yang
memang bertujuan membantu seseorang menyelesaikan masalah. Karena semua
masalah pasti ada penyelesaiannya serta segala penyakit pasti ada obatnya.
Peluang tasawuf dalam menangani penyakit-penyakit psikologis atas segala
problem manusia, semakin terbentang lebar di era modern ini. Maka dari itu,
penulis mencoba untuk mengulas sedikit tentang Tasawuf di Era Modern.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tasawuf di era modern?
2. Bagaimana problematika masyarakat di era modern ?
3. Apa pentingnya tasawuf bagi kehidupan di era modern?
4. Bagaimana cara melakukan revitalisasi tasawwuf di Abad modern?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tasawuf di era modern.
2. Memahami problematika masyarakat di era modern .
3. Mengetahui pentingnya tasawuf bagi kehidupan di era modern.
4. Mengatahui cara melakukan revitalisasi tasawwuf diaAbad modern.

D. Manfaat Penulisan
Memberikan bahan, pengalaman dan gambaran khususnya tentang tasawuf
di era modern, serta bisa dijadikan sebagai pembanding untuk penulisan makalah
selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tasawuf Di Era Modern

Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara pandang yang


rasional sesuai dengan nalar normatif dan nalar humanis-sosiologis. Kepekaan
sosial, lingkungan (alam) dan berbagai bidang kehidupan lainnya adalah bagian
yang menjadi ukuran bahwa tasawuf di era modern itu tidak sekedar pemenuhan
spiritual, akan tetapi lebih dari itu yaitu mampu membuahkan hasil bagi yang ada
di bumi ini.
Menurut Bagir, tasawuf itu bukan barang mati. Sebab tasawuf itu
merupakan produk sejarah yang seharusnya dikondisikan sesuai dengan tuntutan
dan perubahan zaman. Penghayatan tasawuf bukan untuk diri sendiri, seperti yang
kita temui di masa silam. Tasawuf di era modern adalah alternatif yang
mempertemukan jurang kesenjangan antara dimensi ilahiyah dengan dimensi
duniawi. Banyak orang yang secara normatif (kesalehan individu) telah
menjalankan dengan sempurna, tetapi secara empiris (kesalehan sosial) kadangkadang belum tanpak ada. Dengan demikian lahirnya tasawuf di era modern
diharapkan menjadi tatanan kehidupan yang lebih baik.

1. Memahami Dunia Tasawuf

Tasawuf pada dasarnya merupakan jalan atau cara yang ditempuh oleh
seseorang untuk mengetahui tingkah laku nafsu dan sifat-sifat nafsu, baik yang
buruk maupun yang terpuji. Karena itu kedudukan tasawuf dalam Islam diakui
sebagai ilmu agama yang berkaitan dengan aspek-aspek moral serta tingkah laku
yang merupakan substansi Islam. Dimana secara filsafat sufisme itu lahir dari
salah satu komponen dasar agama Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Kalau iman

melahirkan ilmu teologi (kalam), Islam melahirkan ilmu syariat, maka ihsan
melahirkan ilmu akhlaq atau tasawuf. (Amin Syukur, 2002:112).
Meskipun dalam ilmu pengetahuan wacana tasawuf tidak diakui karena
sifatnya yang Adi Kodrati, namun eksistensinya di tengah-tengah masyarakat
membuktikan bahwa tasawuf adalah bagian tersendiri dari suatu kehidupan
masyarakat; sebagai sebuah pergerakan, keyakinan agama, organisasi, jaringan
bahkan penyembuhan atau terapi. (Moh. Soleh, 2005: 35)
Tasawuf atau sufisme diakui dalam sejarah telah berpengaruh besar atas
kehidupan moral dan spiritual Islam sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama
kurun waktu itu tasawuf begitu lekat dengan dinamika kehidupan masyarakat luas,
bukan sebatas kelompok kecil yang eksklusif dan terisolasi dari dunia luar. Maka
kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat diperlukan, guna membimbing
manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa juga untuk orang-orang yang
semula hidupnya glamour dan suka hura-hura menjadi orang yang asketis (Zuhud
pada dunia). Proses modernisasi yang makin meluas di abad modern kini telah
mengantarkan hidup manusia menjadi lebih materealistik dan individualistic.
Perkembangan industrialisasi dan ekonomi yang demikian pesat, telah
menempatkan manusia modern ini menjadi manusia yang tidak lagi memiliki
pribadi yang merdeka, hidup mereka sudah diatur oleh otomatisasi mesin yang
serba mekanis, sehingga kegiatan sehari-hari pun sudah terjebak oleh alur rutinitas
yang menjemukan. Akibatnya manusia sudah tidak acuh lagi, kalau peran agama
menjadi semakin tergeser oleh kepentingan materi duniawi (Suyuti, 2002: 3 - 5).
Menurut Amin Syukur, tasawuf bagi manusia sekarang ini, sebaiknya
lebih ditekankan pada tasawuf sebagai akhlak, yaitu ajaran-ajaran mengenai moral
yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh
kebahagiaan optimal. Tasawuf perilaku baik, memiliki etika dan sopan santun
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun terhadap Tuhannya (Syukur,
2003:3).
Menurut Omar Alishah, yang menjadi salah satu ajaran penting dalam
tasawuf adalah pemahaman tentang totalitas kosmis, bumi, langit, dan seluruh isi
dan potensinya baik yang kasar mata maupun tidak, baik rohaniah maupun

jasmaniah, pada dasarnya adalah bagian dari sebuah sistem kosmis tunggal yang
saling mengait, berpengaruh dan berhubungan. Sehingga manusia mempunyai
keyakinan bahwa, penyakit atau gangguan apapun yang menjangkiti tubuh kita
harus dilihat sebagai murni gejala badaniah ataupun kejiwaan manusiawi,
sehingga seberapapun tingkatan keparahannya akan tetap dapat ditangani secara
medis (medical care) (Alishah, 2002:11).
Pendapat Alishah tersebut senada dengan apa yang dijelaskan oleh Allah
SWT dalam al-Quran, bahwa setiap kali terjalin komunikasi dengannya
seseorang akan memperoleh energi spiritual yang menciptakan getaran-getaran
psikologi pada aspek jiwa raga, ibarat curah hujan membasahi bumi yang
kemudian menciptakan getaran-getaran duniawi dan menyebabkan tanaman
tumbuh subur. Sesuai dengan firman Allah yang tertera dalam QS. Al-Hajj: 5




)5 : (


Artinya : ketika kami turunkan hujan di atasnya ia pun bergerak dan subur
mengembang menumbuhkan berbagai tanaman indah (berpasang-pasangan) (QS;
Al-Haj: 5).

2. Tasawuf Sebagai Terapi


Omar Alishah dalam bukunya Tasawuf Sebagai Terapi menawarkan
cara Islami dalam pengobatan gangguan kejiwaan yang dialami manusia, yaitu
dengan cara melalui terapi sufi. Terapi tasawuf bukanlah bermaksud mengubah
posisi maupun menggantikan tempat yang selama ini di dominasi oleh medis,
justru cara terapi sufi ini memiliki karakter dan fungsi melengkapi. Karena terapi
tasawuf merupakan terapi pengobatan yang bersifat alternatif. Tradisi terapi di
dunia sufi sangatlah khas dan unik. Ia telah dipraktekkan selama berabad-abad
lamanya, namun anehnya baru di zaman-zaman sekarang ini menarik perhatian
luas baik di kalangan medis pada umumnya, maupun kalangan terapis umum pada
khususnya. Karena menurut Omar Alisyah, terapi sufi adalah cara yang tidak bisa

diremehkan begitu saja dalam dunia terapi dan penanganan penyakit (gangguan
jiwa), ia adalah sebuah alternatif yang sangat penting. (Alishah, 2004;5)
Tradisi sufi (tasawuf) sama sekali tidak bertujuan mengubah pola-pola
terapi psikomodern dan terapi medis dengan terapi sufis yang penuh dengan
spiritual, sebaliknya apa yang dilakukan Omar justru melengkapi dan membatu
konsep-konsep terapi yang telah ada dengan cara mengoptimalkan peluang
kekuatan individu seseorang untuk menyembuhkan dirinya, beberapa teknik yang
digunakan Omar Alishah dalam upaya terapeutik yang berasal dari tradisi-tradisi
tasawuf antara lain yaitu tehnik transmisi energi dan tehnik metafor (Alishah,
2002:151).
Dengan demikian, terapi tasawuf atau sering juga disebut dengan
penyembuhan sufis adalah penyembuhan cara islami yang dipraktekkan oleh para
sufi ratusan tahun lalu. Prinsip dasar penyembuhan ini adalah bahwa kesembuhan
hanya datang dari Allah Yang Maha penyembuh, sedangkan para sufi sebagai
terapis hanya bertindak sebagai perantara.(Najar, 2004: 195).

B. Problematika Masyarakat Modern

Masyarakat modern memiliki sikap hidup materialistik (mengutamakan


materi), hedonistik (memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat),
totaliteristik (ingin menguasai semua aspek kehidupan) dan hanya percaya kepada
rumus-rumus pengetahuan empiris saja serta sikap hidup positivistis yang
berdasarkan kemampuan akal pikiran manusia tampak jelas menguasai manusia
yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada diri orang-orang yang
berjiwa dan bermental seperti ini, ilmu pengetahuan dan teknologi modern
memang sangat mengkhawatirkan, karena mereka yang akan menjadi penyebab
kerusakan di atas permukaan bumi, sebagaimana Firman Allah Swt.

dalam surat ar-Rum ayat 41 :





Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia; Allah Menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Dari sikap mental seperti di atas, kehadiran ilmu pengetahuan dan


teknologi

telah

melahirkan

sejumlah

problematika

masyarakat

modern.

Promblematika yang muncul antara lain :


1.

Penyalahgunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ikatan spriritual


terlepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi, akibatnya kemampuan
membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan menjajah bangsa lain.

2.

Pendangkalan Iman. Lebih mengutamakan keyakinan kepada akal pikiran


dari pada keyakinan religius.

3.

Desintegrasi Ilmu Pengetahuan. Adanya spesialisasi di bidang ilmu


pengetahuan, masing-masing ilmu pengetahuan memliki paradigma sendiri
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

4.

Pola Hubungan Materialistik. Memilih pergaulan atau hubungan yang


saling menguntungkan secara materi.

5.

Menghalalkan segala cara. Dalam mencapai tujuan mengenyampingkan


nilai-nilai ajaran agama.

6.

Kepribadian yang terpecah (split personality). Karena kehidupan manusia


modern dibentuk oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering dari nilainilai spiritual dan terkotak-kotak, akibatnya manusia menjadi pribadi yang
terpecah. Jika proses keilmuan yang berkembang tidak berada di bawah
kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia akan terus
berjalan. Dengan demikian, semua kekuatan yang lebih tinggi untuk
meningkatkan derajat kehidupan manusia akan hilang, sehingga tidak

hanya kehidupan saja yang mengalami kemerosotan, tetapi juga tingkat


kecerdasan dan moral.
7.

Stress dan Frustasi. Jika tujuan tidak tercapai, sering berputus asa bahkan
tidak jarang yang depresi.

8.

Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan. Jika kontrol nilai-nilai agama
telah terlepas dari kehidupan, maka manusia tidak lagi punya harga diri
dan masa depan.

Eric Fromm mengatakan bahwa, karakter masyarakat modern diwarnai


oleh orientasi pasar, di mana keberhasilan seseorang tergantung kepada sejauh
mana nilai jualnya di pasar. Masyarakat modern bagaikan penjual dirinya
sekaligus sebagai komunitas yang siap dijual di pasar. Oleh karena itu
penghargaan atas diri manusia itu ditentukan oleh nilai jualnya di pasar, akibatnya
setiap orang termotivasi untuk berjuang keras menjadi pekerja sukses dan kaya,
demi penegasan atas keberhasilannya. Kemakmuran melambangkan tingginya
nilai jual, sementara kemiskinan dimaknai sebaliknya.
Kebaikan, kejujuran, kesetiaan pada kebenaran dan keadilan sudah bagai
tidak bernilai jika tidak memberikan manfaat untuk kesuksesan dan kemakmuran.
Jika kondisi ekonomi seseorang tidak makmur, maka dinilai sebagai orang yang
belum sukses, bahkan gagal dalam kehidupan. Keadaan seperti ini menandakan
masyarakat modern, masyarakat yang mengalami keterasingan (aliensi), mereka
tidak lagi berpijak kepada kualitas kemanusiaan, melainkan berpatokan kepada
keberhasilan dalam mencapai kekayaan materi.
Kondisi ini memalingkan kesadaran manusia sebagai makhluk termulia.
Keutamaan dan kemuliaan menyatu dengan kekuatan kepribadian, tidak
bergantung pada sesuatu yang ada di luar dirinya. Oleh karena itu masyarakat
modern mengalami depersonilisasi kehampaan dan ketidakbermaknaan hidup.
Keberadaannya tergantung kepada pemilikan dan pengasaan symbol kekayaan,
keinginan mendapatkan harta yang berlimpah melampaui komitmennya terhadap
solidaritas sosial. Hal ini didorong oleh pandangan bahwa orang yang banyak
harta merupakan manusia unggul.

C. Pentingnya Tasawuf Bagi Kehidupan di masa Modern

Tasawuf merupakan bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah


SWT. Imam Al-Junaidi mengartikannya berakhlak mulia dan meninggalkan
semua akhlak tercela. Zakaria Al-Anshari berpendapat, tasawuf merupakan ilmu
tentang kebersihan jiwa, perbaikan budi pekerti, serta pembangunan lahir dan
batin guna memperoleh kebahagiaan abadi.
Jika fiqih bertujuan untuk memperbaiki amal, memelihara aturan syari,
dan menampakkan hikmah dari setiap hukum, maka tasawuf bertujuan
memperbaiki hati dan memfokuskannya hanya kepada Allah SWT. Orang yang
ahli fiqih disebut faqih, jamaknya fuqoha'. Sedangkan ahli atau praktisi tasawuf
biasa diartikan dengan sufi.
Tasawuf terkadang sulit dijelaskan kepada orang-orang yang selalu
mengedepankan logika dan pragmatisme. Tasawuf lebih merupakan ilmu
personal. Dalam arti, tasawuf sulit dikenal dan dipahami bagi orang yang tidak
mengalaminya. Dengan kata lain, ilmu ini harus dialami sendiri jika ingin
memahaminya. Ibarat mengajarkan manisnya gula, tidak mungkin memberikan
penjelasan tanpa mencicipinya.
Dalam aspek spiritual, masyarakat modern senantisa terbuai dalam situasi
keglamoran, mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan
mereka meninggalkan pemahaman agama, hidup dalam sikap sekuler yang
menghapus visi keilahian. Hilangnya visi keilahian tersebut mengakibatkan
kehampaan spiritual dan dan manusia jauh dari Tuhan YME, meninggalkan
ajaran-ajaran yang dimuat dalam dogma Agama. Akibatnya, maka dalam
kehidupan masyarakat modern sering dijumpai banyak orang yang merasa gelisah,
tidak percaya diri, stress dan tidak memiliki pandangan hidup. Kegelisaan hidup
mereka sering disebabkan karena takkut kehilangan apa yang mereka miliki. Rasa
khawatir terhadap masa depan yang tidak dapat dicapai sesuai dengan harapan,
daya saing yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan akibat adanya
banyak pelanggaran yang dilakukan.

10

Sedangkan dalam aspek etika, masyarakat modern mengalami krisis moral


yang berkepanjangan. Masyarakat modern seringkali menampilkan sifat-sifat
yang tidak terpuji dan menyimpang dengan norma-norma yang berlaku, baik
norma agama, adat istiadat maupun norma hukum.
Di dalam beberapa dasawarsa terakhir yang dirasakan penuh dengan krisis,
kiranya tujuan dakwah Islamiyah ini semakin penting dan perlu mendapatkan
sorotan khusus dunia dakwah. Para kritisi Barat mengemukakan bahwa sekurangkurangnya sekarang ini di dunia pasca-modern mengalami lima krisis,
diantaranya:
1)

Krisis identitas, di mana manusia sudah mulai kehilangan kepribadian


dan bentuk dirinya.

2)

Krisis legalitas, di mana manusia telah mulai kehilangan penentuan


peraturan untuk diri dan masyarakatnya.

3)

Krisis penetrasi, di mana manusia telah banyak kehilangan pengaruh


yang baik untuk diri dan masyarakatnya, penuh dengan polusi fisik dan
mental.

4)

Krisis partisipasi, di mana manusia telah kehilangan kerjasama, selalu


individualistis.

5)

Krisis distribusi, di mana manusia dihantui oleh tidak adanya keadilan


dan pemerataan incomemasyarakat.
Dari berbagai macam krisis moral inilah, kami menyimpulkan bahwa

tasawuf sangat penting bagi kehidupan masyarakat modern. Disamping untuk


membangun jiwa spiritual, tasawuf juga memiliki urgensi individu yang sangat
penting bagi pelaksananya.
Tasawuf berperan melepaskan kesengsaraan dan kehampaan spiritual
untuk memperoleh keteguhan dalam mencari Tuhan. Karena intisari ajaran
tasawuf bertujuan memperoleh hubungan langsung dan didasari dengan Tuhan,
sehingga seseorang dengan kesadarannya berada di hadirat-Nya merasa terlepas
dari kegundahan dan kesedihan. Adapun ajaran tasawuf yang paling mendasar dan
dapat dijadikan sebuah solusi dalam mengatasi problematika kehidupan , yaitu
dengan mengadakan intropeksi diri atau dalam bahasa tasawuf dikenal

11

dengan muhasabahterhadap diri sendiri, baik kaitannya dengan masalah-masalah


horisontal dan mengembangkan individu yang berkehidupan dengan akhlak dan
bertasawuf. Upaya tersebut akan melahirkan ketahanan diri serta terhindar dari
kemungkinan pelencengan kepribadian. Hasil dari sikap ini adalah sikap rendah
hati dan tidak arogan.

D. Revitalisasi Tasawuf di Abad Modern


Tasawuf perlu diperkenalkan semula kepada masyarakat dengan
pendekatan yang baru. Pendekatan yang menumpukan pada substansi dan
bukannya bentuk (form). Pendedahan yang apresiatif sekaligus kritis perlu
diperkenalkan kepada para pendidik. Tidak seperti ilmu Syariah lainnya, tasawuf
adalah ilmu yang mengalami perkembangan yang luas dan terkadang tidak
terkawal. Dalam menggambarkan hal ini, al-Attas (2006:96) mengatakan bahwa
seseorang itu mesti dapat membedakan antara aspek positif tasawuf daripada
aspek negatifnya. Menurutnya aspek negatif tasawuf sebenarnya tidak merujuk
kepada tasawuf yang sebenar. Al-Attas (2001: 96) mendefinisikan tasawuf
sebagai pengamalan Syariah dalam maqam ihsan. Baginya tasawuf membentuk
dimensi ruhani Islam di mana organ yang digunakan juga adalah organ spiritual
(fuad, qalb). Dimensi dalaman ini menuntut seseorang pergi lebih jauh daripada
sekedar pengamalan luaran.
Muhammad al-Ghazzali (tt: 103) juga telah mencoba melakukan tajdid
terhadap tasawuf. Persoalan utama yang ingin diatasi olehnya adalah bagaimana
mengeluarkan tasawwuf dari gua pertapaan sehingga ia dapat menjadi kekuatan
yang menggerakkan. Muhammad al-Ghazali (tt:104) menjelaskan bahawa konsep
ihsan yang ditekankan dalam hadist tidak seharusnya dibatasi pada ibadah khusus
saja. Hadist lain menuntut bahwa Allah Swt. mewajibkan hambanya berlaku ihsan
pada setiap perkara yang dilakukan.
Berangkat daripada hadist ini Muhammad al-Ghazali (tt: 105) mengatakan
adalah tanggungjawab setiap Muslim untuk memastikan segala tindakannya,
pekerjaan yang dipilihnya, bidang yang digelutinya dilakukan dengan sebaik
mungkin untuk menjamin kualitas dan tahap kecemerlangan yang tertinggi.

12

Bahkan menurutnya, pelaksanaan fardu kifayah tersebut akan menentukan setiap


Muslim dapat melaksanakan fardu ain. Dengan demikian tidak ada alasan umat
Islam ketinggalan dalam bidang sains, teknologi, militer, ekonomi dsb. Kerena
apabila wujud sikap untuk berbuat yang terbaik (ihsan) dalam melakukan setiap
perkara maka umat Islam tidak akan ketinggalan dan mundur seperti sekarang ini
(Muhammad al-Ghazali, tt:106)
Di Nusantara, telah muncul seorang ilmuwan besar yang telah mencuba
untuk memurnikan ajaran tasawwuf. Hamka (2005:21) menyadari bahawa
perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia Islam umumnya telah dipengaruhi
oleh ajaran tasawwuf yang menyeleweng. Dalam menanggapi hal ini antara lain
Hamka mengatakan:
Di dalam zaman kekacauan pikiran, lantaran kurang baiknya ekonomi,
sosial dan politik; kerapkali timbul kerinduan ummat hendak melepaskan fikiran
dari pengaruh kenyataan, lalu masuk ke dalam daerah khayalan Tasauf.
Menurut Hamka (2005:153), orang pertama yang menyerukan tajdid
tasawuf di Nusantara adalah Ahmad Khatib bin Abdul-Latif al-Minangkabawi
yang mengajar di Mekah. Beliau telah menentang keras amalan-amalan ahli
tariqat terutamanya tariqat al-Naqshbandiyyah yang menghadirkan guru-guru
tariqat ketika permulaan suluk. Menurut ulama ini perbuatan seperti itu adalah
syirik. Sebagai kesimpulan Hamka menyarankan agar tasawuf dikembalikan
kepada pokok pangkalnya yaitu Tauhid.
Perlu dijelaskan bahwa dalam seseorang itu mempelajari tasawuf di abad
modern ini tidak semestinya bertariqat. Karena tasawuf tidak hanya tertumpu pada
zikir, suluk, mujahadah, salasilah dan kuantiti ibadah khusus yang banyak tetapi
yang lebih penting adalah pemahaman dan penghayatan terhadap hakikat ajaran
tasawuf. Hakikat tasawuf ialah hidupnya hati nurani dan jiwa manusia yang
senatiasa sadar akan hakikat dirinya, dan hakikat ketuhanan dalam setiap amal
perbuatannya (Hamka, 2005: 17). Seorang sufi melihat segalanya berasal daripada
Allah Swt, dengan kuasa Allah Swt. dan akan kembali kepada Allah Swt. Seorang
sufi tidak terpikir untuk melepaskan dirinya dari tunduk kepada Syariah, justru dia

13

akan sentiasa memelihara diri daripada perkara-perkara yang ditegah oleh


Syariah.
Hasan Al-Banna (dalam Hawwa: tt: 116), pengasas al-Ikhwan alMuslimin, memperkenalkan sistem usrah untuk menjadikan tarbiyyah ruhiyyah
sebagai asas pembangunan pejuang dakwah. Jelas sekali bahwa Ia melakukan
penggabungan antara tasawwuf dan fiqh al-harakah. Tasawwuf tidak menjadi
tujuan tetapi alat untuk membentengi diri dan memperkuat barisan. Tasawwuf
yang ingin diketengahkan di sini bertujuan untuk meningkatkan kerohanian dan
mendidik jiwa para dai sebelum mereka berperanan sebagai pembimbing
masyarakat. Sebagai seorang dai tasawwuf dapat menjadi sumber kekuatan,
semangat dan daya juang yang sangat diperlukan dalam penyebaran dakwah.

E.Metode Pembinaan Akhlak Tasawuf di Zaman Modern

Akhlak tasawuf adalah ilmu yang sangat berguna untuk membentuk


manusia yang humanis dengan moral yang tinggi. Ada beberapa metode dan
pembinaan akhlak tasawuf modern yang telah dikenal masyarakat. Antara lain :
1.

Metode Manajemen Qolbu


Manajemen qolbu atau manajemen menata hati bertujuan membentuk

manusia berhati ikhlas, berpandangan positif, dan selalu menata hati berdasarkan
keimanan kepada Allah Swt. Pelopor manajemen qolbu adalah K.H.Abdullah
Gymnastiar (Aa Gym). Hal yang diajarkan oleh Aa Gym tidak jauh beda dengan
para ulama terdahulu, namun dia mampu mengemas secara apik dalam konteks
kemodernan sehingga penyampaikan pesan-pesan manajemen qolbu secara
ringan,sederhana, dan mudah ditangkap berbagai kalangan masyarakat.
Menurut Aa Gym, ilmu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak
maksiat. Menurutnya, kalau hati kita bersih, maka ia ibarat gelas bersih yang siap
diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi isi gelas.
Dengan manajemen qolbu yang benar, maka kita akan memperoleh hati yang
selalu bercahaya. Untuk memperoleh hati yang bersih dan bercahaya, kita harus

14

menata hati, memperindah hati, dan menghidupkan hati nurani dengan cara
menjaga pandangan, menjaga lisan, memelihara perut, dan memilih pergaulan.
2.

Metode Zikir
Metode zikir dikembangkan oleh K.H. Arifin Ilham. Hal yang dilakukan

oleh Arifin Ilham sebenarnya telah dikembangkan oleh para ulama terdahulu,
terutama oleh para ahli tasawuf dan para sufi.

3.

Metode Nasyid
Manusia modern, khusunya kaum muda sangan gemar dengan dunia

hiburan, terutama musik. Untuk itu, diperlukan musik alternatif yang bermutu
untuk membina keimanan dan akhlak kaum muda. Nasyid adalah salah satu musik
alternatif modern yang sehat. Munculnya nasyid di Indonesia dimulai oleh grup
Qatrul Nada, nasyid dari jamaah Darul Arqam, yang penyebarannya dilarang di
Indonesia. Salah satu grup nasyid di indonesia adalah The Fikr, grup nasyid yang
diasuh oleh Aa Gym. Berikut salah satu syair lagunya :
Mencintai dicintai firah manusia
Setiap insan di dunia akan
Merasakannya
Indah ceria kadang merana
Itulah rasa cinta
Berlindunglah pada Allah dari cinta palsu
Melalaikan manusia hingga berpaling dari-Nya
Menipu daya dan melenakan
Sadarilah wahai kawan
Cinta adalah karunia-Nya
Bila dijaga dengan sempurna
Resah menimpa gundah
Menjelma jika cinta
Tak dipelihara
Cinta pada Allah, cinta yang hakiki
Cinta pada Allah, cinta yang sejati

15

Bersihkan diri gapailah cinta


Cinta ilahi
Utamakanlah cinta pada-Nya
Terjagalah amalan kita
Binalah slalu cinta ilahi
Hidup kita kan bahagia

4.

Metode Mabit
Mabit (Malam Bina Iman dan Taqwa) pertama kali di Masjid PUSDAI

Bandung. Kegiatan mabit dimulai dengan shalat maghrib berjamaah, tadarus AlQuran sampai waktu isya, lalu salat isya berjamaah, kemudian diadakan diskusi,
bedah buku, atau ceramah sampai pertengahan malam lalu istirahat/tidur. Pada
sepertiga malam terakhir, para jamaah dibangunkan untuk salat malam (tahajud)
diselingi dengan renungan. Pada saat renungan inilah ada pembinaan akhlak yang
intens dan pentingnya bertaubat. Renungan ini terasa menyentuh hati dan
mengugah ghairah keislaman kita.

5.

Metode Harakah
Metode harakah dalam pembinaan akhlak tasawuf adalah Jamaah Tabligh.

Menurut Syaikh Abu Bakar, Jamaah Tabligh muncul pada abad ke-13 H di New
Delhi , yang dikembangkan oleh Syaikh Muhammad Ilyas bin Muhammad Ismail
al-Kandahlawi untuk merespon kondisi umat islam yang ditimpa kebodohan,
kefasikan, kerusakan, dll.
Syaikh Abu Bakar menguraikan enam ciri khas Jamaah Tabligh, yaitu :
a. Mewujudkan hakikat syahadat dengan beribadah kepada Allah sesuai yang
diajarkan Rasulullah.
b. Salat yang khusyu dan khudlu, yakni menegakkan salat dengan
menyempurnakan rukun dan wajibnya. Shalat yang khusu mampu
mencegah perbuatan keji dan mungkar.

16

c. Ilmu yang disertai dengan zikir, yakni memperlajari ilmu yang diperlukan
dan beramal dengannya. Beramal dengan ilmu adalah zikir dan beramal
tanpa ilmu adalah penyimpangan dan kelengahan.
d. Memuliakan saudara sesama Muslim, adalah menghormati, mengangkat
harga dirinya, menjauhkan gangguan darinya, dan berbuat baik kepadanya
sesuai kemampuan kita sebagai manusia.
e. Mengoreksi niat, artinya seorang Muslim harus berniat secara baik dan
lurus agar seluruh amal perbuatannya mendapatkan ridha Allah Swt. Inilah
keikhlasan yang disebutkan dalam Al-Quran dan ditegaskan oleh Sunah
Rasulullah Saw.
f. Dakwah ilallah, maksudnya berdakwah kepada sesama manusia agar
beriman kepada Allah, juga beramal di jalan Allah dan Rasul-Nya sesuai
dengan ajaran di dalam Al-Quran dan As-Sunah.
Syaikh Yusuf bin Isa al-Malahi menjelaskan bahwa para jamaah tabligh
bukanlah orang-orang yang maksum (terpelihara dari dosa) sebagaimana manusia
yang lain.

17

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Tasawuf merupakan salah satu dimensi esoteris yang cukup signifikan


dalam wacana pemikiran Islam hingga hari ini. Namun karena begitu subtilnya
wacana-wacana tentang tasawuf yang berhubungan dengan dimensi supra-rasional
pengalaman manusia, tidak jarang dalam tasawuf menyebabkan munculnya
persoalan-persoalan yang tampaknya paradoks atau bahkan kontradiktif. Di satu
sisi, tasawuf menjadi sebuah keharusan bagi penghayatan dan pengamalan
kehidupan agama seseorang yang memiliki aspek ruhani di samping jasmani.
Namun di sisi lain, pengamalan tersebut juga tidak jarang menciptakan berbagai
penyimpangan ketika melabuhkan hasrat-hasrat spiritualnya secara keliru.
Dengan alasan tersebut, pengkajian tasawuf tidak boleh berhenti dan harus
selalu dilakukan revitalisasi aktual yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
kontemporer dewasa ini. Apalagi sebagian besar masyarakat era pasca industri
atau era informasi yang semua kegiatannya berhubungan dengan mesin dan
kecepatan, seringkali kehilangan makna dan membutuhkan landasan intrinsik
untuk menciptakan harmonisasi relasi antara keyakinan yang mereka anut.
Karenanya, setiap ijtihad sufisme, baik era klasik maupun modern seperti yang
dilakukan oleh Hamka harus dipandang sebagai respons kreatif terhadap berbagai
persoalan yang sesuai dengan konteks sosial historisnya masing-masing yang
membutuhkan reinterpretasi atau ijtihad sufisme kembali.

18

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulum al-Diin. Ammin: Maktabah Fayyai,
t.t.(Terjemahan) Hamka, Tasawwuf: Perkembangan dan Pemurniannya,
cetakan ke-20, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005.

Frager Robert. 2002. Psikologi Sufi. Jakarta : Pt. Serambi

Said Aqil Siroj.2006. Tasawuf sebagai kritik sosial: mengedepankan Islam


sebagai inspirasi, bukan aspirasi. Bandung: Mizan Pustaka

Solihin,M dan Rosyid Anwar.2005.Akhlak Tasawuf.Bandung : Nuansa

Syekh M. Hisyam Kabbani. 2007. Tasawuf Dan Ihsan. Jakarta : Serambi

19

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................

D. Manfaat Penulisan ................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................

A. Tasawuf di era modern .........................................................................

B. Problematika masyarakat modern ........................................................

C. Pentingnya Tasawuf Bagi Kehidupan di masa Modern .......................

10

D. Revitalisasi Tasawuf di Abad Modern .................................................

12

E. Metode Pembinaan Akhlak Tasawuf di Zaman Modern .....................

14

BAB III PENUTUP .........................................................................................

18

SIMPULAN .....................................................................................................

18

Daftar pustaka ..................................................................................................

19

20

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil alamiin
Segala yang ada di muka bumi ini hanyalah kepunyaan Allah SWT
semata, maka patutlah kita untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya, karena atas
ridha-Nya kita bisa seperti ini.
Sholawat serta salam senantiasa kita tunjukan kepada hamba pilihanNya, Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan orang-orang yang setia
mengikuti jalan ajarannya. Sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul REVITALISASI AKHLAK TASAWUF DI ERA
MODERN.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan serta dorongan

dari beberapa pihak.


Kami menyadari betul bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya,
untuk itu kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi kamii dan umumnya
bagi pembaca.

Bandung, 14 April 2014

21

REVITALISASI AKHLAK
TASAWUF DI ERA MODERN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
matakuliah akhlak tasawuf..

DISUSUN OLEH :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Ali H (1137050030)
Eka Aji (1137050074)
Fauzan kamil (1137050088)
M. Faris I (1137050128)
Rahadian Irvan M.T (1137050177)
Ridha Shabrina (1137050182)
Yusman Abdurohman Hilmansyah (1137050224)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013

22

23

Anda mungkin juga menyukai