Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

GERAKAN REFOMISME ISLAM

Dosen Pengampu :

HURIN AINIL FIRDAUS

Di susun oleh :

AHMADANI MUHAMMAD KHALLAF

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS DARUL ULUM LAMONGAN


KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat tersusunnya makalah yang berjudul Gerakan Reformisme dalam
Dunia Islam. Makalah ini di susun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlaksana dengan baik tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, penyusun menyadari masih banyak kekurangan pada penyusunan makalah
ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Cianjur, 25 November 2020
Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Gagasan dan Pengertian Reformisme Islam
B. Sebab Munculnya gerakan Reformisme
C. Tokoh-tokoh gerakan Reformisme
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah Islam mencatat bahwa abad XIII M merupakan permulaan dan abad kegelapan dunia
Islam yang berlangsung lebih kurang tujuh abad. Keruntuhan dunia Islam tersebut diawali
dengan jatuhnya Baghdad pada pertengahan abad XIII M yang sekaligus menandai tamatnya
riwayat Dinasti Abbasiyah. Lebih kurang lima abad kemudian, yaitu pada abad XVIII M,
dunia Islam mencapai tingkat kemundurannya sampai titik terendah. Tidak hanya umat Islam,
tetapi kalangan non-muslimpun merasa heran terhadap perbedaan antara umat Islam pada
masa lalu dan masa kemunduran ini.
Kemunduran itu diantaranya disebabkan oleh menurunnya kekuasaan tiga kerajaan Islam
yang muncul pasca keruntuhan Abbasiyah, yaitu Kerajaan Dinasti Utsmani di Turki,
Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India. Akibat kemuduran tersebut,
sebagian umat Islam mempersepsi hal itu disebabkan oleh hal-hal berikut: kemunduran dunia
Islam terjadi karena ajaran Islam yang sudah tercemar oleh unsur-unsur dari luar Islam.
Untuk meraih kembali kejayaan yang pernah dicapai oleh Islam pada masa lalu, umat Islam
harus memulihkan vitalis mereka dengan kembali pada ajaran Islam yang murni, yaitu ajaran
Islam yang bersumber dari al-Quran dana as-Sunnah.
Berdasarkan persepsi-persepsi tersebut, muncullah gerakan-gerakan pembaharuan atau
pemurnian kembali ajaran Islam di berbagai belahan dunia Islam. Misalnya di Afrika, Timur
Tengah, India dan sebagainya dengan karakteristik yang berbeda-beda antara satu gerakan
dengan gerakan lainnya.
Gerakan pembaharuan ajaran Islam yang muncul di Timur Tengah tepatnya di Saudi Arabia,
dipelopori oleh Ahmad Ibn Abdul Wahhab pada abad XVIII yang terkenal dengan gerakan
Wahhabi.
Untuk itu, penulis mencoba membahas mengenai sebab munculnya gerakan Reformisme dan
tokoh-tokohnya, serta gerakan Wahhabi di Arabia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas, sebagai berikut.
1. Apa gagasan dan pengertian Reformisme Islam?
2. Apa sebab munculnya Gerakan Reformisme?
3. Siapa tokoh-tokoh dalam Gerakan Reformisme?
C. Tujuan
Tujuan yang akan penulis bahas dalam rumusan masalah tersebut, sebagai berikut.
1. Agar memahami gagasan dan pengertian Reformisme Islam.
2. Agar mengetahui sebab munculnya Gerakan Reformisme.
3. Agar mengetahui tokoh-tokoh dalam gerakan Reformisme.
BAB II PEMBAHASAN
A. Gagasan dan Pengertian Reformisme Islam
Menurut ahli, Harun Nasution cenderung menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan
‘modernisme’, karena istilah ini dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan dan usaha mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama, dan sebagainya
untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Gagasan ini muncul di Barat dengan tujuan menyesuaikan ajaran-ajaran
yang terdapat dalam agama Katholik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan modern.
Karena konotasi dan perkembangan yang seperti itu, Harun Nasution keberatan
menggunakan istilah modernisasi Islam dalam pengertian di atas. Revitalisasi menurut paham
ini, “pembaharuan” adalah “membangkitkan” lembali Islam yang “murni” sebagaimana
pernah dipraktekan Nabi Muhammad saw dan kaum salaf.
Dalam bahasa Indonesia, pengertian reformisme adalah perubahan radikal untuk perbaikan
bidang sosial politik atau agama di suatu masyarakat atau negara.
Pengertian reformisme menurut Islam adalah merubah pemahaman agama umat Islam yang
menyimpang dari al-Quran dan sunnah. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat (Islam) ini pada setiap permulaan
seratus tahun orang yang akan memperbaharui (pemahaman agamanya).” (HR. Abu Daud)
Reformisme Islam merupakan proyek historis ulama yang dimulai pada abad ke-17 dalam
usaha untuk menata kembali umat muslim dan memperbaharui perilaku individu, proyek
historis ini didasarkan pada gagasan pemurnian kepercayaan dan praktek Islam dengan
kembali kepada sumber yang autentik, yaitu al-Quran dan sunnah serta memiliki
kecenderungan kuat untuk menolak kebudayaan Barat.
Ciri utama dari reformisme Islam ialah semangat puritanisme yaitu penekanan kepada ajaran
Islam yang murni, ada semacam persamaan dengan aliran tradisionalisme yang menekankan
ortodoksi atau keaslian ajaran Islam bertolak dari semangat puritanisme aliran reformisme
sangat menekankan Ishlah dari Tajdid.
Istilah lain dari reformisme Islam adalah reformisme Islam adalah upaya-upaya untuk
menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dalam bahasa Arab, gerakan
pembaharuan Islam disebut tajdid. Secara harfiah, tajdid berarti pembaharuan dan pelakunya
disebut mujaddid. Dalam pengertian itu, sejak awal sejarahnya, Islam sebenarnya telah
memiliki tradisi pembaharuan karena ketika menemukan masalah baru, kaum muslim segera
memberikan jawaban yang didasarkan atas doktrin-doktrin dasar kitab dan sunnah.
B. Sebab Munculnya gerakan Reformisme
Pembaharuan dalam Islam mempunyai latar belakang atau sebab muncul berbeda-beda dalam
sejarah Islam. Dalam garis besarnya, sejarah Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode, yaitu:
1. Periode Klasik (650-1250 M)
Merupakan zaman kemajuan dan dibagi ke dalam dua fase. Pertama, fase ekspansi, integrasi
dan puncak kemajuan (650-1000 M). Di zaman inilah, Islam meluas melalui Afrika Utara
sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia dan sampai ke India Timur. Daerah-daerah itu
tunduk kepada kekuasaan Khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian
di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa ini pulalah berkembang dan memuncak ilmu
pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang non-agama, dan kebudayaan
Islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam
‘al-‘Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka mu’tazilah seperti Wasil Ibn ‘Ata’, Abu al-
Huzail, al-Nazzam dan al-Jubba’i dalam bidang teologi, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-
Bustami dan al-Hallaj dalam misitisme atau al-Tasawwuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan
Ibn Miskawaih dalam falsafat, dan Ibn al-Hasyam, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi
dalam bidang ilmu pengetahuan. Kedua, fase disintegrasi (1000-1250 M), di masa ini
keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan Khalifah menurun dan
akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurkan oleh Hulagu di tahun 1258 M. Khilafah,
sebagai lambang kesatuan politik umat Islam, hilang.
2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)
Periode pertengahan juga dibagi dalam dua fase. Pertama, fase kemunduran (1250-1500 M).
Di zaman ini, desentralisasi dan disintegrasi bertambah meningkat. Perbedaan antara Sunni
dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab dan Persia bertambah nyata kelihatan. Dunia Islam
terbagi dua, bahagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suriah, Palestina, Mesir dan Afrika
Utara dengan Mesir sebagai pusat; dan bahagian Persia yang terdiri dari Balkan, Asia Kecil,
Pesia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusat. Kebudayaan Persia mengambil bentuk
internasional dan dengan demikian mendesak lapangan kebudayaan Arab. Pendapat bahwa
pintu ijtihad tertutup makin meluas di kalangan umat Islam. Demikian juga tarekat dengan
pengaruh negatifnya. Perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali. Umat Islam di Spanyol
dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah itu. Kedua, fase Tiga Kerajaan Besar (1500-
1800 M), yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700 M) dan zaman kemunduran
(1700-1800 M). Tiga kerajaan besar yang dimaksudkan ialah Kerajaan Utsmani di Turki,
Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan, ketiga kerajaan
besar ini mempunyai kejayaan masing-masing, terutama dalam bentuk literatur dan arsitek.
Masjid-masjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini , masih dapat dilihat di
Istanbul, di Tibriz, Isfahan serta kota-kota lain di Iran dan di Delhi. Kemajuan umat Islam di
zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di Periode Klasik. Perhatian pada ilmu
pengetahuan masih kurang sekali. Di zaman kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul di
Eropa. Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan suku bangsa Afghan, sedang
daerah kekuasaan Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja India. Kekuatan
militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Umat Islam dalam keadaan mundut
danstatis. Dalam pada itu, Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan
Timur Jauh, bertambah kaya dan maju. Penetrasi Barat yang kekuatannya meningkat, ke
dunia Islam; yang kekuatannya menurun, kian mendalam dan kian meluas. Akhirnya,
Napoleon di tahun 1978 M menduduki Mesir sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.
3. Periode Modern (1800 M – dan seterusnya)
Merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat, menginsafkan
dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-
pemuka Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam
kembali. Di periode modern inilah timbulnya ide-ide pembaharuan dalam Islam.
Pemikiran dan Usaha Pembaharuan Sebelum Periode Modern
Kerajaan Utsmani
Perlu ditegaskan bahwa di Periode Pertengahan pun telah ada timbul pemikiran
pembaharuan, terutama di Kerajaan Utsmani. Di abad ke-17, kerajaan ini mulai mengalami
kekalahan-kekalahan dalam peperangan dengan negara-negara Eropa. Tentara besar yang
dikirim untuk menguasai Wina dipukul kalah di tahun 1683. Perjanjian Carlowitz yang
ditanda tangani di tahun 1699, membuat kerajaan Utsmani terpaksa menyerahkan Hongaria
kepada Austria, daerah Podolia kepada Polandia dan Azov kepada Rusia.
Kekalahan-kekalahan serupa ini, mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka Kerajaan Utsmani
untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka
mulai memperhatikan kemajuan Eropa, terutama kemajuan di Perancis, sebagai negara yang
terkemuka di waktu itu. Eropa mulai mempunyai arti yang penting bagi pemuka-pemuka
Utsmani. Orang-orang Eropa yang selama ini dipandang sebagai “kafir” dan rendah, mulai
dihargai. Duta-duta pun dikirim ke Eropa untuk mempelajari suasana kemajuan di sana dari
dekat.
Di tahun 1720, Celebi Mehmed pergi ke Paris sebagai Duta dengan instruksi mengunjungi
pabrik-pabrik, benteng-benteng pertahanan dan institusi-institusi Perancis lainnya serta
memberi laporan. Dalam bukunya Sefaretname, Duta ini antara lain memberika laporan
tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern, rumah-rumah sakit,
observatorium, peraturan karantina, kebun binatang, adat-istiadat, dan sebagainya seperti ia
lihat di Perancis. Di tahun 1741, anaknya, Said Mehmed di kirim pula ke Paris. Laporan-
laporan kedua Duta ini menarik perhatian Sultan Ahmad III (1703-1730) untuk memulai
pembaharuan di Kerajaan Utsmani.
Dalam pada itu, ahli-ahli Eropa sendiri telah pula mulai berkunjung ke Kerajaan ini. Di tahun
1717, seorang Perwira Perancis bernama De Rochefort datang ke Istambul, dengan usul
pembentukan suatu korps artikel dan tawaran untuk memberi pelajaran dan melatih tentara
Utsmani dalam ilmu-ilmu kemiliteran modern. Di tahun 1729, datang lagi seorang Perancis,
Comte De Bonneval, yang kemudian masuk Islam dan mengganti nama dengan Humbaraci
Pasya. Kepadanya diserahkan tugas melatih tentara dalam memakai alat-alat meriam modern.
Untuk menjalankan tugas ini, ia dibantu oleh Macarthy dari Irlandia, Ramsay dari
Scontlandia dan Mornai dari Perancis. Atas usaha ahli-ahli Eropa ini, taktik dan militer
modern pun dimasukkan ke dalam angkatan perang Utsmani. Di tahun 1734, di buka untuk
pertama kalinya Sekolah Teknik Militer.
Dalam lapangan non-militer, pemikiran dan usaha pembaharuan ditimbulkan oleh Ibrahim
Mutafarrika (1670-1754). Ia berasal dari Hongaria dan ketika masih muda remaja tertangkap
dalam peperangan Utsmani-Hongaria. Ia dibawa ke Istambuk, kemudia masuk Islam, dan
dengan cepat dapat menguasai bahasa dan adat-istiadat Turki. Menurut keterangan, ia pandai
berbahasa Perancis, Itali, Latin dan Jerman, disamping bahasa Hongaria dan Turki.
Usahanya yang pertama menghasilkan pembukaan suatu percetakan di Istambul pada tahun
1727. Fatwa, yang dimintanya dari Syaikh al-Islam Kerajaan Utsmani, membolehkan
percetakan buku-buku selain dari al-Quran, Hadits, fiqh, ilmu kalam dan tafsir. Maka, ia
mencetak buku-buku menganai ilmu kedokteran, astronomi, ilmu pasti, sejarah dan
sebagainya.
Ibrahim Mutafarrika juga pandai mengarang dan buku-buku yang dikarangnya meliputi
berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti ilmu bumi, ilmu alam dan ilmu politik, serta soal-
soal militer, kemajuan teknik Eropa dan kemajuan yangn diperoleh Rusia sebagai hasil dari
pembaharuan-pembaharuan yang dijalankan Peter yang agung (1682-1725).
Usaha Ibrahim untuk memperkenalkan ilmu-ilmu pengetahuan modern dan kemajuan Barat
kepada pembaca-pembaca Turki disertai pula oleh usaha penterjemahan buku-buku Barat ke
dalam bahasa Turki. Suatu badan penterkemah yang terdiri atas 25 anggota dibentuk pada
tahun 1717.
Sekianlah sekedar gambaran tentang usaha pembaharuan yang dijalankan di Kerajaan
Utsmani di abad ke-18. Usaha-usaha itu tidak membawa hasil yang dikehendaki disebabkan
beberapa-beberapa hal.
Sesudah Sulta Sulaiman (1520-1566), yang termasyhur dengan nama al-Qanuni (pembuat
Undang-Undang), Kerajaan Utsmani senantiasa mempunyai sultan-sultan lemah. Wewenang
Sultan sudah jauh merosot. Dan dalam pada itu, keuangan negara juga lemah sehingga
belanja yang diperlukan untuk pembaharuan jauh dari pada cukup.
Usaha-usaha pembaharuan itu sendiri mendapat tantangan keras dari dua golongan yang
berpengaruh dalam masyarakat. Dari satu pihak, tantangan dilancarkan oleh tentara tetap
yang dikenal dengan nama Yeniseri (pasukan baru). Mereka mempunyai hubungan erat
dengan tarekat Bektasyi yang besar pengaruhnya dalam masyarakat. Karena eratnya
hubungan itu, mereka disebut juga tentara Bektasyi.
Yeniseri dibentuk di abad ke-14 dari anak-anak bukan Islam di daerah-daerah yang tunduk di
bawah kekuasaan Kerajaan Utsmani. Mereka di bawa ke Istambul dan di sana diberik didikan
militer dan disiplin yang keras. Mulai dari abd ke-17, Yeniseri menguasai suasana politik di
Kerajaan ini. Sultan-sultan yang tak disukai, mereka jatuhkan dan bunuh. Sultan Salim III
(1789-1807) umpamanya, karena ingin mengadakan pembaharuan, diantaranya dalam
lapangan militer, ditentang. Ia mereka jatuhkan dan bunuh di tahun 1807.
Tantangan lain datang dari pihak kaum ulama. Ide-ide baru yang didatangkan dari Eropa itu
bertentangan dengan faham-faham tradisional yang terdapat di kalangan umat Islam. Ide
demokrasi umpamanya, yang menghendaki pemilihan wakil-wakil di parlemen oleh rakyat
dan demikian juga pemilihan kepala negara tidak sesuai dengan tradisi pemerintahan
Kerajaan-kerajaan Islam. Menurut tradisi, Sultan tidak dipilih karena mempunyai hak waris
dan kaum ulama serta pemuka-pemuka lain diangkat oleh Sultan sebagai pembantu. Sultan
mempunyai kekuasaan absolut. Ide-ide yang bertentangan dengan tradisi itu oleh kaum ulama
dianggap berlawanan dengan ajaran Islam.
Selain dari itu, penulis-penulis Eropa yang belum lupa akan perang salib dan pemerintahan
militer Kerajaan Utsmani di Eropa Timur, menulis karangan–karangan yang menentang
Islam. Hal ini membuat kaum ulama curiga terhadap segala apa yang datang dari Barat.
Dengan demikian, pembaharuan yang berorientasi Barat dicurigai, apa lagi kalau usaha
pembaharuan itu dijalankan oleh orang-orang buakn Islam. Kaum ulama curigai bahwa
semua itu datang untuk menghancurkan Islam dan umatnya.
Pembaharuan juga akan membawa perubahan-perubahan yang tidak menguntungkan bagi
kaum ulama. Percetakan umpamanya, akan membuat golongan penulis manuskrip kehilangan
sumber rezeki. Pendidikan Barat akan menimbulkan golongan intelegensia baru yang akan
menjadi saingan bagi kaum ulama. Dalam masyarakat tradisional, hanya kaum ulamalah yang
merupakan golongan intelegensia yang berpengaruh pada masyarakat.
Dalam menentang usaha-usaha pembaharuan di periode pertengahan ini, kaum ulama dan
Yeniseri menjalin kerja sama yang baik.
Hal-hal tersebut di ataslah, antara lain yang membuat usaha pembaharuan pertama di
Kerajaan Utsmani tidak membawa hasil yang diharapkan. Usaha pembaharuan kedua dimulai
di periode modern, setelah Yeniseri berhasil dihancurkan oleh Sultan Mahmud II (1808-
1830) pada tahun 1826. Pembaharuan inilah yang pada akhirnya membawa kepada
perubahan-perubahan besar di Turki.
India
Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan Mughal di India mulai memasuki zaman kemunduran.
Perang saudara untuk merebut kekuasaan di Delhi selalu terjadi setelah Aurangzeb
‘azzamlah yang berhasil menggantikan ayahnya sebagai Raja dengan nama Bahadur Syah.
Lima tahun kemudian, terjadi pula perebutan kekuasaan antara puter-puter Bahadur Syah.
Dalam persaingan ini, Jenderal Zulfiqar Khan turut memainkan rol penting dan atas
pengaruhnya, putra terlemah. Jahandar Syah dinobatkan sebagai raja. Tetapi, Jahandar Syah
mendapat tantangan dari keponakannya Muhammad Farrukhsiyar. Dalam pertempuran yang
terjadi di tahun 1713, Farrukhsiyar memperoleh kemenangan dan dapat mempertahankan
kedudukannya sampai tahun 1719. Raja ini mati dibunuh oleh komplotan Sayid Husain Ali
dan Sayid Hasan Ali, dua bersudara yang pada hakekatnya memegang kekuasaan di Istana
Delhi. Sebagai gantinya, merekaangkat Muhammad Syah (1719-1748).
Dalam keadaan serupa ini, tidak mengherankan kalau golongan-golongan Hindu yang ingin
melepaskan diri dari kekuasaan Mughal mengambil sikap menentang. Bahadur Syah,
umpamanya, mendapat tantangan dari golongan Sik di bawah pimpinan Banda. Di sebelah
Utara Delhi, mereka dapat merampas kota Sadhaura. Dalam serangan ke kota Sirhind mereka
mengadakan perampasan dan pembunuhan terhadap penduduk yang beragama Islam.
Golongan Maratha di bawah pimpinan Baji Rao dapat merampas sebahagian dari daerah
Gujarat di tahun 1732 dan pada tahun 1737, malahan dapat menyerang sampai ke perbatasan
Ibu Kota. Tetapi, setelah mengetahui bahwa tentara Mughal bergerak menuju Delhi, mereka
mengundurkan diri.
Dari pihak Inggris telah mulai pula diperbesar usaha-usaha untuk memperoleh daerah-daerah
kekuasaan di India, terutama di Benggal. Dalam pertempuran-pertempuran, umpamanya di
Plassey pada tahun 1757 dan Buxar 7 tahun kemudian, Inggirs memperoleh kemenangan.
Daerah kekuasaan Mughal kian lama kian kecil.
Serangan terhadap Delhi bukan datang dari dalam saja, tetapi juga dari luar India. Di Persia,
Nadir Syah dapat merebut kemenangan dan karena Dutanya tidak diterima Raja Mughal
Mahmud Syah untuk beraudiensi, ia memutuskan untuk memukul Delhi. Pesyawar dan
Lahore dapat dikuasainya di tahun 1739 dan dari sana meneruskan serangan sampai ke Ibu
Kota. Tentara Mughal yang datang menemuinya dapat ia kalahkan. Di Delhi ia mendapat
perlawanan dari rakyat dan sebagai hukuman ia memberi izin kepada tentaranya untuk
mengadakan perampasan dan pembunuhan besar-besaran. Kerajaan Mughal ia wajibkan
membayar upeti dan daerah-daerah yang terletak di sebelah Barat sungai Indus ia gabungkan
dengan Persia. Mahmud Syah ia tinggalkan tetap menjadi Raja di Delhi, tetapi prestise
Kerajaan Mughal telah jauh sekaliturun.
Suasana seperti digambarkan di atas, menyadarkan pemimpin-pemimpin Islam di India akan
kelemahan umat Islam. Salah satu dari pemuka itu adalah Syah Waliyullah (1703-1762). Ia
lahir di Delhi, dan mendapat pendidikan dari orang tuanya, Syah Abd al-Rahim, seorang sufi
dan ulama yang memiliki madrasah. Setelah dewasa, ia kemudian turut mengajar di madrasah
itu. Selanjutnya, ia pergi naik haji dan selama setahun di Hejaz ia sempat belajar pada ulama-
ulama yang ada di Mekkah dan Medinah yang lama sebagai guru. Di samping itu, ia gemar
mengarang dan banyak meninggalkan karangan-karangan, diantaranya buku Hujjatullah al-
Balighah.
Di antara sebab-sebab yanng membawa kepada kelemahan umat Islam, menurut
pemikirannya, adalah perubahan sistem pemerintahan dalam Islam dari sistem kekhalifahan
menjadi sistem kerajaan. Sistem pertama bersifat demokratis, sedang sistem kedua bersifat
otokratis. Dalam sejarah, raja-raja Islam pada umumnya mempunyai kekuasaan absolut.
Besarnya pajak yang harus di bayar kaum petani, buruh dan pedagang mereka tentukan
sendiri. Pajak tinggi yang harus di bayar ini, menurut Syah Waliyullah, membawa pula pada
kelemahan umat. Selanjutnya hasil dari pajak tinggi itu, dipergunakan bukan untuk
kepentingan umat, tetapi untuk membelanjai hidup mewah dari kaum bangsawan yang tak
mempunyai pekerjaan apa-apa. Pemungutan dan pembelanjaan uang yang tidak adil ini
menimbulkan perasaan tidak senang di kalangan rakyat dan dengan demikian keamanan dan
ketertiban masyarakat selalu terganggu. Untuk mengatasi hal-hal negatif di atas, Syah
Waliyullah berpendapat, bahwa sistem pemerintahan yang terdapat di zaman Khalifah yang
empat perlu dihidupkan kembali. Dengan lain kata, sistem pemerintahan absolut harus diganti
dengan sistem pemerintahan demokratis.
Perpecahan yang terjadi di kalangan umat islam, dalam pendapatnya, merupakan sebab lain
bagi lemahnya umat islam. Perpecahan di maksud ialah perpecahan yang di timbulkan aliran-
aliran dan mazhab-maszhab yang terdapat dalam islam. Seperti pertentangan antara golongan
syi’ah dan sunni, antara aliran mu’tazilah di satu pihak dan Asy’ariah serta maturidiah di lain
pihak, antara kaum sufi dan kaum syari’ah dan antara pengikut-pengikut dari masing-maing
mazhab hukum empat yang ada. Oleh sebab itu ia berusaha mengadakan suasana damai
antara golongan, aliran dan mazhab yang berbeda-beda itu. Pertentangan kuat yang terdapat
di zamannya ialah pertentangan syi’ah dan sunni. Syi’ah di pandang telah keluar dari islam.
Pendapat ini di lawan oleh Syah Waliullah dengan menegaskan bahwa kaum Syi’ah sama
halnya dengan kaum sunni, masih tetap orang islam. Ajaran-ajaran yang mereka anut tidak
membuat mereka keluar dari islam.
Sebab lain ialah masuknya adat-istiadat dan ajaran-ajaran bukan islam ke dalam keyakinan
umat islam, di india umat islam menurut penglihatannya banyak di pengaruhi oleh adat-
istiadat dan ajaran-ajaran hindu. Keyakinan umat islam harus di bersihkan dari hal-hal yang
sing ini. Mereka mesti di bawa kembali kepada ajaran-ajaran islam yang sebenarnya. Dan
sumber asli dari ajaran-ajaran islam hanyalah Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu untuk
mengetahui ajaran-ajaran islam sejati, orang harus kembali kepada kedua sumber itu, dan
bukan kepada buku-buku tafsir, fiqih, ilmu-ilmu kalam, dan sebagainya.
Syah Waliullah tidak setuju dengan taklid, mengikut dan patuh kepada penafsiran dan
pendapat ulama-ulama di masa lampau. Bahkan hal ini, menurut penapatnya, merupakan
salah satu sebab bgi kemunduran umat islam. Ia melihat bahwa masyarakat bersifat dinamis.
Penafsiran yang sesuai untuk sutu zaman belum tentu sesuai dengan zaman sesudahnya. Oleh
sebab itu ia menentang taklid dan menganjurkan pengadaan ijtihad. Ajaran-ajaran dasar yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, melalui ijtihad, harus di sesuaikan dengan
perkembangan zaman. Sebagai pengikut Ibn Taimiyah pintu ijtihad baginya tidak tertutup.
Dalam rangka pemikiran ajaran murni dan adat-istiadat yang masuk ke dalam islam sebagai
tersebut di atas, Syah Waliullah memperbedakan antara isam univesal dan islam yang
mempunyai corak lokal. Islam universal mengandung ajaran-ajaran dasar yang konkrit
sedang islam okal mempunyai corak yang di tentukan oleh kondisi tempat yang
bersangkutan. Dengan begitulah terdapat islam yang bercorak arab, islam yang bercorak
persia, islam yang bercorak india, dan sebagainya. Yang di maksud oleh Syah Waliullah
kelihatannya, ialah keadaan islam dapat di sesuaikan dengan situasi setempat dan denagn
kebutuhan zaman. Yang perlu dipegang dan di pertahankan ialah ajaran-ajaran dasar yang
bersifat universal itu. Interpretasi dan pelaksanaanya dapat berbeda-beda sesuai dengan
tempat dan zaman yang bersangkutan. Sebagai telah di jelaskan Syah Waliullah melihat
bahwa masyarakat manusia bersifat dinamis, dan islam yang juga mengandung ajaran-
ajarannya tentang hidup kemasyarakatan, harus pula bersifat dinamis. Berpegang hanya pada
ajaran-ajaran universallah yang membuat islam yang bersifat dinamis.
Di zaman Syah Waliullah penterjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa asing masih di anggap
terlarang. Tetapi ia melihat bahwa orang di india membaca Al-Qur’an dengan tidak mengerti
isinya. Pembacaan tanpa pengertian tak besar faedahnya untuk kehidupan duniawi mereka. Ia
melihat perlu Al-Qur’an diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat difahami orang awam.
Bahasa yang di pilihnya ialah bahasa pesia yang banyak di pakai dikalangan terpelajar islam
india di ketika itu. Penterjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa persia di sempurnahkan Syah
Waliullah di tahun 1758. Terjemahan itu pada mulanya mendapat tantangan, tetapi lambat
laun dapat juga di terima oleh masyarakat. Karena masyarakat telah mau menerima
terjemahan, putranya kemudian membuat terjemahan ke dalam bahasa Urdu, bahasa yang
lebih umum di pakai oleh masyarakat islam india dari pada bahasa persia arabia.
Arabia
Dalam pada itu di Arabia timbul pula satu aliran,yaitu aliran Wahabiah, yang mempunyai
pengaruh pada pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas. Pembinanya ialah
Muhammad Abd Al-Wahhab (1703-1787) yang berasal dari Nejd di Arabia. Setelah
menyelesaikan pelajarannya di Madinah ia pergi merantau ke Basrah dan tinggal di kota ini
selama empat tahun. Selanjutnya ia pindah ke Bagdad dan di sini ia memasuki hidup
perkawinan dengan seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah istrinya meninggal
dunia, ia pindah ke Kurdistan, selanjutnya ke Hamdan dan ke Isfahan. Di kota yang tersebut
akhir ini ia sempat mempelajari falsafat dan tasawwuf. Setelah bertahun-tahun merantau ia
akhirnya kembali ke tempat kelahirannya di Nejd.
Pemikiran yang dicetuskan Muhammad Abd Al-Wahhab untuk memperbaiki kedudukan
umat islam timbul bukan sebagai reaksi terhadap suasana politik seperti yang terdapat di
kerajaan Usmani dan kerajaan Mughal, tetapi sebagai reaksi terhadap fahan tauhid yang
terdapat di kalangan umat islam di waktu itu. Kemurnian faham tauhid mereka telah di rusak
oleh ajaran-ajran tarekat yang semenjak abad ke tiga belas memang tersebar luas di dunia
islam.
Di tiap negara islam yang dikunjunginya Muhammad Abd Al-Wahhab melihat kuburan-
kuburan syeikh tarekat bertebaran. Tiap kota, bahkan juga kampung-kampung, mempunyai
kuburan Syeikh atau wali masinng-masing. Ke kuburan-kuburan itu umat islam pergi naik
haji dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang di kuburkan didalamnya, untuk
menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya di beri anak,
adapula yang meminta supaya diberi jodoh, ada lagi yang meminta supaya di sembuhkan dari
penyakit yang di deritanya dan ada pula yang meminta supaya diberi kekayaan. Demikianlah
bermacam-macam permohonan yang di majukan kepada Syekh atau walinyang di
istirahatkan dalam kuburan-kuburan itu. Syekh atau wali yang telah menunggal dunia itu di
pandang sebagai orang yang berkuasa untuk menyelesaikan segala persoalan yang di hadapi
manusia d alam ini.
Karena pengaruh tarekat ini, permohonan dan do’a tidak lagi langsunng di panjatkan kepada
Tuhan, tetapi melalui syafa’at syekh atau wali tarekat, yang di pandang sebagai orang yang
dapat mendekati Tuhan dan dapat memperoleh rahmatnya. Menurut keyakinan orang-orang
yang berziarah ke kuburan syekh dan wali tarekat, seperti tersebut di atas, Tuhan tidak dapat
di dekati kecuali melaui perntara. Bagi mereka, sebagai kata Ahmad Amin, Tuhan
menyerupai Raja duniaa zalim yang untuk memperoleh belas kasihannya harus di dekati
melalui orang-orang besar dan berkuasa yang ada di sekitarnya.
Tetapi sebagai dilihat oleh Muhammad Abd Al-Wahhab kemurnian tauhid di rusak bukan
hanya oleh pujaan pada syekh dan wali. Faham animisme masih mempengaruhi keyakinan
umat islam. Di satu tempat ia melihat orang berziarah ke sebatang pohon korma, karena
pohon itu di yakini mempunyai kekuatan gaib. Di tempat lain ia melihat batu besar pula yang
di puja. Kaum muslimin pergi ke tempat-tempat serupa itu untuk meminta petolongan dalam
mengatasi persoalan-persoalan hidup mereka. Tuhan, yang kepadanya lah seharusnya di
panjatkan do’a dan permohonan, telah dilupakan.
Keyakinan serupa ini, menurut faham Muhammad Abd Al-Wahhab telah merupakan syirik
atau politeisme. Dan syirik adalah dosa terbesar dalam islam, dosa yang tak dapat di ampuni
Tuhan.
Soal tauhid memang merupakan ajaran yang palinng dasar dalam islam, dan oleh karena itu
tidak mengherankan kalau Muhammad Abd Al-Wahhab memusatkan perhatian pada soal ini,
ia berpendapat :
a. Yang boleh dan harus di sembah hanyalah tuhan, dan orang yang menyembah selain
dari tuhan telah menjadi musyrik dan boleh di bunuh.
b. Kebanyakan orang islam bukan lagi penganut faham tauhid yang sebenarnya karena
mereka meminta pertolongan bukan lagi dari tuhan, tetpi dari syekh dan wali dan dari
kekuatan gaib. Orang islam demikian juga telah menjadi musyrik.
c. Menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantara dalam do’a juga
merupakan syirk.
d. Meminta syafa’at selain dari kepada tuhan adalah juga syirk.
e. Bernazar kepada selain dari tuhan juga syirk.
f. Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an, hadits dan qias (analogi)
merupakan kekufuran.
g. Tidak percaya kepada qada dan qadar tuhan juga merupakan kekufuran.
h. Demikian pula menafsirkan Al-Quran dengan ta’wil (interpretasi bebas) adalah
kufr.
Semua yang di atas ia anggap bid’ah, dan bid’ah adalah kesesatan. Untuk melepaskan umat
islam dari kesesatan ini, ia berpendapat bahwa umat islam harus kembali kepada asli. Yang di
maksudnya dengan islam asli, ialah islam sebagai yang dianut dan di praktekan di zaman
nabi, sahabat serta tabi’in, yaitu sampai abad ketiga hijri.
Kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek lain yang timbul sesudah zaman itu bukanlah
ajaran asli dari islam dan harus di tinggalkan. Dengan demikian taklid dan patuh kepada
pendapat ulama sesudah ahad ketiga tidak di benarkan. Pendapat dan penafsiran ulama
tidaklah merupakan sumber dari ajaran-ajaran islam. Sumbe yang di akuinya hanyalah Al-
Qur’an dan Hadits. Dan untuk memahami ajaran-ajaran yang terkandung dalam kedua
sumber itu di pakai ijtihad. Baginya pintu ijtihad tidak tertutup. Sama dengan Syah Waliullah,
Muhammad Abd Al-Wahhab adalah juga pengikut Ibn Taimiyah.
Muhammad Abd Al-Wahhab bukanlah hanya seorang teoris, tetapi juga pemimpin yang
dengan aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Ia mendapat sokongan dari Muhammad
Ibn Su’ud dan putranya Abd Al-Aziz di Nejd. Faham-faham Muhammad Abd Al-Wahhab
mulai tersiar dan golongannya bertambah kuat, sehingga di thun 1773 mereka dapat
menduduki Riad. Di tahun 1787 Muhammad Abd Al-Wahhab menunggal dunia,tetapi ajaran-
ajarannya tetap hidup dengan mengambil bentuk aliran yang di kenal dengan nama
Wahabiah.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid, kuburan-kuburan yang banyak di kunjungi dengan
tujuan mencari syafa’at dan dengan demikian membawa kepada faham syirk, mereka
mengusahakan menghapusnya. Di tahun 1802, mereka serang karbala karena di kota ini
terdapat kuburan Al-Husain, yang merupakan kiblat bagi golongan syi’ah. Beberapa tahun
kemudian mereka serang pula madinah. Kuhbah yang ada di atas kuburan-kuburan disana
mereka hancurkan. Hiasan-hiasan yang ada di kuburan Nabi, di rusak-rusak. Dari madinah
mereka teruskan penyerangan ke mekkah. Kiswah sutra yang menutup ka’bah juga di rusak-
rusak, semua itu adalah bid’ah.
Kemajuan-kemajuan yang mereka peroleh mencemaskan bagi kerajaan Usmani di Istambul.
Sultan Mahmud II , memberi perintah kepada Khedewi Muhammad Ali di Mesir supaya
mematahkan gerakan di wahabiah itu. Ekspidisi yang di kirim dari mesir dapat membebaskan
madinah dan mekkah di tahun 1813. Kedua kota ini jatuh kebawah kekuasaan Wahabiah di
tahun 1804 dan 1806. Tetapi di permulaan abad kedua puluh gerakan Wahabiah bangkit
kembali dan raja Abd Al-Aziz dapat menduduki mekkah di tahun 1924 dan setahun
kemudian juga madinah dan jeddah. Mulai dari waktu itu mazhab dan kekuatan politik
wahabiah mempunyai kedudukan yang kuat di tanah suci.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abd Al-Wahhab yang mempunyai pengaruh pada
perkembangan pemikiran pembaharuan di abad kesembilan belas adalah sebagai berikut :
a. Hanya Al-Qur’an dan Haditslah yang merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran
islam. Pendapat ulama tidak merupakan sumber.
b. Taklid kepada ulama tidak di benarkan.
c. Pintu ijtihad terbuka dan tidak tertutup.
C. Tokoh-tokoh gerakan Reformisme
1. Ahmad Sirhindi (1565-1624 M)
Syeikh Ahmad Sirhindi hidup pada zaman kejayaan kerajaan islam Moghgul, yaitu Sultan
Akbar Agung. Pada zamannyalah keemasan kekuasaan islam moghul d india. Akbar berasal
dari seorang komandan militer ahli strategi yang sangat sukses. Dia melakukan reformasi
sosio kultural di kawasan kekuasaanya, namun langkah-langkahnya sangat kontraversial.
Maka usaha reformisnya gagal bahkan menimbulkan kontraversi di bidang reformasi
keagamaan dengan “pluralisme keagamaan” yang menimbulkan ketidak harmonisan antar
agama ( saling curiga). Dalam keadaan seperti inilah keadaan masyarakat, negara yang di
lindungi syeikh Ahmad Sirhindi. Beliau di kenal juga sebagai Mujahid Alfi Tsani
(pembaharu ,alenium kedua). Syeikh Ahmad Sirhindi di lahirkan di kota Sirhin teletak di
negara bagian punjab india dari keluarga cendekiawan muslim dan wali sufi terhormat.
Ayahnya bernama Syah Abdullah Akhad sebagai seseorang cendekiawan ternama yang
mengklaim sebagai keturunan khalifah unar bun Khattab melalui putranya Abdullah bin umar
sebagai cendekiawan dan perawi hadits ternama.dalam usia sepuluh tahun menghafal Al-
Qur’an dan belajar bahasa arab dan persia, sastra, fiqh, hadits, sejarah islam dan sebagainya
dari ayahnya. Setelah menamatkan pendidikan dasar, dia meneruskan pendidikan selanjutnya
ke kota Lahore dan Sialkot, sebagai dua kota pendidikan ternama di india kala itu.dia
mnerima pendidikan lanjutan tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Logika, Filsafat, Theologhy.
Setelah selesai menempuh pendidikan lanjutan dia kembali ke kampung halamannya dan
mengajar di madrasah lokal. Dalam usia tujuh belas tahun dia menikah dan meneruskan
belajar sufisme dari ayahnya, sebelum menikah pernah ke kota Agra, ibukota kerajaan
Mughol dan bergabung dengan para cendekiawan kerajaan, tetapi tidak bertahan lama
kemudian beliau menunaikan ibadah Hajji ke Mekkah di tengah perjalananya dia bertemu
dengan tokoh-tokoh sufi dan belajar kepadanya. Faham sufi Ahmad Sirhindi ialahsufi yang
sesuai dengan sunnah Rassul. Beliau pernah mengkritik kebanyakan sufi yang tidak bisa
membedakan antara Allah sebagai Al Khalik dengan makhluknya (manusia sufi) termasuk
Ibnu Arobi denngan wihdatul wujudnya. Faham sufi Ahmad Sirhindi lurus sesuai dengan
ajaran islam yang murni (Al-Qur’an dan Sunnah). Upaya Ahmad untuk mereformasi
pemikiran dan spiritualitas islam agar sesuai dengan sunnah Rasul mengangkat namanya ke
posisi tinggi dalam sejarah intelektual islam. Ia termasuk pengikut sunnah Rasul yang ketat.
Sebagai pribad yang reformis islam yang lurus, maka perjuangannya menegakkan
islamberbenturan keras dengan langkah-langkah reformasi raja Mughol Akbar Agung ynag
liberal dan kontroversial cenderung merusak ajaran islam. Beliau dan para pengikutnya
berjuang keras melawan penguasa Mughol dan pengikut yang sesat, mengembalikan
kehidupan umat kepada pola kehidupan yang islami. Dari perjuangan kerasnya mengadapi
penguasa sesat itulah dia di juluki sebagai Mujaddid Alfa Tsani. Dia melatih ratusan murid-
muridnya untuk di kirim ke berbagai pelosok india untuk mengajarkan agama islam yang
murni dan lurus dengan mendirikan pondok-pondok sufi Naqsa bandi di berbagai kota besar
india seperti Agra, Delhi, Lahore, Allahabad, fatna saharanfur, Badayun dan Burhanpur.
Jelaslah bahwa Ahmad Sirhindi adalah seorang tikoh pendidikan islam formal maupun tokoh
pendidikan non formal. Dia menyalurkan pembaharuan pemikirannya lewat madrasah-
madrasah dan pondok-pondok sufi. Pembaharuan pemikirannya meluruskan pemahaman dan
pengalaman sufi sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Assunnah dan melawan penyesatan faham
islam yang disebarkan penguasa Mughol Akbar Agung dan pengikut-pengikut pahamnya.
Dia juga sebagai seorang penulis giat, Ahmad menghasilkan lebih dari lima ratus tulisan
risalah keagamaan islam dari berbagai aspek dan sufisme.sdalam risalahnya diantaranya dia
menjelaskan praktek-praktek fundamentalis islam. Ahmad meninggal dunia pada usia enam
puluh tahun di makamkan dikota kelahiranya yaitu Sihiad dan perjuangannya di teruskan
putra-putranya yaitu :
a. Muhammad Soddiq
b. Muhammad Sa’id
c. Muhammad Ma’sum
d. Muhammad Yahya
Pemikiran Ahmad Sirhindi juga mempengaruhi tokoh-tokoh pembaharu islam berikutnya
seperti Syah Waliullah dan para putranya, Syah Ismail Syahid, Sayyid Ahmad Bahrelvi,
Muhammad Ilyas, Sir Muhammad Iqabal, Abdul Kalam Yazid, Abdul A’la Maududi, dan
sebagainya.
2. Syaikh Waliullah (1703-1762 M)
Qutbuddin Ahmad bin Abdurrahim yang lebih dikenal sebagai Syaikh Waliullah Bihlawi, di
lahirkan di distrik Muzzaffarnager india dalam sebuah keluarga muslim yang anggota
keluarga merupakan tokh-tokph ulama dan sufi terkemuka. Ayahnya Syeikh Abdurrahim
yang merupakan seorang ulama dan penafsir sufisme terkemuka yang memiliki garis
keturunan Rasulullah SAW. Syekh waliullah kecil di Muzzaffarnager bersama keluarganya,
kemudian bersama orang tuanya pindah ke Delhi. Di delhi ayahnya mendirikan madrasah
rohiniah dan disanalah ia belajar dengan ayahnya menghafal Al-Qur’an pada usia 7 tahun,
juga belajar bahasa arab, persia, ilmu-ilmu tradisionalnislam seperti tafsir, hadits, fiqh, dan
ilmu manfiq. Setelah menyelesaikan pendidikan stratapertamanya pada usia15 tahun, dia
menikah namun tidak lama kemudian istrinya meninggal dunia. Pada fase inilah di kenalkan
ayahnya pada sufisme dan dia mendapatkan inisiasi mengenai tarekat sufisme dan dia
mendapatkan inisiasi mengenai tarekat chisfiah, naksabandiyah, dan kodiriah pada usia 16
tahun ayahnya meninggal dunia, sehingga dia di sibukkan dengan urusan-urusan untuk
menggantikan peran ayahnya. Disela-sela kesibukannya mengurus madrasah ia menempatkan
studi lanjutan dan penelitan dalam bidang keilmuan islam, filsafat, nifisisme, logik, sejarah,
aspek-aspek kedokteran tradisional dan ilmu matematika. Selama periode ini ia mendapatkan
kedewasaan intelektualnya kemudian pergi haji ke mekkah dalam usia 28 tahun dan menetap
di mekkah-madinah selama 2 tahun untuk memperdalam ilmu agama dan penelitiannya yang
terkait dengan politik, ekonomi sosial, kenegaraan. Walaupun dia sezaman dengan
Muhammad bin Abdul Wahab tapi tidak pernah bertemu, syaikh waliullah tumbuh sebagai
seorang cendikiawan muslim yang bergerak lewat pendidikan dan kemasyarakatan saat itu
dunia islam terlanda disintegrasi kembali dengan melemahnya kerajaan-kerajaan islam besar
seperti daulah turki usmani, kerajaan syafawi persia, dan mughol india bersamaan
bangkitnya dunia barat dan semakin menguat dan bahkan banyak mengalahkan dan mulai
menjajah sebagian wilayah-wilayah islam. Sekembalinya syaikh waliullah ke india, kerajaan
mughol setelah raja aurang zeb sebagai raja mughol terkuat wafat, pewaris kekuasaanya tidak
sekuat Aurang Zab, maka kerajaan melemah dan menghadapi berbagai masalah baik dari
dalam india sendiri dan kalangan pemerintah sendiri, dari kalangan penguasa hindu yang
senantiasa menentang dan merongrog dan juga kekuasaan dari luar india yaitu dari barat yaitu
kolonial inggris. Langkah perjuangan syeikh waliullah bliau seorang pemikir dan pembaharu
dalam perjuangan menghadapi situasi dan kondisi umat islam dan kerajaan islam mughol
yang semakin melemah beliau berjuang lewat tulisan-tulisan dalam bukunya yang mampu
membangkitkan kesadaran umat untuk hidup lebih islami dalam berbagai aspek kehidupan
dimana waktu itu kehidupan umat islam semakin menjauh dari islam dan memperbaiki
kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, dan etika umat islam yang semakin terpuruk
khususnya di india. Syeikh Waliullah adalah dari keluarga pendidik, ayahnya tokoh pendidik
yang sibuk mengelola madrasah, sepeninggalnya kesibukan mengurusi madrasah di teruskan
oleh syeikh waliyullah. Pembaharuan pemikirannya dia salurkan lewat buku-buku
karangannya yang langsung bisa. Diajarkan di madrasah-madrasah di samping terbesar di
kalangan masyarakat secara langsung atau secara luas. Buku karangan yang beliau tulis lebih
dari empat puluh judul buku yang bisa memberikaninspirasi pencerdasan dan pencerdasan
umat islam india khususnya. Diantara buku karangan syeikh waliullah yang terkenal adalah:
a. Tafhimal Al-Ilahiyah (penyebaran penyebarab ilahiyah)
b. Lamahat (kilasan-kilasan)
c. Sathahat (iluminasi-iluminasi)
d. Shifasifa Al-Qulub (menyembuhkan hati)
e. Budur Al-Bazighah (bulan-bulan purnama)
f. Izalat Al-Khafa An Khilafat Al-Khulafa (penghapusan keambiguan mengenai
kekhalifahan awal)
g. Mujjat Allah Al-Balighah (argument konklusif Allah)
h. Wahdat Asy-Syuhud (kesatuan makhluk dalam persepsi)
i. Ulasan-ulasan kitab Al-Muwatho’(imam malik)
j. Terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa persia.
Kitab beliau yang terakhir telah menginspirasi putranya yang berbakat yaitu syah Rafiuddim
untuk menulis terjemahan al-qur’an dalam bahasa urdu sehingga bisa di akses jutaan orang
india. Di samping itu kitab spektakuler beliau yaitu Hujjat Allah Al-Balighah di gunakan
cukup lama sebagai teks buku standar di universitas Al-Azhar. Pemikiran Syah Waliullah
banyak mempengaruhi generasi cendekiawan, pemikir, dan pembaharu di seluruh india,
diantaranya :
a. Muhammad Murtadlo Al-Zabidi
b. Sir Sayyid Ahmad Khan
c. Sayyid Ahmad Barelvi
d. Syah Ismail Syahid
e. Sir Muhammad Iqbal
f. Ubaidullah Sindhi
g. Abu Kalam Azad
h. Abul A’la Al-Mandudi
i. Abu Hasan Ali Nadwi
j. Muhammad Al-Ghazali.
Syah Waliullah wafat pada usia lima puluh sembilan tahun di makamkan di meruli, sebuah
perkotaan di kota Delhi, India.
GERAKKAN WAHHABI (Abad XVIII)
Wahabiah adalah suatu gerakan (revolusi) akidah murni yang sama sekali jauh dari unsur
politik yang di gerakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di tanah Najed dengan bantuan
keluarga Amir Sa’ud, pendiri kerajaan arab saudi sekarang. Sejak revolusi Wahabi (1143 H)
sampai saat ini nama Wahhabi ialah semata-mata untuk memperbaiki akidah umat islam yang
telah kotor oleh berbagai bid’ah, khurafat (takhayul).
Untuk memurnikan kembali akidah ahlus sunnah waljama’ah, menurut mazhab salfiah,
seperti yang di kembangkan oleh imam Ahmad bin Hambal (169-241 H) dan Ibnu taimiyah
(661-728 H), untuk mencapai tujuan tersebut maka di gerakkanlah suatu revolusi yang
kemudian dikenal revolusi Wahabi(1143-1205 H).
Sebenarnya kaum Wahabi termasuk satu kaum yang sangat berjasa terhadap kemajuan islam.
Mereka berani menegakkan sunnah di saat-saat orang takut menegakkannya. Tidak sampai di
batas itu saja kiprah kaum wahabi dalam pembenahan islam , hampir semua aspek keislaman
menjadi perhatian mereka, terutama sekali dalam hal akidah, lalu syari’ah, dan muamalah.
Sangat kita sesalkan bahwa sekarang masih ada umat islam yang masih menganggap wahabi
sebagai golongan khawarij (ahli bid’ah). Padahal, justru merekalah yang menumpas kaum
khawarij Najed sampai ke akar-akarnya.
BAB III KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengertian reformisme menurut Islam adalah merubah pemahaman agama umat Islam
yang menyimpang dari al-Quran dan sunnah.
2. Benih pembaharuan dunia Islam sesungguhnya telah muncul sekitar abad XIII M, ketika
dunia Islam mengalami kemunduran diberbagai bidang.
3. Tokoh-tokoh gerakan reformisme yaitu Ahmad Sirhindi dan Syah Waliyullah.
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedi Islam. Jakarta. Penerbit Ichtiar Baru Van Hoeve. 1986.
Harun Nasution. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. 1975. Bulan
Bintang. Jakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka.
1997.

Anda mungkin juga menyukai