Anda di halaman 1dari 7

c

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah filsafat pendidikan islam dan juga
untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga
bermanfaat.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin.
Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan
masih banyak kesalahan serta kekurangan.Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini
mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata
Kuliah filsafat pendidikan islam yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Wa’alaikumsalam Wr.Wb
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai orang yang berfikir (filsafat) sudah tentu ia memiliki pemikiran bagaikan dan
sisi mata uang, baik dan buruk sehingga dalam ilmu filsafat dikenal nama etika, yakni aturan
untuk membedakan baik dan buruk. Demikian pula pada aplikasinya, seorang ilmuan dala
kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai kehidupannya, baik saat berpikir
maupun bertindak. Dalam sebuah riwayat dikatakanlah “Al adabu fauqal ’ilmi” (Adab itu lebih
tinggi dari pada ilmu).
Benar bahwa perbuatanya mempunyai tujuan langsung, tetapi apakah manusia secara
total tau secara keseluruhan, mempunyai tujuan? Supaya apa yang di kehendaki bisa tercapai,
kita juga tau etika dalam hidup, cara berfikir yang baik, sikap dan ucapan yang baik. Di
makalah ini sudah dijelaskan sebagai hal tentang etika keilmuan dalam filsafat islam.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana Etika Keilmuan dalam Filsafat Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Etika Pragmatis dalam Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Positivisme dalam Etika Keilmuan?
4. Bagaimana Hubungan Etika Keilmuan dan Pendidikan Islam?

1.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui Etika Keilmuan dalam Filsafat Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui Etika Pragmatis dalam Pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui Positivisme dalam Etika Keilmuan.
4. Untuk mengetahui Hubungan Etika Keilmuan dan Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Etika Keilmuan dalam Filsafat Pendidikan Islam


Etika merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti: adat
istiadat. Sebagai cabang dari filsafat, maka etika berangkat dari kesimpulan logis dan rasio
guna untuk menetapkan ukuran yang sama dan disepakati mengenai sesuatu perbuatan, apakah
perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah dan pantas atau tidak pantas untuk dikerjakan.
Menurut Ibnu Miskawaih tentang etika dalam karyanya yang berjudul Tahdzib Al-
Akhlak, dia mencoba menunjukkan bagaimana kita dapat memperoleh watak-watak yang lurus
untuk menjalankan tindakan-tindakan yang secara moral benar terorganisasi dan tersistem.
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi
dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang
berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek.
Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu
Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak yang
baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa kanak-kanak, yang menurutnya merupakan
mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
Sedangkan menurut Al- Ghazali tujuan pendidikan adalah mengembangkan budi pekerti
yang mencangkup penanaman kualitas moral dan etika kepatuhan, kemanusiaan, kesederhanaan
dan membenci hal-hal yang buruk seperti melanggar perintah atau kehendak Tuhan. Etika
dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika berbicara tentang tujuan
yang hendak dicapai dalam segala sesuatu. Sedangkan dalam ontologi dipertanyakan apa
hakekat sesuatu, dalam epistimologi dipertanyakan bagaimana sesuatu itu terjadi dan dari mana
sesuatu itu ada, maka dalam aksiologi dipertanyakan mengenai tujuan dari hakikat sesuatu.

2.2. Etika Pragmatis dalam Pendidikan Islam


Pragmatisme berasal dari kata Pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan,
perbuatan. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Dalam
filsafat pendidikan Islam, pragmatisme tentu ada karena tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk anak didik yang bertakwa kepada Allah, berkepribadian luhur, berilmu
pengetahuan yang luas, terampil, dan dapat diamalkan dalam kehiudupan sehari-hari.
Pragmatisme juga menilai manfaat suatu perbuatan dari dampak materiil yang
ditimbulkannya, misalnya. lembaga pendidikan dibangun dengan tujuan memperoleh
keuntungan maretiil dari sumbangan orang tua murid dan dari pemerintah. Dengan tujuan itulah
pragmatisme menegaskan bahwa pendidikan Islam diberikan kepada anak didik agar memiliki
keahlian duniawi dan ukhrawi. Keduanya harus memberikan keuntungan.

2.3. Positivime dalam Etika Keilmuan


Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan factual,
yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, etika keilmuan yang dibangun
oleh Comte dengan positivisme memberikan pemahaman bahwa puncak kebenaran dari
pengetahuan adalah segala sesuatu yang empiric, dan setiap dinamika dari kebenaran empiric
itu bersifat progresif. Oleh karena itu, substansi dari etika keilmuan sepantasnya menuju ke
arah yang terus lebih baik dan memiliki masa depan yang cerah.
Adapun zaman positivis adalah zaman yang dianggap Comte sebagai zaman tertinggi
dari kehidupan manusia. Alasannya ialah pada zaman ini tidak lagi ada usaha manusia untuk
mencari penyebab yang terdapat di belakang fakta-fakta. Di samping itu sumber ajaran islam
yang berupa wahyu pun merupakan hal yang gaib. Etika Keilmuan yang dibangun oleh filsafat
pendidikan Islam tidak menganut paham positivisme, meskipun mengenal kebenaran yang
menggunakan paham tersebut.

2.4. Hubungan Etika Keilmuan dan Pendidikan Islam

Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika berbicara
tentang tujuan yang hendak dicapai dari segala sesuatu. Hubungan etika keilmuan dan
pendidikan Islam seperti halnya hubungan etika dan ilmu, diantaranya:
a. Ilmu bebas nilai (value free) Paradigma ilmu bebas nilai (value free). Bebas nilai artinya
setiap kegiatan ilmiah harus didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Penganut paradigma ini menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-
nilai, baik secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini, ilmuwan hanyalah
menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya,
apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik atau sebaliknya.
b. Ilmu tidak bebas nilai (value bound) Paradigma ilmu yang tidak bebas nilai (value bound)
memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan dengan
mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas
dari nilai-nilai, kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis,
dan sebagainya.
c. Ilmu bebas nilai sedangkan aplikasi ilmu dan ilmuwannya terikat nilai Pendapat ini
mengatakan bahwa ilmu bebas nilai hanya terbatas dari segi ontologinya, sedangkan
penggunaannya tidak bebas nilai karena harus berdasarkan asas-asas nilai. Mereka
berpendirian bahwa masalah nilai tidak terlepas sama sekali dengan fitrah manusia.
Manusia adalah makhluk yang selalu menilai untuk menemukan kebenaran dan
mempertemukan kebenaran.

Dari paparan tiga paradigma tentang ilmu dan nilai diatas, dapat disimpulkan bahwa
netralitas ilmu hanya terletak pada epistemologinya saja, artinya tanpa berpihak pada siapapun
selain kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologis dan aksiologis, ilmuwan harus mampu
menilai mana yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan ilmuwan memiliki
landasan moral yang kuat.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Etika
keilmuan yang menganut Positivisme akan mempertegas tentang kebenaran pengetahuan
terletak pada fakta-fakta yang Konkret dan indrawi. Sedangkan Etika keilmuan yang dibangun
di atas dasar Humanisme adalah etika meterealisme karena sesungguhnya manusia adalah
materi, karena manusia akan berakhir sebagaimana benda yang lain, hanya keberakhiran materi
yang merupakan perubahan abadi. Oleh sebab itu tidak ada kehancuran yang ada hanyalah
perubahan. Hubungan etika keilmuan dan pendidikan islam sepertihalnya hubungan etika dan
ilmu, diantaranya:
a. Ilmu bebas nilai (value free)
b. Ilmu tidak bebas nilai (value bound)
c. Ilmu bebas nilai sedangkan aplikasi ilmu dan ilmuwannya terikat nilai.

3.2. Saran
Kami bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Kami akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah ini
di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat kami selesaikan dengan hasil yang lebih
baik lagi.
Etika adalah suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan manusia. Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika
berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu. Etika Pragmatis Dalam
Pendidikan Islam berpandangan bahwa kriteria kebenaran
DAFTAR PUSTAKA

Alavi, Zianuddin. Pemikiran Pendidikan Islam Pada Abad Klasik dan Pertengahan, Bandung:
Angkasa, 2003.

Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Ramayulis H. dan Nizar Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Supriadi Dedi. Pengantar Filsafat Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2009.

Anda mungkin juga menyukai