PEMBAHASAN
َ ثُ َّم َر َد ْد نهُ اَ ْسفَ َل َسا فِلِ ْين.لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ا ِال ْنسنَ فِ ْي اَ حْ َس ِن تَ ْق ِو يم
Artinya:
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudan,
kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)” (Q.S. At-Tin: 4-5)
Ayat tersebut menyatakan bahwa secara genetis manusia diciptakan dengan kreativitas
Tuhan yang terbaik, tetapi sebaik apapun fisik manusia, ia akan mengalami kerusakan, bahkan
derajatnya yang tinggi pun akan menjadi sangat rendah.
Yang menyebabkan kemuliaan manusia terjaga dan harkat martabatnya tetap tinggi
adalah keilmuannya yang dapat membangun keimanan dan ketakwaan, sebagaimana disebutkan
ayat At-Tin berikutnya:
ت فَلَهُ ْم ا جْ ٌر َغ ْي ُر َم ْمنُوْ ٍن ّ اِ الَّ ا لَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا َو َء ِملُو ا ا ل
ِ صلِ َح
Artinya:
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; Maka bagi mereka, pahala
yang tiada putus-putusnya” (Q.S. At-Tin: 6)
Kemuliaan manusia harus dibentuk oleh iman dan amal shaleh. Iman merupakan
landasan spiritual manusia, sedangkan amal shaleh adalah perpaduan antara ilmu pengetahuan
dan teknologi, artinya ilmu yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, sehingga
manusia berperilaku rasional dan terjaga spiritualitasnya. Amal shaleh adalah cara kerja yang
profesional.
Perlu diketahui pula bahwa dalam sejarah filsafat, masa etik diisi oleh tiga macam aliran
filsafat, yaitu aliran Epicorus, Stoa, dan Skeptis. Epicorus yang mendirikan sekolah filosofi kahir
di Samos pada tahun 341 SM dan meninggal di Athena pada tahun 217 SM dalam usia 70 tahun.
Menurut pendapat Epicorus, ajaran etiknya adalah mencari kesenangan, tujuannya memperkuat
jiwa untuk menghadapi semua keadaan.
Yang kedua adalah aliran Stoa didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition (133-266 SM).
Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 SM, dan meninggal di Athena pada tahun 264 SM ia
mencapai umur 76 tahun. Ajaran etiknya adalah memberikan petunjuk tentang sikap sopan
santundalam kehidupan. Tujuanya menyempurnakan moral manusia.
Yang terakhir adalah aliran Skeptis. Skeptis artinya ragu-ragu terhadap segala sesuatu
merupakan fondasi keyakinan. Sekolah yang dijadikan aliran Skeptis adalah sekolah aliran
Pyrrhon dari Elis. Phyrron sendiri lahir tahun 360 SM dan meninggal dunia pada tahun 270 SM.
Itulah beberapa pandangan tentang etika yang nantinya akan dianut oleh para filusuf dan
bisa jadi oleh ilmuan. Lalu, di mana letak atau posisi etika keilmuan dalam konteks pendidikan
Islam? Dalam perspektif filsafat pendidikan Islam, etika keilmuan yang harus dibangun adalah
sebagai berikut:
1. Semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Karena Allah Rabbul-alamin
2. Semua ilmu wajib digali dan dicari sebanyak mungkin karena Islam mewajibkan mencari ilmu
sejak manusia dari buaian hingga ke liang lahat
3. Setiap ilmu yang dimiliki sekecil apapun harus diamalkan dalam hidup
4. Setiap ilmu yang dimiliki harus menjadi cahaya yang menerangi kehidupan dan menolong
orang-orang yang masih bodoh atau awam
5. Setiap ilmu yang dimiliki harus disebarkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan umum
6. Setiap ilmu yang dikembangkan harus mempermudah usaha manusia dalam mempertahankan
kehidupannya dan tidak mendatangkan kemadharatan.[5]
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA PRAGMATIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Aliran pragmatis timbul pada abad 20. Pendiri aliran ini adalah Charks E. Peirce.
Aliran Pragmatisme adalah suatu aliran yang memandang realitas sebagai sesuatu
yang secara tetap mengalami perubahan(terus-menerus berubah).[2]
Makna “etika”. Istilah dipakai dalam dua macam arti. Yang satu tampak dalam
ungkapan seperti “ saya pernah belajar etika.” Dalam penggunaan seperti ini etika
dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap
perbuatan-perbuatan manusia.
Makna kedua seperti yang terdapat dalam ungkapan “ia bersifat etis” atau “ia
seorang yang jujur” dalam hal-hal tersebut bersifat etik merupakan predikat yang
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, manusia-manusia yang lain,
dalam arti yang demikian ini, “bersifat etik” setara dengan “bersifat susila”.[3]
Menurut Ibnu Miskawaih tentang etika dalam karyanya yang berjudul Tahdzib Al-
Akhla, dia mencoba menunjukkan bagaimana kita dapat memperoleh watak-watak yang
lurus untuk menjalankan tindakan-tindakan yang secara moral benar terorganisasi dan
tersistem.[4]
Menurut Aristoteles tujuan hidup manusia adalah mendapatkan kebahagian,
kebahagiaan manusia akan dapat diwujudkan dengan sendirinya melalui dua jalan,
pertama, melalui sifat pertengahan antara mengikuti dorongan sifat kebinatangan dan
kemanusiaan, yakni nafsu makan, hasrat, dan nafsu yang berada dibawah bimbingan
akal. Kedua, kebahagiaan itu terjadi pada pengguna akal dalam melakukan penelitian
ilmu pengetahuan dan merenungkan tentang kebenaran[5].
Patut pula diangkat bahwa etika sebagai ilmu pengetahuan dapat berarti
penyelidikan mengenai tanggapan-tanggapan kesusilaan, sedangkan etika sebagai
ajaran bersangkutan dengan membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Sedangkan menurut Al- Ghazali tujuan pendidikan adalah mengembangkan budi
pekerti yang mencangkup penanaman kualitas moral dan etika
kepatuhan,kemanusiaan, kesederhanaan dan membenci hal-hal yang buruk seperti
melanggar perintah atau kehendak tuhan.[6]
Etika dalam kajian filsafat merupakan bagian dari aksiologi karena etika
berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai dalam segala sesuatu. Sedangkan
dalam ontologi dipertanyakan apa hakekat sesuatau, dalam epistimologi dipertanyakan
bagaimana sesuatu itu terjadi dan dari mana sesuatu itu ada, maka dalam aksiologi
dipertanyakan mengenai tujuan dari hakikat sesuatu. Misalnya, tentang pendidikan
islam maka muncul pertanyaan, apa pendidikan islam itu? Mengapa pendidikan islam
diperlukan? Untuk apa ada pendidikan?
Berbicara tentang etika keilmuan, apabila digunakan perspektif pragmatisme,
etika keilmuan diatur menurut nilai-nilai dan etika pragmatism. Pragmatisme berasal
dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme
adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah
apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Pragmatisme berpandangan bahwa subtansi kebenaran adalah jika segala
sesuatu memiliki fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Pendidikan agama Islam adalah
bagian dari tugas agama maka mengajarkan pendidikan islam adalah kebenaran.
Pragmatisme menurut para filsuf-filsuf yang terkenal sebagai berikut :
Menurut William James dan John Dewey, filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa
tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri
lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman yang kita anggab benar dalam
perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah karena didalam praktik. Menurut
Jemes, dunia tidak dapat diterangakan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia
adala dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan tentang kepercayaan
agama.
Dalam filsafat Islam, pragmatisme tentu ada karena tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk anak didik yang bertagwa kepada Allah SWT, berkepribadian luhur,
berpengetahuan yang luas, terampil, dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Agar anak didik memiliki keahlian duniawi dan ukhrowi, dan keduanya bisa memberikan
keuntungan.
Menurut John Dewey, tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan
nayata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang
praktis, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis.
Secara umum, pargmatisme berarti hanya ide yang dapat dipraktikkan yang
benar dan berguna. Apabila filsafat Islam berkiblat pada pandangan Pragmatime John
Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang
sifatnya nyata, bukan hal yang diluar jangkauan panca indra.
Etika keilmuan berkaitan pula dengan kode etik bagi para pendidik. Dalam
perspektif islam, pendidikan etika juga membahas pula masalah yang berkaitandengan
substansi etika yang dimiiki oleh dunia pendidikan Islam, terutama brkaitan dengan hal-
hal sebagai berikut:
Keilmuan yang bersumber pada Al Qur’an dan As-Sunnah.
Keilmuan yang berbasis kepada po;a pendidikan tradisional Islam.
Keilmuan sebagai alat yang merumuskan prinsip-prinsip pendidikan
Keilmuan yang mengarahkan pendidikan kepada tujuan umum dalam beragama Islam.
Keilmuan yang mengacu pada dokrin agama Islam dan kebergantungan kepada tokoh
agama.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa etika keilmuan dalam filsafat
pendidikan islam itu sangat peting, karena dalam agama kita sudah diajarkan tata cara
berperilaku yang baik, dan cara berpikir yang kritis, agar kita bisa menjadi orang yang
berpikir jerman dan berhati mekah.
Jadi etika keilmuan yang harus dibangun adalah :
1. Semua ilmu bersumber dari Allah SWT. Karena Allah Robbul ‘alamin.
2. Setiap ilmu wajib di gali dan dicari sebanyak mungkin karena islam mewajibkan
mencari ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat.
3. Setiap ilmu yang dimiliki sekecil apapun harus diamalkan dalam hidup.
4. Setiap ilmu yang dimili harus menjadi cahaya yang menerangi kehidupan dan
menolong orang-orang yang masih bodoh atau awam.
5. Setiap ilmu yang dimili harus sdisebarkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan umum
6. Setiap ilmu yang dikembangkan harus mempermudah usaha manusia dalam
mempertahankan kehidupannya dan tidak mendatangkan kemadharatan.
Jadi etika keilmuan itu menjelaskan bagaimana cara berpikir yang baik, agar kita bisa
menjadi seorang pendidik yang bisa memberikan contoh, teladan yang baik pada anak
didik kita nanti.