Anda di halaman 1dari 24

Tafsir Ayat-Ayat Tentang Pendidikan Seumur Hidup

Makalah Ini Dipresentasikan Pada Mata Kuliah


Tafsir ayat tarbawi 3 Program Studi Pendidikan Agama Islam
Semester IV Lokal B

Disusun oleh:
Kelompok II

Ajrin mafazah (2019.151.3460)


Anggun Putri (2019.151.3461)
Nadila Sastika (2019.151.3475)

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
NUSANTARA BATANGHARI
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan


kesehatan dan kesempatan kepada kami untuk bisa menyelesaikan
makalah dengan judul “Tafsir Ayat-Ayat Tentang Pendidikan Seumur
Hidup” dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah
kepada nabi Muhammad Saw.

Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan baik


dalam penulisan maupun isi dari makalah ini. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca umumnya
dan kepada dosen pengampu khususnya. Demi penyempurnaan baik
dalam penulisan maupun isi dari makalah ini.

Selanjutnya, kami sangat berterima kasih kepada semua pihak


terkhusus kepada Bapak M. Syadli S.Th.I., MA. selaku dosen pengampu
mata kuliah Tafsir Ayat Tarbawi 3, yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Muara Bulian, 05 April 2021

penulis

Kelompok 2

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
Pendahuluan..............................................................................................................1
1. Latar Belakang...................................................................................................1
2. Rumusan Masalah.............................................................................................1
3. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
Pembahasan...............................................................................................................2
A. Pendidikan Seumur Hidup Sebagai Prinsip Pendidikan Islam.................2
B. Urgensi Pendidikan Seumur Hidup...............................................................2
C. Ayat-Ayat Al-Quran Yang Terkait Urgensi Pendidikan Seumur Hidup.. .5
PENUTUP..................................................................................................................19
KESIMPULAN.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20

iii
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Pendidikan adalah modal utama yang harus dimiliki oleh setiap
manusia. Dengan pendidikan akan meninggikan derajat seorang manusia
dibandingkan dengan manusia yang lain, manusia akan dianggap
berharga bila memiliki pendidikan yang berguna bagi sesamanya. Masa
dari pendidikan sangatlah panjang, banyak orang yang beranggapan
bahwa pendidikan itu berlangsung hanya disekolah atau masa sekolah
saja, tetapi dalam kenyataanya pendidikan berlangsung sepanjang hayat
melalui pengalaman-pengalaman yang dijalani dalam kehidupan seorang
manusia. Pendidikan berlangsung tanpa batas yaitu mulai sejak lahir
sampai kita meninggal dunia. Selain itu islam juga mengajarkan untuk
mempelajari firman-Nya, baik qouliyah, yakni ayat-ayat pada mushaf Al-
Qur’an, maupun ayat kauniyah atau kejadian-kejadian di alam sekitar.
Maka jelaslah sudah bahwa pendidikan sepanjang hayat itu sangat benar
adanya didalam fase kehidupan kita.

2. Rumusan Masalah
1. Pendidikan sepanjang hayat sebagai prinsip pendidikan Islam.
2. Urgensi pendidikan sepanjang hayat.
3. Ayat-ayat al-Quran yang terkait tentang pendidikan seumur hidup .

3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan seumur hidup.
2. Untuk mengetahui ugensi pendidikan seumur hidup.
3. Untuk mengetahui Ayat-ayat al-Quran yang terkait tentang
pendidikan seumur hidup.

1
Pembahasan

A. Pendidikan Seumur Hidup Sebagai Prinsip Pendidikan Islam.


Salah satu prinsip pendidikan Islam adalah prinsip kontinuitas atau
berkelanjutan. Dari prinsip inilah dikenal pendidikan seumur hidup. Dalam
Islam adalah suatu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir.
Seruan “membaca” yang ada dalam al-Qur’an (QS. al-‘Alaq:1) merupakan
perintah yang tidak mengenal batas waktu. 1 Dengan demikian, pendidikan
Islam mengajarkan kepada manusia untuk terus menuntut ilmu dengan
berlandaskan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala serta membentuk
forum dialogis yang komprehensip dan konstruktif. Apalagi “Islam
merupakan paradigma ilmu pendidikan” dan merupakan wahyu yang
diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai pedoman hidup untuk
mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Namun pedoman tersebut
baru dapat dipahamai setelah dipelajari, dipahami, di yakini dan di hayati,
dan di amalkan setelah melalui proses pendidikan. 2
Dalam penitian jalan panjang kehidupan manusia yang diciptakan
untuk beribadah kepada Allah ta’ala dengan sarana beriman kepada-Nya
tanpa keraguan dan penuh keyakinan, yang mana keyakinan hanya akan
didapat dengan ilmu yang bersumber pada wahyu, maka sebuah
keniscayaan di dalam masa hidup manusia yang penuh dengan
pergolakan dan keguncangan dalam mempertahankan keimanan sampai
wafat di atas keimanan (Islam) untuk tetap istiqomah dijalan-Nya harus
senantiasa dalam wahana pencapaian ilmu dan pengamalannya.

B. Urgensi Pendidikan Seumur Hidup

1
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif, Jakarta: AMZAH.
2013. Hlm. 78
2
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif, Jakarta: AMZAH.
2013. Hlm.80

2
Pendidikan dalam Islam yang sarat dengan nilai-nilai wahyu
ilahiyyah, melahirkan sistem yang saling berkaitan antara pemahaman

3
3

yang benar dengan menggunakan akal pikiran yang


bersesinergikan dengan keyakinan dalam hati yang berlandaskan iman,
yakni dibarengi ketundukan dan ketataatan atas syariat dan hukum yang
diistinbatkan dari wahyu (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan implementasi
dalam tingkah laku perbuatan. Hal ini berlangsung sepanjang hayat yang
bertransformasi menjadi tradisi kehidupan di sisi keilmuan umat Islam.
Adian Husaini.3 menyebutkan tradisi ilmu dalam islam sejak awal sudah
bersifat tauhidy, tidak sekuler, tidak mendikotomikan antara unsur dunia
danunsur akhirat ‘ antara ilmu-ilmu dunia dan ilmu akhirat, semua itu
bermuara pada satu tujuan; yaitu untuk mengenal (marifah) kepada Allah
subhanahu wata’ala dan mencintai ibadah kepadanya. Allah subhanahu
wata’ala berfirman :
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilahi (sesembahan,
Tuhan) selain Allah subhanahu wata’ala dan mohonlah ampunan bagi
dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan.danAllah subhanahu wata’ala mengetahui tempat kamu
berusaha dan tempat kamu tinggal.” (Q.S muhammad : 19).
Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan ratusan perintah
dalam Al-Qur’an agar manusia menggunakan akalnya untuk berfikir untuk
mendapatkan keimanan, baik bertafakkur dengan ayat-ayat
kauniyah(tanda-tanda di alam) yang diciptakan-Nya, ataupun dengan
bertadabbur dengan ayat-ayat qauliyah (Al-Qur’an) yang diturunkan-Nya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal” (Q.S Ali Imran : 190)
(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan
supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka
mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar

3
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusi Berkarakter Dan Beradab, Jakarta :
Cakrawala Publishing, hlm. 115-117
4

orang-orang yang berakal mengambil pelajaran. (Q.S Ibrahim : 52).


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa akal dan wahyu ibarat
mata dan cahaya,”bahkan akal adalah syarat untuk mengilmui sesuatu
dan untuk beramal dengan baik dan sempurna. Akal pun akan
menyempurnakan ilmu dan amal. Akan tetapi, akal tidaklah berdiri
sendiri.Akal bisa berfungsi jika dia memiliki instink dan kekuatan
sebagaimana penglihatan mata bisa berfungsi jika adanya cahaya.Apabila
akal mendapati cahaya iman cahaya mentari.Jika bersendirian tanpa
cahaya, akal tidak bisa melihat atau mengetahui sesuatu.”(Majmu’ Al-
Fatawa, 3/338-339).4 Bahkan, Allah subhanahu wata’ala swt melalui
firman-Nya (Al-Qur’an) sangat menekankan, bahwa ada perbedaan antara
yang berilmu dan yang tidak beilmu. Orang yang beriman dan yang
berilmuakan diangkat derajatnya.Karena itulah, Allah subhanahu wata’ala
mengancam keras orang-orang yang tidak menggunakan segala
potensinya untuk berfikir dan meraih ilmu.Orang-orang seperti ini, dalam
al-Quran disamakan derajatnya dengan binatang ternak yang tidak
memilki kemanfaatan kecuali hanya bagi kahidupan dunia. Firman Allah
subhanahu wata’ala: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah
subhanahu wata’ala) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah subhanahu
wata’ala), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala). mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah
orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf : 179)
Karena itulah, setiap muslim wajib menyibukan dirinya dalam
urusan keilmuan, sebagaimana diperintahkan oleh Rosulullah : “ mencari
5
ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.” Inilah yang menjadi perbedaan
4
Felix y. Siauw, Beyond The Inspiration, Jakarta Barat: Khilafah Press. 2012 hlm. 143-144
5
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membentuk Manusi Berkarakter Dan Beradab, Jakarta :
Cakrawala Publishing, hlm. 115-117
5

antara tradisi keilmuan dalam Islam dengan selainnya, pemanfaatan


panca indra untuk merenungi ayat-ayat Allahkyang melahirkan amal,
dengan keyakinan akan maslahat untuk manusia itu sendiri selama
hidupnya dan akan terus berlangsung hingga akhir hayatnya.

C. Ayat-Ayat Al-Quran Yang Terkait Urgensi Pendidikan Seumur


Hidup.
Al-Qur’an memuat banyak sekali ayat-ayat yang mendorong kaum
muslimin untuk senantiasa meningkatkan keilmuannya. Bahkan, aktivitas
sehari-hari, haruslah ditandai dengan aktivitas keilmuan atau yang terkait
dengan ilmu, Allah subhanahu wata’ala berfirman : QS. Thaha: 114 “…
Dan Katakanlah: ‘Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.’” Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksudnya
tambahkanlah kepadaku ilmu dari-Mu.Ibnu Uyainah rahimahullah
mengatakan, Nabi n, senantiasa berada dalam tambahan ilmu, hingga
Allah subhanahu wata’ala mewafatkan beliau. 6
Sedangkan Ibnu Majah tmeriwayatkan, dari Abu Hurairah a, ia
menuturkan, Rasulullah n bersabda: :
" ‫ ِب َما ا ْن َفعْ نِي اللَّ ُه َّم‬Z،‫ َما َيو َعلِّ ْمنِعلَّمتني‬،‫ َو ِز ْدنِي َي ْن َف ُعنِي‬،‫ال ُك ِّل َعلَى هَّلِل ِ َو ْال َح ْم ُد عِ ْلمًا‬
ٍ ‫"ح‬
َ
“Ya Allah subhanahu wata’ala jadikanlah apa yang telah Engkau ajarkan
kepadaku itu bermanfaat bagiku, dan ajarkanlah apa yang bermanfaat
bagiku serta tambahkanlah ilmu kepadaku. Segala puji bagi Allah
subhanahu wata’ala atas segala keadaan.” Hadits di atas juga
diriwayatkan oleh al-Bazzar, yang ia tambahkan pada bagia akhirnya:
ُ ‫”لنار أهل احال من ِباهَّلل ِ َوأَع‬
“‫ُوذ‬
“….Dan aku berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala dari keadaan
penghuni neraka.”7
Sementara itu Abu Bakar Jabir al-Jazairi rahimahullah beristifadah
tentang ayat ini adalah anjuran unuk menuntut ilmu dan mencari
6
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri.Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. 2008. Jilid
V. Hal.780
7
Abdullah bin Muhammad, TAFSIR IBNU KATSIR, Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’I, e-book
6

tambahan ilmu dengan mengakui kebodohan dalam dirinya dan


kebutuhan terhadap ilmu.8 Kita juga bisa melihat semangat berfikir untuk
mencapai keimanan pada ayat pertama yang diturunkan Allah subhanahu
wata’ala pada manusia. Marilah kita melihat bagaimana Allah subhanahu
wata’ala membimbing manusia melalui firman-Nya yang sempurna
dengan ayat-ayat yang pertama diturunkan Allah subhanahu wata’ala
yang akan dibahas pada point berikutnya. QS. al-‘Alaq: 1-5 “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah
yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam.Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.
al- A’laq:1-5). Sesungguhnya ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan
adalah ayat-ayat mulia ini.Dia merupakan rahmat pertama yang diberikan
Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya dan nikmat pertama yang
dicurahkan Allah subhanahu wata’ala kepada mereka.Dia merupakan
peringatan tentang awal penciptaan manusia dari segumpal darah. Dan
sesungguhnya, diantara kemurahan Allah subhanahu wata’ala Ta’ala
adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang tadinya tidak
diketahui. Maka Allah subhanahu wata’ala mengangkat dan
memuliakannya dengan ilmu. Inilah yang hanya diberikanAllah subhanahu
wata’ala kepada bapak manusia, Adam q sehingga membedakannya dari
malaikat. Dan, ilmu terkadang ada dalam benak. Kadang-kadang juga
berada dalam tulisan dan bersifat mentalistik dan formalistik. Kata
formalistik memastikan ilmu berada dalam tulisan, namun tidak
sebaliknya. Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala Ta’ala berfirman,
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.Yang mengajarkan
dengan perantaraan kalam.Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.” Ditegaskan dalam sebuah atsar
“ikatlah ilmu itu dengan tulisan.” Dan diterangkan pula “barangsiapa yang

8
Abu Bakar Jabir al-Jazairi.Tafsir al-Qur’an al-Aisar. Jakarta: Darus Sunnah Press. 2007. Jilid IV.
Hal.643
7

mengamalkan apa yang telah ia ketahui, maka Allah subhanahu wata’ala


akan mewariskan kepadanya sesuatu (ilmu) yang tidak dia ketahui
sebelumnya.”9 Dalam makna yang luas, iqra’ dengan asal kata qara’a
mempunyai makna membaca, memikirkan, menghimpun informasi,
menelaah, mendalami, meneliti, menyelidiki, mengumandangkan dan
menyampaikan. Apabila kata iqra’ dirangkai dengan kata ismun yang dalm
arti luas berarti nama atau tanda. Dengan kata lain ketika ayat ini
diturunkan maka Tuhan menciptakan alam semesta memerintahkan
manusia manapun yang membaca ayat ini untuk ‘membaca’ atau berfikir
tentang seluruh tanda-tanda yang dapat dia indera. Aktivitas ‘membaca’
dan berfikir ini dilakukan agar manusia mengetahui, siapakah Tuhan yang
telah menciptakannya adalah maha pemurah dan maha perkasa. Jika kita
jujur maka proses terbentuknya manusia dari segumpal darah (alaq),
sampai lahir dan tumbuh kembangnya, memang merupakan hal yang
sangat luar biasa bagi orang – orang yang berfikir. Sungguh, akan muncul
kesadaran bagi orang yang berfikir bahwa Allah subhanahu wata’ala
memang maha pemurah, maha pemberi rizki, maha perkasa, maha
kuasa. Allah subhanahu wata’ala lah segala-galanya.
Setelah kita menyadari kemahaan Allah subhanahu wata’ala maka
langkah berikutnya yang diperintahkan dalam ayat ini adalah bahwa kita
juga arus menyadari dan mengetahui bahwa manusia itu diajarkan oleh
Allah subhanahu wata’ala dengan perantaraan qolam, bahwa Allah
subhanahu wata’ala memberikan kita pengetahuan dan mengajarkan kita
sesuatu yang tidak kita ketahui. Dalam 2 ayat terakhir, Allah subhanahu
wata’ala menginginkan manusia untuk iqra manusia darikelemahan
mereka, berfikir bahwa memang manusia tidak memahami apapun, tidak
mengetahui apapun sehingga Allah subhanahu wata’ala mengajarkan
kepada manusia apa - apa yang tidak ketahui.
Dalam Al-Quran dijelaskan bahwa manusia merupakan satu
kesatuan (ummatan wahidah), tetapi akibat lajunya pertumbuhan

9
Muhammad Nasib Ar-Rifa’I,(terj) Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid.4.
8

penduduk serta pesatnya perkembangan masyarakat, maka timbullah


persoalan-persoalan baru yang menimbulkan perselisihan dan silang
pendapat. Agar Al-Quran berguna sesuai dengan fungsi-fungsinya, Al-
Quran memerintahkan umat manusia untuk mempelajari dan
memahaminya. Upaya pencarian makna kitab suci tercermin dalam
berbagai kajian, baik secara tekstual maupun kontekstual dan bahkan
dalam bentuk sentesis sebuah disiplin akademik. Hal ini agar nilai-nilai
kitab suci dapatlebih membumi, di antaranya adalah melalui gagasan
tafsir tarbawi.
Tafsir Tarbawi yang merupakan ijtihad akademisi tafsir, berupaya
mendekati Al-Quran melalui sudut pandang pendidikan, baik dari segi
teoretik maupun praktik. Ijtihad ini diharapkan dapat mewacanakan
sebuah paradigma tentang konsep pendidikan yang dilandaskan kepada
kitab suci dan mampu untuk diimplementasikan sebagai nilai–nilai dasar
dalam pendidikan. Dalam istilah Indonesia, kata pendidikan dan
pengajaran hampir-hampir menjadi kata padanan yang setara (majemuk)
untuk menunjukkan pada sebuah kegiatan atau proses transformasi, baik
ilmu maupun nilai, dan dalam Al-Quran sendiri juga tidak
membedakannya.
Jika kita telusuri secara mendalam di dalam Al-Quran terdapat
beberapa istilah yang mengacu pada terminologi pendidikandan
pengajaran, di antaranya adalah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, dantazkiyah.Kata
tarbiyahberasal dari bahasa Arab, yaitu rabbi-yurabbi-tarbiyah, yang
berarti raja/penguasa, tuan, pengatur, penanggung jawab, pemberi
nikmat. Istilah tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau
pendampingan terhadap anak yang diempu sehingga dapat
mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik,
dengan beberapa prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap
hubungan manusia, baik antara manusia dengan khaliqnya, maupun
manusia dengan alam raya.
9

Dengan demikian, upaya pemahaman Al-Quran yang diyakini


keuniversalannya telah memunculkan berbagai terminologi yang berkaitan
dengan pemahaman Al-Quran. Hadirnya terminologi Tafsir Tarbawi dalam
hal ini merupakan sebuah metode pemahaman kitab suci (tafsir) yang
dilihat dari sisi pendidikan dengan lebih memperhatikan corak pendidikan
dalam memberikan analisisnya. Dalam pendidikan Islam, sasaran yang
ingin dicapai adalah melakukan pengaturan dan pembinaan dari segenap
aspek potensial manusia agar mencapai kesempurnaan. Di sisi lain,
manusia sebagai makhluk multi dimensi memiliki banyak aspek potensial
dari
198Wawan Wahyuddin: Pendidikan Sepanjang Hayat........mulai
aspek material (jasmani), hingga immaterial (akal dan jiwa).
Untuk itulah, maka Allah mengutus Rasul sebagai pendidik yang
dalam Al-Quran disebutkan bertugas sebagai penyampai informasi Tuhan
(yatlu 'alaihim ayatih), menyucikan yang berarti mendidik (yuzakkîhim) dan
mengajar yang tidak lain menanamkan pengetahuan (yuallimuhum) baik
yang berkaitan dengan alam fisika maupun metafisika. Tujuan pendidikan
Islam (tarbiyyah) tidak hanya bersifat immanen, tetapi juga transenden.
Sebab target yang ditetapkannya adalah melahirkan kesempurnaan
manusia agar tercipta makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan,
dunia-akhirat, atau ilmu dan iman.
Karena tujuan itu, maka pendidikan Islam menjadikan pemahaman
akan kitab suci sebagai salah satu syarat mutlak dalam proses
pelaksanaannya. Hal demikian dikarenakan target menciptakan manusia
dengan keilmuan dan keimanan yang mantap tidak akan dapat
diwujudkan hanya sebatas melalui pengetahuan kognitif yang relatif. Lebih
dari itu, kebenaran pengetahuan kognitif harus dikonfirmasikan kepada
pengetahuan akan informasi transenden yang mutlak dan absolut.
Pengetahuan transenden yang dimaksud adalah pengetahuan akan
pesan-pesan kitab suci Al-Quran, dan pengetahuan tersebut dinamakan
10

tafsir. Kebutuhan pengetahuan akan kitab suci (tafsir) dalam ilmu


pendidikan didasarkan pada aspek-aspek berikut.
1.Tafsir sebagai basis keimanan yang merupakan pengetahuan tertinggi
nilainya, dan terdasar kedudukannya dalam susunan pengetahuan
manusia sebelum pengetahuan keilmuan yang lain.
2.Tafsir sebagai konfirmasi terhadap kebenaran yang diungkap dalam
pengetahuan eksploratif. Artinya pengetahuan keimanan (informatif)
dalam pendidikan Islam dan pengetahuan ekploratif harus saling
menguatkan dan membenarkan.
3.Tafsir berfungsi sebagai pelengkap dan penyempurna akan
pengetahuan eksploratif yang belum tuntas. Artinya tafsir harus dapat
memberi penjelasan tentang fenomena-fenomena yang tidak dapat
dijelaskan oleh ilmu pengetahuan eksploratif.
4.Tafsir berfungsi sebagai pengisi nilai (value filler) terhadap
pengetahuan eksploratif. Artinya tafsir dimaksudkan sebagai
pengetahuan yang dapat mewarnai pengetahuan
5.Tafsir berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan pesan-pesan
ketuhanan agar dapat ditangkap oleh manusia.
Dengan kata lain, tafsir merupakan sarana untuk memberikan
kesan membumi (indegenous) terhadap pesan-pesan Ilahi yang bersifat
suci dan transenden.Tafsir dalam wacana ilmiah yang konstruktif
merupakan lembaga ilmiah yang sudah diterima oleh mayoritas kelompok
sesuai dengan corak dan versi masing-masing. Sebagai konsekwensi
logisnya akan muncul berbagai polaritas dan pluralitas pendekatan sesuai
dengan kecenderungan yang dapat dipandang sebagai bias subjetivitas
mufasirnya. Oleh karena itu, dalam dunia Islam didapati tafsir yang
bermacam corak, hal ini tentu karena berdasarkan disiplin ilmu dan
subjaktivitasnya masing-masing, tidak terkecuali para ahli pendidikan
dengan tafsir tarbawinya.
1. Q.S, Al-A’la ayat 17
‫َوااْل ٰ خ َِرةُ َخ ْي ٌر َّواَب ْٰق ۗى‬
11

“padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.“


Tafsir :
“Kamu lalai dari kehidupan akhirat, padahal kehidupan akhirat itu
lebih baik dan lebih kekal. Kebahagiaan ukhrawi lebih murni dan tak
berbatas, sedangkan kebahagiaan duniawi bersifat melenakan dan akan
segera sirna.”10
2. Al mulk ayat 1-2
Secara garis besar, Surat Al-Mulk sebagaimana surat Makiyyah
pada umumnya, menekankan ajaran pengesaan terhadap Allah. Wahbah
az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menyebutkan setidaknya ada enam poin
dalam surat ini. yakni; menetapkan eksistensi Allah dan keesaanNya,
keluasan ilmu dan kuasaNya, peringatan terjadinya hari kiamat,
mengingatkan akan nikmat Allah atas hambaNya, menghubungkan rezeki
dengan menjelajah bumi, serta tawakkal. Dalam pembuka, tepatnya, Surat
Al-Mulk ayat 1-2, disampaikanlah bukti kuasa Allah, yang salah satunya
penciptaan hidup dan mati.11
‫ك َوه َُو َعلَ ٰى ُك ِّل َش ۡي ٖء َقدِي ٌر‬ ُ ‫ك ٱلَّذِي ِب َي ِد ِه ۡٱلم ُۡل‬ َ ‫ك َوه َُو َعلَ ٰى ُك ِّل َش ۡي ٖء َقدِي ٌر َت ٰ َب َر‬ ُ ‫ك ٱلَّذِي ِب َي ِد ِه ۡٱلم ُۡل‬
َ ‫َت ٰ َب َر‬
‫ت َو ۡٱل َح َي ٰو َة لِ َي ۡبلُ َو ُكمۡ أَ ُّي ُكمۡ أَ ۡح َسنُ َع َماٗل ۚ َوه َُو ۡٱل َع ِزي ُز ۡٱل َغفُور‬
َ ‫ٱلَّذِي َخلَ َق ۡٱل َم ۡو‬
“Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia
Mahakuasa atas segala sesuatu.” Yang menciptakan mati dan hidup,
untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan
Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.”
Rahasia pujian sebagai intro surat Allah memuji diriNya dalam
pembuka surat ini bukan tanpa alasan. Mengutip az-Zuhaili, Allah memuji
diriNya untuk mengajari (li al-ta’lim) dan memberi betunjuk (al-irsyad),
bahwa Allah-lah pengelola seluruh semesta. Hal ini tentu berkaitan
dengan akhir surat Tahrim, yang bercerita dua golongan manusia yang
bertolak belakang.

10
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid X, Juz 28-29-30. Hal.632
11
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid X, Juz 28-29-30. Hal.220
12

Dalam Nudzm al-Durar, Al-Biqa’i menegaskan, pujian Allah berupa


keagungan, kesucian, dan keluhuranNya ialah sebagai bukti dari
kuasaNya membinasakan orang yang inkar terhadap ajaranNya, yakni istri
Nabi Nuh dan Nabi Luth. Serta, mengangkat derajat orang yang
mengimani dan patuh kepadaNya, yakni Maryam binti Imran, dan ‘Asyiah
istri Fir’aun si pembangkang sekali pun.
Sementara versi Ibnu ‘Asyur, pujian pada awal surat ini adalah
sebagai bara’atul istihlal (intro yang mengandung maksud ayat). Apa
maksud ayat satu ini? Yakni menampik tuduhan kaum musyrikin bahwa
Allah punya sekutu.
Selanjutnya, keagungan itu juga dibuktikan dengan otoritasNya
sebagai pemilik kerajaan semesta alam. Maka, Ibnu ‘Asyur dalam at-
Tahrir wa al-Tanwir kemudian menyimpulkan otoritas tunggal Allah atas
alam raya ini adalah petunjuk bahwa Ia adalah Tuhan Yang Esa.
Demikianlah ayat pertama ini ditutup dengan kuasa Allah atas segala
sesuatu.Allah pencipta kematian dan kehidupan.
Kemampuan menciptakan hidup dan mati yang disampaikan Surat
Al-Mulk ayat 2 merupakan salah satu sifat Allah Yang Maha kuasa.
Disebutkannya mati dan hidup Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Mishbah, adalah karena dua hal ini paling signifikan untuk meyakinkan
manusia atas kuasa Allah. Hidup dan mati hanya Allah yang bisa
menciptakan. Tanpa hidup dan mati manusia takkan ada.
Ada beberapa pendapat tentang didahulukannya penciptaan mati
atas hidup, yang antara lain disampaikan ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib.
Pertama, karena fase hidup manusia berawal semenjak ditiupkannya ruh
kehidupan –sekitar 4 bulan kehamilan-. Sementara masa pembuahan,
kemudian menjadi zigot, belum ada ruh.Kedua, mati di situ ialah analogi
dari dunia yang fana. Manusia ketika masih di pentas dunia sebenarnya
dalam kematian. Barulah memasuki alam ukhrawi, ia bangkit dalam
kehidupan sejati. Pendapat ini tampaknya bertendensi dari hadis yang
dikutip at-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Ayil Quran, yang berarti
13

“Allah menghinakan Bani Adam dengan kematian, menjadikan dunia


tempat hidup nan fana, menjadikan akhirat tempat balasan nan abadi”
Ketiga, karena kematian lebih kuat untuk memotivasi manusia beramal
untuk tabungan akhirat. Sehingga, disebutlah kematian lebih awal, agar
pembaca lebih memerhatikan, merenungi, dan menjadikannya semangat
untuk berbuat baik.
Lalu, apa makna hidup dan mati? Ada perbedaan di antara
mufassir. Quraish Shihab dalam menyampaikan beberapa perbedaan itu.
Pertama -dan ini yang mayoritas-, hidup ialah keadaan sesuatu itu bisa
merasa, mengetahui, dan bergerak. Pendapat kedua dari al-Mutawalli as-
Sya’rawi, mengartikan hidup ketika sesuatu bisa bergunana selayaknya
kegunaannya. Seperti manusia, bisa bernapas, berpikir, bergerak. Seperti
pula tanah, bisa menjadi ladang cocok tanam.
Sedangkan tentang mati, Quraish Shihab mengartikannya sebagai
ketiadaan manusia di pentas bumi. Artinya, kematian yang hakiki bagi
manusia setelah ia hidup di bumi sebatas pada perpindahan dimensi.
Berbuat baik, barometer pribadi berkualias
Ayat kedua dari Surat Al-Mulk memberi pelajaran pada kita bahwa
perbuatan baik menjadi barometer untuk mewujudkan pribadi yang
berkualitas. Pada akhir ayat ini, Allah menyebutkan inti kehidupan dan
kematian. Yakni untuk menguji manusia, mana yang paling baik
perbuatannya. At-Thabari menafsirkan ahsanu ‘amala dengan mana yang
paling taat dan semangat mencari rida Allah. Disebutkannya ahsanu
‘amalan (yang paling baik perbuatannya) tanpa dibarengi dengan aswa’u
‘amala (yang paling buruk perbuatannya) semata untuk menarik perhatian
manusia. Quraish Shihab menjelaskan, agar manusia semangat untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Perbuatan baik tentu beraneka macam dan tarafnya. Pun begitu
perbuatan buruk. Taraf perbuatan buruk dan baik bisa hanya untuk
personal, bisa menyentuh persoalan ajaran Islam, atau struktur
masyarakat. Demikianlah yang dijelaskan Ibnu ‘Asyur.
14

Lalu, mengapa ujian itu berupa hidup dan mati? Ibnu ‘Asyur
menjelaskan, Allah menjadikan hidup dan mati sebagai ujian untuk
menguji mana yang paling baik dan buruk perbuatannya, karena dengan
diberi kehidupan, manusia akan punya kesempatan berbuat baik. Begitu
juga untuk berbuat buruk. Sampai ia menjumpai kematian, ia diadili, dinilai
oleh Allah, sesuai kebaikan dan kejelekan yang ia perbuat.
Demikianlah Allah dengan kuasaNya atas segala yang di dunia dan
akhirat menciptakan kematian dan kehidupan untuk manusia. Selain dari
dimensi tauhid, sehingga bisa memperteguh iman kita atas keesaanNya,
dua ayat ini juga menasehati kita bahwa sejatinya yang dipandang Allah
adalah perbuatan kita selama di bumi. Sudahkah baik perbuatan yang kita
salurkan, baik berupa ibadah kepadaNya, atau kebaikan untuk diri sendiri
dan sesama? Wallahu a’lam12
3. Al ankabut ayat 64
‫َّار ااْل ٰ خ َِر َة لَ ِه َي ْال َح َي َو ۘانُ لَ ْو َكا ُن ْوا َيعْ لَم ُْو َن‬
َ ‫َو َما ٰه ِذ ِه ْال َح ٰيوةُ ال ُّد ْن َيٓا ِااَّل َلهْوٌ وَّ لَ ِع ۗبٌ َواِنَّ الد‬
“Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan
sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya,
sekiranya mereka mengetahui.”
Tafsir :
“Salah satu faktor yang menjadikan orang-orang kafir enggan
menyembah Allah, meski bukti wujud dan keesaan-Nya begitu jelas,
adalah motivasi duniawi. Karena itu, ayat ini menginformasikan hakikat
kehidupan dunia dan perbandingannya dengan kehidupan akhirat. Dan
kehidupan dunia ini hina, tidak bernilai, dan tidak pula kekal. Dunia ini
hanya senda gurau yang akan melenakan orang kafir dari tugas hidup
yang sebenarnya, dan dunia ini juga layaknya permainan yang hanya
memberi kesenangan sesaat, sebelum kelelahan datang. Dan
sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya bagi
manusia. Itulah kehidupan yang kekal dan abadi. Di sana manusia akan
merasakan kebahagiaan dan kesengsaraan yang hakiki, sekiranya

12
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid X, Juz 28-29-30. Hal 223
15

mereka mengetahui dan memahami kefanaan dunia dan kekekalan


akhirat. Namun, banyak dari mereka tidak berusaha memahami hal itu.” 13
4. An nissa ayat 77
ٌ Z‫ِب َعلَي ِْه ُم ْالقِ َتا ُل ِا َذا َف ِر ْي‬
‫ق‬Z َ ‫الز ٰكو ۚ َة َفلَمَّا ُكت‬َّ ‫اَلَ ْم َت َر ِالَى الَّ ِذي َْن قِ ْي َل لَ ُه ْم ُك ُّف ْٓوا اَ ْي ِد َي ُك ْم َواَقِ ْيمُوا الص َّٰلو َة َو ٰا ُتوا‬
ٍ ۗ ‫ر ْي‬Z
‫ب‬ ٰٓ َ ‫اس َك َخ ْش َي ِة هّٰللا ِ اَ ْو اَ َش َّد َخ ْش َي ًة ۚ َو َقالُ ْوا َر َّب َنا لِ َم َك َتب‬
ِ Z‫ ٍل َق‬Z‫ٓا اِلى اَ َج‬ZZ‫وٓاَل اَ َّخرْ َت َن‬Zْ Zَ‫ْت َعلَ ْي َنا ْال ِق َتا ۚ َل ل‬ َ ‫ِّم ْن ُه ْم َي ْخ َش ْو َن ال َّن‬
‫قُ ْل َم َتا ُع ال ُّد ْن َيا َقلِ ْي ۚ ٌل َوااْل ٰ خ َِرةُ َخ ْي ٌر لِّ َم ِن ا َّت ٰق ۗى َواَل ُت ْظلَم ُْو َن َف ِت ْياًل‬
Terjemahan
Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan
kepada mereka, ”Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah
salat dan tunaikanlah zakat!” Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-
tiba sebagian mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh),
seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu). Mereka
berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada
kami? Mengapa tidak Engkau tunda (kewajiban berperang) kepada kami
beberapa waktu lagi?” Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sedikit
dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat
pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun.”
Tafsir Ringkas Kemenag RI
Ayat-ayat yang lalu menggambarkan dua motivasi perang dan dua
kelompok pada masing-masing motivasi itu. Ayat-ayat berikut
menggambarkan fenomena yang ada di sebagian kelompok orang
beriman yang enggan diajak berperang. Tidakkah engkau memperhatikan,
wahai kaum beriman, orang-orang yang dikatakan kepada mereka, yakni
orangorang yang menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang
sebelum ada perintah berperang? Dikatakan kepada mereka, “Tahanlah
tanganmu dari berperang karena belum waktunya, laksanakanlah salat
guna membangun hubungan dengan Allah, dan tunaikanlah zakat untuk
membangun hubungan dengan sesama!” Ketika situasi telah menuntut
untuk melakukan perang karena kaum muslim bertambah teraniaya, maka
mereka pun diwajibkan untuk berperang, tiba-tiba sebagian mereka

13
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VII, Juz 19-20-21. Hal 443
16

golongan munafik yang telah hidup nyaman pada waktu turunnya ayat ini,
takut kepada manusia sebagai musuh yakni orang-orang kafir seperti
takutnya kepada Allah, bahkan lebih dahsyat lagi takut dari itu. Dalam
kondisi dihantui oleh rasa takut menghadapi musuh dan takut kehilangan
kesenangan yang sudah diperoleh, mereka berkata, “Ya Tuhan kami,
mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami, padahal kami belum
terlepas dari kesulitan hidup? Mengapa tidak Engkau tunda kewajiban
berperang itu kepada kami beberapa waktu lagi, agar kami dapat
merasakan kesenangan ini lebih lama lagi?” Katakanlah, “Berapa lama
pun kesenangan yang kalian dapatkan di dunia ini tidak ada artinya,
karena kesenangan dunia itu hanya sedikit, dan kesenangan akhirat itu
lebih baik karena banyak dan beraneka ragam, yang disediakan bagi
orang-orang yang bertakwa mendapat pahala turut berperang dan kamu
tidak akan dizalimi sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat.” 14

5. Al hujurat ayat 13
Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Tafsir Al Hujurat Ayat 13:
Melansir tafsir As-Sa’di karangan Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa'di, melalui surat ini Allah SWT memberitahukan bahwa tujuan
penciptaan Adam dan Hawa untuk mewariskan keturunan yang tersebar
di muka bumi ini. Kemudian Allah SWT menyebarkan laki-laki dan
perempuan dalam jumlah yang banyak serta menjadikan mereka
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tujuan mereka membentuk suku
bangsa atau kelompok tertentu agar saling mengenal. Dengan mengenal

14
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II, Juz 4-5-6. Hal 218
17

satu sama lain, mereka bisa saling tolong-menolong, bantu-membantu,


dan saling memenuhi hak-hak kerabat sekitar mereka.
Ayat ini secara gamblang juga menjelaskan bahwa manusia di
mata Allah SWT adalah sama dan setara. Tidak dibenarkan jika ada yang
saling merendahkan satu sama lain. Yang mampu membedakan manusia
satu dengan manusia lainnya hanyalah derajat ketakwaannya.
Dapat disimpulkan melalui Surat Al Hujurat ayat 13, Allah SWT
secara tegas melarang segala bentuk tindakan kebencian kepada sesama
manusia dengan mengatasnamakan suku, ras, agama, dan lain
sebagainya. Pentingnya kesadaran dan meningkatkan rasa toleransi
terhadap sesama perlu diwujudkan agar manusia tidak semena-mena
melakukan tindakan diskriminasi, rasisme, atau tindakan sejenis lainnya.
Selain Islam melarangnya, tindakan ini justru akan memecah belah
bangsa dan menimbulkan kekacauan.15

15
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid IX, Juz 25-26-27. Hal420
18

6. Ad dhuha ayat 3
‫ُّك َو َما َق ٰل ۗى‬
َ ‫ك َرب‬
َ ‫َّع‬
َ ‫َما َود‬
“Tuhanmu tidak meninggalkan engkau (Muhammad) dan tidak (pula)
membencimu”
Tafsir :
“Wahai Nabi, tidak adanya wahyu yang turun kepadamu dalam
beberapa hari ini bukan karena Allah membencimu. Tuhanmu yang telah
memilihmu sebagai nabi dan rasul tidak akan meninggalkan engkau
sendirian dalam menyampaikan risalah dan tidak pula membencimu.” 16

16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid X, Juz 28-29-30. Hal 694
PENUTUP

KESIMPULAN
Pendidikan sepanjang hayat sebagai prinsip pendidikan Islam.
Dalam islam salah satu prinsip yang diyakini dalam bidang pencarian ilmu
(pendidikan) adalah prinsip kontinuitas atau berkelanjutan. Maka dari
prinsip inilah lahir sebuah konep yaitu “pendidikan sepanjang hayat”. Hal
ini lahir karena memang Dalam Islam mencari imu adalah suatu kewajiban
yang tidak pernah dan tidak boleh berakhir. Seruan “membaca” yang ada
dalam al-Qur’an (QS. al-‘Alaq:1) diayat iniAllah subhanahu wata’ala tidak
menmbatasi dengan waktu maka dapat disimpulkan bahwa mencari ilmu
itu setiap saat, maka inilah prinsip yang senantiasa dipegang oleh umat
muslim.
Urgensi pendidikan seumur hidup 1) Senantiasa menambah ilmu
untuk mengenal mengenal (marifah) kepada Allah subhanahu wata’ala
dan mencintai ibadah kepadanya. Sebagaimana yang telah termaktub
perintah-Nya dalam (Q.S muhammad : 19). 2) Allah subhanahu wa ta’ala
telah memberikan ratusan perintah dalam Al-Qur’an agar manusia
menggunakan akalnya untuk berfikir untuk mendapatkan keimanan. (Q.S
Ali Imran : 190). 3) Adanya perbedaan antara yang berilmu dan yang tidak
berilmu karena Orang yang beriman dan yang berilmu akan diangkat
derajatnya, melebihi orang yang beriman namun sedikit ilmunya. (Q.S : Al
– mujadilah :11) 4) Allah subhanahu wata’ala mengancam keras orang-
orang yang tidak menggunakan segala potensinya untuk berfikir dan
meraih ilmu.Orang-orang seperti ini, dalam al-Quran disamakan
derajatnya dengan binatang ternak. (Al-A’raf : 179) dan Ayat-ayat al-
Quran yang terkait urgensi pendidikan seumur hdup :al a’la : 17, al-
mulk:1-2, al-ankabut : 64, al-nisa : 77, al-hujurat :13, al-dluha :3. .

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir.Tafsir al-Qur’an al-Aisar. Jakarta: Darus


Sunnah Press. 2007. . Al-Mubarakfuri Shafiyurrahman.Shahih Tafsir Ibnu
Katsir. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir. 2008. Ar-Rifa’I,(Muhammad Nasib terj)
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Depok: Gema Insani Press.2012 Husaini,
Adian Pendidikan Islam Membentuk Manusi Berkarakter Dan Beradab,
Jakarta: Cakrawala Publishing. Minarti, Sri Ilmu Pendidikan Islam Fakta
Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif, Jakarta: AMZAH. 2013. Muhammad,
Abdullah bin. Tafsir Ibnu Katsir, Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’I, e-
book Siauw, Felix y. Beyond The Inspiration, Jakarta: Khilafah Press.
2012, Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid X, Juz 28-29-30.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid IX, Juz 25-26-27,
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid II, Juz 4-5-6.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an & Tafsirnya Jilid VII, Juz 19-20-21

20

Anda mungkin juga menyukai