Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HADITS TARBAWI
Tentang
“KEPRIBADIAN MURID”

Oleh:
Kelompok 04
Faizul Akbar 2214090014
Sisri Dayani 2214090017

Dosen Pengampu:
Fredika Ramadanil, S. Th.I, M.Ag

PRODI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (3 T.IPS A)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat,
taufik serta hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah untuk mata
kuliah Hadits Tarbawi ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ”Kepribadian
Murid” disusun guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Hadits Tarbawi, Dosen
Pengampu Fredika Ramadanil, S. Th.I, M.Ag.

Makalah ini memberikan ringkasan tentang bagaimana .”Kepribadian Murid”


dalam dunia Pendidikan dan bagaimana penjelasan serta penguatannya dari dalil-dalil
yang shahih. Penulis berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang kepribadian murid. Dan bermanfaat bagi tenaga pengajar di
kemjudian hari untuk lebih memahami bagaimana keberagaman watak dan
kepribadian dari murid/peserta didik lalu bagaimana yang sesuai dengan dalil Islam

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh sebab itu kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan guna kesempurnaan makalah ini.

Padang, 05 sept 2023

Kelompok 04

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan kepribadian yang baik pada diri siswa sangatlah penting dalam
proses pendidikan. Kepribadian yang baik akan berpengaruh pada prestasi akademik,
keterampilan sosial, dan kemampuan berpikir kritis siswa.
Dalam Islam, pendidikan tidak hanya dititikberatkan pada aspek akademik
semata, tetapi juga pada pembentukan akhlak dan kepribadian yang kuat. Dalam
pandangan agama, pendidikan karakter merupakan pondasi utama dalam
mengembangkan pribadi yang berakhlak mulia dan bermanfaat bagi lingkungan
sekitar yang sesuai dengan nilai-nilai Agamai Islam.
Oleh karena itu, pemahaman dan aplikasi hadits tarbawi tentang kepribadian
murid dalam proses pendidikan menjadi sangat penting. Makalah ini bertujuan untuk
memperjelas konsep hadits tarbawi tentang kepribadian murid serta menjelaskan
implikasinya dalam membentuk kepribadian siswa yang berakhlak mulia,
berkemampuan tinggi, dan mampu berkontribusi positif dalam masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Sikap duduk di Majelis?
b. Bagaimana Karakter murid saat menerima pelajaran?
c. Tidak melalaikan pelajaran
d. Bagaimana Pemerhati ilmu?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk menjelaskan bagaimana sikap duduk murid di dalam Majelis
b. Untuk menjelaskan bagaimana karakter murid saat menerima pelajaran
c. Untuk menjelaskan bahwa seharusnya murid tidak melalaikan pelajaran
d. Untuk menjelaskan bahwa murid adalah seorang pemerhati ilmu

3
‫‪BAB II‬‬
‫‪PEMBAHASAN‬‬

‫‪A. Sikap duduk di Majelis‬‬


‫َ َ ُ‬ ‫ث َْا َّن َْر ُس َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫ْهللاْصىلْهللاْعليهْوسلمْبين َماْه َوْ‬ ‫ول‬ ‫ْاللي ِ ِّ‬
‫ي‬ ‫ْاب َْو ِاق ٍد‬
‫ي‬ ‫ن‬
‫ْ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫َ َّ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ِ ٌ َْ‬
‫اْن ِْاَلْ‬ ‫ْفْالمس ِج ِدْوْالناْسْمعه ِْاذْاْقبلْثَلثةْنف ٍرْفاْقبلْاثن ِ‬ ‫ي‬ ‫ِ‬ ‫جاِْلس‬
‫َ‬
‫اْلْف َو َْق َف َْ َ َ ُ‬‫ْهللاْصىلْهللاْعليهْوسلمْو َذ َه َب َْواح ٌد َْق َ‬
‫َ‬
‫ولْ‬ ‫اْعىلْرس ِ‬ ‫ِ‬ ‫َر ُسو ِل‬
‫ْ َْ‬ ‫َ َ َّ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ ً‬
‫ْفْال َحلق ِةْ‬ ‫ة‬ ‫هللاْصىلْهللاْعليهْوسلمْفاْماْاْحدْهماْفرْاْىْفرج‬
‫َ َ ِ َ ي َ َ ً َ َ ً ََ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ ُ َ َ َ َ َ َْ‬ ‫َ َ َ َ َ ََ‬
‫سْخلف ُهم َْوا َّماْالثاْلثْفاْدبرْذ ِاهباْفلماْفرْ‬ ‫اْوا َّماْاْلخرْفجل‬ ‫فجلس ِْفيه‬
‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ َ َّ‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ ُ ُ ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫بْكمْعنْالنف ِرْالثَلث ِةْاماْ‬ ‫غْرسولْهللاْصىلْهللاْعليهْوسلمْقالْاْلْاخ ْ‬
‫َ ُ َ ِ َ َ ُ ُ َ َ َّ ْ َ‬ ‫ََ‬ ‫َا َح ُد ُهم َْف َا َوىْا ََلْهللا َْف َ‬
‫ْهللاْوا َّْماْاْلْخرْفاْستحياْهللا ِْمنهْواماْاْلْ‬ ‫اْو ُاه‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ ُ ََ َ َ َ َ َ ُ َ ُ‬ ‫َ‬
‫ْعنهْ(متفقْعليه)‬ ‫خرْفاْعرضْفاْعرضْهللا‬

‫)‪Kosakata (Mufradat‬‬

‫·‬ ‫– ‪ = tiga orang laki .laki, kata nafar berjumlah antara 3 -10 orang‬ثالثة نفر‬

‫·‬ ‫‪ = tempat kosong.‬فرجة‬

‫·‬ ‫‪ = majelis yang berbentuk melingkar seperti lingkaran tengahnya kosong.‬الحلقة‬

‫·‬ ‫‪ = kembali, pulang.‬فا دبر‬

‫·‬ ‫‪ = selesai.‬فر غ‬

‫·‬ ‫‪ = berlindung di tempat yang kosong, maka Allah memuliakannya.‬فاوى‬

‫·‬ ‫‪ = malu tidak mau duduk di depan karena kesempitan, Allah‬فا ستحيا‬
‫‪memuliakannya dan tidak merendahkan.‬‬

‫·‬ ‫‪ = berpaling, pulang.‬فا عرض‬

‫‪4‬‬
Terjemahan
Dari Abu Waqid al-Laytsiy (al-Harits bin ‘Awf) r.a bahwasanya Rasulullah
SAW pada suatu ketika duduk bersama para sahabat di dalam masjid. Tiba-tiba
datang tiga orang, dua diantaranya menuju Rasulullah SAW dan yang seorang lagi
pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di hadapan Rasulullah SAW, salah
satu dari mereka melihat tempat kosong di majelis halakah (majelis berbentuk
melingkar dari depan), yang lain duduk di belakang mereka dan yang ketiga
berpaling pergi meninggalkan majeis tersebut. Setelah selesai majelis Rasulullah
bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tersebut? Adapun
salah satu diantara mereka berlindung (mendekat) kepada Allah, maka Allah pun
memberikan tempat kepadanya. Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun
menghargai malunya dan yang lain berpaling, maka Allah pun berpaling
daripadanya.” (HR. Muttafaq Alayh)

Penjelasan (Syarah Hadis)


Hadis diatas menjelaskan bahwa Rasulullah mempunyai halakah majelis di
Masjid Nabawi untuk menyampaikan ilmu yang berbentuk halakah. Ternyata
beberapa penemuan psikolog mutakhir menunjukkan cara ini sangat efektif
digunakan untuk membahas suatu topik. Sebab dengan bentuk halakah ini setiap
peserta merasa setara dengan peserta lain dan semua peserta dapat saling memandang
tanpa ada penghalang. 1
Penjelasan Rasulullah SAW tentang posisi duduk diantaranya:
a. Duduk di Majelis terdepan
Mengisi tempat kosong di barisan terdepan dari halakah itu,
berlindung kepada Allah, artinya bergabung dengan majelis Rasul, balasannya
Allah pun melindunginya. Ini adalah sikap anak didik yang paling baik di
majelis ilmu atau di kelas.

b. Duduk di belakang
Al-‘Asqalaniy dalam kitabnyaFath al-Bariy menjelaskan makna kata
malu bagi orang kedua ini, bahwa al-Qadhi ‘Iyadh berkata; bahwa ia malu
dari Nabi dan para sahabat yang hadir kalau tidak ikut duduk, Anas
menjelaskan dalam periwayatannya; orang itu malu kalau pergi dari majelis.

1
Hasan Langgulung, ASAS-ASAS PENDIDIKAN ISLAM, 1987 (Jakarta: Pustaka Al-Husna) hlm. 311

5
Atau orang kedua ini malu berdesakan duduk di depan, maka ia duduk di
belakangnya. Balasan orang kedua ini, Allah memberi hukuman tetapi
tentunya tidak seperti murid yang duduk dibarisan depan.
c. Berpaling pulang
Sikap orang ketiga, sama sekali tidak menghargai ilmu, begitu lewat
majelis tidak bergabung duduk disitu, tetapi berpaling dan pulang tanpa ada
uzur. Sikap anak didik seperti ini balasannya sama dengan perbuatannya,
Allah pun berpaling daripadanya yakni Allah murka kepadanya.

Pelajaran yang dipetik dari hadits


a. Diantara etika duduk di majelis atau di kelas duduk terdepan majelis ilmu
selama ada tempat kosong.
b. Anjuran duduk di majelis atau kelas sampai selesai pembelajaran.
c. Keutamaan malu duduk berjubelan dan berdesak-desakan kemudian duduk
dibelakangnya.
d. Kurang utama duduk di belakang sementara tempat duduk depannya yang
disediakan masih kosong kecuali ada uzur.
e. Tercela meninggalkan majelis tanpa uzur.2

B. Karakter murid saat menerima pelajaran

ْ‫ْصىلْهللاْعليهْوسلمْقالْمثلْمابعثثْهللا‬
‫ي‬ ‫ْموىسْعنْالنث‬
‫ي‬ ‫عنْأب‬
‫ي‬
ْ‫بهْمنْالهدىْوالعلمْكمثلْالغيثْالكثبأصابْأرضافكانْمنهاْنقية‬
‫ر‬
ْ‫قبلتْالماءْفأنبتتْالكألْوالعشبْالكثبْْوكانتْمنهاأخادب‬
‫ر‬
ْ‫أمسكتْالماءْفنفعْهللاْبهاالناسْفرسبواوسقواْوزرعواْوأصابت‬
ْ‫منهاْطائفةْأخرىْإنماهْقيعانْْلثمسكْماءوْلتنبتْكألفذلكْمثل‬
َ َ َ َ َ َ َ ُ َ‫َ َ َي‬
ْ‫ْهللاْب ِهْفع ِلمْوعلمْومثلْمنْلم‬
ِ ‫ينْهللاْونفعهْمابعث ِ يث‬ٍ ‫منْفقهْف ٍْد‬
‫ي‬
)‫يرفعْبذلكْرأساْولمْيقبلْهدىْهللاْالذيْأرسلتبهْ(متفقْعليه‬

Kosakata (Mufradat)
a. ‫ = مابعثني هللا به‬sesuatu yang aku diutus Allah dengannya
b. ‫الغيث‬ = hujan

2
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, 2012 (Jakarta: Amzah), hlm. 105

6
c. ‫طائفة‬ = sebidang tanah
d. ‫نقية‬ = subur

e. ‫فأنبتت‬ = menumbuhkan

f. ‫الكأل والعشب‬ = tumbuh-tumbuhan dan rumput yang hijau


g. ‫أخادب‬ = tanah tandus yang tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan

h. ‫أمسكت‬ = menahan

i. ‫قيعان‬ = tanah datar licin (berlumut)

j. ‫فقه‬ = paham

k. ‫لم يرفع بذلك رأسا‬ = tidak peduli, tidak memperhatikan, berpaling dari

ilmu (asal artinya tidak mengangkat kepala untuk ilmu)3

Terjemahan
Dari Abi Musa r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Sesungguhnya
perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah
bagaikan hujan yang jatuh mengenai Bumi. Di antaranya ada bumi yang subur, ia
dapat menerima air kemudian menumbuhkan tumbuhan-tumbuhan dan rumput yang
lebat. Di antaranya ada Bumi yang tandus (tanah berbatu padas) yang dapat
menahan air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, sehingga
mereka dapat minum, menyirami, dan bercocok tanam daripadanya. Dan (air hujan)
ada yang mengenai sebagian Bumi, sesungguhnya ia tanah licin tidak dapat enahan
air dan tidak dapt menumbuhkan tanaman. Demikian itu, perumpamaan orang yang
mengkaji agama Allah dan bermanfaat apa yang aku diutus dengannya, ia
mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain) dan perumpamaan orang tidak

3
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan, 2012 (Jakarta: Kencana) h. 107-108

7
peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa yang aku diutus dengannya), dan tidak
menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.” (HR. Muttafaq Alayh) 4

Penjelasan (syarah Hadis)


Rasulullah SAW membuat perumpamaan yang indah tentang ilmu dan

petunjuk yang diberikan kepada manusia bagaikan hujan yang menyirami Bumi.

Kedua perumpamaan Bumi dan manusia membutuhkan siraman, Bumi perlu siraman

air agar menjadi tanah yang subur dan dapat menumbuhkan tanaman-tanaman yang

hijau kemudian dimanfaatkan untuk manusia. Demikian halnya hati manusia perlu

disiram dengan petunjuk dan ilmu, agar hatinya menjadi subur menerima petunjuk

mendapat ketenangan, kemudian diamalkan dan diajarkan sehingga manfaatnya lebih

luas. Al-Qurthubiy menyatakan bahwa Rasulullah SAW membuat perumpamaan

agama yang dibawanya bagaikan hujan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan.

Demikian juga, keadaan umat sebelum datangnya Rasulullah SAW menunggu


kehadirannya. Sebagaimana hujan berperan dapat menghidupkan Bumi yang mati,

ilmu juga dapat menghidupkan hati yang mati.

Pada Hadis di atas ada tiga karakter manusia sebagai anak didik dalam

menerima ilmu atau petunjuk yang diumpamakan seperti ragam tanah atau Bumi

ketika menerima siraman hujan dari langit, sebagai berikut:

a. Bagaikan Bumi subur

Karakter anak didik diumpamakan seperti Bumi subur ketika disiram dengan

air hujan. Bumi itu dapat minum atau menyerap air, menumbuhkan tanaman-

tanaman, tumbuhan-tumbuhan, dan rumput hijau yang subur.

4
Ibid, h. 108-109

8
Karakter anak didik pertama ini karakter yang terbaik di antara tiga karakter

yang ada nanti, karena karakter inilah yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu

membentuk pribadi anak yang baik dan memiliki ilmu pengetahuan yang

bermanfaat yakni diamalkan dan diajarkan. Alangkah manfaatnya jika tanah yang

subur itu dapat menumbuhkan berbagai buah-buahan dan sayur mayor yang

mengandung vitamin yang amat penting bagi kesehatan manusia. Alangkah

manfaatnya jika ilmu seseorang yang diamalkan dan diajarkan kepada orang lain

dapat menerangi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Orang pertama ini disebut

sebagai orang alim yang mengamalkan ilmunya untuk dirinya dan

mengajarkannya kepada orang lain.5

b. Bagaikan bumi tandus dan gersang

Bumi tandus ini hanya dapat menampung air belakang, tetapi tidak dapat

menyerap untuk menumbuhkan tanaman-tanaman atau tumbuhan-tumbuhan.

Memang ia dapat memberi manfaat kepada manusia seperti untuk minum, untuk

menyirami dan untuk bercocok tanam, tetapi ia tidak dapat mengambil manfaat

untuk dirinya. Ini sebuah perumpamaan karakter anak didik yang pandai, cerdas,
dan pintar semua buku sudah dibaca dan seolah-olah semua ilmu dikuasai. Tetapi

ilmu itu sebatas di ajarkan dan diinformasikan kepada orang lain, sementara ilmu

itu tidak diamalkan untuk dirinya. Karakter anak didik kedua ini bagaikan lilin
yang menerangi benda disekitarnya, tetapi membakar dirinya.

Karakter kedua ini kurang etis, seharusnya ilmu yang telah didapatkan untuk

kepentingan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga dan baru untuk orang

5
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan, 2012 (Jakarta: Kencana) h. 109-110

9
lain. Otang kedua ini hanya memindahkan berita, hanya meriwayatkan, hanya

menyampaikan, dan hanya menceritakan kepada orang lain.

c. Bagaikan bumi licin mendatar

Bentuk karakter anak didik ketiga diumpamakan seperti bumi licin mendatar

tidak dapat menyerap dan tidak dapat menampung air. Karakter sebagaian anak

didik ketiga ini tidak dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat baik untuk dirinya

maupun untuk orang lain. Mereka tidak dapat menyerap ilmu dan tidak dapat

menampung ilmu. Tidak ada ilmu yang menempel di otak mereka, tidak ada ilmu

yang dapat menumbuhkan buah amal nyata untuk dirinya dan tidak ada orang lain

yang mendapat pengajaran daripadanya. Mereka tidak mau mendengarkan ilmu

atau mendengar tetapu tidak memelihara ilmu itu, tidak untuk diamalkan dan

tidak untuk diajarkan.

Karakter ketiga ini yang terendah di antara tiga karekter di atas, karena

keberadaannya kurang berfungsi sebagai anak didik, keberadaannya kurang

bermanfaat dari berbagai arah. Orang ketiga ini tidak mau mengambil manfaat

dari petunjuk dan ilmu yang dibawa Nabi dan tidak memberi manfaat kepada
orang lain bahkan tidak menerima petunjuk atau ilmu dari Nabi. Kalau demikian

halnya bisa jadi tergolong orang kafir.6

Peserta didik dalam pendidikan Islam merupakan unsur manusiawi yang


memiliki latar belakang dan pengalaman berbedabeda. Perbedaan pengalaman

tersebut, dapat melahirkan kepribadian yang berbeda pula. Teori ini yang dianut

oleh aliran empiris-me, yang percaya bahwa kepribadian seseorang ditentukan

oleh pengalaman empiris. Di sisi lain, anak didik sebagai makhluk ciptaan Allah,

6
Ibid, h. 110-112

10
lahir ke alam dunia ini sudah memiliki pembawaan masing-masing yang

diciptakan-Nya, pembawaan ini pun dapat menentukan kepribadian seseorang.

Teori ini banyak dianut oleh aliran Nativisme, yang mengatakan bahwa anak

ditentukan oleh pembawaan; baik buruk seseorang tergantung pembawaannya.

Namun demikian, pendidikan Islam tidak memandang kedua hal tersebut secara

berlawanan, melainkan antara pembawaan dan pengalaman empiris saling

melengkapi dan saling menunjang dalam pembentukan karakteristik seseorang.

Prinsip-prinsip yang memberikan landasan kokoh tentang karakter peserta

didik dalam pendidikan Islam yaitu: sabar, ikhlas, jujur, tawadhu’, qana’ah,

toleran, tha’at, tawakal, khauf dan raja, serta syukur.

1. Sabar

Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa kesabaran terdiri dari pengetahuan,

keadaan, dan amal. Pengetahuan di dalamnya seperti pohon, keadaan seperti

ranting-ranting, dan amal seperti buah. Atas dasar pengertian ini, Imam al-Ghazali

mengatakan bahwa maslahat keagamaan terdapat dalam kesabaran, sehingga

dalam diri manusia harus timbul kekuatan dan dorongan untuk melakukan
kesabaran. 7

2. Ikhlas
Ikhlas adalah perbuatan membersihkan dan memurnikan; sesuatu yang bersih
dari campuran yang mencemarinya Jika suatu perbuatan bersih dari riya’ dan
ditunjukkan bagi Allah Ta’ala, perbuatan itu dianggap ikhlas.
3. Jujur
Salah satu sifat seorang peserta didik yang dapat menentukan kepercayaan
orang lain, baik guru maupun teman sesamanya, adalah kejujuran. Jujur dapat

7
Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, 1995 (Jakarta: Pustaka Amani), h. 256

11
ditandai dengan sikap terbuka atas apa yang sebenarnya ada atau terjadi pada
dirinya.
4. Tawadhu’
Salah satu sifat seorang peserta didik yang dapat menentukan kepercayaan
orang lain, baik guru maupun teman sesamanya, adalah kejujuran. Jujur dapat
ditandai dengan sikap terbuka atas apa yang sebenarnya ada atau terjadi pada
dirinya.
5. Qana’ah
Qana’ah adalah menerima cukup. Qana’ah merupakan kekayaan yang
sebenarnya. Rasulullah Saw bersabda:“Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak
harta, kekayaan ialah kekayaan jiwa” . Dengan demikian, sifat qana’ah berkaitan
erat dengan cara penerimaan dan kondisi psikologis seorang anak didik terhadap
apa yang diperolehnya. Sifat qana’ah ini, tidak hanya berkaitan dengan cara
penerimaan terhadap materi, tetapi juga berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya. 8
6. Toleran
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat toleran seorang pelajar adalah
menghindarkan perbedaan yang menyebabkan perpecahan demi meraih lezatnya
persaudaraan. Oleh karena itu, sifat toleran dapat menimbulkan persaudaraan
yang terpelihara dan terhindar dari saling permusuhan.
7. Tha’at
Imam Syafi’i berkata “aku mengadukan masalahku kepada guruku bernama
Waki’, karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu (sulit menghapal). Guruku itu
menasehatiku agar menjauhi perbuatan maksiat. Selanjutnya, guruku mengatakan
bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan diberikan kepada orang
yang berbuat maksiat”. Ungkapan Imam Syafi’i itu mengisyaratkan bahwa ilmu

8
Hamka, Tasawuf Modern, 1990 (Jakarta: Pustaka Panjimas), h. 228

12
itu hakikatnya cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan kepada hamba-Nya
yang tha’at. 9
8. Tawakkal
Tawakal berarti pengandalan hati kepada Tuhan Yang Maha Pelindung karena
segala sesuatu keluar dari ilmu dan kekuasaan-Nya, sedangkan selain Allah tidak
dapat membahayakan dan tidak dapat memberinya manfaat.

9. Khauf dan Raja


Harapan (raja) dan takut (khauf ) termasuk kedudukan para penempuh jalan
Allah dan keadaan para pencari ridha Allah. Sifat yang ditunggu apabila
menimbulkan kesedihan di hati dinamakan rasa takut (khauf ). Jika menimbulkan
kegembiraan maka dinamakan harapan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Asma Hasan Fahmi mengatakan, “para pelajar
mendapat penghormatan dan penghargaan karena mereka mencari sesuatu yang
amat tinggi nilainya dalam dunia ini, yaitu ilmu pengetahuan”. 10
C. Tidak melalaikan pelajaran
‫و من عند ابن عامر الجهن رض هللا عنه أنه قال رسول هللا صىل هللا عليه و سلم‬: ((
‫من هللا الرض لم تر که مس من أو فقد عن (( رواه معقم‬
Kosa Kata (Mufrodat)

َّ = memanah
‫الرمي‬

‫ = ترک‬meninggalkannya
‫ = عصن‬maksiat

9
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, 1997 (Jakarta: Logos), h. 80

10
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Dan Murid, 2001 (Jakarta: Rajawali
Press), h. 50.

13
Terjemahan
Dari Ughah bin Amir al-Juhayniy berkata Rasullullah SAW bersabda:
"barang siapa yang telah diajari panah memanah kemudian ia tinggalkannya, maka
ia tidak tergolong umatkuatau sungguh ia durhaka" (HR. Muslim)

Rasulullah SAW memberi pembekalan kepada para sahabat pendidikan dan


latihan keterampilan yang bermanfaat bagi umat sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan pada zamannya terutama untuk kejayaan umat dan kemajuan agama. Pada
awal masa islam banyak serangan kaum kafir yang ditujukan kepada umat islam
dengan tujuan ingin menghalangi tersebarnya agama islam yang sudah dibawa oleh
nabi Muhammad SAW. Umat islam pada saat tertentu harus dipersenjatai dengan
zamannya untuk membela diri atau menangkis serangan mereka. Umat islam harus
selalu berlatih dan harus dididik ilmu serta keterampilan, sehingga memiliki
keterampilan yang andal. Salah satu ilmu yang diperlukan pada waktu itu adalah
panah memanah Kalau pada zaman nabi keterampilan yang diperlukan adalah panah
memanah, maka pada era modren pemaknaanya bisa berkembang menjadi
keterampialan menembak, mengendarai pesawat perang, kapal selam mobil tank, dll.
Semua itu keterampilan yang dipersiapkan untuk memperkuat barisan umat
dalam pertahanan. tetapi pada era ketenangan yang bebas dari peperangan
interpretasinya dapat dikembangkan di berbagai medan yang mempunyai tujuan yang
sama, yakni memajukan umat dalam mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Seorang
guru jihad yang besar adalah memajukan pendidikan anak didik dengan membekali
keterampilan yang sesuai dengan zamannya seperti: keterampilan komputer, internet,

14
dan bengkel otomotif. Ilmu dan keterampilan jika sudah dikuasai tidak boleh
dilupakan, harus selalu diingat bahkan dikembangkan secara enovatif.11

D. Pemerhati ilmu

ْ‫ْقاعةْتنهيتْإَلْالنثْصىلْهللاْعليهْوسلمْوْهوْيخطبْفن‬
‫ي‬ ‫منْأب‬
‫ي‬
َ ُ َ
ْ‫بتْصىلْهللاْعليهْوْسندْوْتولدْخطيتهْري‬ِ ‫فقلتْياْرسولْهللاْرجلْع َر‬
ْ‫ْفاب‬ ‫ى‬
‫ْتنىهَْل ي‬
‫ي‬ ‫ماْدينهْقالْفاقبلْعىلْرسولْجاءْيسألْعنْدينهْحث‬
ْ‫بكرىسْحسبتْقواْبهْحديداْقالْفقعدْعليهْرسولْهللاْصىلْهللاْعليهْو‬‫ي‬
َ ُ َ ‫ى‬
‫ْخرْهاْ(رواهْمسلم‬/ْ‫سلمْوجعلْيعابْبماْعلمهْهللاْثمْأبْخشيتهْفأتم‬
‫ي‬
Kosa kata (Mufrodat)
‫ = يَ ْخت‬khotbah
‫ = غربت‬asing
‫ = دينه عن يسأل‬bertanya tentang agama yang wajib diketahui

Terjemahan
Dari Ahu Rifa'ah Tamim Bin Usaid ra. Berkata: saya datang kepada
nabi SAW. Dan beliau sedang berkotbah, kemudian saya berkata: "wahai
Rasulullah, ada seorang laki-laki asing menanyakan tentang agamanya
karena dia belum tahu seluk beluk agamanya". Rasulullah menghadap saya
dan menghentikan khotbahnya kemudian diambilan sebuah kursi kemudian
beliau duduk di atas kursi itu lantas mengajarkan kepada saya apa yang telah

11
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan, 2012 (Jakarta: Kencana) h. 114-117

15
diajarkan Allah, kemudian beliau kembali berkhotbah dan menyelesaikan
sampai akhir. (HR. Muslim).

Hadis di atas menjelaskan kasih sayang dan perhatian nabi SAW.


Terhadap seorang asing yang baru masuk islam dan ingin menanyakan
sesuatu halyang wajib diketahui berkaitan dengan agama yang baru dipeluk.
Sekalipun beliau sedang berkhotbah, tetapi beliau harus tetap menghentikan
khotbahnya dan melayaninya untuk melayani ilmu kepadanya. Beliau duduk
di atas kursi memberi pelajaran kepadanya kemudian melanjutkan khotbahnya
sampai selesai.12

12
Ibid, h. 121-122

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penjelasan Rasulullah SAW tentang posisi duduk yaitu Mengisi
tempat kosong di barisan terdepan dari halakah itu, berlindung kepada Allah,
artinya bergabung dengan majelis Rasul, balasannya Allah pun
melindunginya. Ini adalah sikap anak didik yang paling baik di majelis ilmu
atau di kelas.
Rasulullah SAW membuat perumpamaan yang indah tentang ilmu dan
petunjuk yang diberikan kepada manusia bagaikan hujan yang menyirami
Bumi. Kedua perumpamaan Bumi dan manusia membutuhkan siraman, Bumi
perlu siraman air agar menjadi tanah yang subur dan dapat menumbuhkan
tanaman-tanaman yang hijau kemudian dimanfaatkan untuk manusia.
Demikian halnya hati manusia perlu disiram dengan petunjuk dan ilmu, agar
hatinya menjadi subur menerima petunjuk mendapat ketenangan, kemudian
diamalkan dan diajarkan sehingga manfaatnya lebih luas.

B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah merasa masih ada kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kami menerima kritikan dan saran

17
yang sifatnya membangun dari pembaca. Agar kami dapat memperbaiki
makalah yang selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. (2012). Hadis Tarbawi : Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta:


Kencana.

Nata, Abduddin. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Nata, Abduddin. (2001). Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Dan Murid
Jakarta: Rajawali Press.

Al-Ghazali. (1995). Ringkasan Ihya Ulumuddin. Jakarta: Pustaka Amani.

Umar, Bukhari. (2012) Hadis Tarbawi. Jakarta: Amzah.

Hamka. (1990). Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Langgulung, Hasan. (1987). ASAS-ASAS PENDIDIKAN ISLAM. Jakarta: Pustaka Al-


Husna.

18

Anda mungkin juga menyukai