Anda di halaman 1dari 30

MENGENAL QUR’AN SURAH AL-‘ALAQ

(Studi Pada MIS Yayasan Pendidikan Khadijah Tanjung Morawa


Kabupaten Deli Serdang)

Dosen Pengampu: Dedi Syahputra Napitupulu, M. Pd.

Diajukan untuk memenuhi tugas pada


Mata Kuliah Al-quran Hadis Pada MI/MTS

Oleh:
PAI – 6/ SEMESTER IV
NURHALIZA (0301171304)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 3


A. Qur’an Surah Al-‘Alaq ......................................................................... 3
B. Isi Kandungan Surah Al-‘Alaq ............................................................ 4
C. Strategi Pembelajaran Dalam Mengenal Surah Al-‘Alaq ................... 15

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 18


A. Jenis Penelitian .................................................................................... 18
B. Lokasi Penelitian .................................................................................. 18
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 19

BAB IV TEMUAN PENELITIAN ............................................................... 21


A. Temuan Umum..................................................................................... 21
B. Temuan Khusus .................................................................................... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 26


A. Kesimpulan .......................................................................................... 26
B. Saran .................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surah al-‘Alaq merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada
Muhammad saw sebagai penanda kenabian dan kerasulannya. Sebagian besar
ulama sepakat bahwa surah al-Alaq 1-5 adalah wahyu pertama yang
diturunkan Allah swt kepada Muhammad saw saat usia 40 tahun ketika
sedang berada di gua Hira, tepatnya pada hari senin, tanggal 17 Ramadhan
dalam hitungan Hijrah. Dalam wahyu pertama ayat 1-5 ini terkandung
informasi yang sangat penting dan mendasar bagi umat manusia. Informasi
tersebut berkenaan tentang membaca, meneliti, Rabb (Tuhan), penciptaan
manusia (khalaqa), pendidikan dan pengajaran, insan, ‘alam atau ‘ilmu dan
kemuliaan.
Sebagai surah yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
yang mengubah peradaban Arab yang semula merupakan peradaban
masyarakat Jahiliyah menjadi bentuk peradaban masyarakat Islam yang
menguasai 2/3 wilayah dunia. Surah Al-‘Alaq merupakan sesuatu yang
istimewah bagi umat manusia, karena sebagi titik awal perubahan peradaban
yang besar didunia dan turunnya Islam.
Keistimewaan yang terkandung di dalam surah Al-‘Alaq, seharusnya
menjadikan umat Islam dapat menghayati, memahami makna,
memperdalamnya, dan mengamalkan surah Al-‘Alaq, maka akan terjadi
perubahan yang sangat luar biasa dalam diri umat Islam itu sendiri. Ayat yang
mengawali perjuangan perubahan sosial yang dilakukan oleh para rasul dan
sahabatnya. Yang melawan pemikiran-pemikiran yang tahayul dan penuh
dengan kebodohan menjadi pemikiran yang ilmiah dan rasional.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode guru dalam mengenalkan surat Al-‘Alaq kepada
siswa ?
2. Bagaimana pemahaman siswa mengenai surat Al-‘Alaq ?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui metode guru dalam mengenalkan surat Al-‘Alaq kepada
siswa
2. Mengetahui pemahaman siswa mengenai surat Al-‘Alaq

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Qur’an Surah Al-‘Alaq

‫الر ِح ِيم‬
‫الرحْ َم ِن ه‬ ‫بِس ِْم ه‬
‫َّللاِ ه‬

‫) الهذِي‬3( ‫) ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َر ُم‬2( ‫ق‬ ٍ َ‫عل‬


َ ‫سانَ ِم ْن‬ ِ ْ َ‫) َخلَق‬1( َ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِبكَ الهذِي َخلَق‬
َ ‫اْل ْن‬
‫) أ َ ْن َرآَهُ ا ْست َ ْغنَى‬6( ‫طغَى‬ ْ َ‫سانَ لَي‬ ِ ْ ‫) َك هَّل ِإ هن‬5( ‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ‫اْل ْن‬ َ )4( ‫عله َم ِب ْالقَلَ ِم‬
ِ ْ ‫عله َم‬ َ
َ‫) أ َ َرأَيْتَ ِإ ْن َكان‬10( ‫صلهى‬ َ ‫ع ْبدًا ِإذَا‬ َ )9( ‫) أ َ َرأَيْتَ الهذِي يَ ْن َهى‬8( ‫الرجْ َعى‬ ُّ َ‫) ِإ هن ِإ َلى َر ِبك‬7(
‫) أَلَ ْم يَ ْعلَ ْم بِأ َ هن ه‬13( ‫ب َوت ََولهى‬
َ‫َّللا‬ َ ‫) أ َ َرأَيْتَ ِإ ْن َكذه‬12( ‫) أ َ ْو أ َ َم َر ِبالت ه ْق َوى‬11( ‫علَى ْال ُهدَى‬ َ
ُ ‫) فَ ْل َي ْد‬16( ‫َاطئ َ ٍة‬
ُ‫ع نَا ِد َيه‬ ِ ‫َاص َي ٍة َكا ِذ َب ٍة خ‬
ِ ‫) ن‬15( ‫اص َي ِة‬ ِ ‫) َك هَّل لَئِ ْن لَ ْم يَ ْنت َ ِه لَنَ ْسفَ َع ْن ِبالنه‬14( ‫َي َرى‬
) 19 - 1 : ‫( العلق‬ )19( ْ‫) َك هَّل ََل ت ُ ِط ْعهُ َوا ْس ُج ْد َوا ْقت َِرب‬18( َ‫الزبَانِ َية‬
‫ع ه‬ ُ ‫سنَ ْد‬
َ )17(

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. (1)


Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (2) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah. (3) Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam. (4) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (5) Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar
melampaui batas. (6) Karena dia melihat dirinya serba cukup. (7)
Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). (8) Bagaimana
pendapatmu tentang orang yang melarang. (9) Seorang hamba ketika
mengerjakan shalat. (10) Bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang
itu berada di atas kebenaran. (11) Atau dia menyuruh bertakwa (kepada
Allah)? (12) Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu
mendustakan dan berpaling? (13) Tidaklah dia mengetahui bahwa
Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (14) Ketahuilah, sungguh
jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya.
(15) (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. (16) Maka

3
Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya). (17) Kelak kami
akan memanggil malaikat Zabaniyah. (18) Sekali-kali jangan, janganlah
kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada
Tuhan). (19).” (QS. Al-‘Alaq/96: 1-19).

B. Isi Kandungan Surah Al-‘Alaq


1. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 1

)1 : ‫ا ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِبكَ الهذِي َخلَقَ (العلق‬

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


Menciptakan”. ( QS. Al-‘Alaq/96 : 1).
Ayat 1-5 surah ini merupakan ayat yang pertama kali turun. Ayat ini
jika diartikan secara garis besar adalah bacalah wahai Muhammad dengan
menyebut nama Tuhanmu, yang telah menciptakan. Menurut al-Azhar,
kata bacalah menunjukkan terbukanya kepentingan pertama dalam
perkembangan agama selanjutnya. Nabi disuruh membaca wahyu yang
akan diturunkan kepada beliau dengan menyebut nama Tuhannya.1
Kata iqra’ berasal dari kata qara’a, menurut Shihab pada mulanya
berarti menghimpun. Kemudian lafadz tersebut diartikan dengan arti
membaca. Menurut al-Razi yang dibaca ketika perintah membaca
tersebut adalah al-Qur’an, karena tidak patut dibaca kecuali al-Qur’an.
Namun dalam ayat di atas sesuai dengan konteksnya, penulis tidak
menemukan sesuatu atau tulisan yang dibaca, karena Nabi bersifat tidak
bisa baca tulis atau bersifat ummi. Maka menurut pendapat penulis,
perintah membaca tersebut tidak hanya berimplikasi pada membaca al-
Qur’an saja, namun juga berimplikasi pada membaca secara luas, yaitu

1
Ibn Jarir A-Thabari, Tafsir Jami' al Bayan (Jakarta: dalam Software Maktabah Syamilah,
2005), h. 519.

4
membaca yang tersirat ataupun yang tersurat, fenomena alam, kondisi dan
situasi ataupun tulisan yang dapat dibaca baik itu sakral atau tidak.
Huruf ba’ pada kata di atas ada yang menyatakan dimaknai dengan
penyertaan, sehingga ayat tersebut berarti bacalah dengan disertai nama
Tuhanmu. Sedangkan kata rabb berarti Tuhan. Pada mulanya akar kata ini
adalah seakar dengan kata tarbiyah yang berarti mendidik atau
memelihara, namun jika berdiri sendiri maka bermakna Tuhan. Dalam
ayat pertama ini tidak ditemukan lafadz Allah. Hal itu dimaksudkan untuk
melunakkan pandangan kaum musyrikin terhadap Islam.
Kata khalaqa berarti menciptakan tanpa satu contoh terlebih dahulu,
berbeda dengan ja‘ala yang mengandung penekanan manfaat yang harus
diperoleh. Maka obyek khalaqa lebih umum dan mengindikasikan bahwa
Allah sebagai pencipta, bukan hanya pembuat. Sedangkan fungsi alladh̄i
khalaqa, adalah untuk membuat agar orang kafir mengetahui bahwa Allah
atau Tuhanlah yang menciptakan bukan berhala mereka. Jadi fungsinya
sebagai penegak tauhid kepada Allah dan mementahkan keyakinan orang
kafir.2

2. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 2

ٍ َ‫عل‬
)2 : ‫ق ( العلق‬ ِ ْ َ‫َخلَق‬
َ ‫اْل ْن‬
َ ‫سانَ ِم ْن‬

Artinya: “Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.(QS.


Al-‘Alaq/96 : 2).
Ayat ke dua melanjutkan sifat Tuhan yang disembah oleh
Muhammad. Dia yang telah menciptakan semua manusia, kecuali Adam
dan istrinya dari segumpal darah. Kata al-insan terambil dari akar kata

2
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, vol 15 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), h. 392.

5
uns atau senang, jinak dan harmonis, atau dari kata nisy yakni lupa. Akar
kata nisy inilah yang tepat, karena memang benar jika manusia tersebut
bersifat pelupa. Kata insan ini menunjukkan bahwa manusia itu
merupakan makhluk yang hebat, karena tersusun dari dua jenis, yaitu
jasad dan ruh. Insan dikhususkan disebut, karena insan adalah makhluk
yang paling mulia di bumi, bukan yang lain. Maka dari itu manusia harus
tahu diri dan selalu menunaikan tugasnya dengan beribadah kepada
Allah.3
Kata ‘alaqa dalam terjemahan diartikan dengan segumpal darah.
Sedangkan dalam konteks penafsiran terdapat beberapa arti, yaitu darah
beku, tanah yang melekat di tangan, sesuatu yang hitam seperti cacing
besar yang terdapat di dalam, dan jika diminum oleh seekor binatang akan
menggantung di kerongkongan binatang tersebut.
Dalam konteks pendidikan, pendidikan atau pengembangan ilmu
pengetahuan itu harus sesuai dengan fitrah manusia, dimana dalam ayat
ini Allah menyebutkan perintah membaca lalu mengingatkan dengan
kejadian manusia yang diciptakan oleh-Nya. Secara etimologis, kata
fittrah yang berasal dari berarti “ciptaan” atau “penciptaan”. Disamping
itu, kata fittrah juga berarti sebagai “sifat dasar atau pembawaan”, berarti
pula “potensi dasar yang alami”.4 Kata fitrah tersebut diisyaratkan dalam
firman Allah swt, sebagai berikut:

‫ِين ْالقَ ِي ُم‬


ُ ‫َّللاِ ذَلِكَ الد‬
‫ق ه‬ ِ ‫علَ ْي َها ََل ت َ ْبدِي َل ِلخ َْل‬ َ َ‫َّللاِ الهتِي ف‬
َ ‫ط َر النه‬
َ ‫اس‬ ْ ِ‫ِين َحنِيفًا ف‬
‫ط َرة َ ه‬ ِ ‫فَأَقِ ْم َوجْ َهكَ ِللد‬
)30 : ‫اس ََل يَ ْع َل ُمونَ ( الروم‬ ِ ‫َولَ ِك هن أ َ ْكث َ َر النه‬

3
Abu Hayyan Muhammad ibn Yusuf, Tafsir Bakhr al-Mukhit, juz 10, (Jakarta: Dalam
Software Maktabah Syamilah, 2005), h. 500.
4
Erwati Aziz, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2003), h. 10.

6
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Q.S. Ar-
Ruum/30 :30).

3. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 3

) 3: ‫ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َر ُم ( العلق‬

Artinya: “Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah”. (QS. Al-


‘Alaq/96 : 3).
Makna ayat ini memerintahkan membaca dengan mengagumi Allah.
Ayat ini merupakan pengulangan perintah membaca yang menurut
sebagian ulama mengindikasikan, bahwa perintah membaca pada ayat
yang pertama tersebut ditujukan untuk diri Nabi, sedangkan pada ayat ini
ditujukan untuk umatnya.
Kata al-akram bisa diterjemahkan dengan yang mahal atau paling
mulia atau paling pemurah. Kata ini terambil dari kata karama yang
antara lain berarti memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai
tinggi dan terhormat, mulia, setia dan sifat kebangsawanan. Allah
menyandang gelar al-karim, karena Ialah Dzat yang paling mulia, paling
menepati janji dan paling setia kepada siapa saja tanpa pembedaan jenis,
suku dan ras.5

5
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, juz 8 (Jakarta: Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005), h.
28.

7
4. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 4-5

)5-4 : ‫سانَ َما لَ ْم َي ْعلَ ْم ( العلق‬


َ ‫اْل ْن‬ َ . ‫عله َم ِب ْالقَلَ ِم‬
ِ ْ ‫عله َم‬ َ ‫الهذِي‬

Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam . Dia


mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS.Al-
‘Alaq/96: 4-5).
Makna ayat ini, sifat-sifat kemurahan yang dimiliki oleh Allah
tersebut, yakni dengan memberi pengajaran kepada manusia dengan
perantara qalam dan mengajarkan apa yang belum diketahui oleh manusia
tersebut.
Kata qalam pada mulanya berarti tombak yang ujungnya runcing.
Namun dalam konteks kebahasaan kemudian diadobsi menjadi makna
pena. Maka ayat tersebut dapat berarti Allah mengajar manusia dengan
pena. Maksudnya manusia disuruh membaca tulisan terlebih dahulu
ketika belajar atau menuntut ilmu.6

5. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 6-7

ْ ‫سانَ لَ َي‬
)7-6 : ‫ ( العلق‬.‫ أ َ ْن َرآَهُ ا ْست َ ْغنَى‬. ‫طغَى‬ ِ ْ ‫َك هَّل ِإ هن‬
َ ‫اْل ْن‬

Artinya: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui


batas, Karena dia melihat dirinya serba cukup”. (QS. Al-‘Alaq/96: 6-7).
Ayat berikut ini menguraikan sifat manusia yang melampaui batas.
Maka seolah ayat di atas berarti; ketahuilah, sesungguhnya manusia
secara umum dan khusus, yaitu mereka yang tidak beriman, benar-benar
melampaui batas dan berlaku sewenang-wenang, apabila ia melihat dan

6
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, vol 15 (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), h. 401.

8
merasa bahwa dirinya serba cukup dan mampu sehingga tidak
membutuhkan orang lain.
Kata kalla dalam ayat tersebut berfungsi sebagai penolakan terhadap
orang-orang yang kafir yang tidak menggunakan nikmat dan potensi
dengan ismi rabbika. Maka dapat disimpulkan bahwa kata tersebut
berindikasi pada ancaman bagi manusia yang telah melampaui batas,
karena manusia tersebut merasa bahwa dirinya mampu.
Kata layathgha berasal dari kata thagha yang pada mulanya
bermakna meluapnya air sehinga mencapai tingkat kritis atau
membahayakan. Selanjutnya kata ini dipahami dengan melampaui batas,
seperti sifat kufur, sewenang-wenang terhadap manusia.
Kata istaghna terambil dari kata ghaniya yang antara lain berarti
tidak butuh, memiliki banyak harta, kaya. Sementara itu, jika
digabungkan dengan kata ra’a yang berarti melihat atau pendapat
sementara. Maka dapat diartikan manusia telah menganggap bahwa
dirinya kaya dan tidak membutuhkan orang lain, sehingga menjadikan
manusia tersebut sombong dan suka menganiaya orang lain.

6. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 8


ُّ َ‫ِإ هن ِإلَى َر ِبك‬
)8 : ‫الرجْ َعى ( العلق‬

Artinya: “Sesungguhnya Hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)”. (QS.


Al-‘Alaq/96: 8).
Ayat di atas mengingatkan kepada manusia, bahwa tempat
kembalinya adalah kepada Tuhannya, maka manusia janganlah berbuat
sewenang-wenang dan seenaknya sendiri. Menurut Shihab, ayat di atas
ditujukan kepada Nabi Muhammad sebagai hiburan untuk beliau yang
selama ini diperlakukan sewenang-wenang oleh masyarakat Mekkah.
Namun walaupun ayat ini dhamirnya mukhathab atau bentuk kedua,

9
namun pesona yang dikandungnya adalah bentuk ketiga, jadi bermakna
umum.
Kata al-ruj’a berasal dari raja‘a yang berarti kembali. Al-Razi
memahaminya dengan manusia yang melakukan kesewenang-wenangan
akan dikembalikan Allah kepada keadaan kekurangan, kemiskinan dan
ketiadaan, sebagaimana keadaan sebelum ia melakukan sewenang-
wenangnya itu. Sedangkan Sayyid Qutub, memahaminya bahwa ayat ini
merupakan kaidah dari dasar pengertian iman, yaitu kaidah kembali
kepada Allah. Kembali kepadaNya dalam segala hal dan urusan, segala
niat dan gerak, karena tidak ada tempat kembali lagi selain kepada Allah.
Namun yang dimaksud kembali disini adalah kembali setelah manusia
mati atau setelah hari kiamat, kemudian manusia mempertanggung
jawabkan semua amal mereka.7

7. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 9-10

)10-9 : ‫صلهى ( العلق‬ َ . ‫أ َ َرأَيْتَ الهذِي يَ ْن َهى‬


َ ‫ع ْبدًا ِإذَا‬

Artinya: “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,


seorang hamba ketika mengerjakan shalat”. (QS. Al-‘Alaq/96: 9-10).
Ayat di atas menggambarkan salah satu sikap kesewenang-wenangan
manusia, yaitu merampas hak kemerdekaan beragama, dan melarang
orang beribadah menurut agamanya masing-masing. Secara konteks ayat
ini turun berkenaan dengan peristiwa Abu Jahal yang sering melarang
Nabi dan bersumpah akan menginjak leher Nabi apabila ia sedang
melaksanakan sholat.
Kata ara’aita secara harfiah berarti apakah engkau telah melihat.
Tapi menurut Shihab, ia mengutip kaidah tafsir, bahwa apabila hamzah

7
Ibid., h. 405.

10
dirangkaikan dengan kata ara’aita maka akan berarti beritahulah aku atau
meminta pendapat yang bertujuan untuk mengecam siapa atau apa saja
yang disebutkan sesudah kalimat itu. Sedangkan kata yanha berasal dari
kata nahyu yang artinya larangan atau pencegahan. Implikasinya adalah
pekerjaan yang dikenai kata tersebut tidak boleh dilakukan lagi.
Sedangkan ‘abdan merupakan kata yang berarti hamba. Kata tersebut
berfungsi untuk merendah dan bersifat umum. Maksudnya tidak hanya
tertuju pada peristiwa pada masa Nabi Muhammad.8

8. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 11-12

)12-11 : ‫ أ َ ْو أ َ َم َر ِبالت ه ْق َوى ( العلق‬.‫علَى ْال ُهدَى‬


َ َ‫أ َ َرأَيْتَ ِإ ْن َكان‬

Artinya: “Bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu berada di


atas kebenaran, Atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?” (QS. Al-
‘Alaq/96: 11-12).
Kata al-huda di atas berarti petunjuk atau sesuatu yang mengantar
kepada apa yang diharapkan. Biasanya hidayah diberikan dengan lemah
lembut dan halus guna mengantarkan kepada persahabatan. Namun disini
kata tersebut berfungsi untuk menyindir orang yang berbuat sewenang-
wenang kepada orang yang melakukan ibadah kepada Allah.
Sedangkan kata taqwa (berasal dari kata wiqayah), berarti terpelihara
dari kejahatan, karena adanya keinginan yang kuat untuk meninggalkan
kejahatan. Dalam al-Qur’an terdapat kata taqwa dalam beberapa
pengertian diantaranya takut (QS. Al-Baqarah/2: 41), ketaatan dan ibadah
(QS. Ali ‘Imran/3: 102) dan bersih dari dosa (QS. An-Nuur/24: 52) dan
masih banyak lagi yang berjumlah 12 arti.

8
Louis Makhluf, Kamus al- Munjid fi al-Lughah (Bandung: Erlangga Press, 1977), h. 192.

11
9. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 13

)13: ‫ب َوت ََولهى ( العلق‬


َ ‫أ َ َرأَيْتَ ِإ ْن َكذه‬

Artinya: “Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu


mendustakan dan berpaling?” (QS. Al-‘Alaq/96: 13).
Ayat ini menyatakan, bagaimana pendapatmu jika Abu Jahal itu
adalah orang yang mendustakan dan berpaling. Kata kazhaba berarti
dusta atau berbohong terhadap kebenaran yang ada. Sedangkan tawalla
berarti berpaling. Kata ini berfungsi untuk memberi sifat kepada Abu
Jahal yang biasa dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
pendidikan, ayat ini menunjukkan bahwa seorang pendidik tidak boleh
bersifat sebagai seorang pendusta atau bahkan berpaling dari kebenaran
yang tampak di depannya.

10. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 14

‫أَلَ ْم يَ ْعلَ ْم بِأ َ هن ه‬


)14 : ‫َّللاَ يَ َرى ( العلق‬

Artinya: “Tidaklah dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat


segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq/96: 14).
Sungguh mengherankan sikap Abu Jahal dan siapapu yang
mengingkari kebenaran yang datang kepadanya. Tidakkah ia mengetahui
dan menyadari bahwa Allah itu maha kuasa dan ia melihat seluruh sikap
dan perbuatannya. Ayat di atas mengisyaratkan penyebab kesewenang-
wenangan dan kedurhakaan. Kesadaran akan kehadiran Tuhan di alam
raya ini serta pengetahuan-Nya akan gerak langkah serta detak-detik hati
manusia akan mengantar kepada kesadaran akan jati diri manusia serta
peran yang harus diembannya dalam kehidupan ini.

12
11. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 15-16

ِ ‫َاص َي ٍة َكا ِذ َب ٍة خ‬
)16-15 : ‫ٍ ( العلق‬.‫َاطئ َة‬ ِ ‫َك هَّل لَئِ ْن لَ ْم يَ ْنت َ ِه لَنَ ْسفَعَ ْن بِالنه‬
ِ ‫ ن‬.‫اص َي ِة‬

Artinya: “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian)


niscaya kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang
mendustakan lagi durhaka”. (QS. Al-‘Alaq/96: 15-16).
Lafadz kalla di atas ada yang memahami dalam arti menafikan
sesuatu, yang dinafikan adalah kandungan ayat 14, maka seakan ayat
tersebut menyatakan bahwa Abu Jahal tidak tahu bahwa Allah Maha
Melihat. Ada lagi yang menyatakan bahwa yang dinafikan tersebut adalah
pelaksanaan ancamannya terhadap Rasulullah, bahwa ancaman tersebut
tidak akan mungkin terjadi. Namun disini penulis memahaminya sebagai
ancaman guna menghalangi manusia melakukan kejahatan sekaligus
untuk membuktikan bahwa Allah Maha Kuasa.
Kata lanasfa‘an diambil dari kata safa‘a yang berarti menarik dengan
keras, menyeret dan lain sebagainya. Menurut penulis kata ini lebih tepat
diartikan menarik dengan keras atau mencabut. Sementara kata nasyiyah
biasa diartikan dengan ubun-ubun, tetapi disini penyebutan anggota badan
berimplikasi pada seluruh badan. Maka kata nasyiyah tersebut tidak
hanya diartikan ubun-ubun, akan tetapi seluruh tubuh Abu Jahal.
Kata khathi’ah berasal dari kata khatha’a yang berarti salah atau
durhaka. Disini khathi’ah merupakan isim fa’il, jadi diartikan pelaku
yang salah atau durhaka. Namun dalam konteks ayat ini, diartikan dengan
orang yang mengetahui kebenaran yang tetap melakukan kedurhakaan.
Allah tidak akan menjatuhkan hukuman kepada seseorang yang
melakukan kesalahan jika kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang
pertama atau masih satu kali dilakukan, tetapi akan menjatuhkan

13
hukuman bila kesalahan atau pelanggaran tersebut dilakukan berkali-
kali.9

12. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 17-18

‫ع ه‬
)18-17 : ‫َ ( العلق‬.‫الزبَانِيَة‬ ُ ‫سنَ ْد‬ ُ ‫فَ ْليَ ْد‬
َ .ُ‫ع نَا ِديَه‬

Artinya: “Maka Biarlah dia memanggil golongannya (untuk


menolongnya), Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah”. (QS.
Al-‘Alaq/96: 17-18).
Kata al-zabaniyah mufradnya adalah zibniyah yaitu teman yang
diserahi tugas menyiksa orang di neraka. Pada aslinya bermakna
mendorong. Malaikat dinamakan demikian, karena mereka bertugas
mendorong orang-orang yang membangkang atau kafir ke dalam api
neraka.

13. Qur’an Surah Al-‘Alaq ayat 19

)19 : ‫َك هَّل ََل ت ُ ِط ْعهُ َوا ْس ُج ْد َوا ْقت َِربْ ( العلق‬

Artinya: “Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya, dan


sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)”. (QS. Al-‘Alaq/96:
19).
Surah ini ditutup dengan peringatan serta anjuran kepada Nabi
Muhammad dan umatnya bahwa sekali-kali jangan patuh padanya atau
pada siapapun yang sifatnya seperti itu, dan sujudlah yakni dekatkanlah

9
A. Baiquni, Ensiklopedi Al-Qur'an I (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 2002). h.
112.

14
dirimu kepada Allah. Kata sujud secara bahasa berarti ketundukan dan
kerendahan diri. Kadang digunakan dengan arti menundukkan kepala,
juga dalam arti mengarahkan pandangan terhadap sesuatu.
Bahasa Arab sering kali menunjuk satu bagian tertentu guna
menggambarkan keseluruhan anggota yang berkaitan dengan bagian itu.
Maka dalam ayat tersebut Allah memerintahkan manusia yang beriman
untuk selalu beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.10

C. Strategi Pembelajaran Dalam Mengenal Surah Al-‘Alaq


1. Strategi Pembelajaran Iqra’
Strategi pembelajaran iqra’ adalah suatu metode atau cara membaca
Alquran yang menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun
metode ini dalam praktiknya tidak membutuhkan alat yang bermacam-
macam, karena hanya ditekankan pada bacaannya (membaca huruf
Alquran dengan jernih). Dalam metode ini system CBSA (Cara Belajar
Siswa Aktif) dan lebih bersifat individual.
CBSA, siswa aktif membaca sendiri setelah dijelaskan pokok
bahasannya, guru hanya menyimak tidak menuntun. Belajar aktif
dilakukan untuk menghargai perbedaan individual dan keragaman
kecerdasan. Model aktivitas belajar ini merupakan The Personilised
Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan
memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
Membaca merupakan suatu aktivitas untuk menambah ilmu
pengetahuan dan juga wawasan berpikir. Kebiasaan membaca merupakan
hal positif bagi sebuah keluarga yang ingin mendambakan tumbuhnya
kecerdasan intelektual. Kebiasaan membaca hendaknya diterapkan pada
anak sejak usia dini. Ayat Alquran yang pertama kali turun kepada Nabi
10
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur'an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998). h. 102.

15
Muhammad adalah Iqro’ artinya, bacalah. Perintah membaca dalam hal
ini sangat besar manfaatnya, terutama jika dimulai sejak dini.11

2. Strategi pembelajaran Takrir


Istilah takrir dari bahasa Arab (‫يكرر‬- -‫ كرر‬-‫ ) تكرير‬yang berarti
mengulan-ulang. Jadi metode takrir adalah cara yang digunakan untuk
mengulang-ulang hafalan yang pernah dihafal atau disima’kan kepada
seorang hafidz. Metode takrir adalah salah satu cara agar informasi-
informasi yang masuk ke memori jangka pendek dapat langsung ke
memori jangka panjang adalah dengan pengulangan (rehearsal atau
takrir).
Menurut Syekh Syamsuddin Al-Jaziry bahwa mempelajari Alquran
tidak mengandalkan pembacaan seorang guru saja karena Rasulullah
dalam mengajarkan para sahabat mempunyai cara-cara tersendiri yaitu:
a) Peserta didik harus betul-betul menyimak bacaan dari gurunya
kemudian mencoba membaca ulang hingga bacaan tersebut
sempurna.
b) Peserta didik cukup menyimak bacaan gurunya kecuali jika gurunya
merasakan bahwa peserta didik sukar mengikuti bacaannya,
kemudian guru harus menghentikan bacaannya dan kembali
mengulang hingga peserta didik mampu mengikuti bacaan
selanjutnya.
c) Peserta didik mencoba membaca sendiri dan guru menyimak serta
meluruskan kesalahannya.
Ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, di antaranya adalah
sebagai berikut:
a) Tentukan batasan materi
b) Membaca berulang kali dengan teliti
c) Membaca ayat per ayat sampai batas materi

11
Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 52.

16
d) Mengulang hafalan sampai benar-benar lancar
e) Tasmi’12

12
Ibid., h. 78.

17
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan dengan teknik penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah suatu penelitian sekedar untuk menggambarkan suatu variabel yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antar
variabel. Penelitian kualitatif ini adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif yaitu kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.13
Dalam hal ini penulis menjelaskan data-data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi sehingga masalah mengenai
mengenal surah Al-‘Alaq dengan menggunakan metode Iqra’ dan Takrir di
salah satu sekolah yang beralamat di MIS Yayasan Pendidikan Khadijah Jalan
Sei Blumai desa Dagang Kelambir Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
dapat terselesaikan.

B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana suatu penelitian dilakukan.
Penetapan lokasi penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam
penelitian kualitatif, karena dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti
objek dan tujuan sudah ditetapkan sehingga mempermudah penulis dalam
melakukan penelitian. Lokasi ini bisa diwilayah tertentu atau suatu lembaga
atau yayasan. Untuk memperoleh data primer, penulis melakukan penelitian di
MIS Yayasan Pendidikan Khadijah Desa Dagang Kelambir Jalan Sei Blumai
Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 283.

18
C. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini, data yang diperlukan untuk dianalisis adalah data
kegiatan siswa dan kegiatan guru.
1. Sumber data
a. Siswa
Dalam hal ini untuk mendapatkan data tentang pemahaman siswa
melalui metode Iqra’ dan metode Takrir pada mata pelajaran Alquran
Hadis materi mengenal surah Al-‘Alaq.
b. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan guru dalam mengenalkan surah
Al-‘Alaq kepada siswa dengan menerapkan metode Iqra’ dan Takrir
pada mata pelajaran Alquran Hadis materi surah Al-‘Alaq.

2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti pada
penelitian ini adalah :
a. Observasi
Pengertian Observasi pada konteks pengumpulan data adalah
tindakan atau proses pengambilan informasi, atau data melalui media
pengamatan. Dalam melakukan observasi ini, peneliti menggunakan
sarana utama indera penglihatan. Melalui pengamatan mata sendiri,
seorang guru diharuskan melakukan pengamatan terhadap tindakan,
dan perilaku responden di kelas atau sekolah. Observasi dalam PTK
dapat dilakukan untuk memantau guru dan siswa. Sebagai alat
pemantau kegiatan guru, observasi digunakan untuk mencatat setiap
tindakan yang dilakukan guru sesuai dengan masalah dalam PTK itu
sendiri. Misalnya, mengamati dan mencatat setiap tindakan guru
dalam setiap siklus atau tindakan pembelajaran sesuai dengan fokus
masalah.

19
b. Wawancara
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil
belajar dalam pembelajaran Alquran Hadis selama ini, serta
menemukan kesulitan apa saja yang dihadapi guru selama proses
pembelajaran.

c. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berita yang berupa
dokumen yang ada pada lembaga atau instansi yang terkait atau
bahan-bahan yang tertulis yang berkaitan dengan situasi latar
belakang obyek penelitian. Seperti mengenai jumlah siswa, guru,
dan lain-lain. Yang akan diperoleh dari kantor sekolah MIS Yayasan
pendidikan Khadijah Jl. Sei Blumai desa Dagang Kelambir Tanjung
Morawa.

20
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN

A. Temuan Umum
1. Profil Madrasah

a) Tentang Yayasan
Yayasan Pendidikan Khadijah adalah madrasah swasta dibawah
Kementrian Agama yang didirikan pada Januari 2007, yang
beralamatkan jalan Sei Blumai Desa Dagang Kelambir Kecamatan
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Yayasan pendidikan ini
mengasuh beberapa tingkatan pendidikan seperti MIS dengan
akreditasi B, Mts dengan akreditas B, dan MDA yang masih
mendaftarkan kedalam akreditasi dan dengan visi misinya.

21
b) Jumlah siswa dan guru
Madrasah ini memiliki total 28 tenaga pendidik dan siswa
yang setiap kelas tidak dapat di sama ratakan dengan kelas 5 yang
terdiri dari 37 siswa, jadi total siswa secara keseluruhan lebih kurang
adalah untuk pendidikan Madrasah Ibtidaiyyahnya adalah 189 siswa
dan siswi.

c) Prestasi Sekolah

Prestasi yang diraih sekolah ini berupa penghargaan yayasan


pendidikan terbaik pada Program Kemitraan Pendidikan Australia
Indonesia Di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015.

22
B. Temuan Khusus
1. Metode guru dalam mengenalkan surah Al-‘Alaq kepada siswa

Metode yang digunakan guru kelas 5 MIS Yayasan Pendidikan


Khadijah Desa Dagang Kelambir Jalan Sei Blumai Kecamatan Tanjung
Morawa Kabupaten Deli Serdang yaitu Ibu Dini Anggraini dalam
mengenalkan surah Al-‘Alaq kepada siswanya dengan menggunakan
metode Iqra’ dan metode Takrir.
Metode Iqra’ yang digunakan dengan system CBSA (cara belajar
siswa aktif), guru juga memperhatikan minat dan perbedaan keberagaman
kecerdasan siswa. Guru memberikan penjelasa terlebih dahulu kepada
siswanya, dan memberikan pemahaman mengenai surah Al-‘Alaq serta
penjelasan mengenai isi kandungannya. Setelah itu guru menyuruh
siswanya untuk mebacakan surah Al-‘Alaq yang menekankan langsung
pada pelafalan bacaan siswa. Dalam praktik pelafalan bacaan surah Al-
‘Alaq, guru tidak membutuhkan alat yang bermacam-macam. Hanya
menekankan pada bacaan yang benar dan guru hanya menyimak saja.
Dan setiap pukul 07.30 WIB di madrasah tersebut melakukan tahfidz
Alquran. Dan guru menggunakan metode Takrir, dimana siswa wajib
mengulang-ulang bacaannya. Siswa menyetorkan hafalannya kepada
gurunya dan guru menyimak bacaan siswa hingga bacaannya sempurna.

23
2. Pemahaman siswa terhadap metode yang diajarkan guru

Setelah mewawancarai beberapa siswa, tentang sampai manakah


batas pengenalan dan pemahaman mereka ketika guru menjelaskan
mengenai Alquran surah Al-‘Alaq, dari 37 siswa kelas 5 tersebut hanya
sebagian saja yang mampu melafalkan dan menjelaskan isi kandungan
surah Al-‘Alaq, diantaranya Dini Aura, Muhammad Akbar, Syauqi
Naufal, Hasan Al-Latief, Lianti, Nuraini, Muhammad Fahmi, dan Ahmad
Jailani. Mereka mampu melafalkan surah Al-‘Alaq dengan benar dan
mereka paham serta dapat membacakan isi kandungan dari surah tersebut.
Hal ini menandakan bahwa pengenalan dan pemahaman yang diberikan

24
guru kepada siswanya mengenai mampukah siswa mengenal surah Al-
‘Alaq beserta isi kandungannya kurang dapat dimengerti oleh siswa. Guru
harus lebih ekstra dalam menanamkan pemahaman kepada siswa dan
harus dapat menggunakan metode yang lebih baik lagi.

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pemahaman siswa mengenai materi yang disampaikan oleh gurunya yaitu
tentang mengenal Alquran surah Al-‘Alaq, secara keseluruhan tidak semua siswa
yang ada di kela 5 MIS Yayasan Pendidikan Khadijah dapat menguasai materi
yang diberikan oleh gurunya ataupun arahan untuk menghafalkan dan memahami
isi kandungan surah Al-‘Alaq. Yang dapat menguasai dari penyampaian gurunya
hanya yang berprestasi dalam sepuluh besar saja.

B. Saran
Sebaiknya guru dalam menyampaikan isi materinya harus memperhatikan
dan mempertimbangkan kembali strategi apa yang paling tepat untuk digunakan
dalam proses pembelajaran dan pemahaman mengenai Alquran suah Al-‘Alaq.
Sehingga siswa dapat termotivasi dalam belajarnya dan tertarik kepada materi
yang kita sampaikan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abu Hayyan Muhammad ibn Yusuf. Tafsir Bakhr al-Mukhit, juz 10. Jakarta:
Dalam Software Maktabah Syamilah, 2005.
Al-Syaukani. Fath al-Qadir, juz 8. Jakarta: Dalam Software Maktabah Syamilah,
2005.
Aziz, Erwati. Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam. Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2003.
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.
Baiquni, A. Ensiklopedi Al-Qur'an I. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa,
2002.
Ibn Jarir A-Thabari. Tafsir Jami' al Bayan. Jakarta: dalam Software Maktabah
Syamilah, 2005.
Makhluf, Louis. Kamus al- Munjid fi al-Lughah. Bandung: Erlangga Press, 1977.
Sa’dulloh. 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, vol
15. Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007.

27

Anda mungkin juga menyukai