Anda di halaman 1dari 24

STUDI HADITS

Macam-Macam Hadist Dhaif

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang As-Sunnah adalah sumber hukum yang kedua dalam agama Islam. Dalam menetapkan suatu hukum keshahihan suatu hadist menjadi petimbangan penting, terkait dengan digunakannya sebagai hujjah, padahal belum diketahui kualitas dari hadist tersebut, apakah layak untuk dijadikan hujjah atau ditolak untuk dijadikan pedoman.dlam keberagaman umat Islam. Dewasa ini banyak sekali literature keislaman popular, yang dengan mudahnya mengambil hadits untuk dijadikan legitimasi pendapat oleh seorang penulis. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi adalah masih ditemukannya karya ilmiah mahasiswa atau sejumlah dosen yang mengambil hadits tidak dari kitab-kitab hadits yang mutabarah, dan tidak disertai dengan sanad, matan dan mukharrij al-hadith secara lengkap. Belum lagi kualitas hadits yang belum diketahui secara pasti, namun banyak kalangan telah menggunakannya sehingga seolah-olah hadits tersebut berkualitas shahih, karena terlanjur popular di kalangan masyarakat akademis maupun masyarakat umum. Kekurangpahaman sejumlah kalangan terhadap pengambilan hadits untuk dijadikan sebagai hujjah, tampaknya juga disebabkan oleh rumitnya metodologi dan cara kerja penelitian hadist. Di samping itu, sejumlah piranti ilmu hadits yangdapat mengantarkan kita menetukan kualitas hadis belum banyak yang dikuasai. Juga kendala lain adalah minimumnya produk dan budaya meneliti dikalangan akademisi maupun umat Islam pada umumnya. Oleh karenanya dalam makalah ini kami akan membahas tentang hadis dhaif dan macam-macamnya sehingga dapat membarikan

pemahaman tentang hadis dhaif bagi pembaca khususnya bagi penulis sendiri.

1.2.Rumusan Masalah 1. Apa pengertian hadis dhaif? 2. Apa yang menyebabkan sebuah hadist dikatakan dhoif? 3. Apa saja kmacam-macam hadis dhaif? 1.3.Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas matakuliah studi hadis, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang hadis dhaif, penyebabnya sehingga disebut hadis dhaif, dan macam-macamnya

BAB II PEMBAHASAN

2.1 HADITS DHOIF Dhoif menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dhoif ada dua macam yaitu lahiriah dan maknawiyah. Sedangkan yang dimaksud disini adalah dhaif maknawiyah. Hadits dhoif menurut istilah adalah hadits yang di dilamnya tidak didapati syarat hadits shahih dan tidak pula di dapati syarat hadits hasan. Karena syarat diterimanya hadits sangat banyak sekali, sedangkan lemahnya hadits terletak pada hilangnya salah satu syarat tersebut atau bahkan lebih , maka atas dasar ini hadits dhoif terbagi menjadi beberapa macam, seperti Syadz, Mudhtharib, Maqlub, Muaalal, Munqhati, Mudhal dan lain sebagainya.1 Muhammad Ajaj Al-Khathib menegaskan hadits dhaif sering

didefinisikan oleh ahli hadits sebagai hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits yang dapat diterima. Mayoritas ulama menyatakan hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hadits hasan. Ibnu Katsir mendefinisikan hadits dhaif adalah :

.
Hadits yang didalamnya tidak terkumpul sifat hadits shahih dan hadits hasan. Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa hadits dhaif adalah :

Syaikh Manna Al-Qaththan, 2009, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta. Hlm 129

Setiap hadits yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat makbul (sifatsifat yang terdapat dalam hadits-hadits yang shahih dan hasan). Karena yang shahih maupun yang hasan keduanya memenuhi sifat-sifat maqbul. Dalam istilah ilmu hadits Fatchur Rahman mentarifkan hadits dhaif adalah :


Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa sesungguhnya suatu hadits itu dianggap dhaif selama belum dapat dibuktikan keshahihan atau kehasanannya. Sebab yang diharuskan di sini untuk memenuhi syarat-syarat tertentu adalah hadits shahih dan hadits hasan, bukan hadits dhaif.2 Tingkatan Hadits Dhoif Hadits dhoif bertingkat-tingkat keadaannya berdasarkan pada lemahnya para perowi antara lain: dhoif, dhoif jiddan, wahi, munkar. Dan seburuk-buruk tingkatan hadits adalah hadits Maudhu (palsu). Sebagaimana dalam hadits shahih, ada yang disebut oleh para ulama dengan istilah ashahhul asanid, maka dalam hadits dhoif ada juga yang disebut dengan awhal asanid (sanad paling lemah) bila disandarkan kepada sebagian sahabat dan kota. Contohnya: 1. Sanad paling lemah dari Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Shadaqah bin Musa Ad-Daqiqy, dari Farqad As-Sabakhy, dari Murrah At-Thib, dari Abu Bakar. 2. Sanad paling lemah dari Ibnu Abbas bin Marwan, dari Kalaby, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, Ini adalah silsilah pendusta bukan silsilah emas.

Solahuddin, 2009, Ulumul Hadis, Pustaka setia, Bandung, hlm.148

3. Sanad paing lemah dari Abu Hurairah adalah As-Sariy bin Ismail, dari Dawud bin Yazid Al-Azdy, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. 4. Sanad paling lemah bila dinisbatkan kepada Syamiyyin (orang-rang Syam) adalah Muhammad bin Qais Al-Maslub, dari Ubaidillah bin Zahr, dari Ali bin Yazid, dari Qasim, dari Abi Umamah. (Tadrib Ar-Rawi.106) Contoh: Sebuah hadits yang mengatakan, Barangsiapa yang sholat 6 rakaat setelah sholat maghrib dan tidak berbicara sedikitpun diantara sholat tersebut, maka baginya sebanding dengan pahala ibadah selama 12 tahun. Diriwayatkan oleh Umar bin Rasyid dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah. Imam Ahmad dan Yahya bin Main dan AdDaruquthni mengatakan bahwa Umar ini adalah dhoif. Imam Ahmad juga berkata, Haditsnya tidak bernilai sama sekali. Bukhari berkata, Hadits yang munkar dan dhoif jiddan (lemah sekali). Ibnu Hibban berkata, Tidak halal menyebut hadits ini kecuali untuk maksud mencacatnya, karena dia memalsukan hadits atas nama Malik dan Ibnu Abi Dzib dan selain keduanya dari orang-orang yang tsiqoh. Mengamalkan Hadits Dhoif Hadits dhoif pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh diamalkan, bila dibandingkan dengan hadits shahih dan hadits hasan. Namun para ulama melakukan pengkajian terhadap kemungkinan dipakai dan diamalkannya hadits dhoif, sehingga terjadi perbedaan pendapat diantara mereka: 1. Para ulama muhaqqiq berpendapat bahwa hadits dhoif tidak boleh diamalkan sama sekali, baik berkaitan dengan masalah akidah atau hukum-hukum fiqh, targhib dan tarhib maupun dalam fadhailul amal (keutamaan amal). Inilah pendapat imam-imam besar hadits seperti Yahya bin Main, Bukhari dan Muslim. Pendapat ini juga diikuti oleh Ibnul Arabi ulama fiqh dari madzhab Malikiyah, Abu Syamah Al-Maqdisi ulama dari madzhab Syafiiyyah, dan Ibnu Hazm.3
3

Masjufuk Zuhdi.1993.Pengantar Ilmu Hadits. Surabaya: PT Bina Ilmu. Hlm. 31

2. Pendapat kebanyakan ahli fiqh membolehkan untuk mengamalkan dan memakai hadits dhoif secara mutlak jika tidak didapatkan hadits lain dalam permasalahan yang sama. Dikutip dari pendapat Abu Hanifah, AsySyafii, Malik dan Ahmad. Akan tetapi pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad bahwa hadits dhif adalah kebalikan dari hadits shahih menurut terminologi ulama-ulama terdahulu. 4 3. Sebagian ulama membolehkan untuk mengamalkan dan memakai hadits dhoif dengan catatan sebagai berikut: mereka membolehkan mengamalkan hadits dhoif khusus dalam targhib dan tarhib (motivasi beramal dan ancaman bermaksiat- Edt) dan fadhilah-fadhilah amal, sedangkan untuk masalah akidah dan hukum halal serta haram, mereka tidak

membolehkannya. Catatan tertentu yang diamsud oleh ulama yang membolehkan untuk mengamalkan hadits dhaif adalah sebagai berikut: Hadits yang akan diamalkan tidak terlalu dhaif Bukan hadis yang menentukan hukm halal atau haram Fadhilah amal tidak boleh disandarkan pada Nabi SAW Tidak dipopulerkan Ada sandaran dari hadits shahih

Ulama-ulama yang mempergunakan hadits dhoif dalam fadhilah amal, mensyaratkan kebolehan mengambilnya itu dengan tiga syarat: Kelemahan hadits itu tiada seberapa Apa yang ditunjukkan hadits itu juga ditunjukkan oleh dasar lain yang dapat dipegangi, dengan arti bahwa memeganginya tidak berlawanan dengan sesuatu dasar hukum yang sudah dibenarkan. Jangan diyakini kala menggunakannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Ia hanya dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tiada berdasarkan nash sama sekali. Kitab-kitab yang Diduga Mengandung Hadits Dhoif
4

Asyraf bin Said.2004. Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif. Jakarta Selatan : Pustaka Azzam. Hlm.122

Hadits-hadits dhoif banyak terdapat pada sebagian karya berikut ini: 1. Ketiga Mujam At-Thabarani Al-Kabir, Al-Awsath, dan As-Shaghir 2. Kitab Al-Afrad, karya Ad-Daruqhutni. Di dala hadits-hadits Al-Afrad terdapat hadits-hadits Al-Fardu Al-Muthlaq, dan Al-Fardu An-Nisbi. 3. Kumpulan karya Al-Khathib Al-Baghdadi 4. Kitab Hilyatul Auliya wa Thabaqatul Ashfiya karya Abu Nuaim AlAshbahani.5

2.2 HADITS YANG TERTOLAK KARENA GUGURNYA SANAD Secara sederhana dapat dipahami bahwa penyeleksian yang dimaksud ditekankan pada aspek sanad. Sehingga dari kajian tersebut melahirkan istilah shahih al-isnad dan dhaif al-isnad.6 Shahih al-isnad mengandung arti bahwa seluruh jajaran perawi dalam suatu hadits bekualitas shahih, disamping juga adanya kebersambungan sanad, serta terbebas dari kerancuan. Sedangkan dhaif al-isnad, mengacu pada pemahaman bahwa salah satu atau beberapa jajaran periwayatnya berkualitas dhaif.7 Keguguran dalam dua sanad ada dua macam: 1. Keguguran secara zhahir dan dapat diketahui oleh ulama karena faktor perowi yang tidak pernah bertemu dengan guru (syaikhnya), atau tidak hidup di zamannya. Keguguran sanad dalam hal ini, ada yang gugur pada awal sanad, atau akhirnya, atau tengahnya. Para ulama memberikan nama hadits yang sanadnya gugur secara zhahir tersebut itu dengan 4 istilah sesuai dengan tempat dan jumlah perawi yang gugur;8 a. Muallaq

Syaikh Manna Al-Qaththan, 2009, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta. Hlm 132 6 Umi sumbulah.2008.Kritik Hadits :Pendekatan Historis Metodologis. Malang: UIN-Malang Press hlm 37 7 Ibid., hlm. 37. 8 Masjfuk Zuhdi, op.cit., hlm.53

Menurut bahasa Muallaq adalah isim mafu yang berarti terikat dan tergantung. Sanad yang seperti ini disebut muallaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian atas saja sementara bagian bawahnya terputus, sehingga menjadi seperti sesuatu yang tergantung pada atap dan yang semacamnya. Hadits muallaq menurut istilah adalah hadits yang gugur perowinya, baik seorang, baik dua orang, baik semuanya pada awal sanad secara berurutan. Di antara bentuknya adalah bila semua sanad digugurkan dan dihapus, kemudian dikatakan : Rasulullah bersabda begini.... atau dengan menggugurkan semua sanad kecuali seorang sahabat, atau seorang sahabat dan tabiin. Contohnya: Bukhari meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin Fadhl dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda:


Janganlah kalian melebih-lebihkan di antara para nabi. Pada hadits ini, Bukhari tidak pernah bertemu Al-Majisyun. Diriwayatkan oleh Bukhari pada muqaddimah Bab Ma yudzaaru fil Fakhidzi (bab tentang apa yang disebutkan tentang paha), Abu Musa Al-Asyari berkata, Rasulullah SAW menutup kedua pahanya ketika Utsman masuk. Hadits ini adalah muallaq karena Bukhari menghilangkan semua sanadnya kecuali seorang sahabat yaitu Abu Musa Al-Asyari. Hukumnya Hadits muallaq adalah hadits yang mardud (ditolak) karena gugur dan hilang salah salah satu syarat diterimanya suatu hadits yaitu bersambungnya sanad, dengan cara menggugurkan seorang atau lebih dari sanadnya tanpa dapat kita ketahui keadaannya.

Hukum Hadits Muallaq dalam Shahih Bukhari dan Muslim: Jika diriwayatkan dengan tegas dan jelasyakni dengna shighat jazm (kata kerja aktif) seperti: qala (dia telah berkata), dzakara(dia telah menyebutkan), dan haka(dia telah bercerita), maka haditsnya dihukumi shahih. Jika diriwayatkan dengan shighat tamridh (kata kerja pasif) seperti: dikatakan, disebutkan dan diceritakan, maka tidak dipandang shahih semuanya, akan tetapi ada yang shahih, hasan dan dhaif. Hanya saja tidak terdapat di dalamnya hadits yang dhoif karena keberadaannya dalam kitab yang dijuluki Shahih. b. Mursal Mursal menurut bahasa yang artinya dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut pengertian istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabiin, seperti bila seorang tabiin mengatakan, Rasulullah SAW bersabda begini atau berbuat seperti ini. Contohnya: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada kitab Al Buyu berkata: telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Laits dari Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin AlMusayyib, Bahwa Rasulullah SAW telah melarang

Muzabanah(jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya). Said bin Al-Musayyib adalah seorang tabiin senior,

meriwayatkan hadits ini dari Nabi SAW tanpa menyebutkan perantara

10

antara dia dan Nabi. Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah tabiin. Setidaknya telah gugur dari sanad ini sahabat yang meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya perowi lain yang selevel dengannya dari kalangan tabiin. Hukumnya Jumhur ahli hadits dan ahli fiqh berpendapat bahwa hadits mursal adalah dhoif dan menganggapnya sebagai bagian dari hadits tyang mardud (tertolak), karena tidak diketahui kondisi perowinya. Bisa jadi perowi yang gugr dari sanad adalah sahabat atau tabiin. Pendapat lain mengatakan bahwa hadits mursal adalah shahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika tabiin tidak meriwayatkan kecuali dari orang-orang yang tsiqoh dan dapat dipercaya. Pendapat ini yang masyhur dalam madzhab Malik, Abu Hanifah, dan salah sat dari pendapat Imam Ahmad. Imam Asy-Syafii berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabiin senior dapat diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain meskipun mursal juga, atau dibantu dengan perkataan sahabat (qaul ash-shahaby). Dan pada zhahirnya, seorang sahabat tidak pernah memursalkan sebuah hadits kecuali dia telah mendengarnya dari Rasulullah SAW, atau dari seorang sahabat lain yang telah mendengar dari Rasulullah. Oleh karena itu, para ulama hadits menganggap mursal shahaby sama hukumnya dengan hadits yang bersambung sanadnya. c. Mudhal Mudhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan letih. Disebut demikian, mungkin karena para ulama hadits dibuat lelah dan letih untuk mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan

11

dalam hadits itu. Adapun menurut istilah ahli hadits adalah haditshadits yang gugur pada sanadnya dua atau lebih secara berurutan.9

Contohnya Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab Marifat Ulum AlHadits dengan sanadnya kepada Al-Qanaby dari Malik bahwasanya dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda,seorang hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian sesuai kadarnya baik, dan tidak dibebani pekerjaan melainkan apa yang dia mampu mengerjakannya. Al-Hakim berkata, hadits ini mudhal dari Malik dalam kitab Al-Muwaththa. Hadits ini kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita selain Al Muwaththa, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak kemudhalannya karena gugurnya dua perowi dari sanadnya yaitu Muhammad bin Ajlan dan bapaknya. Kedua perowi tersebut gugur secara berurutan. Hukumnya Para ulama sepakat bahwasanya hadits Mudhal adalah dhaif, lebih buruk statusnya daripada sanadnya banyak yang terbuang. d. Munqathi Munqathi menurut bahasa berarti terputus, lawan kata dari muttashil bersambung. Sedangkan menurut istilah, para ulama terdahulu mendefinisakannya sebagai: hadits yang sanadnya tidak bersambung dari semua sisi. Ini berarti bahwa sanad hadits yang tidak terputus, baik dari awal sanad, atau tengah, atau akhirnya, maka menjadi hadits yang
9

mursal dan munqathi, karena

ibid., hlm.54

12

munqathi. Dengan definisi ini, maka hadits munqati meliputi mursan, muallaq, dan mudhal. Dan para ulama hadits belakangan mendefinisikan hadits munqathi sebagai satu hadits yang di tengah sanadnya gugur seorang perowi atau beberapa perowi tetapi tidak berturut-turut. Jadi yang gugur adalah satu saja di tengah sanadnya, atau dua tetapi tidak berturut-turut pada dua tempat dari sanad, atau lebih dari dua dengan syarat tidak berturut-turut juga. Dan atas dasar ini, maka munqathi tidak mencakup nama mursal, muallaq dan mudhal. Hukumnya Para ulama telah sepakat bahwasanya hadits munqathi itu dhoif, karena tidak diketahui keadaan perowi yang dihapus (majhul). Tempat-tempat yang diduga terdapatnya hadits-hadits munqathi, mudhal dan mursal yaitu: Kitab As-Sunan karya Said bin Manshur Karya-karya Ibnu Abi Ad-Dunya

2. Keguguran yang tidak jelas dan tersembunyi. Ini tidak dapat diketahui kecuali para ulama yang ahli dan mendalami jalan hadits dan illat-illat sanadnya. Ada dua nama untuk jenis ini: a. Mudallas Mudallas berasal dari kata at-tadlis yang berarti

penyembunyian aib barang dagangan dari pembeli. Diambil dari kata Ad-Dalsu yaitu kegelapan atau pencampuran kegelapan, maka seakan-akan seorang mudallis karena penutupannya terhadap orang yang memahami hadits telah menggelapkan perkaranya, maka lalu hadits itu menjadi gelap. Tadlis menurut istilah adalah penyembunyian aib dalam hadits dan menampakkan kebaikan pada zhahirnya. Tadlis dibagi menjadi dua macam yaitu tadlis al-isnad dan tadlis as-syuyukh. Tadlis al-isnad adalah apabila serang perowi meriwayatkan hadits dari orang yang dia temui, apa yang dia tidak

13

dengarkan darinya, atau dari orang yang hidup semasa dengan perowi namn dia tidak menjumpainya dengan menyamarkan bahwa dia mendengarnya darinya, seperti dengan mengatakan, dari fulan.... atau berkata fulan....., atau yang semisal dengan itu dan dia tidak menjelaskan bahwa ia telah mendengarkan langsung dari orang tersebut. Contohnya Diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan sanadnya kepada Ali bin Khusyrum dia berkata,Telah meriwayatkan kepada kami Ibnu Uyainah, Dari Az-Zuhri..., maka dikatakan kepadanya,Apakah Anda telah mendengarnya dari Az-Zuhri?Dia menjawab,Tidak, dan tidak pula dari orang yang mendengarnya dari Az-Zuhri. Aku telah diberitahu oleh Abdul Razzaq dari Mamar dari Az-Zuhri. Sufyan bin Uyainah dia hidup semasa dengan Az-Zuhri dan pernah menjumpainya, tetapi ia tidak mendengar darinya, namun dia mendengar ari Abdul Razzaq dan Abdur Razzaq mendengar dari Mamar, dan MAmar inilah yang mengambil dari Az-Zuhri dan mendengar darinya. Perbedaan antara tadlis dan mursal, bahwasanya mursal itu periwayatannya meriwayatkan dari orang yang tidak mendengar darinya. Diantara tadlis isnad ada yang dikenal dengan Tadlis Taswiyah yang merupakan periwayatan rowi akan sebuah hadits dari syeikhnya, yang disertai dengna pengguguran perowi yang dhoif yang terdapat di antara dua perowi yang tsiqoh yang pernah bertemu, demi memperbaiki hadits tersebut. Hukumnya tadlis taswiyah lebih buruk dari pada tadlis isnad. Jenis tadlis taswiyah ini mencemarkan siapa yang sengaja melakukannya. Dan di antara orang yang paling sering melakukannya adalah Baqiyyah bin Al-Walid. Abu Mishar berkata, Hadits-hadits Baqiyyah tidaklah bersih, maka berjaga-jagalah engkau darinya.

14

Tadlis Asy-Syuyukh adalah hadits yang dalam sanadnya, perowi mnyebut syaikh yang ia mendengar daripadanya dengan sebutan yang tidak terkenal dan masyhur tentangnya. Sebutan disini maksudnya: nama, gelaran, pekerjaan atau kabilah dan negeri yang disifatkan untuk seorang syaikh, dengan tujuan supaya keadaan syaikh it yang sebenarnya tidak diketahui orang. Hukumnya lebih ringan daripada tadlis isnad, karena sang mudallis ini tidak menggugurkan seorang perowi pun, dan

kemakruhannya disebabkan karena sulitnya mengetahui riwayat darinya bagi yang mendengarnya. Dan hukum ini bisa berubah sesuai maksud dari sang mudallis. Kitab-kitab terkenal dalam Tadlis dan Para Mudallis: Karya-karya Al-Khathib Al-Baghdadi tentang nama-nama para mudallis (masih dalam bentuk manuskrip dan belum dicetak) At Tarbyiin li Asmaai Al-Mudallisin, karya Burhanuddin bin Al Halabi (dicetak) Tarifu Ahli At Taqdis bi Maratibi Al Maushuufiin bi At Tadlis, karya Ibnu Hajar (dicetak) b. Mursal Khafi Mursal menurut bahasa artinya melepaskan, dan khafi menurut bahasa artinya tersembunyi. Karena irsal ini tidak nampak maka perlu penelitian untuk mengetahuinya. Mursal khafi menurut istilah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perowi dari seorang syeikh yang semasa dengannya atau bertemu dengannya, tetapi ia tidak pernah menerima satu pun hadits daripadanya, namun ia meriwayatkannya dengan lafazh yang mnunjukkan adanya kemungkinan ia mendengar dari syeikh itu. Contohnya Diriwayatkan Ibnu Majah dari jalur Umar bin Abdul Aziz dari Uqbah bin Amir secara marfu, Allah telah merahmati orang yang menjaga pasukan.

15

Al-Mizzi, dalam kitab Al-Athraf mengatakan, Umar tidak pernah bertemu dengan Uqbah. Ibnu Katsir berkata, Dan macam ini hanya dapat diketahui oleh para peneliti hadits dan orang-orang yang ahli pada zaman dulu dan zaman sekarang, dan guru kami Al-Hafidz Al-Mizzi adalah seorang imam dalam hal itu, dan sungguh menakjubkan, semoga Allah merahmatinya dan melimpahkan kuburnya dengan ampunan. Hukumnya Mursal khafi hukumya dhoif, karena ia termasuk dari bagian hadits munqathi, maka apabila nampak sanadnya terputus maka hukumnya adalah munqathi.10 Dari penjelasan tentang hadist dhaif yang disebabkan karena gugurnya sanad dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan sebuah kajian yyang dapat mengkritik sanad hadits. Kritik sanad merupakan upaya untuk meneliti kredibilitas seluruh jajaran perawi hadits dalam suatu jalur sanad, yang meliputi aspek kebersambungan (mutasil), kualitas pribadi dan kapasitas intelektual perawi, serta aspek syadz dan illatnya.11 2.3 HADITS YANG MARDUD (TERTOLAK) DISEBABKAN CACAT PARA PEROWINYA Cacat para perowi adalah pemberian cacat dan cela padanya terhadap keadalahannya dan agamanya, atau pada kedhabitannya, hafalan dan ingatannya. Sebab-sebab Cacat pada Perowi 1. Adapun yang berkaitan dengan keadalahanya, yaitu: 10 11

Dusta Tuduhan berdusta Fasik

Ibid. hlm 132-144 Umi Sumbulah, op.cit., hlm.31

16

Bidah Al-jahalah (ketidakjelasan)

2. Dan yang berkaitan dengna kedhabitannya, yaitu: 12 Kesalahan yang sangat buruk Buruk hafalan Kelalaian Banyaknya waham Menyelisihi para perowi yang tsiqah

Macam-macam Hadits yang Dikarenakan Hadits Di atas 1. Maudhu Sebuah hadits dikatakan maudhu apabila sebab kecacatannya pada perowi itu disebabkan oleh kedustaan atas Rasulullah SAW. Maudhu menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan, sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang diciptakan dan dibuatbuat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah secara dusta. Hadits ini adalah yang paling buruk dan jelek di antara haditshadits dhoif lainnya. Oleh karena itu, hukum meriwayatkan hadits maudhu dari orang-orang yang mengetahui kepalsuannya dalam bnetuk apapun adalah haram.13 Ciri-ciri hadis maudhu Para ulama menentukan bahwa ciri-ciri ke-madlu-an suatu hadis terdapat pada sanad dan matan hadis. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad hadis, yaitu adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat hadis maudhu, dan qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah lakunya. Adapun ciri-ciri yang terdapat pada matan, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi mana dan segi lafadz. Dari segi mana, yaitu bahwa
12 13

Asyraf bin Said, op.cit., hlm.60 Ibid, hlm 145

17

hadis itu bertentangan dengan al-quran, hadis mutawatir, ijma, dan logika yang sehat. Dari segi lafazh, yaitu bila susunan kalimatnya tidak baik dan tidak fasih.14 Karya-karya dalam hadits maudhu: Al-Maudhuat, karangan Ibn Al-Jauzi Al-Laali Al-Mashnuah fi Al-Ahadits Al-Maudhuah, karya As-Suyuthi- ringkasan dari kitab Ibnu Al- Jauzi dengan beberapa tambahan Tanzihu Asy-Syariah Al-Marfuah An Al-Ahadits AsySyaniah Al-Maudhuah, karya Ibnu Iraq Al-Kittani 2. Matruk Dikatakan hadits matruk apabila penyebab kecacatan pada perowi adalah tuduhan berdusta yaitu sebab keduanya -, maka haditsnya dinamakan hadits matruk. Al Matruk menurut bahasa artinya yang dibuang, yang Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah, karya Al-Albani

ditinggalkan. Sedangkan menurut istilah Matruk adalah hadits yang di dalam sanadnya terdapat seorang perowi yang dituduh berdusta. Seorang perowi dituduh berdusta karena salah satu dari dua perkara berikut: Hadits itu tidak diriwayatkan kecuali dari jalur dia saja, dan bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang digali oleh para ulama dari nash-nash syari Dikenal berdusta dalam perkataan biasa, tetapi tidak nampak kedustaannya di dalam hadits Jika hukum hadits maudhu adalah seburuk-buruk tingkatan dhoif, maka hadits matruk adalah tingkatan berikutnya.15 3. Munkar
14 15

Solahuddin, 2009, Ulumul Hadis, Pustaka setia, Bandung, hlm.149 Ibid, hlm. 110

18

Dikatakan hadits munkar apabila sebab kecacatan perowinya adalah karena banyaknya kesalahan, sering lupa, atau kefasikan. Munkar menurut bahasa adalah al-inkaar lawan dari al-iqrar (pengakuan). Sedangkan menurut istilah munkar didefinisikan menjadi dua pengertian: Yaitu sebuah hadits dengan perowi tunggal yang banyak kesalahan atau kelalaiannya, atau nampak kefasikannya atau lemah ketsiqahannya 4. Maruf Al-maruf artinya yng dikenal atau yang terkenal dan menurut istilah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang tsiqah, yang bertentangan dengan yang diriwayatkan oleh perowi yang lemah. 5. Muallal Apabila sebab kecacatan pada perowi itu adalah wahm (keraguan) maka dinamakan muallal. Menurut bahasa menurut bahasa adalah yang tertimpa penyakit. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang dhahirnya shahih, tetapi setelah diperiksa terdapat illat yang dapat merusak keshahihan hadits itu. Illat adalah sebab tersembunyi yang dapat merusak keshahihan sebuah hadits. Dan illat terkadang terdapat pada sanad, dan kadang terdapat pada matan, kadang juga terdapat pada keduanya secara bersamaan. 6. Mukhalafah Li Ats Tsiqat Apabila sebab kecacatan pada perowi adalah karena penyelisihannya terhadap periwayatan yang lebih tsiqoh, maka akan menghasilkan empat macam pembahasan ilmu hadits, yaitu: Yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat perowi yang tsiqoh.

Mudraj

19

Jika penyelisihan terjadi ddengan pengubahan bentuk sanad atau penggabungan mauquf dengna marfu Maqlub Jika penyelisihan terjadi dengan mendahulukan atau mengakhirkan hadits Al-Mazid Fi Muttashil Al-Asanid Jika penyelisihan terjadi dengan penambahan seorang perowi Mudhtharib Jika penyelisihan terjadi dengan penggantian perowi dengan perowi yang lain atau dengna terjadinya pertentangan dalam matan tanpa ada yang mentarjihkan Mushaffaf Jika penyelisihan terjadi dengan pengubahan lafazh dengan bentuk yang tetap16

16

Syaikh Manna Al-Qaththan, 2009, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta. Hlm 149-163

20

BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN Hadits Dhoif bahasa adalah lawan dari kuat. Hadits dhoif menurut istilah adalah hadits yang di dilamnya tidak didapati syarat hadits shahih dan tidak pula di dapati syarat hadits hasan. Ada dua penyebab utama yang mengakibatkan sebuah hadis dikatakan dhaif yaitu karena gugurnya sanad dan cacatnya perawi. Maksud dari gugurnya sanad dari suatu hadits adalah urutan sanad yang ada dalam hadist tersebut tidak memenuhi syarat bisa dikarenakan perawi tidak pernah bertemu langsung dengan gurunya, atau tidak hidup di zamannya. Adapun yang dimaksud dengan cacatnya perawi adalah perawi yang meriwayatkan suatu hadits tidak memenuhi syarat sebagi perawi, atau memiliki sifat-sifat yang bertentangan dengan syarat sebagi perawi sehingga sifat ini dianggap sebagai cacat dari perawi tersebut yang dapat mempengaruhi keshahihan dan kedhaifan suatu hadits. Hadits yang Tertolak Karena Gugurnya Sanad Muallaq Mursal Mudhal Munqathi Mudallas/Tadlis Mursal Khafi Hadits yang Tertolak Karena Cacat Pada Perowinya Maudhu Matruk Munkar

21

Apabila sebab kecacatan perowi adalah karena banyaknya kesalahan, sering lupa, atau kefasikan Maruf Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang tsiqoh, yang bertentangan dengan yang diriwayatkan oleh perowi yang lemah Muallal Apabila sebab kecacatan pada perowi itu adalah keraguan Mukhalafah Li Ats Tsiqat Apabila sebab kecacatan pada perowi adalah karena penyelisihannya terhadap periwayatan yang lebih tsiqah Mudraj Hadits yang asal sanadnya berubah atau matannya tercampur dengan sesuatu yang bukan bagiannya tanpa ada pemisah Maqlub Mengganti salah satu kata dari kata-kata yang terdapat pada sanad atau matan sebuah hadits Al-Mazid Fi Muttashil Al-Asanid Perowi yang ditambahkan dalam sebuah sanad hadits, dimana sanad tersebut jika dilihat maka tampak secara lahiriah seakan-akan bersambung Mudhtharib Hadits yang diriwayatkan dari jalur yang berbeda-beda serta sama dalam tingkat kekuatannya Mushaffaf Perowi yang meriwayatkan hadits dengan membacakan buku, sehingga ia melakukan kesalahan karena kesulitan membedakan huruf-huruf yang mirip

22

Hadits Dhoif

Perbedaan Pendapat

Hadits Yang Tertolak Karena Gugurnya sanad Mu'allaq Sebagian Ulama'

Hadits Yang Tertolak Karena Cacatnya Perowi Maudhu' Matruk Munkar Ma'ruf

Ulama' Ahli Fiqh Muhaqqiq

Mursal
Mu'dhal

Tidak boleh diamalkan Boleh jika tidak ada hadits lain

Munqathi' boleh dg catatan tertentu Mudallas/Tadlis Mursal Khafi

Mu'allal Mukhallafah Li Ats Tsiqat Mudraj Maqlub

Al Mazid Fi Muttashil Al-Asanid


Mudhtharib Mushaffaf

23

DAFTAR PUSTAKA

Asyraf bin Said. 2004. Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif. Jakarta Selatan : Pustaka Azzam

Umi Sumbulah. 2008. Kritik Hadist: Pendekatan Historis Metodologis. Malang: UIN-Malang Press

Masjfuk Zuhdi. 1993. Pengantar Ilmu Hadits. Surabaya: PT Bina Ilmu

Syaikh Al-Qaththan, Manna; Abdurrahman, Mifdhol. 2009. Pengantar studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Solahuddin. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

24

Anda mungkin juga menyukai