Anda di halaman 1dari 7

B.

Status Anak Angkat, Anak pungut, Anak hasil zina, dan Anak inseminasi

1. Status Anak Angkat dan hukumnya

Pengangkatan anak dalam bahasa arab dikenal dengan istilah tabanni yang
artinya mengambil anak angkat atau menjadikannya seseorang menjadi anak 1.
Pengangkatan anak dalam pengertian ini berakibat hukum pada putusnya
hubungan nasab antara angkat dan orang tua kandungnya, status anak angkat sama
dengan anak kandung dan anak angkat dipanggil dengan nama ayah angkatnya,
serta berhak mewarisi. maka jelas Islam melarang sejak turun surat al-ahzab:37.

Jn=sù 4Ó|Ós% Ӊ÷ƒy— $pk÷]ÏiB #\sÛur $ygs3»oYô_¨ry— ö’s5Ï9 Ÿw tbqä3tƒ ’n?tã£$ (


öqŸÒs% £`åk÷]ÏB #\sÛur 4#( )tûüÏZÏB÷sßJø9$# Óltym þ’Îû Ælºurø—r& öNÎgͬ!$u‹Ïã÷Šr& #sŒÎ
šc%x.ur ãøBr& «!$# ZwqãèøÿtB ÇÌÐÈ

Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami
kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan
keperluannya daripada isterinya dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Ayat ini merupakan rangkaian ayat-ayat Al-Qur’an yang menceritakan


tentang kasus rumah tangga Zaid bin Haritsah dengan Zainab binti jahsy. Zaid
adalah bekas budak yang dimerdekakan oleh Nabi, kemudian dikawinkan dengan
Zainab, saudara sepupu nabi sendiri. Suami isrti ini adalah orang-orang baik dan
taat kepada agama. Namun rumah tangganya tidak bahagia, karena perbedaan
status sosialnya yang jauh berbeda. Sebab Zainab dari kalangan bangsawan,
sedangkan Zaid adalah bekas budak, meskipun Islam tidak diskriminasi
berdasarkan ras, bangsa/suku bangsa, bahasa, dan sebagainya2. Zaid menyadari
hal itu (ketidak keharmonisan rumah tangganya), maka ia mohon izin kepada nabi
untuk menceraikan istrinya, tetapi nabi menyuruh ia agar tetap mempertahankan
rumah tangganya. Dan Ia pun mentaatinya. Namun, setelah ternyata rumah tangga
Zaid tetap tidak harmonis, dan semua sahabat dan masyarakat tahu, maka
akhirnya perceraian Zaid dengan Zainab diizinkan, dan bahkan setelah habis

1
Musthofa, Pengangkatan Anak kewenangan pengadilan Agama ,(Jakarta:Kencana,
2008), 18.
2
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1997), 29-30.

1
iddahnya Nabi diperintahkan oleh Allah untuk mengawini Zainab, bekas istri anak
angkatnya.

Surat Al-Ahzab ayat :37 yang menerangkan kasus Zaid dengan Zainab diatas
adalah untuk menegaskan, bahwa:
1. Adopsi seperti praktik dan tradisi dizaman jahiliyah yang memberi status
kepada anak angkat sama dengan status anak kandung tidak dibenarkan
(dilarang) dan tidak diakui oleh Islam.
2. Hubungan dengan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarganya
tetap seperti sebelum diadopsi, yang tidak mempengaruhi kemahraman
dan kewarisan, baik anak angkat itu diambil dari intern kerabat sendiri,
seperti di Jawa, kebanyakan keponakan sendiri diambil sebagai anak
angkatnya, maupun diambil diambil dariluar lingkungan kerabat.
Kalau kita perhatikan motif-motif adopsi dikalangan masyarakat
Indonesia bermacam-macam. Ada yang bermotif agar keluarga yang tidak
punya anak itu memperoleh anak cucu yang akan meneruskan garis
keturunannya, maka dalam hal ini Islam melarangnya. Ada yng bermaksud
agar keluarga tersebut dikarunia anak itu mendapat anak sendiri (semacam
untuk mencari berkah atau pancingan (jawa), atau mempunyai tujuan
mendapat tenaga kerja atau karena kasihan terhadap anak-anak kecil yang
menjadi yatim piatu. Maka dalam hal ini Islam tidak melarangnya, selama
anak angkat tersebut tidak diberi status sebagai anak kandung sendiri,
yang mempunyai hubungan kewarisan dan lain-lain.
3. Status Anak pungut
Pada sisi lain, Islam mewajibkan siapa saja yang menemukan bayi yang
terlantar untuk segera menyelamatkan jiwanya3. Orang yang
mebiarkannya akan mendapat berdosa, dan yang menyelamatkannya akan
mendapat pahala. Allah berfirman:

3
Chuzaimah, Problematika Hukum Islam Kontemporer 1, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994), 99.

2
Ïô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $Yè‹ÏJy_ 4 ô‰s)s9ur óOßgø?uä!$y_
$uZè=ߙ①ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y‰÷èt/ šÏ9ºsŒ ’Îû ÇÚö‘F{$#
šcqèùΎô£ßJs9 ÇÌËÈ
dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada
mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi.
Status anak pungut dengan orang tua yang memungutnya tetap seperti
sebelum pemungutan dan kelurga anak yang dipungut tetap seperti
sebelum pemungutan, tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan,
baik anak pungut dari intern keluarga sendiri atau luar lingkungan kerabat.
Dasarnya adalah Firman Allah Swt surat Al-Ahzab:4-5
tBur Ÿ@yèy_ öNä.uä!$uŠÏã÷Šr& öNä.uä!$oYö/r& 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä3ä9öqs% öNä3Ïdºuqøùr'Î/ ( $
ª!$#ur ãAqà)tƒ ¨,ysø9$# uqèdur “ωôgtƒ Ÿ@‹Î6¡¡9$# ÇÍÈ öNèdqãã÷Š$# öNÎgͬ!$t/Ky uqèd
äÝ|¡ø%r& y‰ZÏã «!$# 4 bÎ*sù öN©9 (#þqßJn=÷ès? öNèduä!$t/#uä öNà6çRºuq÷zÎ*sù ’Îû
ÈûïÏe$!$# öNä3‹Ï9ºuqtBur 4 ÇÎÈ
. Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang
demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang
sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka;
Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak
mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-
maulamu.
Pemungutan anak yang diperintahkan adalah yang memberikan penekanan
dalam segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan, dan pelayanan segala
kebutuhannya, bukan memperlakukanya sebagai anak sendiri.
Pemungutan anak seperti ini merupakan amal baik yang bisa dilakukan
oleh orang yang tidak dianugrahi anak oleh Allah SWT. Mereka
melakukannya dalam suatu jenis pendekatan diri kepada dengan mendidik
anak yang terbengkalai dari kecintaan keluarganya atau ketidakmampuan
orang tuanya.

3
Hal ini sesuai dengan misi keadilan sosial dalam Islam, dimana Syari’at
Islam memberikan hak kepada orang-orang kaya untuk mewasiatkan
sebagian harta peninggalannya kepada anak pungutnya untuk menutupi
kebutuhan hidupnya di masa depan.
Sayariat Islam menuntut masyarakat untuk memelihara anak-anak terlantar
demi melaksanakan tugas kemanusiaan, persaudaraan seagama.
Jadi Masyarakat bertugas memelihara mereka sebagai konsekuensi
dari persaudaraan. Umat Islam dapat mengambil dan memelihara anak-
anak terlantar itu, dengan mendidiknya, menanggung nafkahnya sehingga
anak tersebut itu dewasa dan tidak membutuhkan pemelihraan lagi, tanpa
menetapkan hak-hak dan hukum-hukum anak kandung kepadanya.
Pemeliharaan ditetapkan Islam itu sudah cukup menjamin kesejahteraan
mereka.

1. Status Anak hasil Zina


Menurut Islam anak zina adalahsuci dari segala dosa yang mnyebabkan
eksistensinya didunia ini, dan tidak menanggung beban dosa orang
tuanya4. Hal ini berdasarkan Fiman Allah Swt surat An-Najm : 38
žwr& â‘Ì“s? ×ou‘Η#ur u‘ø—Ír 3“t÷zé& ÇÌÑÈ
. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,

Karena itu anak zina harus diperlakukan manusiawi, diberi pendidikan,


pengajaran, dan keterampilan yang berguna untuk bekal hidupnya
dimasyarakat nanti. yang bertanggung jawab untuk mencukupi hidupnya
adalah ibunya yang melahirkan dan keluarga ibunya. sebab anak zina
hanya mempunyai hubungan nasab atau hubungan hukum dengan ibunya
Sebagai akibatnya anak zina tidak dapat dihubungkan dengan ayahnya.
Ketetapan initerdapat dalam KUHP Perdata dan Hukum Islam. Karena itu
dalam hukum Islam, anak zina mempunyai akibat hukum sebagai berikut:
1. Tidak adanya hubungan nasab kepada laki-laki yang mencampuri
ibunya secara tidak sah
4
Chuzaimah, Problematika Hukum Islam Kontemporer 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1994), 95.

4
2. Tidak dapat menjadi wali bagi anak diluar nikah
3. Tidak ada hubungan saling mewarisi5.

Sebagai bukti lebih lanjut keterkaitan antara anak dan kedua orang tua,
timbulah keduanya hak dan kewajiban. Seorang anak berkewajiban
menghormati dan mentaati orang tuanya. Dilarang menyakiti baik secara fisik
maupun psikis. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-luqman :14-15.

uZøŠ¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷ƒy‰Ï9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çm•Bé& $·Z÷dur 4’n?tã 9`÷dur$

¼çmè=»|ÁÏùur ’Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# ’Í< y7÷ƒy‰Ï9ºuqÎ9ur ¥’n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ

bÎ)ur š‚#y‰yg»y_ #’n?tã br& š‚͍ô±è@ ’Î1 $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ Ÿxsù $yJßg÷èÏÜè? (

$yJßgö6Ïm$|¹ur ’Îû $u‹÷R‘‰9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur Ÿ@‹Î6y™ ô`tB z>$tRr& ¥’n<Î) 4 ¢OèO

¥’n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ

Ayat ini menjelaskan kewajiban kepada seorang ibu untuk menyusui atau
memberi makan kepada anaknya sehingga pertumbuhannya baik dan sehat.
Sedangkan bapak diberi kewajiban secara umum untuk memberi nafkah kepada
ibu yang menyusui anaknya sekaligus menafkahi anaknya.

Hak dan kewajiban seperti diatas terjadi manakala anak dilahirkan dalam
pernikahan yang sah. Khusus untuk menetukan nasab dari ayahnya, Imam Syafii
berpendapat bahwa anak dapat dianggap sah dan dapat dihubungakan kepada
ayahnya dengan semata-mata adanya akad nikah antara ayah dan ibunya. Berbeda
ahalnya dengan Imam Ahmad bin Hambal yang menyatakan bahwa nasab anak
terhadap ayahnya harus dipastikan dengan adanya hubungan kelamin antara ibu
dan ayahnya.

4. Status Anak Inseminasi menurut hukum Islam

Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabug dari segi hukum Islam,
maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para
ahli ijtihad, agar hukum ijtihad sesuai dengan prinsip-prinsip dari Al-quran dan
5
Adjat Sudrajat, fikih Aktual membahas problematika hukum Islam Kontemporer,
(Ponorogo:STAIN Ponorogo Press, 2008), 149.

5
hadits maka memerlukan informasi yang cukup tentang teknik dan proses
terjadinya bayi tabung dari cendekiawan muslim yang ahli kedokteran dan
biologi.

Bayi tabung/ inseminasi buatan apabila dilakukan dengan sel sperma dan
ovum suami istri itu sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam Rahim
wanita lain termasuk wanitanya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami),
maka Islam membenarkan, naik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian
disuntikkan ke dalam vagina atau uterus Istri, maupun cara pembuahan dilakukan
diluar Rahim, kemudian buahnya ditanam didalam rahim. asal keadaan kondisi
suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak
berhasil memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih Islam :

Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan sepertidalam keadaan


terpaksa padahal keadaan darurat terpaksa itu membolehkan melakukan hal-hal yang
terlarang

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor


sperma atau ovum ,maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina
(prostitusi). Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi terbut tidak sah
dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.

Adapun dalil-dalil syar’I yang dapat menjadi landasan hukum


mengharamkan inseminasi buatan dengan donor, ialah sebagai berikut:

ô‰s)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur ’Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%y—u‘ur


šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4’n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ
dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.
dan surat At-Tin ayat :4
ô‰s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ’Îû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ

6
. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya .
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai
makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-
makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka
sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri dan juga
menghormati martabat sesame manusia. Sebalinya inseminasi buatan dengan
donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan
yang diinseminasi.
Mengenai status atau anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau
ovum menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan
prostitusi. Asumsi menteri kesehatan bahwa masyarakat Indonesia termasuk
kalangan agama nantinya bisa menerima bayi tabung seperti halnya KB karena
pemerintah tidak memaksakan alat atau cara KB yang bertentangan dengan agama
seperti sterilisasi, dan abortus. Karena itu, diharapkan pemerintah juga mau
mengizinkan praktek bayi tabung yang tidak bertentangan dengan prinsip agama
dalam hal ini Islam melarang sama sekali percampuran nasab dengan perantaraan
sperma atau ovum donor6.

6
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: CV Haji Masaagung,
1992), 24-25.

Anda mungkin juga menyukai