Anda di halaman 1dari 17

MASA Modern

Di Susun Guna Memenuhi Tugas mata


kuliah Tarikh Tasyrik
Dosen Pengampu Abdul Gani,S.HI.,M.HI

:Disusun Oleh
Kelompok 10
Muh Risaldi (742342021076)
Fajar (742342021070)
Muhammad Haerul Dinasam (742342021071)

PROGRAM STUDI HUKUM


EKONOMI SYARIAH
Institut Agama Islam Negeri
BONE(IAIN)
2021/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Tanda-tanda Kebangunan Tasyri’ di Era Modern.

Makalah Tarikh Tasyri’ tentang Tanda-tanda Kebangunan Tasyri’ di Era


Modern yang telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami
sangat membutuhkan dan menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Tanda-tanda Kebangunan


Tasyri’ di Era Modern ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Watampone,19 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................i

Daftar Isi .....................................................................................................ii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang .....................................................................................1

1.2 Rumusan masalah .................................................................................2

1.3 Tujuan pembahasan...............................................................................2

BAB II Pembahasan

2.1 Tanda-tanda kebangkitan kembali tasyri’ di era modern........................3

2.2 Faktor sosial yang melatarbelakangi kemunculannya di era modern.....4

2.3 Keadaan tasyri’ pada era modern............................................................8

BAB III Penutup

3.1 Kesimpulan .........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periode modern merupakan zaman kebangkitan Islam.Pada periode
pertengahan umat Islam mengalami kemunduran baik bidang pendidikan,
pengetahuan, sosial maupun bidang-bidang yang terkait dengan politik,
budaya dan teknologi. Periode modern ini dikenal dengan zaman
pembaharuan. Kata “pembaharuan” seakan-akan identik dengan modernisasi
yang lahir di dunia Barat.1 Modernisasi diambil dari kata dasar “modern” yang
artinya terbaru, cara baru, mutakhir atau sikap dan cara berpikir serta
bertindak sesuai dengan tuntunan zaman.2 Sedangkan modernisasi adalah
proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai masyarakat untuk bisa hidup
sesuai dengan tuntunan hidup masa kini. Artinya cara berfikir, aliran gerakan
dan usaha untuk merubah faham, adat-istiadat dan sebagainya, untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.3
Pembaharuan dalam Islam muncul karena mempunyai tujuan yaitu untuk
membawa umat Islam kepada kemajuan. Sebab pada periode pertengahan
umat Islam sudah sedemikian tertinggal jauh dibelakang peradaban Barat.
Sedangkan pada masa modern ini, keadaan malah menjadi terbalik. Justru
umat Islam yang ingin belajar dari Barat lantaran kemajuan bangsa Barat
dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan peradabannya. Potret ”keluguan”
sekaligus ketertinggalan umat muslim sebagai dimaksud jelas menyerukan
bangkitnya kesadaran bahwa keadaan umat Islam sudah demikian tertinggal
jauh di belakang peradaban Barat. Hubungan Islam dengan Barat sekarang
sangat berlainan sekali antara hubungan Islam dengan Barat ketika periode
klasik.4 Dengan demikian, muncullah apa yang disebut pemikiran dan aliran
1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), 45
2
Leonardo. D. Marsam, Kamus Praktis Bahasa Indonesia ( Surabaya: Karya Utama, 1983), 179.
3
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam ( Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 11.
4
Abdul Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1998), 27

1
pembaharuan atau modernisasi dalam Islam. Para pemuka Islam kembali
mengeluarkan pemikirannya bagaimana caranya membuat umat Islam kembali
maju sebagaimana pada periode klasik. Artinya mereka berusaha
menggerakkan umat Islam untuk memperbaharui kehidupan serta mendorong
mereka untuk mengusir dominasi kekuatan asing di negeri-negeri Islam.5

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tanda-tanda kebangkitan kembali tasyri di era modern?
2. Bagaimana faktor sosial yang melatarbelakangi kemunculan tasyri di era
modern?
3. Bagaimana keadaan tasyri’ di era modern dan sumber tasyri’?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tanda-tanda kebangkitan kembali tasyri di era modern
2. Mengetahui faktor sosial yang melatarbelakangi kemunculan tasyri di era
modern
3. Mengetahui keadaan tasyri’ di era modern dan sumber tasyri’

5
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Surabaya: Anika Bahagia, 2010), 155.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanda-tanda Tasyri di Era Modern


Tanda-tanda kembalinya hokum islam di era modern dapat dilihat
dalam sistem mempelajari dan menuliskan hukum islam, dan posisi hukum
islam dalam hukum negara
a. Sistem Mempelajari Dan Menuliskan Hukum Islam
Masalah yang menjadi perselisihan di kalangan umat islam antara
tradisionalisme dan modernisme muncul karena pengaruh ide-ide baru
dari dunia barat.6 Di segi lain seluruh kehidupan umat islam termasuk
literatur arab, bahasa arab dan disiplin-disiplin ilmu islam lainnya
sangat terikat dan terlibat oleh ide-ide ajaran hukum islam.
Hukum islam adalah produk penyelidikan kritis dari sudut agama.
Ia merupakan satu pokok bahasan yang sah, karena ia mengandung
berbagai komponen hukum arabia dan elemen yang diterima oleh
seluruh rakyat di daerah-daerah yang didudukinya.
Ada dua perubahan arah yang penting dalam sejarah hukum islam,
perubahan pertama ialah pada awal pengenalan teori hukum yang
hanya menolak wujud semua elemen didalamnya. Perubahan kedua
adalah apa yang muncul pada abad sekarang, yaitu pembuatan undang-
undang baru sebagai bagian dari pemerintahan islam pada waktu yang
sama, yang tidak saja membatasi bidang lapangan hukum agama yang
diterapkan dalam praktek tetapi juga melanggar bentuk dari pada
hukum itu sendiri.
Cara mempelajari hukum islam pada era modern adalah dengan
perbandingan, yaitu membandingkan pendapat yang berbeda tentang
suatu masalah dan alasannya yaitu ketentuan hukum masalah tersebut

6
Joseph schactt. pengantar hukum islam. Departemen Agama RI..1985

3
dalam nash yang menjadi pegangan, pendapat tersebut dipilih yang
paling benar kemudian dibandingkan kembali dengan hukum positif.
Berbeda dengan perbandingan yang dilakukan masa fuqaha zaman
dulu, sistem perbandingan di era modern bukan untuk menguatkan
aliran atau madzhab tertentu tetapi semata untuk mempelajari
pendapat-pendapat tentang suatu persoalan, dengan menjelaskan
pendapat imam madzhab dan dipilih yang lebih kuat dalilnya sehingga
terciptalah rujukan yang mampu menciptakan kemaslahatan.7
Pada era modern ini banyak didirikan perguruan tinggi dan kampus
kampus islam yang berkualitas dan mempelajari hukum-hukum islam,
sarjana dan lulusan banyak diantaranya yang sudah menciptakan karya
tulis dan saling memperbadingkan karya-karya tersebut sehingga
timbullah sistem pembelajaran dan penulisan hukum yang dinamis.

b. Posisi Hukum Islam Dalam Hukum Negara


Usaha-usaha perundang-undangan negara sebenarnya sudah pernah
dilakukan beratus-ratus tahun yang lalu, seperti yang diperbuat oleh
Ibnul Muqoffa’ pada abad kedua Hijrah, di masa Khalifah Abbasiyah.
Ia pernah mengirim surat kepada Khalifah Al- Mansyur untuk
membuat suatu Undang-undang yang diambil dari Al-Qur’an dan
Sunnah, dan apabila tidak ada nas pada keduanya bisa diambil dari
fikiran dengan syarat bisa mewujudkan rasa keadilan dan kepentingan
orang banyak.8 Surat tersebut dikirim karena adanya perbedaan
pendapat antara para fuqoha dan hakim dalam memutuskan suatu
masalah yang sama. Akan tetapi surat tersebut tidak mendapatkan
sambutan yang cukup pada masa itu, karena para fuqoha tidak mau
memaksa orang untuk mengikuti pendapat-pendapatnya, serta
memperingatkan murid–muridnya untuk tidak berfanatik buta serta

7
Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Islamabad: Risalah Gusti, 1995) Hal.155
8
Dr.H. roibin. Penetapan hukum islam, (Malang : uin maliki press, 2017) hlm.102

4
mengingatkan bahwa ijtihad–ijtihad yang dilakukan bisa kemasukan
salah.
Hukum islam dalam negara termaktub dalam perundang-undangan
negara yang telah dilakukan jauh sebelumnya majalatul ahkam al
adliyyah dan qaunul ailaat dalam negara turki merupakan perwujudan
nyata penempatan hukum islam dalam hukum negara. Dalam
indonesia sendiri terdapat kompilasi hukum islam atau KHI telah
disebar luaskan dengan instruksi presiden no 1 tahun 1991

B. Faktor Sosial yang Melatarbelakangi Terjadinya Tasyri’ di Era Modern


Kondisi pada masa rasul dan sahabat dimana syariat islam
diturunkan sudah tidak sesuai dengan kondisi era modern yang sudah
sangat berkembang dengan penguasaan terhadap teknologi dan media
yang sangat besar dan hal tersebut menimbulkan kondisi sosial berbeda
dan konteks permasalahan yang lebih luas seperti dalam hal pernikahan
dengan media telefon atau video call, permasalahan-permasalahan tersebut
membutuhkan jawaban solusi maka diadakannya modernitas atau
pembaruan dalam islam dengan tujuan supaya hukum islam tidak berhenti
dan dapat diterima oleh masyarakat modern dengan tetap berpegang pada
sumber utama syariat islam.
Kebangkitan kembali pemikiran islam pada abad 19 adalah sebagai
reaksi terhadap sikap taqlid yang telah membawa kemunduran hukum
islam. Gerakan kebangkitan kembali Tasyri’ islam adalah munculnya
gerakan baru oleh para ahli hukum islam yang disebut salaf (salaffiyah)
yan ingin kembali kepada kemurnian ajaran islam yaitu, Alquran dan
sunnah nabi. Ada beberapa karakteristik kebangunan kembali tasyri’ islam
antara lain :
1.    Munculnya semangat tajdid, atau yang sering disebut sebagai
pembaharuan sebagai manifestasi dari seruan terbukanya
kembali ijtihad di kalangan orang muslim. Terminologi tajdid
berasal dari kata jadda yajiddu jiddatan wa tajdiidan yang

5
berarti pembaharuan. Tradisi pembaharuan ini pada hakikatnya
menggambarkan usaha perseorangan atau kelompok untuk
mewujudkan Islam secara terang-terangan dan tegas sesuai
dengan wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad SAW, tanpa
adanya sesuatu yang mengada-ada.  Tajdid dalam konteks ini
meliputi upaya keimana, seruan kembali kepada al-qur’an dan
al-Hadits, dengan demikian masyarakat muslim ketika itu
memiliki dasar paradigmatic keagamaan yang kokoh.
2. Munculnya jargon kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.
Pada hakikatnya apa yang disebut dengan pembaharuan atau
yang identik dengan kebangkitan hanya akan terjadi jika tradisi
dasar yang mendasari gerak secara total telah ada dan telah
dirumuskan. Dengan berdasar pada dua sumber sebagai dasar
paradigma kehidupannya, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits maka
masyarakat muslim baru dapat menggunakannya sebagai dasar
penilaian dan dasar menemukan hokum suatu permasalahan,
perkara, peristiwa, dan praktik-praktik yang terjadi dalam
masyarakat. Atas dasar itu John L. Esposito mengatakan bahwa
dengan adanya dasar dua sumber tersebut memungkinkan
dikeluarkan seruan membentuk kembali masyarakat atas dasar
ketetapan yang ada dalam kitab suci.
3.  Dibukanya kembali pintu ijtihad, secara bahasa ia berarti upaya
sungguh-sungguh untuk merealisasikan salah satu
permasalahan. Sedangkan secara istilahi M. al-Khudlary
mengatakan bahwa ijtihad adalah aktivitas untuk memperoleh
pengetahuan istinbath hokum syara’dari dalil-dalil terperinci
dalam syari’ah. Sebab ketika itu, ijtihad telah ditutup. Dengan
demikian aktifitas kreatif dan dinamis melakukan istimbat
hokum dalam masyarakat otomatis terjadi stagnan. Tentu saja
dengan kondisinya seperti itu para ulama ketika itu tidak dapat
melakukan aktivitas apa-apa. Dengan demikian apa yang

6
disebut sebagai proses tasyri’ atau penetapan hokum ketika itu
tidak mengalami perkembangan sama sekali.
4.     Berkembangnya tasyri’ pada masa modern. Banyak beberapa
masail fiqhiyah yang belum pernah muncul pada masa-masa
sebelumnya, pada masa modern ini berkembang. Suatu contoh
persoalan perubahan kelamin, pencangkoan jantung, cloning,
nikah melalui SMS,  dan masih banyak permasalahan-
permasalahan hukum yang lain yang harus diselesaikan pada
era itu. Yang hingga kini masih menyisakan persolan tersendiri.
Ada beberapa tokoh yang muncul di era modern ini yaitu :
1. Ibnu taimiyah muncul pada abad ke 14 H.
2. Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1703-1787)
Muncul pada abad ke 17 H yang terkenal dengan gerakan Wahabi
yang mempunyai pengaruh pada gerakan paderi di Minangkabau.
3. Rasyid Ridha (1865-1935)
Merupakan murid dari Muhammad Abduh. Kebanyakan cerita
tentang Zuhud Rasulullah saw kemudikan dijadikan dalil bagi ajaran-
ajaran mereka adalah maudlu’ dan tidak ada dasarnya. Salah satu
faktor penyebab kemunduran umat islam adalah berkembangnya
paham jabariyah (fatalis). Sebaliknya, diantara faktor kemajuan bangsa
Barat adalah membudayannya paham ikhtiyar (dinamis). Ajaran
tersebut termuat dalam kata jihad, yang berarti berusaha keras,
bersungguh-sungguh. Ijtihad hanya diperlukan untuk hal-hal yang
berkenaan dengan mu’amalat dan kemasyarakatan, namun tidak
diperlukan lagi untuk hal-hal yang berkenaan dengan ibadah.9
4. Muhammad Iqbal
“Untuk memajukan umat islam, khususnya india umat islam harus
mengembangkan paham dinamisme Islam, memperhatikan cara
berpikir induktif kemudian melahirkan metode-metode observasi,

9
Murodi,SejarahKebudayaan Islam Madrasah Aliyah, (Semarang:PTKaryaToha Putra,1987)hal.147

7
penyelidikan dan eksperimen, perlu negara sendiri bagi umat islam
india, terpisah dari negara hindu”
5. Jamaluddin Al Afghani (1839-1897)
Beliau bergerak dibidang politik.10 Kejayaan kembali umat islam
terwujud kalau kembali kepada ajaran islam yang murni dengan
meneladani pola hidup sahabat khususnya Khulafa' Al-Rasyidin.
Perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi barat secara politik,
ekonomi dan kebudayaan. Pengakuan terhadap keunggulan barat
dalam ilmu dan teknologi, dimana umat islam harus belajar tetangnya.

C. Keadaan tasyri’ di Era Modern dan Sumber Tasyri’

Pada saat ini muslim telah banyak mengalami perubahan dalam segala
bidang. Baik itu berasal dari muslim sendiri maupun dari luar. Di era modern
yang banyak mengalami perubahan ini perlu adanya pembaharuan hukum
islam. Namun dalam pembaharuan hukum islam tidak boleh merubah hukum
yang ada, artinya kita hanya boleh menetapkan hukum baru yang belum ada
pada masa Rasulullah dan sahabat, sedangkan hukum yang telah ada tidak
boleh dirubah ataupun diperbarui. Pembaharuan hukum islam terdiri dari dua
kata, yaitu “pembaharuan” yang berarti modernisasi, atau suatu upaya untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Kemudian “hukum islam” yaitu, upaya para
ahli hukum untuk menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat. Dalam hal
ini hukum islam lebih dekat dengan fiqih, bukan syari’at.11
Dari sejarah di atas dapat disimpulkan bahwa hukum islam itu tidak lepas
dari pembaharuan. Untuk melakukan suatu pembaharuan di zaman modern
ini, maka harus ditempuh melalui beberapa metode yaitu :
1. Pemahman terhadap alquran

10
Dr.H. roibin. Penetapan hukum islam, (Malang : uin maliki press, 2017) hlm.101
11
Zainudin ali, hukum islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2006) hlm.68

8
Untuk mengadakan pembaharuan hukum islam, hal ini dilakukan
dengan rekonstruksi untuk mengartikan ayat-ayat Alquran dalam
konteks pemahaman asbabun nuzul memperhatikan makna atau
substansi ayat tersebut. Perlu ditekankan bahwa Alquran merupakan
sumber hukum yang pertama, sebagaimana yng diungkapkan Allah
dalam Surah An-Nisa’

ِ ‫ك هَّللا ُ ۚ َواَل تَ ُك ْن لِ ْلخَائِنِينَ خ‬


‫َصي ًما‬ َ ‫اس بِ َما أَ َرا‬ ِّ ‫َاب بِ ْال َح‬
ِ َّ‫ق لِتَحْ ُك َم بَ ْينَ الن‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫إِنَّا أَ ْن َز ْلنَا إِلَ ْي‬

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat” (Q.S An-Nisa’ : 105)

2. Pemahaman terhadap Sunnah


Sunnah adalah sumber kedua dalam syariat dan menjadi dasar bagi
Alquran, tetapi juga memberikan dasar bagi hukum baru.12 Pemahaman
baru terhadap sunnah, dapat dilakukan dengan cara mengklasifikasikan
sunnah, mana yang dilakukan rasulullah dalam Tasyri’ Al-Ahkam
(penetapan hukum) dan mana yang dilakukan selaku manusia biasa
sebagai sifat Basyariyah (kemanusiaan). Sunnah baru dapat dijadikan
pegangan wajib apabila dilakukan dalam Tasyri’ Al-Ahkam.
Sedangkan yang dilakukannya sebagai manusia biasa tidak wajib
diikuti, seperti kesukaan Rasulullah SAW kepada makanan yang
manis, pakaian yang berwarna hijau dan sebagainya.
3. Pendekatan rasional
Ulama’ terdahulu dalam memahami rukun islam dilakukan dengan
Ta’abbudi yaitu menerima tanpa adanya komentar karena itu sudah
merupakan ketetapan Allah, sehingga kualitas ‘illat hukum dan
tinjauan filosofinya banyak yang tidak terungkap. Oleh karena itu
perlu pendekatan rasional (ta’aqquli) dalam pembaharuan hukum
islam.
12
Abdul majid Asu-syarafi, ijtihad kolektif, (Jakarta:pustaka Al-Kautsar, 2002) hlm.34

9
4. Penekanan zawajir dan jawabir
Dalam masalah hukum pidana ada unsur zawajir dan jawabir. Jawabir
berarti dengan hukum itu dosa atau kesalahan pelaku pidana harus
dilakukan sesuai dengan nash, seperti pencuri yang dihukum dengan
potong tangan, pezina muhson dengan dirajam, dan pezina ghoiru
muhson didera. Sedangkan zawajir adalah hukum yang bertujuan
membuat jera pelaku pidana sehingga tidak mengulanginya lagi.
Dalam pembaharuan hukum islam mengenai pidana, yang harus
ditekankan adalah zawajir dengan demikian hukum pidana tidak terikat
pada apa yang tertera dalam nash.13
5. Ijma’
Dalam pandangan jumhur ulama’ ijma’ mempunyai bobot yang sangat
kuat dalam menetapkan hukum-hukum yang bersifat ijtihadiyah
setelah nash-nash agama, karena ijma’ bersandar pada dalil syar’i.
6. Cara penetapan ‘illat
Kaidah-kaidah yang dirumuskan untuk mendeteksi ‘illat hukum yang
biasanya dibicarakan berkaitan dengan qiyas. Dalam kaidah pokok
dikatakan bahwa “hukum beredar sesuai dengan ‘illatnya”. Hal ini
ditempuh dengan merumuskan kaidah dan mencari ‘illat yang baru.
7. Maslahah Mursalah
Dimana ada kemaslahatan disana ada hukum Allah Swt. ini adalah
ungkapan populer dikalangan ulama. Dalam hal ini mursalah dijadikan
dalil hukum dan dapat ditetapkan hukum bagi banyak masalah baru
yang tidak disinggung oleh Alquran dan Sunnah.
8. Sadd Az-zari’ah

Dalam karyanya al-Muwafat, asy-Syatibi menyatakan bahwa sadd


adz-dzari’ah adalah menolak sesuatu yang boleh (jaiz) agar tidak
mengantarkan kepada sesuatu yang dilarang (mamnu’).14 Sebagaimana
halnya dengan qiyas, dilihat dari aspek aplikasinya, sadd adz-
13
Abdul majid Asu-syarafi, ijtihad kolektif, (Jakarta:pustaka Al-Kautsar, 2002) hlm.36
14
Ibrahim bin Musa al-Lakhmi al-Gharnathi al-Maliki (asy-Syathibi), al-Muwafaqat fi Ushul al-
Fiqh,  (Beirut: Dara l-Ma’rifah, tt.), hal. juz 3, hal. 257-258.

10
dzari’ah merupakan salah satu metode pengambilan keputusan
hukum (istinbath al-hukm) dalam Islam. Namun dilihat dari di sisi
produk hukumnya, sadd adz-dzari’ah adalah salah satu sumber
hukum. Tetapi, tidak semua ulama sepakat dengan sadd adz-
dzariah sebagai metode dalam menetapkan hukum. Secara umum
berbagai pandangan ulama’ bisa diklasifikasikan dalam 3 kelompok
yaitu, ada yang menerima sepenuhnya yaitu madzhab maliki dan
madzhab hambali. Ada yang tidak menerima sepenuhnya seperti
madzhab hanafi dan madzhab syafi’i dan ada yang menolak
sepenuhnya yaitu madzhab zahiri.

9. Irtikab akhaff adh dararain


Jika dua mufsadat (yang menimbulakan kerusakan) bertentangan,
maka dijaga yang lebih besar mufsadatnya dengan melakukan yang
lebih ringan mufsadatnya, misalnya  perang di bulan muharram
hukumnya haram, tetapi karena pihak musuh menyerang, maka boleh
dibalas perang dengan berdasarkan kaidah tersebut, karena serangan
musuh dapat menggangu eksistensi agama Islam.
10. Keputusan waliyy al-amr (ulil amri)
Semua pemerintah atau penguasa, mulai dari tingkat yang rendah
sampai yang paling tinggi. Segala peraturan Undang-Undangan wajib
ditaati selama tidak bertentangan dengan agama. Hukum yang tidak
dilarang dan tidak diperintahkan hukumnya mubah. Contohnya,
pemerintah menetapkan bahwa pembatasan umur calon mempelai laki-
laki dan perempuan yaitu perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria
sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 tahun.15
11. Memfiqhkan hukum qot’i
Menurut para fukaha, tidak ada ijtihad terhadap nash qat’i (nas yang
tidak dapat diganggu gugat). Tetapi kalau demikian halnya, maka
hukum Islam menjadi kaku. Sedangkan kita perpegang pada motto: al-
15
Zainudin ali, hukum islam (Jakarta : Sinar Grafika, 2006) hlm.41

11
Islam salih li kulli zaman wa makan dan tagayyur al-ahkam bi
tagayyur al-amkinah wa al-zaman. Untuk menghadapi masalah ini
qat’i diklasifikasikan menjadi: Qat’i fi jami’ al-Ahwal dan Qot’i fi
ba’d al-Ahwal. Pada qot’I fi al-Ahwal tidak berlaku ijtihad, Sedangkan
pada qot’I fi ba’d al-Ahwal ijtihad dapat diberlakukan. Tidak semua
hukum qat’I dari segi penerapanya (tatbiq) berlaku pada semua zaman.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Tanda-tanda kembalinya hukum islam di era modern dapat dilihat dalam


sistem mempelajari dan menuliskan hukum islam, dan posisi hukum islam
dalam hukum negara. Cara mempelajari hukum islam pada era modern
adalah dengan perbandingan, yaitu membandingkan pendapat yang
berbeda tentang suatu masalah dan alasannya yaitu ketentuan hukum

12
masalah tersebut dalam nash yang menjadi pegangan, pendapat tersebut
dipilih yang paling benar kemudian dibandingkan kembali dengan hukum
positif.
2. Gerakan kebangkitan kembali Tasyri’ islam adalah munculnya gerakan
baru oleh para ahli hukum islam yang disebut salaf (salaffiyah) yan ingin
kembali kepada kemurnian ajaran islam yaitu, Alquran dan sunnah nabi.
3. Pembaharuan hukum islam terdiri dari dua kata, yaitu “pembaharuan”
yang berarti modernisasi, atau suatu upaya untuk menciptakan sesuatu
yang baru. Kemudian “hukum islam” yaitu, upaya para ahli hukum untuk
menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini hukum
islam lebih dekat dengan fiqih, bukan syari’at

DAFTAR PUSTAKA

Abdul majid Asu-syarafi, ijtihad kolektif., Jakarta : pustaka Al-Kautsar,2002


Abdul Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998.

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Surabaya: Anika Bahagia,


2010.

Dr.H. roibin, Penetapan hukum islam, Malang : uin maliki press, 2017.

13
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam ,Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
Ibrahim bin Musa al-Lakhmi al-Gharnathi al-Maliki (asy-Syathibi), al-Muwafaqat
fi Ushul al-Fiqh, Beirut: Dara l-Ma’rifah, tt.
Leonardo. D. Marsam, Kamus Praktis Bahasa Indonesia Surabaya: Karya Utama,
1983.
.
Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam, Islamabad: Risalah Gusti, 1995.
Murodi,Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah, Semarang:PTKaryaToha
Putra,1987)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.

Zainudin ali, hukum islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.

14

Anda mungkin juga menyukai