Muh Risaldi
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah IAIN Bone
E-mail: muhrisaldi20@gmail.com
Abstrak
Artikel ini bembahas tentang Penyelsaian Sengketa Perbankan Syariah di
Indonesia. Nasabah dan perbankan syariah di mana perkara dalam perselisihan
keduanya sebelum di bawah dalam pengadilan dapat diselesaikan dengan
musyawarah atau perdamaian terlebih dahulu serta dapat ditempuh melalui jalan
arbitrase syariah yang di namakan BASYARNAS (Badan Arbitrase Nasional). Di
dalam perbankan syariah ada dua pilihan untuk menyelesaikan sengketa yaitu
mlalui pngadilan agama atau melalui pengadilan umum. Teknik pengumpulan
data diperoleh dari kumpulan tulisan, identifikasi, klasifikasi, analisis, penyusunan
data, hingga proses hunting. Tujuan penulisan ini untuk menempuh jalan agar
terselesaikan suatu perkara melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di
luar pngadilan musyawarah,mediasi dan arbitras syariah. Dan hasil penlitian ini
ditemukan bahwa (1) Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua
proses,yaitu penyelesaian sengketa di dalam pengadialan dan di luar pengadilan.
(2) Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah dapat ditempuh dengan cara:
perdamaian Alternatif Sengketa (ADR) dan Arbitrase(Tahkim)BASYARNAS.
PENDAHULUAN
Konflik yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan akan berkembang
menjadi sengketa apabila pihak yang mengalami kerugian menyatakan rasa tidak
puas hati atau prihatin,baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak
yang dinggap sebagai penyebab kerugian. Secara prinsip dalam hal penegakan
hokum di Indonesia hanyala di lakikan oleh kekuasaan kehakiman (judicial
power)yang di lembagakan secara konsutusional yang lazim disebut badan
yudikatif sesuia dengan pasal 24 UUD 1945.Dengan demikian yang berwenang
memeriksa dan mengadili sengketa hanyalah bada peradilan yang bernaung di
bawah kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah Agung Republik
Indonesia.1
1
Syukuri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta:Fajar Media
Press,2012), h.286
Pada pasal 2 No.14/1970 Undang-Undang Kehakiman dengan tegas
menyatakan bahwa yang berwenang dan berfungsi melaksanakan peradilan hanya
badan-badan peradilan yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Di luar itu
tidak dibenarkan karena tidak memenuhi syarat formal dan official serta
bertentangan dengan prinsip under the authority of law. Namun, berdasarkan pasal
1851, 1855 KUH Perdata, penjelasan pasal 3 UU No.14/1970 serta UU No.
30/1999 mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, maka terbuka
kemungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan menggunakan lembaga
selain pengadilan, seperti arbitrase atau perdamaian.
Kegiatan usaha diasumsikan tidak selalu berjalan baik sebagaimana
keinginan oleh pelaku usaha, tetapi persengketaan memungkinkan dapat terjadi
diantara para pihak. Penyimpangan akad perjanjian dapat kategorikan dengan
perilaku wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang akibat kepada
persengketaan. Jurnal muh ridwan
Kebiasaan praktik akad baku pada ekonomi syariah dampak dari praktik
model perjanjian yang telah diberlakukan oleh perbankan konvensional.
Penerapan akad baku di perbankandianggap mengesampingkan asas dan prinsip
syariah pada perbankan syariah. Praktik akad baku tidak memiliki landasan
hukum termasuk fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI).
Dalam sistem perbankan syariah kegiatan usaha didasarkan pada ketentuan
dalam akad perjanjian. Ketentuan tersebut dikuatkan oleh Amran Suadi yang
menyebutkan “Semua perjanjian yang dibuat sesuai UU berlaku sebagai undang-
undang bagi yang membuatnya, perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan undang-undang,
perjanjian harus dilaksanakan dengan baik” (AmranSuadi, 2017: 10)
Perkembangan ekonomi syariah mencerminkan perkembangan terhadap
pendapatan dan peningkatan aset nasabah dan perbankan. Perkembangan
merupakan dinamika yang perlu dicermati dengan meningkatnya angka
pembiayaan macet yang terjadi pada perbankan syariah yang menimbulkan
persengketaan bagi pihak nasabah dengan perbankan syariah(Nurul
Icshan,2019:203)
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu
penyelesaian sengketa di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Proses
penyelesaian tertua adalah melalui proses litigasi di dalam pengadilan. Pengadilan
dijadikan the frist and last resort dalam penyelesaian sengketa. Setiap
penyelesaian sengketa yang timbul di dalam masyarakat diselesaikan melalui
pengadilan, karena dianggap bisa memberikan keputusan yang adil namun
ternyata belum memuaskan banyak pihak, terutama pihak-pihak yang
bersengketa, karena hanya menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversial yang
belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah
baru, lambat dalam penyelesaiannya,membutuhkan biaya yang mahal, tidak
responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa, serta
banyak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Hal tersebut meresahkan
masyarakat dan dunia bisnis, sebab jika mengandalkan pengadilan sebagai satu-
satunya penyelesaian sengketa, tentudapat mengganggu kinerja pebisnis dalam
menggerakan kinerja pebisnis dalam menggerakan perekonomian, serta
memerlukan biaya yang relatif besar. Untuk itu dibutuhkan instruksi yang lebih
efesien dan efektif dalam menyelesaikan sengketa bisnis.2
Harapan kedepannya dalam penelitian ini berupaya dalam menemukan
pola penyelesaian sengketa perbankan syariah, faktor penyebab terjadinya
persengketaan dapat tercapai dengan apa yang di harapkan dan menjadikan solusi
agar dalam persengketaan nasabah antara perbankan syariah terselsaikan dnganm
damai.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kajian pustaka (library
research). Data penelitianini berupa kata, kalimat dan wacana. Sumber data
dalam penelitian ini diperoleh dari literasi digital, buku-buku, artikel dll. Teknik
pengumpulan data yang digunakan di mulai dari pengumpulan tulisan,
identifikasi, klasifikasi, analisis, penyusunan data hingga proses sunting.
2
Wirdyaningsih, dkk, Bank danAsuransi Islam di Indonesia, h.224
Berdasarkan hasil penelusuaran dari kelima artikel maka diperoleh data berupa
Penyelsaian Sengketa Perbankan Syariah di Indonesia , sebagai berikut:
1. Penyelesaian sengketa dalam konsep Islam
2. Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata di Indonesia
3. Penyelesaian Sengketa Pada Bank Syariah di Indonesia
4. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS (Badan Arbitrase
Syariah Nasional)
5. Keunggulan dan Kekurangan BASYARNAS
6. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Pengadilan Agama
3
Abdul GhafurAnshori, Tanya Jawab Perbankan Syariah, Yogyakarta:UII Press, 2008,
h.103.
Penyelesaian sengketa dikatakan bersifat litigasi yaitu apabila para pihak
yang bersengketa menyelesaikannya melalui lembaga peradilan resmi dalam suatu
negara yakni peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan
Negeri. Prosedurnya adalah melalui beracara di depan sidang pengadilan hingga
mendapatkan putusan pengadilan yang mempunyai hukum tetap (in kracht van
gewijsde). Sedangkan penyelesaian sengketa nonlitigasi maksudnya adalah
penyelesaian sengketa melalui jalur diluar pengadilan. Para pihak bisa memilih
forum mediasi, konsiliasi, atau arbitrasi baik ad hoc maupun institusional dengan
mendasarkan pada ketentuan Undang Undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase
dan alternatif penyelesaian sengketa berikut peraturan prosedur yang dikeluarkan
oleh lembaga lembaga dimaksud.4
Bentuk-bentuk pilihan penyelesaian sengketa perkara perdata di luar
pengadilan yang ada di Indonesia, yaitu: Pertama, arbitrase (perwasitan). M.N.
Purwosutjipto mengartikan arbitrase atau perwasitan sebagai suatu peradilan
perdamaian di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak
pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa, dan diadili oleh hakim
yang tidak memihak, yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi kedua belah pihak.5 Batasan yang lebih rinci lagi dikemukakan oleh
Abdul Kadir Muhammad bahwa arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar
lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus oleh orang dalam perusahaan.
Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh
pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar
pengadilan merupakan kehendak bebas dari para pihak. Kehendak bebas ini dapat
dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah
terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata.6
Dengan demikian perjanjian arbitrase timbul karena adanya perjanjian
tertulis dari para pihak untuk menyerahkan penyelesaian sengketa. Adapun
4
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah,h. 104.
5
7 M.N. Purwasutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Buku Kedelapan:
Perwasitan, Kepailitan,dan Penundaan Pembayaran, (Jakarta:PT. Djambatan,1992), h.1.
6
AbdulKadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra
Bakti,1993), h. 276.
kekuatan penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah:7 (1) cepat dan hemat
biaya;(2) kebebasan untuk memilih arbiter, kecuali untuk hal-hal yang berkitan
dengan pajak atau kepailitan;(3) kerahasiaan; (4) bersifat non preseden; (5)
kepekaan arbiter;dan (6) kepercayaan dan keamanan.
Adapun kelemahan dari arbitrase adalah (1) pada praktiknya putusan
arbitrase tidakdapat langsung dieksekusi, tetapi harus meminta eksekusi dari
pengadilan; dan (2) pengadilan sering kali memeriksa kasus yang ditangani oleh
arbiter, sehingga terjadi 2 (dua) kali proses pemeriksaan sengketa, padahal hal
tersebut tidak boleh dilakukan karena putusan yang dikeluarkan oleh arbiter
bersifat finaldan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.8
Kedua, alternatif penyelesaian sengketa, Fitrianur Syarif(2019:15)
meliputi:11 konsultasi, negosiasi, mediasi (kontrol dipegang oleh para pihak,
efisien, komunikasi yang lebih efektif, fleksibel, pribadi dan rahasia, dasar bagi
penyelesaian sengketa, kelemahan dari mediasi hanyalah apabila tugas yang
dijalankan oleh mediator tidak berjalan secara maksimal karena pelbagai kendala,
sehingga menghasilkan solusi yang tidak memuaskan para pihak), konsiliasi, dan
pendapat atau penilaian ahli.
10
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, h. 238.
11
Abdul Ghafur Anshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 105
4. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS (Badan Arbitrase
Syariah Nasional)
BASYARNAS sebagai lembaga permanen yang didirikan oleh Majelis
Ulama Indonesia berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadi sengketa
muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa.
Pendirian lembaga ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia dan Bank perkreditan Rakyat Syariah. Lembaga Arbitrase Syariah
merupakan penyelesaian sengketa secara syariah antara kedua belah pihak di jalur
pengendalian untuk mencapai kesepakatan masalah ketika upaya mufakat tidak
tercapai. Disamping itu badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau
pendapat hukum, yaitu pendapat yang mengikat adanya suatu persoalan tetentu
yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian atas permintaan para pihak yang
mengadakan perjanjian untuk deselesaikan. Apabila jalur arbitrase tidak dapat
menyelesaikan perselihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai
pemutus perkara tersebut. Hakim harus memperhatian rujukan yang berasal dari
arbiter yang sebelumnya telah menangani kasus tersebut sebagai bahan
pertimbanganuntuk menghindari lamanya proses penyelesaian. Dalam ketentuan
badan arbitrase, keputusan pendamaian harus dijalankan dengan cara sukarela.
Namun, sekiranya tidak dijalankan menurut ketentuan hukum yang ada di
Indoensia, maka eksekusi akan dijalankan melalui Pengadilan Negeri setempat.
Kewenangan Pengadilan Negeri tentunya sebatas dalam pelaksanaan eksekusi
saja, tanpa harus mengolah atau memeriksa ulang kembali kasus yang sudah
diselesaikan arbiter. Sistem hukum seperti ini sering menjadi perdebatan di
kalangan pemerhati hukum, baik hukum konvensional maupun syariah dan
cenderung dipandang sebagai salah satu kelemahan penyelesaian hukum melalui
lembaga arbitrase.12
Pada pandangan lain dalam realita yang ada BASYARNAS sebagai
lembaga arbitrase syariah di Indonesia saat ini belum maksimal dari aspek
keberadaan dan perkembangannya seperti perkembangan lembaga keuangan
syariah. Ia masih memerlukan peningkatan kualitas manajemen dan Sumber daya
12
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 290
Manusia. Karena untuk dipercayai oleh masyarakat, lembaga ini harus
mempunyai penampilan yang baik, sekretariat yang selalu dapat melayani pihak
berkrisis. Di samping keadaan internal yang baik dan representatif, perlu juga
didukung dengan pemberdayaan hukum (law enforcement) dari pemerintah,
seperti tentang keputusan final dan mengikat (final and binding) dalam
penyelesaian perkara. Pihak pengadilan Negeri juga dapat memaksa pihak yang
tidak mau melaksanakan eksekusi dan menolak apabila pihak tersebut
mengajukan kembali kasusnya ke pengadilan. Hal ini dapat menjadikan
BASYARNAS lebih berwibawa dan dianggap sangat diperlukan oleh pihak yang
bersengketa. Pada pandangan lain dalam realita yang ada BASYARNAS sebagai
lembaga arbitrase syariah di Indonesia saat ini belum maksimal dari aspek
keberadaan dan perkembangannya seperti perkembangan lembaga keuangan
syariah. Ia masih memerlukan peningkatan kualitas manajemen dan Sumber daya
Manusia. Karena untuk dipercayai oleh masyarakat, lembaga ini harus
mempunyai penampilan yang baik, sekretariat yang selalu dapat melayani pihak
berkrisis. Di samping keadaan internal yang baik dan representatif, perlu juga
didukung dengan pemberdayaan hukum (law enforcement) dari pemerintah,
seperti tentang keputusan final dan mengikat (final and binding) dalam
penyelesaian perkara. Pihak pengadilan Negeri juga dapat memaksa pihak yang
tidak mau melaksanakan eksekusi dan menolak apabila pihak tersebut
mengajukan kembali kasusnya ke pengadilan. Hal ini dapat menjadikan
BASYARNAS lebih berwibawa dan dianggap sangat diperlukan oleh pihak yang
bersengketa.13
13
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 290.
(d) Para pihak menyerahkan persengketaannya secara sukarela kepada
orang-orang (badan) yang dipercaya;
(e) Di dalam proses Arbitrase pada hakikatnya terkandung perdamaian dan
musyawarah;
(f) BASYARNAS akan memberikan peluang bagi berlakunya hukum
Islam sebagai pedoman penyelesaian perkara.
14
Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, h. 240
15
SyukriIska, SistemPerbankanSyariah di Indonesia, h. 296
dapat memberikan fiat eksekusi bagi putusan arbitrase dari BASYARNAS secara
sukarela dalam hal salah satu pihak yang terlibat dalam sengketa tidak bersedia
melaksanakan putusan dimaksud yang sifatnya adalah paripurna dan mengikat
(final and binding).16
PENUTUP
Upaya penyelsaian suatu sengketa dapat dilakukan melalui dua jalur yakni
jalur peradilan (litigation), dan jalur di luar peradilan (non-litigation). Dalam
tradisi islam, kduanya juga digunakan untuk menempuh penyelesaian suatu
sengketa , akan tetapi penyelsaian secara damai (shulh) merupakan sebaik-
baiknya penyelesaian (as-shulhu khair) .Penyelesaian melalui jalur peradilan
merupakan jalan terakhir (ultimum remedium) dalam penyelesaian sebuah
sengketa , meskipun hasilnya belum memuaskan dan memerlukan banyak
pengorbanan baik waktu, tenaga maupun biaya.
Keberadaan ekonomi syariah di Indoinesia, sesungguhnya sudah
mengakar sekalipun keberlakuannya masih bersifat normatif sosiologis. Krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997, menjadikan pemerintah mulai
melirik pada sistem yang berangkat dari sistem ekonomi Syari'ah.
Beberapa perangkat hukum untuk memayungi penerapan ekonomi syariah
Indonesia sudah relatif banyak, sekalipun belum maksimal. Harapan semoga
dalam menemukan pola penyelesaian sengketa perbankan syariah, faktor
penyebab terjadinya persengketaan dapat tercapai dengan apa yang di harapkan
dan menjadikan solusi agar dalam menyelesaikan persengketaan nasabah antara
perbankan syariah terselsaikan dengan damai.
Adapun saran berdasarkan dari pnelitian ini tentunya dalam penulisan
artikel ini banyak sekali kekurangan, sehinggah di harapkan adanya saran dan
kritik yang bersifat membangun baik itu dari pihak dosen maupun rekan rekan
Mahasiswa.
16
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 40
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Icshan, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia, FAI
Universitas Prof. Dr. Hamka, Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015
Mahir, Kewenangan Pengadilan Agama dalam Sengketa Perbankan Syariah,
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Al-Qānūn,
Vol. 17, No. 1, Juni 2014
Thalis Noor Cahyadi,Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah ,Jurnal
Ekonomi Syariah Indonesia, Volume I, No.2 Desember 2018
Muhammad Ridwan,Pola Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah pada
Pengadilan Agama di Indonesia , J-HES Jurnal Hukum Ekonomi Syariah
p-ISSN: 2549-4872│e-ISSN: 2654-4970
Fitrianur Syarif, Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia,
Universitas Andi Djemma, Jurnal Ilmu Hukum LL-DIKTI Wilayah IX
SulawesiPleno Jure, 9 (2), Fitria Nur Syarif, : 2 Mei, 2019