Anda di halaman 1dari 10

Nurul Ichsan: Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 231

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Nurul Ichsan
FAI Universitas Prof. Dr. Hamka
Jl. Limau II, Kebayoran Baru, Jakarta
E-mail: nurulichsaan@yahoo.co.id

Abstract. The Settlement of Islamic Banking in Indonesia.This article discussed the settlement of disputes that occur
within the Islamic economic institutions (LES). Before being taken to the court, the case of the dispute between
the customer and Islamic banking can be solved by consensus or reconciliation (ishlah). Other choice is arbitration
Indonesia through sharia arbitration institution called as BASYARNAS (National Arbitration Board). This is what
made the different between conventional banking and Islamic economic institution in Indonesia. In Indonesia, there is
now also a new provision regarding the institution of the Religious Courts. Although it not optimal implementation,
It serves adjudicate disputes that occur between the customer and Islamic banks.
Keywords: arbitration, LES, BASYARNAS

Abstrak: Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Indonesia. Artikel ini berkenaan dengan penyelesaian
sengketa yang terjadi di lingkungan lembaga ekonomi syariah (LES). Sebelum dibawa ke pengadilan, perkara mengenai
perselisihan antara nasabah dan perbankan syariah dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah atau perdamaian
(ishlah), ataupun melalui jalan arbitrase yang di Indonesia dilakukan oleh lembaga arbitrase syariah yang dinamakan
dengan BASYARNAS (Badan Arbitrase Nasional). Inilah yang membedakan dunia perbankan umumnya dengan
lembaga ekonomi syariah di Indonesia. Di Indonesia kini juga terdapat ketentuan baru mengenai lembaga Peradilan
Agama yang berfungsi mengadili sengketa yang terjadi di antara pihak nasabah dengan pihak bank syariah walaupun
belum optimal pelaksanaannya.
Kata kunci: Arbitrase, LES, BASYARNAS

Pendahuluan berfungsi melaksanakan peradilan hanya badan-badan


Konflik yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan peradilan yang dibentuk berdasarkan undang-undang.
akan berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang Di luar itu tidak dibenarkan karena tidak memenuhi
mengalami kerugian menyatakan rasa tidak puas hati syarat formal dan official serta bertentangan dengan
atau prihatin, baik secara langsung maupun tidak prinsip under the authority of law. Namun, berdasarkan
langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab pasal 1851, 1855 KUH Perdata, penjelasan pasal 3 UU
kerugian. Secara prinsip dalam hal penegakan hukum No.14/1970 serta UU No. 30/1999 mengenai arbitrase
di Indonesia hanyalah dilakukan oleh kekuasaan dan alternatif penyelesaian sengketa, maka terbuka ke­
kehakiman (judicial power) yang dilembagakan secara mungkinan para pihak menyelesaikan sengketa dengan
konstitusional yang lazim disebut badan yudikatif meng­gunakan lembaga selain pengadilan, seperti arbitrase
sesuai dengan pasal 24 UUD 1945. Dengan demikian atau perdamaian.
yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua
hanyalah badan peradilan yang bernaung di bawah proses, yaitu penyelesaian sengketa di dalam pengadilan
kekuasaan kehakiman yang berpuncak di Mahkamah dan di luar pengadilan. Proses penyelesaian tertua adalah
Agung Republik Indonesia.1 melalui proses litigasi di dalam pengadilan. Pengadilan
Pada pasal 2 No.14/1970 Undang-Undang Kehakiman dijadikan the frist and last resort dalam penyelesaian
dengan tegas menyatakan bahwa yang ber­wenang dan sengketa. Setiap penyelesaian sengketa yang timbul
di dalam masyarakat diselesaikan melalui pengadilan,
karena dianggap bisa memberikan keputusan yang adil
Naskah diterima: 13 Februari 2015, direvisi: 4 Maret 2015, namun ternyata belum memuaskan banyak pihak, ter­
disetujui untuk terbit: 14 Juni 2015.
1
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta:
utama pihak-pihak yang bersengketa, karena hanya
Fajar Media Press, 2012), h. 286. meng­ hasilkan kesepakatan yang bersifat adversial
232 Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015

yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, Perdamaian dalam syariah Islam sangat dianjurkan,
cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam sebab dengan adanya perdamaian diantara pihak yang
penyelesaiannya,membutuhkan biaya yang mahal, bersengketa, maka akan terhindarlah kehancuran
tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di silaturahmi (hubungan kasih sayang) diantara para
antara pihak yang bersengketa, serta banyak terjadi pihak, dan sekaligus permusuhan diantara para pihak
pe­langgaran dalam pelaksanaannya. Hal tersebut me­ akan dapat diakhiri.
resahkan masyarakat dan dunia bisnis, sebab jika meng­ Anjuran diadakannya perdamaian diantara para
andalkan pengadilan sebagai satu-satunya penye­lesaian pihak yang bersengketa dapat dilihat dalam ketentuan
sengketa, tentudapat mengganggu kinerja pe­ bisnis Alquran, Sunah Rasul, dan Ijmak.
dalam menggerakan kinerja pebisnis dalam meng­
gerakan perekonomian, serta memerlukan biaya yang Alquran seperti dalam Q.s. al-Hujarât [49]: 9, yang
relatif besar. Untuk itu dibutuhkan instruksi yang artinya sebagai berikut:
lebih efesien dan efektif dalam menyelesaikan sengketa Dan jika dua golongan dari orang-orang Mukmin
berperang, maka damaikanlah antara keduannya. Jika
bisnis.2 salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya
Kemudian berkembanglah proses penyelesaian terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan
aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada
sengketa melalui kerja sama di luar pengadilan, yang perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada
dianggap dapat mengakomodasi kelemahan-kelemahan perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
litimigasi dan memberikan jalan keluar yang lebih dengan adil dan berlakuadillah. Sesungguhnya Allah
baik dari pengadilan. Proses pengadilan menghasilkan menyukai orang-orang yang berlaku adil.
kesepakatan yang bersifat win-win solution. Menjamin Hadis dari Abu Daud, al-Tirmizi, Ibnu Majah, al-
persengketaan para pihak, menghindari keterlambatan Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari ‘Amar
yang diakibatkan karena hal prosedural dan bin Auf, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Perjanjian
administratif, menyelesaikan masalah karena kom­ diantara orang-orang Muslim itu boleh, kecuali per­
prehensif dalam kebersamaan, dan tetap menjaga janjian yang menghalalkan yang haram atau meng­
hubungan baik. haramkan yang halal.”
Ijmak, yaitu para ahli hukum bersepakat bahwa
Penyelesaian Sengketa dalam Konsep Islam penyelesaian pertikaian di antara para pihak yang ber­
Dalam hukum Islam, penyelesaian sengketa antara sangketa telah disyariatkan dalam ajaran Islam.4
orang-orang yang berperkara dapat dilakukan dengan tiga Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri
cara.3 Pertama, melalui Jalan Islah/Shulh (perdamaian). agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan
Islah secara harfiah mengandung pengertian memutus dengan benar. Diantara prinsip tersebut adalah (1)
pertengkaran atau perselisihan. Dalam perumusan syariah Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada
Islam dirumuskan sebagai berikut: “Suatu jenis akad pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan
(perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan (perselisihan) keputusan;(2) Kekeluargaan; (3) Win-win solution,
antara dua orang yang berlawanan”.Perdamaian dalam men­jamin kerahasian sengketa para pihak; dan(4)
syariah Islam sangat dianjurkan, sebab dengan adanya Menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam
perdamaian di antara pihak yang bersengketa, maka kebersamaan.
akan terhindarlah kehancuran silaturahmi diantara para
pihak, dan sekaligus permusuhan diantara para pihak Rukun dan Syarat Sahnya Islah: (1) Adanyaijab; (2)
akan dapat diakhiri.Anjuran diadakannya perdamaian Adanyakabul; dan (3) Adanya lafal.
diantara para pihak yang bersengketa dapat dilihat dalam Ketiga rukun ini sangat penting artinya dalam suatu
ketentuan Alquran, sunah, dan ijmak. perjanjian perdamaian, sebab tanpa adanya ijab, kabul,
Masing-masing pihak yang mengadakan perdamai­ dan lafal tidak diketahui adanya perdamaian diantara
an dalam syariah Islam diistilahkan dengan Mushâlih, mereka. Apabila rukun ini telah terpenuhi, maka
sedangkan objek diperselisihkn oleh para pihak disebut perjanjian perdamaian itu lahirlah suatu ikatan hukum,
dengan Mushâlih ‘anhu, dan pebuatan yang dilaku­ yaitu masing-masing pihak berkewajiban untuk menaati
kan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain untuk isi perjanjian. Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu
mengakhiri pertengkaran dinamakan Mushâlih ‘alayhi. perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan kepada
hal berikut ini: Pertama, perihal subjek. Orang yang
melakukan perdamaian haruslah orang yang cakap
2
Wirdyaningsih, dkk, Bank danAsuransi Islam di Indonesia, h.224.
3
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah, (Bandung: al-Ma’rif, 1996), h. 189. 4
Sayyid Sabiq, Fikih Sunah, h.846.
Nurul Ichsan: Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 233

bertindak menurut hukum, dan juga harus mempunyai dengan perjanjian dan harus melaksanakannya dengan
kekuasaaan atau kewenangan untuk melepaskan haknya penuh iktikad baik.5
atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian itu. Penyelesaian sengketa dikatakan bersifat litigasi yaitu
Kedua, perihal objek. Harus memenuhi ketentuan: apabila para pihak yang bersengketa menyelesaikan­nya
(1) berbentuk harta (baik berwujud maupun tidak melalui lembaga peradilan resmi dalam suatu negara
berwujud) yang dapat dinilai, diserahterimakan, dan yakni peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
bermanfaat; (2) dapat diketahui secara jelas, sehingga Militer, dan Peradilan Negeri. Prosedurnya adalah
tidak menimbulkan kesamaran dan ketidakjelasan, melalui beracara di depan sidang pengadilan hingga
yang dapat menimbulkan pertikaian baru. mendapatkan putusan pengadilan yang mempunyai
Kedua, melalui Jalan al-tahkîm (arbitrase). hukum tetap (in kracht van gewijsde). Sedangkan pe­
Arbitrase yang dalam Islam dikenal dengan istilah al- nye­
lesaian sengketa nonlitigasi maksudnya adalah
tahkîm merupakan bagian dari al-qadhâ’ (peradilan). penyelesaian sengketa melalui jalur diluar pengadilan.
Landasan hukum yang memperbolehkan arbitrase, Para pihak bisa memilih forum mediasi, konsiliasi,
baik yang bersumber dari Alquran, sunah dan ijmak, atau arbitrasi baik ad hoc maupun institusional dengan
apabila ditelaah dengan seksama, pada prinsipnya berisi mendasarkan pada ketentuan Undang Undang No. 30
anjuran untuk menyelesaikan perselisihan dengan tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian
jalan damai. Namun apabila jalan damai tidak mampu sengketa berikut peraturan prosedur yang dikeluarkan
menyelesaikan perselisihan diantara kedua belah pihak oleh lembaga lembaga dimaksud.6
maka perlu adanya pihak ketiga untuk menyelesaikan Bentuk-bentuk pilihan penyelesaian sengketa
perselisihan diantara mereka. perkara perdata di luar pengadilan yang ada di
Ketiga, melalui Jalan al-qadhâ’ (peradilan). Al-Qadhâ’ Indonesia, yaitu: Pertama, arbitrase (perwasitan). M.N.
secara harfiah berarti antara lain memustuskan atau Purwosutjipto mengartikan arbitrase atau perwasitan
menetapkan. Menurut istilah fikih yaitu menetapakan sebagai suatu peradilan perdamaian di mana para
hukum syarak pada suatu peristiwa atau sengketa untuk pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang
menyelesaikannya secara adil dan mengikat. Lembaga hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya,
peradilan ini berwenang menyelesaikan perkara pidana diperiksa, dan diadili oleh hakim yang tidak memihak,
maupun perdata. Kekuasaan qâdhî tak dapat dibatasi yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
oleh persetujuan pihak yang bertikai dan keputusan dari mengikat bagi kedua belah pihak.7 Batasan yang lebih
qadhi ini mengikat kedua belah pihak. Dasar hukum al- rinci lagi dikemukakan oleh Abdul Kadir Muhammad
qâdhîdalam Q.s.al-Nisa’ [4]: 35, yang artinya: bahwa arbitrase adalah badan peradilan swasta di luar
“Dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus oleh
keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga orang dalam perusahaan. Arbitrase adalah peradilan
laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh
Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami- pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian
isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi sengketa di luar pengadilan merupakan kehendak bebas
Maha Mengenal.” dari para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan
dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau
Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata di Indonesia sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan
berkontrak dalam hukum perdata.8
Penyelesaian sengketa merupakan lingkup hukum
perjanjian sehingga bersifat open system, karena mengenai Dengan demikian perjanjian arbitrase timbul karena
penyelesaian sengketa ini terkait dengan pilihan adanya perjanjian tertulis dari para pihak untuk me­
hukum (choiche of Law) dan pilihan forum (choice of nyerahkan penyelesaian sengketa. Adapun kekuatan
forum) sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah:9 (1)
bersengketa. Klausula mengenai penyelesaian sengketa 5
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah,
ini biasanya tertuang dalam perjanjian pokok yang Yogyakarta:UII Press, 2008, h.103.
dibuat oleh para pihak. Dengan demikian ketentuan 6
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah,h. 104.
yang ada dalam hukum positif berupa asas kebebasan
7
M.N. Purwasutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia
Buku Kedelapan: Perwasitan, Kepailitan,dan Penundaan Pembayaran,
berkontrak (vide pasal 1338 jo 1320 KUHPerdata) (Jakarta:PT. Djambatan,1992), h.1.
berlaku disini, begitu dengan asas kebebasan (al- 8
AbdulKadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan
hurrîyah) sebagimana dikenal dalam sistem perjanjian Indonesia, (Bandung: PT Citra Bakti,1993), h. 276.
9
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,
menurut hukum Islam. Akibatnya para pihak terkait
h.225-227.
234 Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015

cepat dan hemat biaya;(2) kebebasan untuk memilih perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran maupun
arbiter, kecuali untuk hal-hal yang berkitan dengan pelaksanaan isi perjanjian, kedua pihak akan ber­
pajak atau kepailitan;(3) kerahasiaan; (4) bersifat non usaha menyelesaikannya secara musyawarah menurut
preseden; (5) kepekaan arbiter;dan (6) kepercayaan dan ajaran Islam. Sungguhpun demikian tetap saja ada
keamanan. kemungkinan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan
Adapun kelemahan dari arbitrase adalah (1) pada secara musyawarah. Terjadinya keadaan seperti itu
praktiknya putusan arbitrase tidakdapat langsung di­ dalam kehidupan sehari-hari apalagi dalam kehidupan
eksekusi, tetapi harus meminta eksekusi dari pengadilan; dunia ekonomi haruslah diantisipasi dengan cermat.12
dan (2) pengadilan sering kali memeriksa kasus yang Lembaga Ekonomi Syariah yang dalam operasi­nya
ditangani oleh arbiter, sehingga terjadi 2 (dua) kali menggunakan prinsip-prinsip syariah tentunya meng­
proses pemeriksaan sengketa, padahal hal tersebut tidak usahakan agar pelaksanaanya dilakukan secara kaffah
boleh dilakukan karena putusan yang dikeluarkan oleh (menyeluruh), sehingga penyelesaian sengketa pada
arbiter bersifat finaldan mempunyai kekuatan hukum Lembaga Ekonomi Syariah (LES) tentunya juga harus
tetap dan mengikat para pihak.10 menggunakan prinsip-prinsip syariah. Penyelesaian
Kedua, alternatif penyelesaian sengketa, meliputi:11 sengketa yang paling sesuai adalah melalui islah ataupun
konsultasi, negosiasi, mediasi (kontrol dipegang oleh musyawarah tadi. Jika para pihak memilih cara islah,
para pihak, efisien, komunikasi yang lebih efektif, maka mereka mencoba terlebih dahulu untuk menyelesai­
fleksibel, pribadi dan rahasia, dasar bagi penyelesaian kan masalah di antara mereka dengan mengadakan
sengketa, kelemahan dari mediasi hanyalah apabila pertemuan antara kedua belah pihak. Hasil pertemuan
tugas yang dijalankan oleh mediator tidak berjalan tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis dan jika
secara maksimal karena pelbagai kendala, sehingga pertemuan tersebut gagal untuk mencapai kesepakatan,
menghasilkan solusi yang tidak memuaskan para maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan
pihak), konsiliasi, dan pendapat atau penilaian ahli. bantuan dari seseorang atau lembaga sebagai mediator.
Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat
Penyelesaian Sengketa Pada Bank Syariah di melalui mediator tersebut dengan memegang teguh
Indonesia kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 hari harus
tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang
Penyelesaian sengketa dibidang Lembaga Ekonomi ditandatangani oleh kedua belah pihak yang terkait.
Syariah (LES) seperti perbankan, pasar modal dan Apabila usaha perdamaian seperti yang telah disebutkan
asuransi syariah belum diatur secara kongkrit dan jelas di atas itu juga tidak dapat dicapai, maka para pihak
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, berdasarkan kesepakatan secara tertulis mengajukan
padahal dalam melakukan kerjasama atau hubungan usaha penyelesaian melalui lembaga arbitrase atau
keperdataan tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya arbitrase ad hoc.Tidak seperti arbiter atau hakim,
konflik, oleh karena itu perlu perhatian pemerintah seorang mediator tidak membuat keputusan mengenai
dan aturan hukumyang mengatur mengenai hal- sengketa yang terjadi tapi hanya membantu para pihak
hal penyelesaian sengketa dalam Lembaga Ekonomi untuk mencapai tujuan mereka dan menemukan pe­
Syariah (LES) yang di dalamnya termasuk perkara mecahan masalah dengan hasil win-win solution.
perbankan syariah. Oleh karena hal tersebut demi
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, BASYARNAS sebagai lembaga arbitrase yang
maka dalam hal perjanjian kontrak (akad) Lembaga didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) berfungsi
Ekonomi Syariah sekarang perlu mencantumkan menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa
klausul penyelesaian sengketa baik itu melalui jalan muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan,
musyawarah, islah, mediasi, atau arbitrase, ataupun ke industri, keuangan, dan jasa. Pendirian lembaga ini
lembaga Peradilan Agama sebagai pilihan terakhir. awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Pola hubungan yang didasarkan pada keinginan Gagasan berdirinya lembaga arbitrase Islam di Indonesia
untuk menegakkan sistem syariah di dalam lembaga ini, diawali dengan bertemunya para pakar cendikiawan
ekonomi diyakini sebagai pola hubungan yang muslim, praktisi hukum, para ulama untuk bertukar
kokoh antar bank dan nasabah. Kalaupun terjadi pikiran tentang perlunya lembaga arbitrase Islam di
10
Pasal 60 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Indonesia. Pertemuan ini dimotori oleh dewan pemimpin
dan Alternatif Penyelesaian sengketa.
11
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, 12
Muhammad Syafi’i Antonio,BankSyariahdariTeorikePraktik,(Jak
h.227-229. arta: GemaInsani Press, 2001), h. 214.
Nurul Ichsan: Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 235

MUI pada tanggal 22 April 1992, setelah mengadakan nasabah disebutkan dalam pasal 1 angka 4 PBI No. 7/7/
rapat beberapa kali penyempurnaan terhadap rancangan PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, pe­
struktur organisasi dan prosedur beracara maka akhirnya ngaduan didefinisikan sebagi ungkapan ketidakpuasan
lahirlah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian
yang sekarang berubah menjadi Badan Arbitase Syariah finansial pada nasabah yang diduga karena kesalahan
Nasional (BASYARNAS). atau kelalaian Bank. Kemudian menurut pasal 2 PBI No.
Penyelesaian sengketa pada LES pada hakikatnya 7/7/PBI/2005 bank diwajibkan menetapkan kebijakan
masuk ranah hukum perjanjian sehingga berlaku asas dan memiliki prosedur tertulis tentang penerimaan pe­
kebebasan berkontrak (freedom of contract). Artinya ngaduan, pe­nanganan dan penyelesaian pengaduan serta
para pihak bebas melakukan pilihan hukum dan pe­mantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.
pilihan forum penyelesaian sengketa yang akan dipakai Prosedur penyelesaian sengketa melaui lembaga pe­
manakala terjadi sengketa keperdataan diantara mereka. ngaduan nasabah yang berada dalam internal bank
Klausula penyelesaian sengketa ini hampir dapat yang bersangkutan berdasarkan ketentuan mengenai
dikatakan selalu ada dalam kontrak-kontrak bisnis kebijakan dan prosedur tertulis dalam Surat Edaran
dewasa ini, termasuk dalam kontrak pembiayaan yang Bank Indoensia (SEBI) No.7/4/24/DPNP tertanggal 18
dibuat antara pihak nasabah dengan pihak perbankan Juli 2005 antara lain, sebagai berikut: (1) kewajiban bank
syariah. Pasal 55 UU No. 21 tahun 2008 tentang untuk menyelesaikan pengaduan mencakup kewajiban
Perbankan Syariah menegaskan bahwa: menyelesaikan pengaduan yang diajukan secara lisan dan
1) Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilaku­kan
atau tertulis oleh nasabah dan atau perwakilan nasabah
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama; termasuk yang diajukan oleh suatu lembaga, badan
2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan pe­ hukum, dan atau bank lain yang menjadi nasabah bank
nyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud tersebut; (2) setiap nasabah, termasuk walk in costumer
pada ayat (1); dan memiliki hak untuk mengajukan pengaduan; dan (3)
3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada pengajuan pengaduan dapat dilakukan oleh perwakilan
ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip nasabah yang bertindak untuk dan atas nama nasabah
syariah. Kemudian dalam penjelasan pasal 55 ayat (2)
ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “penyelesaian berdasarkan surat kuasa dari nasabah.
sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad” adalah Dalam pasal 10 PBI No. 7/7/PBI/2005 disebutkan
upaya melalui musyawarah, mediasi perbankan,
badan arbitrase syariah nasional (BASYARNAS) atau bahwa bank wajib menyelesaikan pengaduan paling
lembaga arbitrase lain, dan melalui pengadilan dalam lambat 20 hari kerja setelah tanggal penerimaan pe­
lingkungan peradilan umum. ngaduan tertulis, kecuali terdapat kondisi tertentu
Ada dua jalur pernyelesaian sengketa pada Lembaga yang menyebabkan bank dapat memperpanjang jangka
Ekonomi Syariah ( LES ) khususnya perbankan waktu, yaitu: (1) kantor bank yang menerima pengaduan
syariah. Ertama, penyelesaian sengketa melalui jalur tidak sama dengan kantor bank tempat terjadinya
musyawarah mufakat. Penyelesaian sengketa melalui permasalahan yang diadukan dan terdapat kendala
jalur musyawarah mufakat ini merupakan jalur paling komunikasi diantara kedua kantor Bank tersebut; (2)
awal yang dilalui oleh pihak yang bersengkatan sebelum transaksi keuangan yang diadukan oleh nasabah atau
akhirnya masuk pada jalur hukum atau pengadilan. perwakilan nasabah memerlukan penelitian khusus
Berikut ini langkah-langkah dalam penyelesaian terhadap dokumen dokumen bank; dan (3) terdapat
sengketa melalui jalur musyawarah mufakat, yaitu: (1) hal hal lain yang berada di luar kendali bank, seperti
me­ngembalikan pada butir-butir akad yang telah ada adanya keterlibatan pihak ketiga di luar bank dalam
sebelumnya; (2) para pihak yakni nasabah dan bank transaksi keuangan yang dilakukan nasabah.
kembali duduk bersama dan fokus kepada masalah yang Adanya perpanjangan jangka waktu penyelesaian
dipersengketakan; (3) mengedepankan musyawarah dan pengaduan dimaksud wajib diberitahukan secara
kekeluargaan, hal ini sangat dianjurkan untuk menye­ tertulis kepada nasabah dan/atau perwakilan nasabah
lesaikan sengketa; dan (4) tercapainya perdamaian yang mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu
antara pihak yang bersengketa. yang seharusnya berakhir.13
Kedua, penyelesaian sengketa melalui lembaga Kedua, melalui jalur BI (Bank Indonesia)/mediasi
alternatif penyelesaian sengketa (alternative dispute perbankan. Mediasi menurut peraturan Bank Indonesia
resolution). Ada empat lembaga dan cara dalam pe­ Nomor 8/5/PBI/2006 adalah proses penyelesaian
nyelesaian perkara perdata perbankan. Pertama, me­lalui
jalur lembaga pengaduan nasabah. Lembaga pengaduan 13
Abdul Ghafur Anshori, Tanya Jawab Perbankan Syariah,
(Yogyakarta: UII Press, 2008), h. 32.
236 Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015

sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu Kesepakatan penyelesaian sengketa adalah final
para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan
dalam bentuk kesepakatan sekarela terhadap sebagian atau iktikad baik serta wajib didaftarkan di pengadilan dalam
seluruh permasalahan yang disengketakan. Pelaksanaan waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan.
fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia ini Dengan demikian lembaga mediasi perbankan ini baru
dilakukan dengan mempertemukan nasabah dan bank mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa
untuk mengkaji kembali pokok permasalahan yang antara nasabah atau perwakilan nasbah dengan pihak
menjadi sengketa guna mencapai kesepakatan tanpa bank, apabila mereka telah menandatangai perjanjian
adanya rekomendasi maupun keputusan dari Bank mediasi (agreement to mediate). Isi dari agreement to
Indonesia. Dalam rangka melaksanakan fungsi mediasi mediate ini yaitu kesepakatan untuk memilih mediasi
perbankan tersebut Bank Indonesia menunjuk Mediator. sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan persetujuan
Mediator yang ditunjuk harus memenuhi syarat untuk patuh dan tunduk pada peraturan mediasi yang
sebagai berikut: (1) memiliki pengetahuan di bidang ditetapkan oleh Bank Indonesia.15
perbankan, keuangan dan hukum; (2) tidak memiliki
hubungan sedarah dengan nasabah atau Perwakilan Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur BASYARNAS
Nasabah Bank; dan (3) tidak mempunyai kepentingan (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
finansial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa. BASYARNAS sebagai lembaga permanen yang di­
Pengajuan penyelesaian sengketa dalam rangka dirikan oleh Majelis Ulama Indonesia berfungsi me­
mediasi perbankan ini kepada Bank Indonesia dilaku­ nyelesaikan kemungkinan terjadi sengketa muamalat
kan oleh nasabah atau perwakilan nasabah dengan yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri,
memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) diajukan keuangan, jasa. Pendirian lembaga ini awalnya dikaitkan
secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia dan
yang memadai antara lain bukti transaksi keuangan Bank perkreditan Rakyat Syariah. Lembaga Arbitrase
yang dilakukan nasabah; (2) pernah diajukan upaya Syariah merupakan penyelesaian sengketa secara
penyelesaian oleh nasabah kepada Bank, dibuktikan syariah antara kedua belah pihak di jalur pengendalian
dengan bukti penerimaan pengaduan atau surat hasil untuk mencapai kesepakatan masalah ketika upaya
penyelesaian pengaduan yang dikeluarkan bank; (3) mufakat tidak tercapai. Disamping itu badan ini dapat
sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses memberikan suatu rekomendasi atau pendapat hukum,
atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase yaitu pendapat yang mengikat adanya suatu persoalan
atau peradilan atau belum terdapat kesepakatan yang tetentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian
difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya; (4) sengketa atas permintaan para pihak yang mengadakan per­
yang diajukan merupakan sengketa keperdataan; dan (5) janjian untuk deselesaikan. Apabila jalur arbitrase
pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 hari tidak dapat menyelesaikan perselihan, maka lembaga
kerja tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara
disampaikan Bank kepada nasabah. Setelah persyaratan tersebut. Hakim harus memperhatian rujukan yang
tersebut diatas terpenuhi, maka mulai dilakukan proses berasal dari arbiter yang sebelumnya telah menangani
pemecahan sengketa dengan cara sebagai berikut. kasus tersebut sebagai bahan pertimbanganuntuk
Apabila sengketa itu tidak dapat diselesaikan dengan meng­hindari lamanya proses penyelesaian.
cara kekeluargaan, maka diselesaikan melalui seorang Dalam ketentuan badan arbitrase, keputusan pen­
mediator dengan kesepakatan tertulis para pihak damaian harus dijalankan dengan cara sukarela. Namun,
sengketa. Apabila para pihak tersebut dalam waktu sekiranya tidak dijalankan menurut ketentuan hukum
paling lambat 14 hari dengan bantuan mediator tidak yang ada di Indoensia, maka eksekusi akan dijalankan
berhasil juga mempertemukan kedua belah pihak, melalui Pengadilan Negeri setempat. Kewenangan
maka pihak dapat menghubungi lembaga alternatif Pengadilan Negeri tentunya sebatas dalam pelaksanaan
penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang eksekusi saja, tanpa harus mengolah atau memeriksa
mediator, setelah itu proses mediasi harus sudah dapat ulang kembali kasus yang sudah diselesaikan arbiter.
dimulai dalam waktu 30 hari harus tercapai kesepakatan Sistem hukum seperti ini sering menjadi perdebatan di
dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh kedua kalangan pemerhati hukum, baik hukum konvensional
belah pihak yang terkait. 14 maupun syariah dan cenderung dipandang sebagai

14
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, h. 238. 15
Abdul Ghafur Anshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 105.
Nurul Ichsan: Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 237

salah satu kelemahan penyelesaian hukum melalui Kekuasaan Kehakiman menyatakan hal berikut ini: (1)
lembaga arbitrase.16 pengadilan tidak boleh menolak untuk me­meriksa dan
Pada pandangan lain dalam realita yang ada mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalil
BASYARNAS sebagai lembaga arbitrase syariah di bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
Indonesia saat ini belum maksimal dari aspek keberada­an untuk memeriksa dan mengadilinya; dan (2) ketentuan
dan perkembangannya seperti perkembangan lembaga dalam ayat (a) tidak menutup ke­ mungkinan untuk
keuangan syariah. Ia masih memerlukan pe­ningkatan melakukan usaha penyelesaian perkara perdata secara
kualitas manajemen dan Sumber daya Manusia. Karena perdamaian.
untuk dipercayai oleh masyarakat, lembaga ini harus Dari ketentuan yang termaktub dalam Pasal 14 ayat
mempunyai penampilan yang baik, sekretariat yang selalu (20) tersebut, jelas keberadaan ”lembaga yang bertujuan
dapat melayani pihak berkrisis. Di samping keadaan untuk menyelesaikan perselisihan yang (mungkin) ter­
internal yang baik dan representatif, perlu juga didukung jadi di antara dua pihak yang mengadakan perjanjian”,
dengan pemberdayaan hukum (law enforcement) sepanjang hal itu disetujui oleh kedua belah pihak, secara
dari pemerintah, seperti tentang keputusan final dan sah diakui oleh negara kita. Dalam praktik “lembaga”
mengikat (final and binding) dalam penyelesaian perkara. dimaksud, ada yang menamakannya”peradilan wasit”
Pihak pengadilan Negeri juga dapat memaksa pihak atau “wasit” saja dan ada pula yang menamakan “Badan
yang tidak mau melaksanakan eksekusi dan menolak Arbitrase”. Pada masa penjajahan Belanda dahulu,
apabila pihak tersebut meng­ ajukan kembali kasusnya bahkan bagi mereka yang tunduk pada Hukum Perdata
ke pengadilan. Hal ini dapat menjadikan BASYARNAS Barat, telah diadakan ketentuan-ketentuan khusus
lebih berwibawa dan dianggap sangat diperlukan oleh tentang “arbitrase” ini sebagaimana yang dimuat dalam
pihak yang bersengketa.17 Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglement op de
Rechtsvordering atau RV, yakni Reglemen Acara Perdata
Landasan Hukum Berdirinya BASYARNAS yang berlaku di Raad Van Justitie atau Badan Peradilan
bagi Golongan Eropa (S. 1847 – 52 jo 1849 – 63).
Pertama, pasal 1388 KUHP, Sistem Hukum Terbuka.
Pasal 1388 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Ketiga, Pactum De Compromittendo. Berdasar­
(KUHP) menyatakan, “semua perjanjian yang dibuat kan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 615 RV,
sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang- penetapan, penunjukan, atau pengangkatan “wasit”
undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu dapat dilakukan oleh para pihak yang berselisih sesudah
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan selisih atau sengketa itu terjadi. Akan tetapi, penunjukan
kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang itu dapat pula ditetapkan di dalam perjanjian bahwa
ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian harus apabila di kemudian hari terjadi perselisihan atau
dilaksanakan dengan baik.” persengketaan di antara kedua belah pihak, kedua belah
pihak telah menetapkan “wasit” yang diminta untuk
Dari ketentuan pasal tersebut, seluruh pakar hukum menyelesaikan sengketa yang terjadi tersebut. Dengan
sepakat menyimpulkan bahwa dalam hal hukum per­ demikian, dalam hal yang tersebut tertakhir ini, para
janjian, hukum positif (hukum yang berlaku di Indonesia) pihak telah menetapkan seseorang atau sesuatu badan
menganut sistem “terbuka”. Artinya, setiap orang bebas “wasit” untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin
untuk membuat perjanjian apa dan bagaimanapun terjadi di kemudian hari. Di dalam praktik maupun
juga, sepanjang pembuatannya dilakukan sesuai dengan menurut ilmu hukum, cara pertama disebut “akta
undang-undang dan isinya tidak bertentangan dengan kompromi” , sedangkan cara kedua disebut”pactum de
ketertiban umum dan atau kesusilaan. Termasuk dalam compromittendo”.
pengertian bebas disini, tidak saja yang menyangkut isi
materinya namun juga yang menyangkut bagaimana cara
menyelesaikan perselisihan yang terjadi atau mungkin Dua Jenis Wasit
dapat terjadi.18 1) Wasit Ad Hoc, ini adalah wasit yang berkerja secara
Kedua, Pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970. Sejalan insidental guna menyelesaiakan sesuatu sengketa
dengan berlakunya sistem atau asas tersebut, pasal 14 karena diminta atau ditunjuk oleh dua belah pihak
UU No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok yang bersengketa. Wasit ad hoc tidak melembaga
dan tidak tetap.
16
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 290.
2) Wasit Permanen. Wasit ini bersifat melembaga dan
17
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 290-291. berkerja secara tetap guna menyelesaikan sengketa
18
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank SyariahTeoridan Praktik,h.215. karena diminta atau mungkin akan terjadi bila hal
238 Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015

itu diminta para pihak yang bersangkutan. Dengan arbitrase didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
perkataan lain, wasit permanen adalah suatu badan setempat.
yang menyiapkan diri melayani masyarakat yang
mem­ butuhkan untuk mendapatkan penyelesaian Keunggulan dan Kekurangan BASYARNAS
perkara perdata secara perdamaian.
BASYARNAS memiliki keunggulan-keunggulan,
Selain berfungsi sebagai penyelesai perkara perdata di antaranya: (a) Memberikan kepercayaan kepada
secara perdamaian, wasit (biasanya wasit permanen) juga para pihak, karena penyelesaiannya secara terhormat
dapat berfungsi sebagai lembaga pemberi pendapat yang dan bertanggung jawab; (b) Para pihak menaruh
bersifat final dalam hal-hal para pihak yang mengadakan kepercayaan yang besar pada arbiter, karena ditangani
perjanjian tidak sependapat mengenai penafsiran atas oleh orang-orang yang ahli dibidangnya; (c) Proses
makna, maksud atau isi dari suatu perjanjian yang dibuat pengambilan keputusan cepat; (d) Para pihak
oleh para pihak yang bersangkutan atau bagian bagiannya. menyerahkan persengketaannya secara sukarela
Dengan demikian apabila ada dua pihak yang mengadakan kepada orang-orang (badan) yang dipercaya; (e) Di
perjanjian dan mereka berselisih pendapat mengenai dalam proses Arbitrase pada hakikatnya te­ rkandung
makna atau maksud dari suatu istilah yang termuat di perdamaian dan musyawarah; (f ) BASYARNAS akan
dalam perjanjian itu misalnya, kedua belah pihak dapat memberikan peluang bagi ber­ lakunya hukum Islam
meminta kepada suatu lembaga “wasit permanen” untuk sebagai pedoman penyelesaian perkara.
memberikan pendapatnya. Pendapat itu, bagi mereka
yang berselisih, akan diterima sebagi pendapat final.19 BASYARNAS memiliki kekurangan-kekurangan,
di antaranya: (a) Kurangnya manajemen SDM yang
Adapun mengenai syarat wasit pada prinsipnya setiap ada sehingga masih harus berbenah diri agar dapat
orang dapat diangkat sebagai wasit asalkan ia dapat mengimbangi pesatnya perkembangan lembaga
menerima atau ditetapkan sebagai kuasa. Demikian keuangan syariah di Indonesia; (b) Belum sepenuhnya
yang di tetapkan didalam pasal 617 alinea pertama RV. manjadi lembaga yang dipercaya masyarakat; (c)
Tentang larangan wanita untuk diangkat sebagai wasit Keterbatasan jaringan kantor BASYARNAS di daerah;
sebagaimana ditentukan pada alinea kedua pasal tersebut, d) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dalam
kini kita dapat mengacu kepada hal yang berlaku di rangka penyebarluasan informasi dan meningkatkan
lingkungan Badan Peradilan Nagara, baik di lingkungan pemahaman mengenai arbitrase syariah.
Pengadilan Negeri maupun Peradilan Agama yang tidak
melarang diangkatnya para hakim wanita.20
Prosedur Berperkara di BASYARNAS

Kewenangan BASYARNAS Adapun prosedur berperkara di Badan Arbitrase


Syariah Nasional yaitu: (a) Setiap pihak dapat me­
Pertama, menyelesaikan secara adil dan cepat nyerahkan penyelesaian sengeketa dengan cara me­
sengketa muamalah yang timbul dalam bidang per­ ngadakan perjanjian (pactum de compromitendo) atau
dagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain-lain yang persetujuan bersama; (b) Arbitase syariah menangani
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan perkara yang timbul akibat hubungan perdagangan,
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang ber­sengketa dan industri, keuangan jasa, dan lain lain, dan tidak me­­nangani
para pihak sepakat secara tertulis untk menyerahan perselisihan sesuai pasal 616 RV yaitu per­selisihan hibah,
pe­nyelesaian kepada BASYARNAS sesuai dengan wasiat, nafkah, perceraian antara suami dan isteri serta
perutaran prosedur yang berlaku. sengketa sengketa lain yang tidak dilakukan perdamaian;
Kedua, memberikan pendapat yang mengikat atas (c) BASYARNAS memilih arbiter baik dalam bentuk
per­mintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa tunggal atau majelis, setelah persyaratan adminstrasi
mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu dan klausul arbitrase di­­ anggap sudah mencukupi.
perjanjian. Arbiter melakukan proses peradilan berdasarkan asas
“Demi keadilan dan ber­dasarkan Ketuhanan Yang Maha
Putusan BASYARNAS Esa” setiap penetapan dan keputusan dimulai dengan
Pertama, dalam waktu selambat-lambatnya 180hari kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” di­ ikuti dengan
sejak di­tunjukan sebagai arbiter, seluruh pemeriksaan “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
hingga putusan harus selesai. Kedua, salinan resmi putusan Esa”; (d) Keputusan arbiter berdasarkan suara terbanyak
se­­
andainya arbiter lebih dari satu orang, sekiranya
19
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank SyariahTeoridanPraktik,h. 216. suara terbanyak tidak tercapai maka ketua arbiter bisa
20
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktik, h. 217. mengambil dan menjatuhkan keputusan sendiri, dan
Nurul Ichsan: Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah 239

ke­utusan bersifat final dan binding; (e) Pelaksanaan ke­ lebih kuat; dan (d) Mendapat dukungan mayoritas
putusan harus meminta persetujuan pelaksaan dari penduduk Indonesia, yaitu muslim yang saat ini sedang
Pengadilan Negeri yang tentunya tidak mendapat mempunyai semangat yang tinggi dalam menegakkan
persetujuan dari pihak yang kalah, sehingga Pengadilan nilai-nilai agama yang mereka anut.22
Negeri kembali memeriksa perkara maka terjadilah Dengan lahirnya UU No. 3 tahun 2006 polemik
proses dua kali pemeriksaan, hal ini tidak dibenarkan mengenai Peradilan Agama akhirnya terjawab, salah
dan menjadi kelemahan berperkara di BASYARNAS.21 satu yang mendasar adalah peradilan agama ber­
Dengan demikian seperti halnya dengan lembaga tugas dan berwenang memeriksa, memutus dan me­
arbitrase yang lain BASYARNAS baru memiliki ke­ nyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang
wenangan/kompetensi untuk menyelesaikan sengketa orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,
di bidang ekonomi syariah apabila para pihak yang ber­ waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah,
sengketa terlebih dahulu membuat perjanjian arbitrase dan ekonomi syariah. Selain itu, Penjelasan Pasal 49
baik sebelum sengketa terjadi maupun sesudah sengketa UU No. 3 Tahun 2006 menyebutkan bahwa yang
terjadi. Yang pertama disebut pactum de compromittendo, dimaksud dengan “antara orang-orang yang beragama
dimana biasanya melekat pada perjanjian pokoknya Islam” adalah termasuk orang atau badan hukum yang
dengan mencantumkan klasula arbitrase, sedangkan yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela
kedua disebut dengan akta kompromis yakni berupa kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi
perjanjian arbitrase yang terpisah dengan perjanjian kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan
pokoknya. pasal ini. Dikaitkan dengan asas personalitas keislaman,
hal ini berarti seorang nonmuslim yang melakukan
Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Pengadilan transaksi pada suatu lembaga Ekonomi Syariah berarti ia
Agama telah menundukkan diri secara sukarela pada ketentuan
hukum Islam.
Dengan lahirnya UU No.3 Tahun 2006 yaitu
perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Tugas dan wewenang Peradilan Agama sebagaimana
Agama, maka kewenangan absolut sengketa ekonomi yang diatur dalam UU No. 7/1989 dinyatakan pada
syariah beralih ke Pengadilan Agama. Kekuatan Peradilan realitas telah berlaku sejak zaman penjajahan Belanda
Agama yang berwenang menyelesaikan sengketa per­ walaupun telah terjadi perubahan dan perkembangan,
bankan syariah dikarenakan adanya faktor sebagai namun perubahan yang lebih signifikan dan berarti
berikut: (1) SDM yang sudah memahami permasalahan terwujud dalam UU No. 3/2006 dan UU No.50/2009
syariah; (2) Kewenangan absolut peradilan; dan (3) mengenai perubahan UU No. 7/1989 tentang Peradilan
Mayoritas masyarakat Indonesia kesadaran hukum Islam. Agama, yaitu adanya penambahan tugas dan kuasa
Peradilan Agama dalam memeriksa, memutus, dan
Ada pihak yang berpendapat bahwa pengadilan menyelesaikan perkara-perkara dalam bidang ekonomi
Agama lebih berhak berwenang memeriksa, memutus, Syariah sesuai dengan Pasal 49 huruf (i).23 Akan tetapi
dan menyelesaikan sengketa perbankan syariah ke­ persoalan lebih lanjut ialah ketika penyelesaian perkara
timbang pengadilan lain dengan pertimbangan sebagai ekonomi syariah telah diserahkan kepada peradilan
berikut: (a) Pengadilan agama mempunyai sumber daya agama sesuai dengan UU tersebut namun: (a) Dalam
manusia yang sudah memahami permasalahan syariah. Pasal 1 ayat (1) UU No. 50 tahun 2009 ternyata
Sedangkan, para aparat hukum di pengadilan Umum membatasi pengadilan hanya untuk orang Islam saja;
belum tentu menguasai permasalahan syariah; (b) (b) Undang-undang tentang perluasan kewenangan
Belum adanya hukum materiil yang khusus mengatur Peradilan Agama sampai menjangkau masalah ekonomi
mengenai bisnis syariah yang dapat menjadi patokan syariah itu belum diringi dengan peraturan perundangan
para hakim di Pengadilan Umum untuk menyelesaiakan lainnya yang secara teknis dapat di­ jadikan rujukan
perkara; (c) Mengingat sejarah Peradilan Agama bahwa oleh praktisi hukum peradilan agama seperti peraturan
wewenang­nya sangat luas, tak hanya menangani masalah pemerintah misalnya.24
perkawinan, kewarisan, wakaf, dan hibah saja, maka
meletakkan bisnis syariah dalam kewenangan Pengadilan Dengan demikian keterkaitan antara Peradilan
Agama merupakan momentum yang baik demi per­ Agama dengan BASYARNAS antara lain adalah dalam
kembangan pengadilan Agama dan kedudukan yang hal yaitu:

22
Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, h. 240
21
Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, h. 23
SyukriIska, SistemPerbankanSyariah di Indonesia, h. 293
224-225 24
SyukriIska, SistemPerbankanSyariah di Indonesia, h. 296
240 Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015

Pertama, Peradilan Agama wajib menolak perkara Pustaka Acuan


di bidang ekonomi syariah jang dimajukan kepadanya Anshori, Abdul Ghafur, Tanya Jawab Perbankan
ketika dalam perkara yang menjadi dasar hubungan Syariah, Yogyakarta:UII Press, 2008.
hukum para pihak di bidang ekonomi syariah,
Antonio,Muhammad Syafi‘i, Bank Syariah Dari Teori
terdapat klausula arbitrase. Yakni sebuah klausula yang
Ke Praktik, Jakarta:Gema Insani Press, 2002.
menyatakan bahwa segala sengketa yang timbul ber­
kaitan dengan perjanjian ini akan diselesaikan melalui Arifin,Arviyan, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep
BASYARNAS”. Dengan adanya klausula dimaksud, dan Aplikasi, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010.
maka BASYARNAS mempunyai kompetensi absolut Bambang, Riyanto, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan,
terhadap perkara yang bersangkutan; dan Yogyakarta: BPFE, 2001.
Kedua, Peradilan Agama juga dapat memberikan Iska, Syukri, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia,
fiat eksekusi bagi putusan arbitrase dari BASYARNAS Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012.
secara sukarela dalam hal salah satu pihak yang terlibat Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan
dalam sengketa tidak bersedia melaksanakan putusan Keuangan, PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2010.
dimaksud yang sifatnya adalah paripurna dan mengikat Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta:
(final and binding).25 Jalasutra, 2004.
Muhammad, Abdul Kadir, Pengantar Hukum Perusahaan
Penutup Indonesia, Bandung: PT Citra Bakti,1993.
Ajaran Islam memberikan tuntunan bagi yang Purwasutjipto, M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang
me­ ngalami perselisihan untuk saling berdamai, ber­ Indonesia Buku Kedelapan: Perwasitan, Kepailitan, dan
musyawarah untuk mufakat, apabila tidak disepakati Penundaan Pembayaran, Jakarta: PT. Djambatan,1992.
maka diambillah salah seorang ataupun pihak lain Widjaja, Gunawan, Alternatif Penyelesaian Sengketa,
untuk menjadi pendamai kedua belah pihak yang Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
bersengketa, apabila belum juga terdapat jalan keluar
Wirdyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di
Islam mengajarkan untuk bertahkim ataupun membawa
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
perkara kepada pengadilan yang adil. []

25
Abdul GhafurAnshori, Tanya JawabPerbankanSyariah, h. 40

Anda mungkin juga menyukai