Anda di halaman 1dari 13

BASYARNAS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik


Mata Kuliah: Bantuan Hukum Ekonomi Syariah
Dosen Pengampu: Siti Kasiyati, M. Ag.

Di Susun Oleh :
1. Noverianto Ragil Prasetyo 182111104
2. Winda Permanasari 182111087

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA


TAHUN AKADEMIK 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maraknya kesadaran dan keinginan umat terhadap pelaksanaan hukum Islam, namun juga
didorong oleh suatu kebutuhan riil adanya Praktek Peradilan Perdata secara perdamian selaras
dengan perkembangan kehidupan ekonomi keuangan di kalangan umat Islam, melahirkan badan
Arbitrase berdasarkan Syariat Islam. Dengan adanya UU Perbankan No.7 tahun 1992 membawa
era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. UU tersebut
memperkenalkan “Sistem Bagi Hasil”. Melalui keberadaan sistem bagi hasil ini, terbukalah
kemungkinan untuk lahirnya Bank Muamalat Indonesia yang di dalam operasionalnya
mempergunakan Hukum Islam. Peristwa itu khususnya dan perkembangan hukum Nasional pada
umumnya. Jika selama ini peranan Hukum Islam di Indonesia terbatas hanya pada bidang hukum
keluarga, tetapi sejak tahun 1992, peranan hukum Islam sudah memasuki dunia hukum ekonomi
(bisnis). Diterapkannya hukum islam didalam dunia bisnis itu tidak terhenti sampai di situ saja,
tetapi berlanjut dengan lahirnya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia.

Pada tanggal 22 April 1992, Dewan Pimpinan MUI mengundang rapat para pakar atau
praktisi hukum atau cendekiawan muslim termasuk dari kalangan Perguruan Tinggi guna
bertukar pikiran perlu tidaknya dibentuk Arbitrase Islam. Setelah beberapa kali melekukan rapat,
didirikanlah Badan Arbitrase Muamalat ndonesia (BAMUI) yang didirikan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) tanggal 05 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober tahun
1993 M. Didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan, sebagaimana dikukuhkan dalam akte
notaris Yudo Paripurno,SH. Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993. Dalam rekomendasi
RAKERNAS MUI, tanggal 23-26 Desember 2002, menegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga
hakam (arbitase syari’ah) satu-satunya di Indonesia dan merupakan perangkat organisasi MUI.
Kemudian sesuai dengan hasil pertemuan antara Dewan Pimpinan MUI dengan Pengurus
BAMUI tanggal 26 Agustus 2003 serta memperhatikan isi surat Pengurus BAMUI
No.82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 07 Oktobe2003, maka MUI dengan SK nya No.Kep
-09/MUI/XII/2003, tanggal 24 Desember 2003, menetapkan :
1. Mengubah nama Badan Arbitras Mu’amalat Indonesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS).

2. Mengubah bentuk badan BAMUI dari yayasan menjadi badan yang berada dibawah MUI dan
merupakan perangkat organisasi.

3. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam, BASYARNAS bersifat
otonom dan independen.

4. Mengangkat pengurus BASYARNAS.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari BASYARNAS?

2. Bagaimana Peran BASYARNAS?

3. Bagaimana Prosedur Berperkara di BASYARNAS?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian BASYARNAS

2. Untuk Mengetahui Peran dari BASYARNAS

3. Untuk Mengetahui Prosedur Berperkara dalam BASYARNAS


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Basyarnas

BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) adalah sebuah lembaga yang


berfungsi dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Dalam Undang-Undang
No.30/1999,tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dirumuskan dalam BAB
I, pasal 1 ayat (1) Bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa. Menurut Satria Effendi M.Zein, arbitrase dalam kajian fiqih
adalah suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh hakam yang dipilih atau ditunjuk
secara sukarela oleh dua orang yang bersengketa untuk mengakhiri sengketa antara mereka
dan dua belah pihak akan mentaati penyelesaian oleh hakam atau para hakam yang mereka
tunjuk itu.1

2. Peranan BASYARNAS

Jika ditinjau memang BASYARNAS memiliki banyak sekali peran, jika digambarkan
secara umum BASYARNAS berusaha menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa
muamalat / perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industry, jasa dan lain
– lain yang menurut hukum dan peraturan perundang – undangan dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan
penyelesaiannya kepada Basyarnas sesuai dengan peraturan prosedur Basyarnas.
Memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak tanpa ada sengketa
mengenai suatu persoalan dalam sebuah perjanjian (peraturan prosedur Basyarnas, Bab 1
Pasal 1).

Jika secara khusus peranan Basyarnas antara lain :

1. Menyelesaikan perselisihan / sengketa – sengketa keperdataan dengan prinsip


mengutamakan dan mempertemakan perdamaian / islah.

1
Penjelasan Umum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian
Sengketa Umum alinea keempat.
2. Memberikan penyelesain secara adil dan cepat dalam sengketa – sengketa muamalah /
perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industry, jasa dan lain sebagainya.

3. Atas permintaan para pihak dalam suatu perjanjian, dapat memberikan suatu pendapat
yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.

4. Menyelesaikan sengketa – sengketa perdata diantara bank – bank / lembaga keuangan


syariah dengan nasabah / mitra kerjanyaa yang menjadikan syariah Islam sebagai
dasarnya. 2

3. Prosedur Beperkara Melalui Basyarnas (Badan Arbritase Nasional Syariah)

Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di


luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Alternatif ini menjadi lebih banyak diminati karena
beberapa hal, antara lain karena lebih efisien (baik dari sisi waktu maupun biaya) dan
menerapkan prinsip win-win solution. Proses persidangan dan putusan arbitrase pun bersifat
rahasia sehingga tidak dipublikasikan, tetapi tetap bersifat final dan mengikat. Disamping itu,
arbiter yang ditunjuk sebagai pemeriksa perkara pun merupakan seorang yang ahli dalam
permasalahan yang tengah disengketakan sehingga dapat memberikan penilaian lebih matang
dan objektif.

Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) merujuk


kepada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang ini merupakan landasan hukum utama dalam
penerapan arbitrase di Indonesia, baik arbitrase institusional maupun arbitrase ad hoc,
arbitrase nasional maupun arbitrase internasional, dan arbitrase konvensional maupun
arbitrase syariah. Dengan pelaksanaan putusan BASYARNAS pada prinsipnya tidak berbeda
dari lembaga serupa seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), yakni sama-sama
tunduk pada ketentuan UU No. 30 Tahun 1999. Hal yang membedakan BASYARNAS dari
BANI adalah bahwa penyelesaian sengketa di BASYARNAS tidak semata-mata didasarkan
pada hukum positif, yakni UU No. 30 Tahun 1999, tetapi juga didasarkan pada hukum Islam.
Oleh karena itu, materi putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BASYARNAS berbeda dari

2
BAMUI. Badan Arbitrase Muammalat Indonesia. Jakarta: BAMUI, 1994.
badan arbitrase lain seperti BANI. demikian, prosedur beracara maupun Sebagai konsekuensi
dari ketundukan BASYARNAS pada UU No. 30 Tahun 1999, maka pelaksanaan dan
pembatalan putusan BASYARNAS juga mengacu pada ketentuan yang telah diatur dalam
UU No. 30 Tahun 1999. Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa putusan
arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Asas
putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (final and binding) ini juga ditegaskan dalam
Pasal 25 Peraturan Prosedur BASYARNAS.3

Adapun prosedur berperkara melalui BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah


Nasional) antara lain yaitu :4

1. Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase

Prosedur arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan para pihak


yang bersengketa oleh sekretaris BASYARNAS. Berkas permohonan tersebut mesti
mencantumkan alamat kantor atau tempat tinggal terakhir atau kantor dagang yang
dinyatakan dengan tegas dalam klausula arbitrase. Berkas permohonan itu berisikan nama
lengkap, tempat tinggal atau tempat kedudukan kedua belah pihak atau para pihak.
Berkas juga memuat uraian singkat tentang duduknya sengketa dan juga apa yang
dituntut. Pada dasarnya pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa
para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Dengan adanya suatu perjanjian
arbitrase tertulis, maka perjanjian itu meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke
Pengadilan Negeri. Dalam hal ini, pengadilan negeri menolak dan tidak akan campur
tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase,
kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Surat perjanjian
tertulis bahwa para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS,
3
. Hasbi, Nurul Huda, Referensi Arbitrase Syariah Di Indonesia, (Banten : La Tansa Mashiro Publisher,
2017), hlm. 62-63.

4
Rizki Faza Rinanda, dkk, “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS)”, Pactum Law Jurnal, Vol. 01, No. 02, 2018, hlm. 151
hendaklah ditandatangani oleh para pihak, dimana di dalam perjanjian tersebut
disebutkan bahwa para pihak memilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah.
Perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk akta notaris. Usaha penyelesaian sengketa
melalu mediator (arbiter) hendaklah memegang teguh kerahasiaan, dan dalam waktu
paling lama 30 hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani
oleh semua pihak yang terkait. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
secara tertulis adalah final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad
baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak pendaftaran.

2. Penunjukan Arbiter

Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya,


pemohon dan termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini
dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban
Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon). Forum arbitrase
dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis. Hal ini
berdasarkan kesepakatan dua belah pihak.

Jika diinginkan cukup arbiter tunggal, Pemohon dan Termohon wajib memiliki
kesepakatan tertulis mengenai hal ini. Pemohon mengusulkan kepada Termohon sebuah
nama yang akan dijadikan sebagai arbiter tunggal. Apabila dalam kurun waktu 14 hari
sejak usulan diterima tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka Ketua Pengadilan dapat
melakukan pengangkatan arbiter tunggal.

Jika diinginkan Majelis, maka Pemohon dan Termohon masing-masing menunjuk


seorang arbiter. Karena jumlah arbiter harus ganjil, arbiter yang ditunjuk oleh dua belah
pihak harus menunjuk seorang arbiter lagi untuk menjadi arbiter ketiga (akan menjadi
Ketua Majelis). Jika dalam kurun waktu 14 hari belum mencapai kesepakatan, maka
Ketua Pengadilan Negeri akan mengangkat arbiter ketiga dari salah satu nama yang
diusulkan salah satu pihak. Sementara itu, apabila salah satu pihak tidak dapat
memberikan keputusan mengenai usulan nama arbiter yang mewakili pihaknya dalam
kurun waktu 30 hari sejak Termohon menerima surat, maka seorang arbiter yang telah
ditunjuk salah satu pihak menjadi arbiter tunggal. Putusan arbiter tunggal ini tetap akan
mengikat dua belah pihak.

Penentuan Arbiter (hakam) dan Keputusannya Persyaratan untuk menjadi arbiter,


termasuk dalam hal ini arbiter syariah di BASYARNAS adalah ;

a) Cakap Melakukan Tindakan Hukum;

b) Berumur Paling Rendah 35 Tahun;

c) Tidak Punya Hubungan Keluarga Sedarah Atau Semenda Sampai Dengan Derajat
Kedua Dengan Salah Satu Pihak Bersengketa;

d) Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan


arbitrase; e. memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya
paling sedikit 15 tahun.

e) Bukan jaksa, hakim panitera dan pejabat peradilan lainnya.

3. Tanggapan / Jawaban Termohon

Setelah berkas permohonan didaftarkan, Badan Pengurus BASYARNAS


akan memeriksa dan memutuskan apakah BASYARNAS memang berwenang
untuk melakukan pemeriksaan sengketa, maka Sekretaris Majelis harus segera
ditunjuk. Jumlah Sekretaris Majelis boleh lebih dari satu dan bertugas untuk
membantu pekerjaan administrasi kasus. Sekretariat menyiapkan salinan
permohonan arbitrase pemohon dan dokumen-dokumen lampiran lainnya dan
menyampaikannya kepada Termohon.Termohon memiliki waktu sebanyak 30
hari untuk memberi jawaban atas permohonan tersebut. Hal ini merupakan
kewajiban Termohon. Termasuk di dalam jawaban tersebut adalah usulan arbiter.
Apabila dalam jawaban tersebut tidak disampaikan usulan arbiter, maka secara
otomatis dan mutlak penunjukan menjadi kebijakan Ketua BASYARNAS. Batas
waktu 30 hari dapat diperpanjang melalui wewenang Ketua BASYARNAS
dengan syarat tertentu. Termohon menyampaikan permohonan perpanjangan
waktu untuk menyampaikan jawaban atau menunjuk arbiter dengan menyertakan
alasan-alasan yang jelas dan sah. Maksimal perpanjangan waktu tersebut adalah
14 hari.

4. Tuntutan Balik

Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya


kepada BASYARNAS untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon.
Jawaban tersebut harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung
permohonan arbitrase berikut butir-butir permasalahannya. Di samping itu, Termohon
juga berhak melampirkan data dan bukti lain yang relevan terhadap kasus tersebut.Jika
ternyata Termohon bermaksud untuk mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi),
maka tuntutan tersebut dapat pula disertakan bersamaan dengan pengajuan Surat
Jawaban. Tuntutan balik ini juga dapat diajukan selambat-lambatnya pada saat sidang
pertama. Namun pada kondisi tertentu, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik pada
suatu tanggal dengan memberi jaminan yang beralasan. Tentu saja, hal ini juga dilakukan
atas wewenang dan kebijakan Majelis. Seperti prosedur permohonan arbitrase di awal,
pihak Pemohon yang mendapat tuntutan balik dari Termohon diberi waktu selama 30 hari
(atau sesuai dengan kebijakan Majelis) untuk memberi jawaban atas tuntutan tersebut.
Tntutan balik ini dikenakan biaya tersendiri dan harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Apabila tanggungan biaya ini terselesaikan oleh kedua belah pihak, barulah tuntutan balik
akan diperiksa dan diproses lebih lanjut bersama-sama dengan tuntutan pokok. Namun
apabila ada kelalaian dari salah satu atau bahkan kedua belah pihak untuk membayar
biaya administrasi tuntutan balik-selama biaya tuntutan pokok telah selesai dilaksanakan-
maka hanya tuntutan pokok yang akan dilanjutkan penyelenggaraan pemeriksaannya.

5. Sidang Pemeriksaan

Dalam proses pemeriksaan arbitrase, ada beberapa hal penting yang telah diatur
dalam Undang-Undang, antara lain: pemeriksaan dilakukan secara tertutup, menggunakan
bahasa Indonesia, harus dibuat secara tertulis, dan mendengar keterangan dari para pihak.

Karena sifatnya yang tertutup, apabila ada pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase
yang menggabungkan diri dapat disetujui kehadirannya oleh Majelis atau arbiter.
Keikutsertaan pihak ketiga ini tentu harus memiliki unsur kepentingan yang terkait
dengan sengketa yang dipersoalkan. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-
Undang, batas maksimal pemeriksaan sengketa adalah 180 hari terhitung sejak Majelis
atau arbiter ditetapkan. Adapun hal-hal yang dapat menjadi faktor Majelis atau arbiter
memperpanjang masa pemeriksaan adalah:

1) Salah satu pihak mengajukan permohonan hal khusus;


2) Merupakan akibat ditetapkannya putusan provisional atau putusan sela lainnya; atau
3) Dianggap perlu oleh Majelis atau arbiter.Putusan akhir paling lama ditetapkan dalam
kurun waktu 30 hari sejak ditutupnya persidangan. Sebelum memberi putusan akhir,
Majelis atau arbiter juga memiliki hak untuk memberi putusan-putusan pendahuluan atau
putusan-putusan parsial. Namun, bila dirasa diperlukannya perpanjangan waktu untuk
menetapkan putusan akhir menurut pertimbangan Majelis atau arbiter, maka putusan
akhir dapat ditetapkan pada suatu tanggal berikutnya.

Adapun beberapa pendapat tentang pentingnya keberadaan Arbitrase Syariah, sebagai


berikut:5

1) Perannya yang sangat besar dalam memelihara perdamaian dan melihat urgensinya dalam
mengatasi kemuskilan, menyelesaikan perselisihan dan menciptakan kerukunan.
2) Kehadiran badan arbitrase berdasarkan syariat Islam tersebut disambut hangat oleh
berbagai pihak, bukan saja disebabkan oleh maraknya kesadaran dan keinginan umat
terhadap pelaksanaan hukum Islam, melainkan juga didorong oleh suatu kebutuhan riil
adanya praktik peradilan perdata secara perdamaian selaras dengan perkembangan
dikalangan umat Islam.
3) Melalui arbitrase, sisi kejam dari suatu penerapan hukum dapat diatasi dengan penerapan
musyarwarah dan mufakat bernafaskan Islam. Untuk itulah diharapkan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI) benar subur, para arbiter dalam membuat putusan benar-
benar mengarjakan sesuatu yang sebaik-baiknya, sehingga kpercayaan umat semakin
bertambah dan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) akan berkembang dan
memenuhi harapan masyarakat.
5
Ummi Uzma, ”Pelaksanaan atau Eksekusi Putusan Badan Abritase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Sebagai Kewenangan Pengadilan Agama”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 44, No. 3, 2014, hlm. 392-393
4) Kehadiran Arbitrase Islam di Indonesia merupakan suatu conditio sine qua non.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) adalah sebuah lembaga yang
berfungsi dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Dalam Undang-Undang
No.30/1999,tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dirumuskan dalam
BAB I, pasal 1 ayat (1) Bahwa Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Jika ditinjau memang BASYARNAS memiliki
banyak sekali peran, jika digambarkan secara umum BASYARNAS berusaha
menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalat / perdata yang timbul dalam
bidang perdagangan, keuangan, industry, jasa dan lain – lain yang menurut hukum dan
peraturan perundang – undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan
para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada Basyarnas

Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata


di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Alternatif ini menjadi lebih banyak diminati
karena beberapa hal, antara lain karena lebih efisien (baik dari sisi waktu maupun biaya)
dan menerapkan prinsip win-win solution. Proses persidangan dan putusan arbitrase pun
bersifat rahasia sehingga tidak dipublikasikan, tetapi tetap bersifat final dan mengikat.
Disamping itu, arbiter yang ditunjuk sebagai pemeriksa perkara pun merupakan seorang
yang ahli dalam permasalahan yang tengah disengketakan sehingga dapat memberikan
penilaian lebih matang dan objektif.

DAFTAR PUSTAKA

BAMUI. Badan Arbitrase Muammalat Indonesia. Jakarta: BAMUI, 1994.


Hasbi, Nurul Huda, Referensi Arbitrase Syariah Di Indonesia, (Banten : La Tansa
Mashiro Publisher, 2017).

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
penyelesaian Sengketa Umum alinea keempat.

Rizki Faza Rinanda, dkk, “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)”, Pactum Law Jurnal, Vol. 01, No. 02, 2018

Ummi Uzma, ”Pelaksanaan atau Eksekusi Putusan Badan Abritase Syariah Nasional
(BASYARNAS) Sebagai Kewenangan Pengadilan Agama”, Jurnal Hukum dan Pembangunan,
Vol. 44, No. 3, 2014.

Anda mungkin juga menyukai