A. Pembahasan
Arbitrase Syariah yang juga disebut arbitrase Islam merupakan bentuk
arbitrase yang beroperasi berdasarkan ketentuan hukum Islam. Di Indonesia,
keberadaan arbitrase syariah diakui bersama dengan arbitrase non syariah, dan
tidak semua negara memiliki kedua institusi arbitrase ini secara berdampingan.
Meski fitur arbitrase syariah memiliki kesamaan dengan arbitrase non syariah,
namun karakteristik syariah telah membedakan keduannya. Prinsip syariah
merupakan fundamen arbitrase syariah, sehingga fitur arbitrase syariah
senantiasa mengindahkan dan memperhatikan ketentuan hukum Islam yang
bersumber pada Al-quran dan Sunnah. Arbitrase juga cenderung lebih informal
dibandingkan dengan adjudikasi publik, prosedurnya tidak begitu kaku dan lebih
dapat menyesuaikan.1
1
Yusna Zaidah, Lembaga Arbitrase Islam di indonesia, Jurnal Al’adl, vol. 8 no. 3, Desember
2016, hal. 121
BASYARNAS akan memberi kessempatan bagi umat islam untuk
menyelesaikan sengketa berdasarkan hukum islam, di luar sistem peradilan
negara. Eksistensi arbitrase syariah tidak dapat dilepaskan dengan fakta empiris
yang memperlihatkan semakin semaraknya berbagai aktivitas ekonomi dan
bisnis yang bernuansa syariah di indonesia. Ditandai dengan kelahiran bank
muamalat indonesia, bank perkreditan rakyat syariah, dan asuransi takaful
sebagai lembaga keuangan yang pola operasionalnya dilaksanakan berdasar
prinsip syariah. Atas prakarsa MUI, berdasarkan keputusan Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) tahun 1992, keberadaan BAMUI memperoleh legalitas
dalam bentuk badan hukum yayasan dengan Akta Notaris Nomor 175 tanggal
21 Oktober 1993 M bertepatan dengan tanggal 5 Jumadil Awal 1414 H.2
2
Muhammad Arifin, Arbitrase Syariah Sebagai Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016) hal. 311-312
c. Secara historis lembaga hakam yang semula lazimnya bersifat ad hoc, telah
dikenal sejak Islam dilahirkan dan terus hidup hingga sekarang secara
institusional;
d. Memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menangani sengketa secara kontinu
dan profesional dengan keputusan yang adil dan permanen;
e. Hakikat badan hakam untuk menyelesaikan dan mendamaikan sengketa
yang ada secara lebih cepat, murah, dan cocok karena badan ini lahir dari
kehendak dan cita-cita umat Islam sendiri.
BASYARNAS merupakan perwujudan tahkim dan keduanya memiliki
kesamaan ciri, yaitu:
a. Penyelesaian sengketa di luar peradilan resmi;
b. Penyelesaian sengketa secara volunter;
c. Penyelesaian dilakukan pihak ketiga (arbiter/hakam) yang netral dan ahli
dibidangnya;
d. Arbiter/hakam diberi kewenangan menjatuhkan putusan yang bersifat final
dan binding.
Selain untuk memenuhi kebutuhan umat terhadap badan yang bisa
menyelesaikan sengketa secara lebih cepat dan murah, pendirian BASYARNAS
ditunjukan untuk berikut ini:
a. Menyelesaikan sengketa keperdataan dengan prinsip mengutamakan usaha
perdamaian (ishlah).
b. Menyelesaikan sengketa bisnis yang operasionalnya berbasis syariah
dengan mempergunakan hukum islam.
c. Menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata antara bank
syariah dengan nasabah atau pengguna jasa dan antar umat islam yang
melakukan hubungan keperdataan berdasarkan syariat Islam.
d. Menyelesaikan sengketa secara adil dan cepat yang timbul dalam bidang
perdagangan, industri, jasa, dan lain-lain.
BASYARNAS merupakan institusi penyelesaian sengketa muamalah di
luar peradilan agama yang ditunjuk para pihak bersengketa berdasarkan klausul
arbitrase atau perjanjian arbitrase tersendiri secara tertulis. Penyerahan
penyelesaian sengketa untuk mendapatkan putusan dari BASYARNAS yang
bersifat final dan mengikat, wajib ditaati serta dilaksanakan secara sukarela oleh
para pihak yang bersengketa. Dalam tubuh BASYARNAS melekat unsur syariah
yang menunjukan bahwa institusi ini memiliki yurisdiksi terhadap sengketa yang
bernuansa keislaman.
Penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase syariah dapat dilakukan
secara ad hoc (volunter) dan institusional (permanen). Kedua bentuk atau jenis
arbitrase syariah ini sama-sama memiliki kewenangan untuk memutus sengketa
bidang ekonomi syariah. Arbitrase ad hoc dibentuk setelah sengketa terjadi
dengan aturan prosedur yang ditentukan para pihak sendiri atau oleh majelis
arbiter atau kombinasi keduanya. Arbitrase ad hoc dibentuk secara khusus dalam
menyelesaikan sengketa tertentu dan berakhir setelah menyelesaikan tugasnya.
Karena itu, arbitrase ad hoc bersifat sementara atau tidak permanen karena
berakhir setelah dijatuhkannya putusan atas sengketa. Sementara arbitrase
institusional bersifat permanen yang dikelola oleh badan arbitrase dengan aturan
prosedur yang telah disusun tersendiri oleh badan bersangkutan, baik yang bersifat
nasional maupun internasional. Arbitrase permanen terkoordinasi dengan suatu
lembaga tertentu yang memiliki peraturan prosedur pemeriksaan sengketa
tertentu. Berbeda dengan arbitrase ad hoc, keberadaan arbitrase intitusional tetap
eksis meski setelah adanya putusan arbiter.
Secara institusional, BASYARNAS memiliki peraturan prosedur sebagai
pedoman untuk menyelesaikan sengketa yang memuat berbagai ketentuan
beracara di depan mekanisme arbitrase. Prosedur didahului dengan permohonan
untuk mengadakan arbitrase melalui BASYARNAS berdasarkan perjanjian
arbitrase yang disepakati para pihak yang bersengketa. BASYARNAS
menentukan tahapan selanjutnya, yaitu penetapan arbiter, proses pemeriksaan,
pembuktian dan menghadirkan saksi, pengambilan keputusan, perbaikan
keputusan, pembatalan keputusan, pendaftaran keputusan, dan pelaksanaan
eksekusi perdamaian serta biaya arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS dipandang memiliki
keunggulan, yaitu:
a. Memberi kepercayaan bagi para pihak karena penyelesaian dilakukan secara
terhormat dan bertanggung jawab;
b. Ditandai oleh seseorang sebagai arbiter yang ahli dibidangnya (expertice);
c. Prosedur tidak berbelit-belit sehingga pengambilan keputusan cepat dengan
biaya yang relatif murah;
d. Para pihak akan melaksanakan keputusan secara sukarela sebagai
konsekuensi atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter karena hakikat
kesepakatan mengandung janji, dan janji harus ditepati (pacta sunt servanda);
e. Hakikat penyelesaian melalui arbitrase syariah mengandung perdamaian dan
musyawarah yang menjadi keinginan nurani setiap orang;
f. Penyelesaian sengketa dilakukan dengan memberlakukan hukum Islam yang
diyakini kebenarannya oleh umat Islam.3
B. Kesimpulan
Arbitrase Syariah merupakan bentuk arbitrase yang beroperasi berdasarkan
ketentuan hukum Islam. BASYARNAS merupakan institusi penyelesaian
sengketa muamalah di luar peradilan agama yang ditunjuk para pihak
bersengketa berdasarkan klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase tersendiri
secara tertulis.
Prosedur arbitrase didahului dengan permohonan untuk mengadakan
arbitrase melalui BASYARNAS berdasarkan perjanjian arbitrase yang
disepakati para pihak yang bersengketa. BASYARNAS menentukan tahapan
selanjutnya, yaitu penetapan arbiter, proses pemeriksaan, pembuktian dan
menghadirkan saksi, pengambilan keputusan, perbaikan keputusan,
pembatalan keputusan, pendaftaran keputusan, dan pelaksanaan eksekusi
perdamaian serta biaya arbitrase.
3
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BMUI &
Takaful) di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 147-148
Daftar Pustaka