1,2,3,4,5,6
Kelas HES VI D, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Email: Kinah667@Gmail.com
Abstrak
Permintaan untuk tujuan debat melalui badan kebijaksanaan berkembang di antara
spesialis keuangan, karena tujuan pertanyaan melalui badan pernyataan menikmati
keuntungan dibandingkan dengan pengadilan formal. Keunggulan lain dari badan arbitrase
antara lain dapat menjaga hubungan bisnis antara para pihak, prosedur yang cepat dan
sederhana, biaya yang murah, menjaga kerahasiaan perselisihan, menerima keputusan yang
menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution), dan menerima keputusan. Produk
dapat diidentifikasi. Keputusan pengangkut uang. Pemeriksaan ini merupakan eksplorasi sah
yang dibakukan. Metode hukum preskriptif digunakan sebagai pendekatan. Penegasan untuk
menentukan debat bisnis.
Hasil akhir dari penelitian ini dapat diselesaikan sebagai berikut. (1) Akta kompromi
setelah perselisihan klausula arbitrase dibuat dalam bentuk tertulis yang terpisah dari
perjanjian utama atau factum de compromittendo sebelum perselisihan klausula arbitrase
dimasukkan dalam perjanjian utama adalah dua cara perselisihan bisnis dapat diselesaikan
melalui lembaga arbitrase. Sedangkan cara penyelesaian sengketa yang paling umum melalui
landasan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 s/d 60 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 dan memiliki pilihan badan arbitrase bersifat konklusif dan memiliki kekuatan
hukum yang sangat tahan lama serta membatasi pertemuan, pertemuan harus dibatasi oleh
kehormatan arbitrase, padahal pada tahap eksekusi sebenarnya mensyaratkan masuknya
Pengadilan Negeri. (2) Pelaksanaan putusan yang dibuat oleh lembaga arbitrase dalam
rangka penyelesaian sengketa bisnis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 59 sampai dengan
64 Undang-undang No. Asli atau salinan otentik putusan arbitrase disampaikan dan
didaftarkan oleh arbiter kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk dilakukan pengujian syarat
formil dan materil oleh Ketua Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan. Dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembaga arbitrase
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat.
Pokok yang penting dalam ketentuan pasal tersebut, antara lain kebolehan untuk
membuat persetujuan di antara para pihak yang membuat persetujuan, untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul di kemudian hari kepada arbitrase atau
melalui alternatif penyelesaian sengketa. Persetujuan yang dimaksud adalah klausul
arbitrase (arbitration clause). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa klausul arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin
timbul di masa yang akan datang (Frans Hendra, 2013).
Mengenai cara pembuatan klausul pactum de compromittendo, tidak tegas diatur dalam
Pasal 2 UU No. 30 Tahun 1999. Namun dari segi pendekatan penafsiran dan praktik,
dijumpai dua cara yang dibenarkan, yaitu:
Mencantumkan klausul arbitrase tersebut dalam perjanjian pokok. Ini cara yang lazim
diterapkan dalam praktik, yaitu perjanjian pokokmenjadi satu kesatuan dengan klausul
arbitrase. Persetujuan arbitrase yang berisi kesepakatan bahwa para pihak setuju akan
menyelesaikan perselisihan (dispute) yang timbul di kemudian hari melalui forum
arbitrase, dimuat dalam perjanjian pokok.
Pactum de compromittendo dimuat dalam akta tersendiri atau terpisah dari perjanjian
pokok. Apabila pactum de compromittendo berupa akta yang terpisah dari perjanjian
pokok, waktu pembuatan perjanjian arbitrase harus tetap berpegang pada ketentuan,
bahwa akta persetujuan arbitrase harus dibuat sebelum perselisihan atau sengketa
terjadi. Hal itu harus sesuai dengan syarat formal keabsahan pactum de
compromittendo, harus dibuat dibuat sebelum perselisihan timbul (Frans Hendra, 2013).
Akta Kompromis
Pengertian mediasi jenis kedua disinggung sebagai akta jual beli. Akta kompromi tersebut
dijelaskan secara rinci dalam Pasal 9 UU No. 30 Tahun 1999:
Perjanjian tertulis harus ditandatangani oleh kedua belah pihak jika para pihak memutuskan
untuk menggunakan arbitrase sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan mereka setelah hal
itu terjadi.
Dalam hal majelis tidak dapat menyepakati perjanjian yang dibuat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), maka perjanjian yang dibuat harus dibuat dengan akta notaris.
(1) Hal-hal yang harus dicantumkan dalam perjanjian tertulis: hal-hal yang dipersoalkan; Nama
lengkap dan rumah pertemuan; nama lengkap dan rumah otoritas atau dewan arbitrase; di mana
mediator atau pengadilan arbitrase akan mengejar pilihan; nama lengkap sekretaris; periode
penyelesaian debat; surat pernyataan kesanggupan dari hakim; dan pernyataan bahwa pihak
yang bersengketa bersedia membayar untuk setiap dan semua biaya yang terkait dengan
arbitrase.
Demi hukum, setiap perjanjian tertulis yang tidak mencantumkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah batal demi hukum. Mengingat pengaturan Pasal 9
Peraturan No. 30 Tahun 1999 di atas, menurut penciptanya secara yuridis pengaturan dapat
dilihat bahwa akta jual beli sebagai kesepakatan diskresi dibuat setelah timbul perdebatan di
antara pertemuan-pertemuan atau secara keseluruhan dalam pengaturan tidak ada kesepakatan
mediasi. . Oleh karena itu, akta kompromi adalah akta dengan aturan untuk menyelesaikan
perbedaan pendapat antara pembuat janji.
Maka dari penelaahan pencipta di atas, dilihat dari metodologi yuridis yang mengatur,
tujuan persoalan bisnis melalui organisasi diskresi dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu
dengan factum de compromittendo, sebelum terjadi persoalan, ketentuan mediasi sudah diingat.
untuk pemahaman yang penting, dan dengan membuat akta trade off setelah perdebatan terjadi.
Klausul arbitrase ditulis secara independen dari perjanjian utama. Sementara itu, menurut Pasal
27 sampai dengan 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, digunakan lembaga arbitrase
untuk menyelesaikan sengketa. Calon mendaftar ke BANI dengan melengkapi persyaratan
pengurusan, penggambaran kasus dan permohonan secara lengkap, dengan menghubungkan
akta pengaturan yang ditunjukkan dengan syarat diskresi dan calon memilih hakim. Para pihak
harus terikat dengan putusan arbitrase, meskipun Pengadilan Negeri harus tetap terlibat dalam
tahap eksekusi, menurut Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa putusan
lembaga arbitrase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum tetap. , dan mengikat para pihak.
PENUTUP
Para pihak. Namun demikian, para pihak harus terikat dengan putusan arbitrase
Perselisihan bisnis dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase dengan salah satu dari dua
cara: baik melalui akta kompromi setelah perselisihan klausula arbitrase dibuat dalam bentuk
tertulis terpisah dari perjanjian utama atau melalui factum de compromittendo sebelum
perselisihan terjadi di arbitrase klausula yang telah dicantumkan dalam perjanjian pokok.
Menurut Pasal 27 sampai dengan 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, proses
penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum
tetap, dan mengikat tersebut, meskipun Pengadilan Negeri tetap perlu dilibatkan pada tahap
eksekusi.
Pelaksanaan putusan badan arbitrase dalam penyelesaian sengketa bisnis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 64 UU No. 30 Tahun 1999 dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, pertama atau duplikat
yang kredibel dari hibah diskresi diajukan dan didaftarkan oleh mediator kepada Panitera
Pengadilan Negeri untuk survei kebutuhan formil dan materil oleh Pimpinan Pengadilan
Negeri yang mengikuti yayasan arbitrase pilihan memiliki kekuatan yang sah membatasi dan
bersifat konklusif dan membatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2009.
Yogyakarta, 2008.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1989.
Frans Hendra Winarta. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Arbitrase Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2013.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. Hukum Arbitrase, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2003.
Huala Adolf. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2008
M. Marwan, dan Jimmy P. Kamus Hukum (Dicionary of Law Complete Edition), Surabaya,
Reality Publisher, 2009.
Munir Fuady. Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis), Bandung, PT.
Citra Aditya Bakti, 2003.
Simatupang, Richard Burton. Aspek Hukum dalam Bisnis,Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2003.
Suyud Margono. ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase Proses Pelembagaan dan
Aspek Hukum, Bogor, Ghalia Indonesia, 2004.