Anda di halaman 1dari 16

PENGERTIAN DAN JENIS ARBITRASE

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Konflik

Dosen pengampu:

Dr. Lukman Hakim, MA

Disusun oleh:

1. Hani Amalina (NIM: 2093244004)


2. Fa’idatul Maulidya (NIM: 2093244023)
3. Ahmad Ridhwanul Chalim (NIM: 2093244032)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,


taufiq serta hidayah-Nya sehingga kita masih diberikan kesehatan jasmani
serta rohani dan kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam tugas makalah manajemen konflik ini kami akan
membahas mengenai “Pengertian dan Jenis Arbitrase”. Sholawat serta
salam tetap tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Yang telah membawa kita dari zaman kebiadaban menuju zaman yang
penuh peradaban yakni Addinul Islam Wal Iman.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih


kepada Bapak Dr. Lukman Hakim, MA selaku dosen pengampu mata
kuliah manajemen konflik yang telah membimbing dan memberikan tugas
ini sehingga menambah wawasan penyusun sesuai bidang studi yang
penyusun tekuni dan kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
wawasannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Selain
itu penyusun berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca juga bagi penyusun maupun penulis lainnya.

Penyusun menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun akan
penyusun nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jombang, 15 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..............................................................................................3
B. Rumusan masalah.........................................................................................3
C. Tujuan masalah............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian arbitrase......................................................................................4
B. Jenis arbitrase...............................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................13

DAFTAR RUJUKAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis,
selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang terjadi seringkali
terkait cara melaksanakan klausal-klausal perjajian, apa isi perjanjian ataupun
disebabkan hal lainnya di luar yang diatur dalam perjajian. Di Indonesia,
dalam proses penyelesaian sengketa para pihak, ada beberapa cara yang
biasanya dapat dipilih antara lain, melalui jalur litigasi (pengadilan) atau pun
jalur non litigasi (mediasi, negoisasi, konsiliasi, konsultsi, penilaian ahli, dan
arbitrase).
Berbicara mengenai arbitrase atau lembaga arbitrase, sebenarnya sudah
ada dan telah dipraktekkan selama berabad-abad (bahkan pertama kali
diperkenalkan oleh masyarakat Yunani sebelum Masehi). Di Indonesia
sendiri, arbitrase juga sudah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu
alternatif penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi. Definisi pasti
mengenai apa itu arbitrase, masih saja ditemui begitu banyaknya perbedaan
pendapat. Namun, perbedaan pendapat tersebut tidak sampai menghilangkan
makna arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa, melainkan justru
memberikan konsep yang berbeda-beda mengenai arbitrase. Ini memberikan
suatu gambaran bahwa menyelesaikan sengketa melalui arbitrase merupakan
cara yang paling disukai oleh para pelaku usaha karena dinilai sebagai cara
yang paling serasi dengan kebutuhan dalam dunia bisnis.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan arbitrase?
2. Bagaimana jenis-jenis arbitrase?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan pengertian arbitrase
2. Untuk mendeskripsikan jenis-jenis arbitrase

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Arbitrase

Kata Arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu “arbitrare”. Arbitrase


juga dikenal dengan sebutan atau istilah lainnya yang memiliki maksud
yang sama, misalnya perwasitan atau Arbitrage (Belanda), arbitration
(Inggris), Arbitrage atau schiedspruch (Jerman), arbitrage (Perancis),
kesemuanya memiliki arti yang sama yaitu kekuasaan untuk
menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Istilah arbitrase
“menurut kebijaksanaan” dapat menimbulkan salah pengertian tentang
arbitrase karena seolah-olah seorang arbiter atau suatu majelis arbitrase
dalam menyelesaikan suatu sengketa tidak mengindahkan norma-norma
hukum lagi dan menyandarkan pemutusan sengketa tersebut hanya pada
kebijaksanaan (R Soebekti 1980: 33).

Berdasarakan Pasal 1 angka (1) UU No. 30 Tahun 1999 menentukan


bahwa pengertian Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berdasarkan
Pasal 5 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa sengketa yang
dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di 26 bidang
perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Menurut Abdul Bari Azed (Abdul Bari Azed, 2006) yang dimaksud
dengan ruang lingkup hukum perdagangan adalah sebagai berikut:

1. Perniagaan, Perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang dan jasa atau
keduanya.
2. Perbankan, Perbankan adalah kegiatan yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat

5
dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya yang bertujuan meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.
3. Keuangan, Keuangan adalah mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan
organisasi meningkatkan, mengalokasi dan menggunakan sumber daya
moneter sejalan dengan waktu dan juga menghitung resiko dalam
menjalankan proyek mereka.
4. Penanaman modal, Penanaman modal adalah suatu yang berhubungan
dengan keuangan dan ekonomi, berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk
aktiva dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan di masa depan.
5. Industri Industri adalah kelompok bisnis tertentu yang memiliki teknik dan
metode yang sama dalam menghasilkan laba.
6. Hak kekayaan intelektual. Hak kekayaan intelektual (HaKI) adalah hak yang
timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau
proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HaKI adalah hak untuk
menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Obyek
yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia. Ruang lingkup HaKI mencakup, hak cipta,
hak merek, hak paten, hak rahasia dagang, hak desain industri, hak desain
tata letak sirkuit terpadu, dan hak perlindungan varietas tanaman.

27 Penyelesaian melalui Arbitrase memilki beberapa keunggulan


jika di bandingkan dengan proses penyelesaian melalui Peradilan, seperti
beberapa hal berikut ini:

1. Para pihak didalam Arbitrase dapat memilih Hakim yang diinginkan,


sehingga dipandang dapat menjamin netralitas dan keahlian yang diperlukan
dalam menyelesaikan sengketa.
2. Para pihak juga dapat menetapkan hukum yang mana yang akan
diaplikasikan dalam pemeriksaan sengketa, dan melalui hal ini dapat ditekan
rasa takut, was-was dan ketidakyakinan mengenai hukum substantive dari
negara.

6
3. Kerahasaian dalam proses penyelesaian melalui Arbitrase akan melindungi
para pihak dari pengungkapan kepada umum mengenai segala sesuatu hal
yang dapat merugikan. Selain itu proses penyelesaian Arbitrase seringkali
dipandang sebagai penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam biaya
maupun waktu pelaksanaannya, jika dibandingkan penyelesaian melalui
Peradilan umum.
4. Arbiter pada umumnya memiliki kearifan dalam memeriksa sengketa,
menyelesaikan dan menerapkan prinsip hukum serta
pertimbanganpertimbangan hukum.
5. Penyelesaian melalui Arbitrase dipandang lebih cepat jika penyelesaian
sengketa melalui Peradilan umum, karena penyelesaian melalui arbitrase di
berikan batas waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak
Arbitrase terbentuk.

Pemilihan arbitrase sebagai tempat penyelesaian sengketa oleh para


pelaku bisnis didasarkan bahwa Putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Dalam
pelaksanaan putusan arbitrase ada perbedaan antara pelaksanaan putusan
arbitrase nasional dan arbitrase internasional. Putusan tersebut harus
diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri
sedangkan Putusan arbitrase internasional harus didaftarkan ke Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, dengan menyertakan Putusan otentik dan naskah
terjemahan resmi dalam Bahasa Indonesia (Gatot Soemartono 2006: 74).

Arbitrase sebagai salah satu tempat penyelesaian sengketa diluar


pengadilan mempunyai dua sifat yaitu arbitrase nasional dan arbitrase
internasional. Perbedaan antara arbitrase nasional dan arbitrase
internasional adalah arbitrase dapat dikatakan internasional apabila para
pihak pada saat dibuatnya perjanjian yang bersangkutan mempunyai
tempat usaha di negara berbeda, misalnya salah satu pihak memiliki
tempat usaha di Amerika, dan pihak lain memiliki tempat usaha di
Indonesia. Perselisihan yang terjadi di antara mereka, dan mereka memilih

7
cara penyelesaian melalui arbitrase, maka arbitrase ini tergolong arbitrase
internasional.

Pada dasarnya arbitrase adalah suatu bentuk khusus pengadilan. Poin


penting yang membedakan pengadilan dan arbitrase adalah bila jalur
pengadilan menggunakan satu peradilan permanen atau standing court,
sedangkan arbitrase menggunakan forum tribunal yang dibentuk khusus
untuk kegiatan tersebut. Dalam arbitrase, arbitrator bertindak sebagai
hakim dalam mahkamah arbitrase, sebagaimana hakim permanen,
walaupun hanya untuk kasus yang ditangani. Menurut Frank Elkoury dan
Etna Elkoury, arbitrase adalah suatu proses yang mudah atau simple yang
dipilih oleh para pihak secara sukarela yang ingin agar perkaranya diputus
oleh juru pisah yang netral sesuai dengan pilihan mereka dimana
keputusan berdasarkan dengan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para
pihak setuju sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final
dan mengikat.1

Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud


arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.2

Dari beberapa pengertian arbitrase di atas, maka terdapat beberapa


unsur kesamaan, yaitu:

1. Adanya kesepakatan untuk menyerahkan sengketa-sengketa, baik yang akan


terjadi maupun yang saat itu terjadi, kepada seorang atau beberapa orang
pihak ketiga di luar peradilan umum untuk diputuskan.
2. Penyelesaian sengketa yang bisa diselesaikan adalah sengketa yang
menyangkut hak pribadi yang dapat dikuasai sepenuhnya, khususnya di sini
dalam bidang perdagangan industri dan keuangan.
1
M. Husseyn dan A. Supriyani Kardono. (1995). “Kertas Kerja Ekonomi, Hukum dan Lembaga
Arbitrase di Indonesia”. Hlm. 2.
2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang “Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa”. Pasal 1 ayat 1.

8
3. Putusan tersebut merupakan putusan akhir dan mengikat.

B. Jenis Arbitrase
Ada dua jenis arbitrase yang diakui eksestensi dan kewenangannya untuk
mengadili, memutus dan memeriksa sengketa yang terjadi antara para pihak yang
mengadakan perjanjian.
Adapun perbedaan antara kedua jenis arbitrase tersebut terletak pada
terkoordinasi atau tidak terkoordinasi.3

1. Arbitrase Ad Hoc (volunteer) (Joni Emirzon 2001: 102).


Arbitrase ad hoc (arbitrase yang tidak terkoordinasi oleh suatu lembaga).
Arbitrase ad hoc dibentuk secara khusus atau bersifat insidentil untuk
memeriksa dan memutus penyelesaian sengketa tertentu dalam jangka waktu
tertentu pula. Setelah memutus sengketa, berakhir pula arbitrase ad hoc ini.
Pembentukan arbitrase ad hoc dilakukan setelah sengketa terjadi.4
Yang dimaksud dengan arbitrase ad hoc (arbitrase volunteer) adalah
arbitrase yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan atau memutus
perselisihan tertentu. Arbitrase ini bersifat insidental dan jangka waktunya
tertentu sampai sengketa itu diputuskan. Para pihak dapat mengatur cara-cara
bagaimana pelaksanaan pemilihan para arbiter, kerangka kerja prosedur
arbitrase dan aparatur administratif dari arbitrase, karena proses pemeriksaan
arbitarse berlangsung tanpa adanya pengawasan atau peninjauan yang bersifat
lembaga, persetujuan para pihak terhadap metode-metode pengangkatan
arbiter yang cakap/kompeten dan berpengalaman merupakan hal penting.
3
Usman, Rachmadi. (2013). “Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan” Bandung: PT
Citra Aditya Bakti. Hlm.165.
4
Ibid. Hlm.166.

9
Akibat kesulitan-kesulitan yang dialami para pihak dalam melakukan
negosiasi dan menetapkan aturan-aturan prosedural dari arbitrase serta dalam
merencanakan metode-metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua
belah pihak, para pihak seringkali memilih jalan penyelesaian melalui
arbitrase institusional (Gary Goodpaster dan Felix O. Soebagjo 1995: 25-26).
Berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999, pengertian
arbitrase ad hoc diadakan dalam hal terdapat kesepakatan para pihak dengan
mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri bukan sebagai syarat
mutlak untuk para pihak dalam menentukan arbiter yang akan menyelesaikan
sengketanya. Untuk mengetahui dan menentukan apakah arbitrase disepakati
para pihak adalah jenis arbitrase ad hoc, dapat dilihat dari rumusan klausula
arbitrasenya yang menyatakan bahwa perselisihan akan diselesaikan oleh
arbitrase yang berdiri sendiri di luar arbitrase institusional. Dengan kata lain,
jika klausula menyebutkan bahwa arbitrase yang akan menyelesaikan
perselisihan adalah arbitrase perorangan, jenis arbitrase yang disepakati
adalah arbitase ad hoc. Ciri pokok arbitrase ad hoc adalah penunjukan para
arbiternya secara perorangan. Pada prinsipnya arbitrase ad hoc tidak terikat
atau terkait dengan salah satu badan arbitrase. Para arbiternya ditentukan
sendiri dengan kesepakatan para pihak. Dengan demikian, dapat dikatakan
jenis arbitrase ini tidak memiliki aturan atau cara tersendiri mengenai tta cara
pemeriksaan sengketa (Suyud Margono 2004: 123).
2. Arbitrase Institusional (permanent)
Arbitrase institusional (arbitrase yang dikoordinasi oleh suatu lembaga).
Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat
permanen, sehingga disebut juga permanent arbitral body. Maksudnya yaitu
selain dikelola dan diorganisasikan secara tetap, keberadaannya juga terus-
menerus untuk jangka waktu tidak terbatas. Ada sengketa atau tidak, lembaga
tersebut tetap berdiri dan tidak akan bubar, bahkan setelah sengketa yang
ditanganinya telah selesai diputus sekalipun.
Sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (2) Konvensi New York 1958. Arbitrase
institusional didirikan untuk menangani sengketa yang mungkin timbul bagi

10
mereka yang menghendaki penyelesaian di luar pengadilan. Arbitrase ini
merupakan wadah yang didirikan untuk menampung perselisihan yang timbul
dari perjanjian (M. Yahya Harahap 2006: 151). Pihak-pihak yang
menginginkan penyelesaian perselisihan dilakukan oleh arbitrase dapat
memperjanjikan bahwa putusan akan diputus oleh arbitrase institusional yang
bersangkutan. Arbitrase institusional tetap berdiri meskipun perselisihan yang
ditangani telah diputus, sebaliknya arbitrase ad hoc akan bubar dan berakhir
keberadaannya setelah sengketa yang ditangani selesai diputus. Pendirian
arbitrase institusional sebagai badan yang bersifat permanen, sekaligus juga
disusun organisasinya serta ketentuan-ketentuan tentang tata cara
pengangkatan arbiter dan tata cara pemeriksaan sengketanya. arbitrase yang
bersifat institusional ini menyediakan jasa adminsitrasi arbitrase yang
meliputi pengawasan terhadap proses arbitrase, aturan-aturan prosedural
sebagai pedoman bagi para pihak dan pengangkatan para arbiter. Adapun
terdapat beberapa arbitrase institusional, antara lain: (Gunawan Widjaja dan
Ahmad Yani 2000: 53-54).
a. Arbitrase institusional yang bersifat nasional, yaitu arbitrase yang ruang
lingkup keberadaan dan yurisdiksinya hanya meliputi kawasan Negara
yang bersangkutan, misalnya:
1) Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI);
2) Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI);
3) Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS);
4) Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI);
5) The American Arbitration Association;
6) Netherlands Arbitrage Institut;
7) The Japan Commercial Arbitration Associatin; dan
8) The British Institute of Arbitrators.
b. Arbitrase institusional yang bersifat internasional, yaitu arbitrase yang
ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya bersifat internasional,
misalnya:

11
1) The Court of Arbitration of International Chamber of Commerce
(ICC) di Paris;
2) The International Centre fot the Settlement of Investment
Disputes (ICSID);
3) Singapore International Arbitration Centre (SIAC);
4) Uncitral Arbitration Rules (UAR).
c. Arbitrase institusional yang bersifat regional, yaitu arbitrase yang ruang
lingkup keberadaan dan yurisdiksinya berwawasan regional, misalnya:
Regional Centre for Arbitration yang didirikan oleh Asia Afrika Legal
Consultative Committee (AALCC). Keberadaan arbitrase ini juga diakui
dalam UU No. 30 Tahun 1999, pada Pasal 34 menentukan bahwa,
penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan
menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan
kesepakatan para pihak. Selanjutnya, penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dilakukan menurut peraturan dan lembaga yang dipilih, kecuali
ditetapkan lain oleh para pihak.
Tujuan arbitrase ini didirikan dalam rangka menyediakan sarana
penyelesaian sengketa alternatif diluar pengadilan. Arbitrase institusional
pada umumnya dipilih oleh para pihak sebelum sengketa terjadi, yang
dituangkan dala perjanjian arbitrase.
Arbitrase institusional atau yang disebut arbitrase tetap
diselesaikan melalui lembaga permanen yang didirikan untuk menyelesaikan
sengketa secara nasional maupun internasional.
a. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
b. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
c. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
d. Court of Arbitration of International Chamber of Commerce (ICC
International Court Arbitration)
e. The International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para
pihak yang bersengketa. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase
hanya sengketa di 26 bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak
yang bersengketa.
Terdapat 2 jenis arbitrase yakni:
1. Arbitrase Ad Hoc (volunteer)
Arbitrase ad hoc (arbitrase yang tidak terkoordinasi oleh
suatu lembaga). Arbitrase ad hoc dibentuk secara khusus atau
bersifat insidentil untuk memeriksa dan memutus penyelesaian
sengketa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Setelah
memutus sengketa, berakhir pula arbitrase ad hoc ini.
Pembentukan arbitrase ad hoc dilakukan setelah sengketa terjadi.
Para pihak dapat mengatur cara-cara bagaimana pelaksanaan
pemilihan para arbiter, kerangka kerja prosedur arbitrase dan
aparatur administratif dari arbitrase, karena proses pemeriksaan
arbitarse berlangsung tanpa adanya pengawasan atau peninjauan
yang bersifat lembaga, persetujuan para pihak terhadap metode-
metode pengangkatan arbiter yang cakap/kompeten dan
berpengalaman merupakan hal penting.
2. Arbitrase institusional
Arbitrase institusional adalah arbitrase yang dikoordinasi
oleh suatu lembaga yang bersifat permanen, sehingga disebut juga
permanent arbitral body. Maksudnya yaitu selain dikelola dan

13
diorganisasikan secara tetap, keberadaannya juga terus-menerus
untuk jangka waktu tidak terbatas. Ada sengketa atau tidak,
lembaga tersebut tetap berdiri dan tidak akan bubar, bahkan setelah
sengketa yang ditanganinya telah selesai diputus sekalipun.

B. Saran
Kami harapkan bagi para pembaca juga melihat dari beberapa referensi
menyangkut makalah ini agar dapat memberikan pengetahuan dan materi
yang lebih baik lagi. Adapun kekurangan dari makalah ini dapat dikritik atau
memberikan saran guna perkembangan yang lebih baik lagi kedepannya.

14
DAFTAR RUJUKAN

M. Husseyn dan A. Supriyani Kardono. (1995). “Kertas Kerja Ekonomi, Hukum


dan Lembaga Arbitrase di Indonesia”.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang “Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”. Pasal 1 ayat 1.
Subekti. (1992). “Arbitrase Perdagangan”. Bandung: Bina Cipta.
Abdurrasyid, H. Priyatna. (1996). “Penyelesaian Sengketa Komersial Nasional
dan Internasional diluar Pengadilan”.
H. M. N Poerwosutjipto. (1992). “Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan,
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran”. Cetakan III. Jakarta: Djambatan.
Entriani, Anik. “Arbitrase Dalam Sistem Hukum Di Indonesia”. chrome-
extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://media.neliti.com/
media/publications/135358-ID-none.pdf. Diakses pada 20 November 2023.
Usman, Rachmadi. (2012). “Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia”.
Jakarta: Sinar Grafika.

15

Anda mungkin juga menyukai