DOSEN PENGAMPU
DISUSUN OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar
Ilmu Hukum, dalam proses penyusunan makalah ini,kami mendapatkan bantuan,
bimbingan serta dukungan dari pihak, sehingga dalam kesempatan ini kami juga
bermaksud menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Muhammad Arifin S.H.I. M.H. sebagai dosen pengampu mata kuliah
Pengantar Hukum Keluarga.
2. Semua anggota kelompok yang mau turut serta membantu pelaksanaan hingga
makalah ini dapat terselesaikan.
2
DAFTAR ISI
Halaman judul ............................................................................................................... 1
Daftar isi........................................................................................................................3
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sengketa antara para pihak dapat diselesaikan melalui jalur litegasi (lembaga
peradilan) ataupun non litegasi (di luar pengadilan). Penyelesaian sengketa melalui
jalur litegasi yaitu penyelesaian sengketa diantara para pihak yang dilakukan melalui
pemeriksaan di hadapan hakim dalam sebuah lembaga peradilan. Pengadilan sendiri
adalah metode penyelesaian sengketa paling lama dan lazim digunakan dalam
menyelesaikan sengketa, baik sengketa yang bersifat publik maupun yang bersifat
privat. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat
akan keadilan dan kesejahteraan semakin besar, maka penyelesaian sengketa melalui
litegasi lambat laun dirasakan kurang efektif lagi.penyelesaian sengketa melalui
litigasi dirasakan terlalu lama dan memakan biaya yang cukup besar. Nurnaningsih
Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,( Rajawali
Pers, Jakarta, 2011, hlm. 19-20 )
a. Arbitrase;
b. Mediasi;
c. Konsiliasi;
d. Arbitrase
e. Dan lain-lain
4
(Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan
Penyelesaian sengketa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 186)
Arbitrase, baik nasional maupun internasional memiliki peran dan fungsi yang
makin lama makin penting dalam kerangka proses penyelesaian sengketa. Khusus bagi
Indonesia sebagai negara niaga kecil yang telah memastikan diri untuk memasuki
arena ekonomi dunia yang terintegrasi, arbitrase sangat penting karena tidak ada
pengadilan dunia yang dapat menangani sengketa-sengketa komersial yang terjadi dari
perdagangan internasional. Arbitrase merupakan salah satu model penyelesaian
sengketa yang dapat dipilih di antara berbagai sarana penyelesaian sengketa komersial
yang tersedia. Oleh karena arbitrase diyakini sebagai forum tempat penyelesaian
sengketa komersial yang reliabel, efektif, dan efisien.
Di lain pihak, persoalan utama yang dihadapi lembaga peradilan adalah cara
pandang hakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalam
melakukan konkretisasi hukum. Hakim hanya menangkap apa yang disebut "keadilan
hukum" (legal justice), tetapi gagal menangkap "keadilan masyarakat" (social justice).
Hakim telah meninggalkan pertimbangan hukum yang berkeadilan dalam putusan-
putusannya. Akibatnya, kinerja pengadilan sering disoroti karena sebagian besar dari
putusan-putusan pengadilan masih menunjukkan lebih kental "bau formalisme-
prosedural" ketimbang kedekatan pada “rasa keadilan warga masyarakat.” Oleh sebab
itu, sulit dihindari bila semakin hari semakin berkembang rasa tidak percaya
masyarakat terhadap Institusi pengadilan.
5
pelaku bisnis sejak awal sudah bersiap-siap dan bersepakat di dalam kontrak mereka
apabila terjadi perselisihan, akan diselesaikan melalui forum di luar pengadilan negeri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep alternatif penyelesaian sengketa dan perundang-
undangannya?
2. Bagaimana konsep Arbitrase sebagai salah satu cara Alternatif
Penyelesaian Sengketa menurut hukum perundang-undangan?
3. Bagaimana proses dan kekuatan hukum arbitrase sebagai alternatif
penyelesaian sengketa?
C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan utama untuk mengetahui apa itu konsep
alternatif penyelesaian sengketa dalam pandangan undang – undang, konsep arbitrase,
serta kekuatan hukum arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
(1) negosiasi;
(2) mediasi;
(3) konsiliasi;
(4) arbitrase; dan lain-lain.
7
tersendiri dalam UU No.30/1999 yakni “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di
luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa”
8
Seorang antropologis terkenal, Simon Roberts berpendirian bahwa, di dalam
beberapa masyarakat, keganasan antara individu yang secara langsung menetapkan itu
merupakan satu cara yang diizinkan daripada penyelesaian sengketa. Sepertinya
keganasan antara individu boleh jadi menjadi suatu cara untuk membalas dendam
untuk keganasan yang telah dialami atau suatu reaksi terhadap beberapa bentuk
ketidakadilan yang terlihat kan. Kadang kala, keganasan fisik boleh dikaitkan dengan
suatu bentuk yang cegah dan konvensional seperti perlawanan atau peraduan. Di
Jerman, sebelum Terjadinya Perang Dunia Kedua, contohnya, perlawanan saat itu
merupakan satu bentuk Penyelesaian sengketa yang popular antara mahasiswa,
anggota kepolisian dan tentara dan orang-orang bangsawan secara umum. Perlawanan
itu dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang terkawal dan berpandukan pada
aturan-aturan yang spesifik.
1. Negosiasi
Dalam praktik, negosiasi dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu: (1) untuk
mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya dalam
9
transaksi jual beli, pihak penjual, dan pembeli saling memerlukan untuk menentukan
harga (di sini tidak terjadi sengketa); dan (2) untuk memecahkan perselisihan atau
sengketa yang timbul di antara para pihak.
2. Mediasi
3. Konsiliasi
Hal yang menarik mengenai konsiliasi adalah konsiliasi pada dasarnya hampir
sama dengan mediasi, mengingat terdapat keterlibatan pihak ke-3 yang netral (yang
tidak memihak) yang diharapkan dapat membantu para pihak dalam upaya
penyelesaian sengketa mereka, yaitu Konsiliator. Namun demikian, anda perlu
perhatikan bahwa Konsiliator pada umumnya memiliki kewenangan yang lebih besar
daripada mediator, mengingat ia dapat mendorong atau “memaksa” para pihak untuk
lebih kooperatif dalam penyelesaian sengketa mereka. Konsiliator pada umum dapat
menawarkan alternatif-alternatif penyelesaian yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan oleh para pihak untuk memutuskan. Jadi, hasil konsiliasi, meskipun
merupakan kesepakatan para pihak, adalah sering datang dari si Konsiliator dengan
cara “mengintervensi”. Dalam kaitan itu, konsiliasi dalam banyak hal mirip dengan
mediasi otoritatif di mana mediator juga lebih banyak mengarahkan para pihak.
4. Arbitrase
10
Pada dasarnya, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa di luar
peradilan, berdasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak, dan
dilakukan oleh arbiter yang dipilih dan diberi kewenangan mengambil keputusan.
Arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik, khususnya bagi kalangan
pengusaha. Bahkan, arbitrase dinilai sebagai suatu “pengadilan pengusaha” yang
Independen guna menyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan mereka.
Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (untuk selanjutnya disingkat UU No. 30 Tahun
1999) disebutkan bahwa: “Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya
sengketa di bidang perdagangan dan hak yang menurut hukum dan Peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.” Dengan
demikian, sengketa seperti kasus-kasus keluarga atau perceraian, yang hak atas harta
kekayaan tidak sepenuhnya dikuasai oleh masing-masing pihak, tidak dapat
diselesaikan melalui arbitrase.
A. Pengertian Arbitrase
11
Secara bahasa, Arbitrase berasal dari kata arbitrase (latin) yang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase
12
merupakan penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Menurut
Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela suatu sengketa kepada seorang yang
berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu perjanjian bahwa suatu keputusan
arbiter akan final dan mengikat. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
13
adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian.
(Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian sengketa di Luar pengadilan, PT Citra
Aditya Bakti Bandung, him 110)
Lembaga arbitrase adalah lembaga yang berfungsi sebagai salah satu alat
untuk dapat menyelesaikan sengketa yang sedang terjadi diantara para pihak. Cara
kerja arbitrase hampir sama dengan peradilan sehingga masyarakat sering menyebut
lembaga arbitrase sebagai pengadilan swasta. Suatu sengketa yang dapat diajukan ke
arbitrase, harus mendapat kesepakatan terlebih dahulu dari masing-masing pihak.
Keharusan adanya persetujuan dari masing-masing pihak ini diatur dalam Pasal 7 UU
No. 30 tahun 1999 bahwa, “Para pihak dapat menyetujui suatu sengketa yang terjadi
14
atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui Arbitrase”. ' (Zaeni
Asyhadie, 2009, Hukum Bisnis, Rajawali Pers, Jakarta, him 236.)
15
Meningkatnya perkembangan perdagangan, keuangan, dan industri akhir-akhir ini
dalam kancah internasional, bahkan ditambah lagi dengan era globalisasi pada masa-
masa mendatang, telah menimbulkan suasana liberalisasi ekonomi, industri, dan lain-
lain.
A.Proses Arbitrase
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa
dirugikan oleh pihak Iain. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila
terjadi. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasan kepada pihak
kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama,
selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan
pendapat atau memiliki nilai – nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan
sengketa.
“Bahwa pada prinsipnya semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis
arbitrase dilakukan secara tertutup, dengan menggunakan bahasa Indonesia kecuali
atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para dapat memilih bahasa lain yang
digunakan”
Perlu diingat bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa, semisal
tentang sah tidaknya suatu jual beli, asuransi, pengangkutan, dan lain sebagainya.
17
pertanahan, adopsi anak, penceraian, dan lain sebagainya(Hartini, Rahayu, Hukum
Komersial, UMMPress, Malang, 2005 )
18
B.Kekuatan putusan hukum arbitrase
19
Putusan ditanggung oleh Pihak yang kalah dan lalai untuk memenuhi ketentuan-
ketentuan dalam putusan”. Subekti, Hukum Perjanjian, In termasa, Jakarta, 2004
21. Bagian Pertama tentang eksekusi terhadap putusan arbitrase Nasional (Pasal
59 s/d Pasal 64).
22. Bagian Kedua tentang pengakuan (recognition) dan pelaksanaan (enforcement)
putusan arbitrase Internasional yang diatur dalam Pasal 65 sampai dengan pasal
69.
BAB III
• Kesimpulan
Dari apa yang telah penyusun kemukakan, akhirnya sebagai penutup dari
uraian tersebut diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa:
20
1. Prosedur/proses beracara dari lembaga arbitrase yang tidak rumit dan bertele-
tele serta memudahkan parapihak yang bersengketa menjadi salah satu alasan
bagi para pengusaha baik nasional maupun internasional untuk lebih memilih
lembaga ini daripada lembaga peradilan umum maupun alternatif
penyelesaian sengketa lainnya diluar pengadilan.
2. Putusan daripada lembaga arbitrase adalah final dan mengikat para pihak jadi
tidak ada banding maupun kasasi. Jadi lebih mempercepat proses
penyelesaian
• Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Frans Hendra Winata, Hukum Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,
hlm. 25
Steven Vago, Law and Society, New Jersey : Printice-Hall, 1988, hlm. 236.
Zaeni Asyhadie, 2009, Hukum Bisnis, Rajawali Pers, Jakarta, him 236.
Abdurr Rasyid dan Priatna, 2002, Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian sengketa,
Suatu Pengantar, Fikahati Aneska, Jakarta, him 8
22