Anda di halaman 1dari 12

Sengketa Hukum Perdata dan Penyelesaian nya Menurut Ketentuan

Hukum Acara Perdata di Indonesia.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut R. Subekti dan R.Tjitosoedibio Hukum acara perdata adalah
keseluruhan dari pada ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur dengan cara
bagaimana tertib hukum perdata dapat ditegakkan dalam hak penegakan dikehendaki,
berhubungan terjadinya suatu pelanggaran dan bagaimana ia dapat dipelihara dalam
hal suatu tindakan pemeliharaan dikehendaki, berhubungan terjadinya suatu peristiwa
perdata.1 Hukum acara perdata sebenarnya mempunyai dua unsur (obyek) yang
diaturnya, yaitu: (1) Orang yang maju bertindak ke muka Pengadilan karena
terjadinya pelanggaran atau peristiwa perdata yang perlu diterbitkan kembali. (2)
Pengadilan itu sendiri, yang akan menerbitkan kembali hukum perdata yang telah
dilanggar dimaksud.Hukum acara sering disebut sebagai “Hukum Proses”. Proses
artinya rangkaian pembuatan, sehingga tepatlah perumpamaan bahwa hukum itu
selama jalannya dalam proses di muka pengadilan, masi dalam pembuatan.2
Mengingat hukum acara perdata bersifat mengikat dan memaksa, maka ketentuan-
ketentuan serta asas-asas yang berlaku dalam hukum acara perdata juga bersifat
mengikat dan tidak boleh disimpangi. Terdapat beberapa asas dalam hukum acara
perdata Indonesia yaitu peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan
sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No.48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan kepentingannya, manusia mengadakan
hubungan antara satu dengan yang lainnya disebut dengan kontak. Dalam melakukan
suatu kontak antara satu dengan yang lainnya atau bermasyarakat sering kali timbul
suatu pertentangan dalam kepentingan sehingga menimbulkan adanya perselisihan
atau disebut juga sengketa. Sengketa diartikan sebagai suatu situasi di mana ada pihak
yang merasa dirugikan oleh dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan masih
menggunakan ketentuan yang bersumber dari HIR sebagai sumber hukum acara

1
R.Subekti dan Tjirosoedibio, kamus hukum,Pradya Paramita: Jakarta,2005. Hlm 51
2
R. Subekti, Hukum Acara Pedata, Bina Cipta : Bandung,1977. Hlm 14
perdata Indonesia.3 Yang diadopsi berdasarkan asas konkordinasi karena merupakan
produk pemerintah kolonial Belanda yang masih berlaku sampai sekarang, dengan
mengacu kepada Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945.
Pada dasarnya peradilan Indonesia menganut prinsip-prinsip peradilan yang
baik, khususnya peradilan yang dilaksanakan secara sederhana,cepat,dan biaya
ringan.Prinsip-prinsip tersebut coba diterjemahkan ke dalam berbagai sistem
peradilan, termasuk dan terutama sistem peradilan perdata.4 Penyelesaian sengketa
dalam hukum perdata dibagi menjadi dua yaitu penyelesaian sengketa litigasi yang
menyelesaikan masalah hukum melalui jalur pengadilan dan jalur non-litigasi berati
menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Dalam mewujudkan tujuan
peradilan yang sederhana,cepat, dan biaya ringan melalui pengadilan yang efektif dan
efisien, Makamah Agung sebagai penyelenggara peradilan tertinggi di Indonesia
mulai mulai mengembangkan beberapa metode untuk mempersingkat proses
penyelesaian sengketa di pengadilan. Salah satu gagasan yang cukup progresif antara
lain pengintegrasian mediasi di pengadilan. 5Hingga saat ini pengadilan masih
dipercaya masyarakat sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa. Pengadilan
merupakan lembaga yang memiliki fungsi untuk mengkordinasikan sengketa yang
terjadi dalam masyarakat yang menyelesaikan sengketanya jalur litigasi.
Sebagai hukum positif hukum acara pedata di Indonesia, baik HIR maupun
RBg sebagai aturan penyelesaian sengketa perdata di Penhadilan tidak mengenal
penyelesaian sengketa secara cepat maupun singkat sebagaimana yang diberlakukan
untuk menyelesaikan perkara pidana dan tata usaha negara. Dengan kata lain, HIR
maupun RBg hanya membedakan perkara menjadi gugatan dan permohonan yang
ketika diselesaikan melalui pengadilan, untuk sengketa jenis apapun para pihaknya
terikat untuk mengikuti prosedur ber acara yang sudah ditetapkan.6

3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty :Yogyakarta. Hlm 3
4
Pramono Sukolegowo, Efektifitas Sistem Peradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan di Lingkup Peradilan
Umum, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.8 No.1, 2008. Hlm 2

5
Damako Yuti Witanto,Beberapa Permasalahan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentangf Mediasi di
Pengadilan, Varia Pengadilan No.294, 2010
6
Afriani A, Penerapan Acara Singkat dan Acara Cepat dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan:
Suatu Tinjauan Politik Hukum Acara Perdata, Jurnal Hukum Acara Perdata, Vol.1 No.1, 2015. Hlm 34
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Perdata melalui jalur pengadilan dan melalui
jalur luar pengadilan?
2. Apakah Kelebihan penyelesaian sengketa dengan cara Arbitrase ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyelesaian Sengketa Perdata melalui Jalur Pengadilan dan di Luar Pengadilan


Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan disebut juga penyelesaian
sengketa secara litigasi. Menurut Frans Hendra Winarta dalam bukunya yang
berjudul hukum penyelesaian sengketa secara konvensional dalam dunia bisnis seperti
dalam bidang perdagangan, perbankan, dan sebagainya. Proses litigasi menempatkan
para pihak saling berlawanan satu sama lain. Selain itu, penyelesaian sengketa secara
litigasi merupakan sarana akhir (ultimatum remidium) setelah upaya-upaya alternatef
penyelesaian sengketa tidak membuahkan hasil.7
Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi meliki kelebihan dan juga
kekurangan. Dalam proses penyelesaian sengeketa melalui jalur litigasi menghasilkan
suatu keputusan bersifat adversarial yang mana belum mampu merangkul kepentingan
bersama karena penyelesainan sengketa melalui litigasi mempunyai hasil akhir yang
menyatakan win-lose solution. Sehingga akan ada pihak yang menang maupun kalah.
Proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dipengadilan dikenal juga
dengan proses persidangan perkara perdata sebagaimana ditentukan berdasarkan
Hukum Acara Perdata (HIR) secara sederhana digambarkan seperti bagan di bawah
ini:

7
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional. Sinar
Grafika : Jakarta,2012. Hlm 1 dan 2
Sumber : https://pn-pati.go.id/index.php/29-layanan-kami/alur-berperkara/perdata/51-
bagan-alur-prosedur-perkara-perdata-persidangan-perdata

Berdasarkan bagan alur di atas dapat diketahui tahap akhir dalam penyelesaian
sengketa litigasi adalah putusan hakim. Dikarenakan kurang efektifnya dalam putusan
pengadilan menyebabkan para pihak akhirnya mencari suatu alternatf dalam
penyelesaian sengketa perdata dengan menggunakan penyelesaian sengkeya melalui
proses diluar pengadilan.
Rachmadi Usman ,S.H., M.H mengatakan bahwa selain melalui litigasi
(pengadilan) penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan melalui jalur non-litigasi
(di luar pengadilan), di Amerika disebut dengan Alternative Dispute Resolution
(ADR) dan di Indonesia dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
8
Dalam penyelesaian sengketa perdata melalui proses diluar pengadilan atau non-
litigasi akhirnya menjadi suatu penyelesaian sengketa alternatif atau alternative
Dispute Resolution (ADR) yang dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan ADR Pasal 1 angka 10 yang berbunyi sebagai berikut :
“ Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
8
Rachmadi Usmani, Mediasi di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika : Jakarta,2012. Hlm 8
penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Macam-macam penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi antara lain :
a. Konsultasi
Konsultasi merupakan salah satu metode non-litigasi di mana pihak yang
bersengketa mendatangi dan meminta pendapatnya atas masalah yang dihadapi.
Saat ini konsultan memberikan pendapatnya sesuai dengan kebutuhan serta
keperluan klieannya dan konsultasi ini bersifat personal.9 Hal ini berarti
konsulyasi sebagai bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari
konsultasi dalam meneyelesaikan sengketa atau perselisihan hanya sebatas
memberikan pendapat hukum saja sebagaimana permintaan klien. Selanjutnya
mengenai keputusan penyelesaian sengketa akan diambil sendiri oleh pihak yang
bersengketa, maupun adakalanya pihak konsultan juga diberukan kesempatan
untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh
para pihak yang bersengketa tersebut.
b. Negosiasi
Menurut Ficher dan Ury negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. 10 Menururt Susanti Adi
Nugroho negosasi adalah proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan
dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan
tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang
sedang dihadapi oleh kedua belah pihak.11
c. Mediasi
Proses mediasi sendiri hampir sama dengan negosiasi yaitu sama-sama melakukan
perundingan. Bedanya proses mediasi menggunakan bantuan seorang mediator
dalam proses perundingan dari pihak-pihak yang terkait.
d. Konsiliasi
Sejatinya para pihak yang besengketa yang menggunakan metode non-litigasi
melakukan perundingan satu sama lain. Jika menggunkan metode konsiliasi, akan
9
DSLA “ Mengenal Litigasi: Mengenai Penyelesaian Sengketa di Meja Hijau” <
https://www.dslalawfirm.com/litigasi/> Diakses pada 23 Oktober 2020
10
Nurmaningsi Amrini, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan.
PT. Grafindo Persada : Jakarta,2012. Hlm 23
11
Susanti Adi Nugroho, Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Telaga Ilmu Indonesia:
Jakarta,2009. Hlm 21
ada seorang penengah yang disebut konsiliator. Pihak ini akan mengusahakan
penyelesaian dari sengketa yang dihadapi. Menurut Pasal 1 angka (1) Peraturan
Makamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi
konsiliator, dalam hal ini konsiliator menjalankan fungsi yang lebih aktif dalam
mencari bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para
pihak apabila para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator akan
menjadi resolution. Kesepakatan yang terjadi akan bersifat final dan mengikat
para pihak. Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu
kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa.
Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi, kedua cara ini melibatkan pihak
ketiga untuk menyelesaikan sengketa secara damai.12

e. Penilaian Ahli
Pendapat para ahli untuk suatu hal bersifat teknis dan sesuai dengan bidang
keahliannya. Bahwa ternyata arbitrase dalam suatu bentuk kelembagaan tidak
hanya bertugas untuk menyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat
maupun sengketa yang terjadi di antara parapihak dalam suatu perjanjian pokok,
melainkan juga dapar memberikan konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat
hukum atas permintaan dari setiap pihak yang meemrlukannya tidak terbatas pada
para pihak dalam perjanjian. Pemberian opini atau pendapat (hukum) tersebut
dapat merupakan suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau membuat
perjanjian yang akan mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak dalam
perjanjian, maupun dalam memberikan penafsiran ataupun pendapat terhadap
salah satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian yang telah dibuat oeh para pihak
untuk memerjelas pelaksanaannya.13
f. Arbitrase
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase
menjelaskan bahwa,
12
Sri Hajati, Sri Winarsi, dkk. Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan. Airlangga University Press :Surabaya.
Hlm 429
13
Sri Hajat, Ibid Hlm 434
“ Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa.”
Terdapat dua aliran Alternative Dispute Resolution (ADR), yang pertama adalah
pendapat bahwa arbitrase terpisah dari alternatif penyelesaian sengketa dan aliran
yang kedua berpendapat bahwa arbitrase merupakan pula alternative penyelesaian
sengketa. Sedangkan di dalam UU 30/1999 tentang Arbitrase menganut aliran
kombinasi dari kedua aliran tersebut diatas (combination of processes). Arbitrase
dapat berdiri sendiri, di samping dapat merupakan bagian dari alternatif
penyelesaian sengketa.14 Pada umumnya lembaga arbitrase memiliki perbedaan
dengan lembaga peradilan perdata yaitu15:
a. Di dalam lembaga arbitrase dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, karena
keputusannya tidak dipublikasikan;
b. Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinan dan
pengetahuannya memiliki pengalaman dan latar belakang yang cukup
mengenai masalah yang disengketakan,jujur, dan adil;
c. Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalah
serta proses dan tempat penyelenggaraan keputusan arbitrase internasional.
Pasal 58 sampai dengan Pasal 61 Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman mengatur “penyelesaian sengketa di luar pengadilan” bahwa
upaya penyelesaian sengketa dapat dilakukan diluar pengadilan melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa.

B. Kelebihan Arbitrase dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata


Penyelesaian sengketa perdata dalam dunia bisnis pada umumnya diselesaikan
secara damai (amicable solution) yang mana kedua belah pihak bermusyawarah untuk
mencari jalan keluar bagi sengketa mereka. Penyelesaian sengketa dengan cara
arbitrase merupakan cara yang disukai oleh para pengusaha karena dinilai paling
serasi dengan kebutuhan dunia bisnis.
Arbitrase sebagai cara cara penyelesaian sengketa yang didasarkan pada
kesepakatan para pihak memiliki dua persyaratan fundamental. Pertama, yang harus

14
Sudargo Gautama. Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia.PT.Citra Aditya Bakti: Bandung,2001.
Hlm 122
15
Sudikno Mertukusumo, Op.cit Hlm 285
dipenuhi sebelum proses arbitrase dimulai adalah keharusan adanya perjanjian
arbitrase yang sah antar para pihak untuk menyerahkan sengketa yang terjadi atau
yang akan terjadi kepada arbiter. Mengenai persyaratan fundamental yang pertama
ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka suatu perjanjian arbitrase dikatakan
sah apabila memenuhi persyaratan yang berlaku pada perjanjian pada umumnya
(Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Yaitu: (1) Kesepakatan para
pihak; (2) Kecakapan untuk membuat perjanjian; (3) Suatu hal tertentu; dan (4) Suatu
sebab yang halal. Kedua, adalah bahwa sengketa tersebut harus sengketa yang
arbitrable, yakni terdapat dalam ketentuan Rv yang secara tegas berbunyi, bahwa
sengketa menegenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh pihak-pihak
yang bersangkutan (Pasal 615 Rv). 16
Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dinilai menguntungkan
karena beberapa alasan dibawah ini:
a. Kecepatan dalam proses
Dalam hal proses, penyelesaian sengketa dengan arbitrase dinilai lebih cepat. Hal
ini menjadi penting, dikarenakan perkembangan kehidupan pada masa kini sudah
dinamis. Waktu yang digunakan dalam arbitrase dinilai lebih efisien dan fleksibel.
Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat sehingga tidak mungkin adanya
kasasi atau banding, dalam pengaturan internasional Pasal 35 ayat (1)
Ketentuanketentuan Arbitrase UNCITRAL menyebutkan bahwa: An arbitral
award, irrespective of the country in which it was made, shall be recognized as
binding and,… shall be enforced. Artinya, putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak peduli di negara
mana pun ia dijatuhkan.17
b. Pemeriksaan oleh ahli di bidangnya
Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase para pihak diberi kesempatan
untuk memilih ahli dalam hal-hal yang disengketakan. Keuntungannya, para pihak
dapat memilih orang yang dipercaya untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
c. Sifat konfidensilitas
Dalam Pasal 27 UU No.30 tahun 1999 dijelaskan bahwa semua pemeriksaan
sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Berbeda
16
Rahmadi Indra, Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar Pengadilan, Jurnal
Hukum , 2011. Hlm 91
17
Gatot P. Somartono, “ Mengenal Alternatif Penyelesaian Arbitrase “ <
http://repository.ut.ac.id/4132/1/HKUM4409-M1.pdf>
dengan arbitrase bahwa proses pemeriksaan dan putusan di pengadilan harus
dilakukan yang terbuka untuk umum. Proses yang bersifat terbuka akan
merugikan para pihak yang bersengketa bisnis karena didalamnya ada
kerasiahaan.
Penyelesaian arbitrse selalu didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut
(Soemartono,2005) :
1. Lebih cepat, karena putusannya bersifat final dan mengikat, sehingga menghemat
waktu, biaya, dan tenaga;
2. Dilakukan oleh ahli di bidangnya karena arbitrase menyediakan para pakar dalam
bidang tertentu yang menguasai persoalan yang disengketakan, sehingga hasilnya
(putusan arbitrase) dapat lebih dipertanggungjawabkan; dan
3. Kerahasiaan terjamin karena proses pemeriksaan dan putusannya tidak terbuka
untuk umum sehingga kegiatan usaha tidak terpengaruh.

Dengan beberapa alasan tersebut,arbitrase dinilai lebih efektif daripada penyelesaian


sengketa di pengadilan.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyelesaian sengketa menurut Frans Hendra Winartama adalah penyelesaian
sengketa secara konvensional dalam dunia bisnis seperti dalam bidang perdagangan,
perbankan, dan sebagainya. Proses litigasi menempatkan para pihak saling
berlawanan satu sama lain. Dalam proses penyelesaian sengeketa melalui jalur litigasi
menghasilkan suatu keputusan bersifat adversarial yang mana belum mampu
merangkul kepentingan bersama karena penyelesainan sengketa melalui litigasi
mempunyai hasil akhir yang menyatakan win-lose solution. Sedangkan, penyelesaian
litigasi menurut Pasal 1 angka 10 UU No.30 tahun 1999 adalah Alternatif
penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi, atau peniaian ahli. Macam-
macam penyelesaian sengketa non-litigasi yaitu: (a) Konsultasi; (b) Negosiasi; (c)
Mediasi ; (d)Konsiliasi;(e) Penilaian Ahli; dan (f) Arbitrase. Penyelesaian sengketa
secara arbitrase dinilai menguntungkan karena beberapa alasan sebagai berikut: (a)
Kecepatan dalam proses ;(b) Pemeriksaan oleh ahli di bidangnya ; dan (c) Sifat
konfidensilitas

B. Saran
1. Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi perlu dikembangkan untuk
menyelesaikan sengketa perdata mengingat banyaknya perkembangan dalam
segala aspek kehidupan dan juga mengurangi perkara di pengadilan. Sehingga,
sengketa di bidang perdata atau bisnis dapat diselesaikan dengan cepat dan
memberikan keputusan yang win-win solution
2. Penyelesaian sengketa secara arbitrase harus dilaksanakan secara konsisten agar
tidak banyak perkara di pengadilan karena penyelesaian melalui arbitrase
memiliki keuntungan bagi para pihak yang bersengketa.

DAFTAR PUSTAKA

Subekti,R., &Tjirosoedibio. (2005). Kamus Hukum Pradya Paramita. Bandung :Bina Cipta
Subekti,R. (1977).Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta
Mertokusumo,S.(2018).Hukum Acara Perdata Indonesia.Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka
Sukolegowo,P.(2008). Efektifitas Sistem Peradilan Cepat Sederhana,Biaya Ringan di
Lingkup Penradilan Umum.Jurnal Dinamika Hukum,Vol.8 (No.1),pp 2
Aftiani, . (2015). Penerapan Acara Singkat dan Acara Cepat dalam Penyelesaian Sengketa
Perdata di Pengadilan: Suatu Tinjauan Politik Hukum Acara Perdata.Jurnal Hukum Acara
Perdata, Vol. 1 (No.1) pp 34
Winarto,F. (2012). Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional. Jakarta : Sinar Grafika
Usmani, R. (2012). Mediasi di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik.Jakarta : Sinar Grafika
DSLA. (2020). Mengenal Penyelesaian Sengketa di Meja Hijau. Retrieved from
https://www.dslalawfirm.com/litigasi
Amrini, N. (2012). Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan.
Jakarta : PT. Grafindo Persada
Nugroho, S. (2009). Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta : Telaga Ilmu
Indonesia
Gautama, S. (2001). Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia. Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Indra, S. (2011). Arbitrase Sebagai Alternatif Solusi Penyelesaian Sengketa Bisnis di Luar
Pengadilan, Jurnal Hukum. pp 91
Somartono, G. Mengenal Alternatif Penyelesaian. Retrieved from
http://repository.ut.ac.id/4132/1/HKUM4409-M1.pdf

Anda mungkin juga menyukai