Oleh:
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata - kata yang
kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...........................................................................8
3.2 Saran.....................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain.
Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus
seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.
Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum.
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat
oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi
untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya.
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan
dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup
perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi juga jika
perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan
ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari
perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan. “Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara
seksama dalam undang-undang, sehingga sifatnya terbatas”.
Istilah “perbuatan melawan hukum” dalam istilah bahasa Belanda disebut dengan
onrechtmatige daad. Sebenarnya, istilah perbuatan melawan hukum ini bukanlah satu-satunya
yang dapat diambil sebagai terjemahan dari onrechtmatige daad, akan tetapi masih ada istilah
lainnya, seperti :
5) Penyelewengan perdata.
Sebenarnya, semua istilah tersebut pada hakikatnya adalah bersumber dari ketentuan
Pasal 1365 KUHPer yang mengatakan, bahwa tiap perbuatan melawan hukum, yang
menimbulkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Selanjutnya menurut Pasal 1366
KUHPer, setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.
Adapun menurut Pasal 1367 ayat (1) KUHPer, seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk
kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang
berada dibawah pengawasan.
Dari ketentuan Pasal 1365KUHPer ini, dapat diketahui bahwa suatu perbuatan melawan hukum
baru dapat dituntut penggantian kerugian apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
Suatu perbuatan adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila berlawanan
dengan :
Menurut pandangan yang berlaku saat ini, hukum diartikan sebagai suatu keseluruhan
yang terdiri dari norma-norma yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Yang dimaksud dengan
suatu tindakan atau kelalaian yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku adalah suatu
tingkah laku yang bertentangan dengan suatu ketentuan undang-undang.
4. Keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup masyarakat mengenai orang
lain atau benda
Dalam pengertian ini manusia harus mempunyai tenggang rasa dengan lingkungannya
dan sesama manusia, sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi tetapi juga
kepentingan orang lain sehingga dalam bertindak haruslah sesuai dengan, ketelitian, dan kehati-
hatian yang berlaku dalam masyarakat.
Kerugian yang disebabkan oleh karena perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian
materiel (dapat dinilai dengan uang) dan kerugian immateriel (tidak dapat dinilai dengan uang).
Dengan demikian, kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan melawan hukum tidak hanya
terbatas pada kerugian yang ditujukan kepada kekayaan harta benda, tetapi juga kerugian yang
ditujukanpada tubuh, jiwa, dan kehormatan manusia.
1. Kerugian materil
Kerugian materil dapat berupa kerugian yang nyata diderita dari suatu perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya : kebakaran mobil penumpang
akibat perbuatan melawan hukum, mewajibkan si pembuat kerugian itu tidak hanya membayar
biaya perbaikan mobil tersebut, akan tetapi juga bertanggungjawab untuk mengganti
penghasilan mobil penumpang itu yang akan diperoleh si pemilik sewaktu memperbaiki mobil
tersebut.
3
2. Kerugian immaterial
Yang termasuk dalam kerugian immaterial akibat perbuatan melawan hukum dapat
berupa :
• Kerugian moral,
Suatu kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan berarti seseorang
melakukan suatu perbuatan dan perbuatan ini berniat untuk membuat suatu akibat. Adapun
kelalaian berarti seseorang tidak melakukan suatu perbuatan, padahal menurut hukum ia harus
berbuat atau melakukan suatu perbuatan. Dengan kata lain dapat disimpulkan, bahwa:
1. Kesengajaan adalah melakukan suatu perbuatan, dimana dengan perbuatan itu si pelaku
menyadari sepenuhnya akan ada akibat dari perbuatan tersebut.
2. Kelalaian adalah seseorang tidak melakukan suatu perbuatan, tetapi dengan bersikap
demikian pada hakikatnya ia telah melawan hukum, sebab semestinya ia harus berbuat atau
melakukan suatu perbuatan. Jadi, ia lalai untuk melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya
wajib melakukan suatu perbuatan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa akibat dari suatu perbuatan melawan hukum
adalah timbulnya kerugian. Kerugian sebagai akibat perbuatan melawan hukum diharuskan
supaya diganti oleh orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu atau oleh si pelaku
perbuatan melawan hukum. Dengan demikian Pasal 1365 KUHPer mengatur tentang kewajiban
si pelaku perbuatan melawan hukum mengganti kerugian yang timbul karenanya di satu pihak
dan hak untuk menuntut penggantian kerugian bagi orang yang diragukan.
4
Dengan kata lain, kerugian yang diderita oleh korban haruslah benar-benar sebagai akibat dari
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku bukan oleh akibat perbuatan lain.
Dalam Pasal 1365 KUHPer, setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan
kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian
itu mengganti kerugian tersebut. Orang bersalah yang dimaksudkan adalah pelaku perbuatan
melanggar hukum, tidak hanya bertanggung jawab karena perbuatannya sendiri, tetapi juga
bertanggung jawab karena perbuatan orang lain yang berada di bawah kekuasaan atau tanggung
jawabnya, serta karena barang yang berada di bawah pengawasannya (Pasal 1367 KUHPer).
Pelaku perbuatan melawan hukum dapat berupa manusia pribadi ataupun badan hukum.
Ketentuan Pasal 1367 KUHPer memberikan rincian orang yang mempunyai kekuasaan atau
tanggung jawab atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain seperti
diuraikan berikut ini:
Namun, mereka ini dianggap tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan
oleh orang yang berada di bawah kekuasaan atau pengawasannya jika dapat membuktikan bahwa
mereka tidak mungkin dapat mencegah perbuatan itu.
Rasa keadilan pada masyarakat akan tercipta apabila tiap-tiap anggota masyarakat
bertindak sesuai dengan norma-norma dan hukum yang ada di masyarakat. Setiap anggota
masyarakat harus menggunakan haknya sesuai dengan tujuannya. Anggota masyarakat yang
menggunakan haknya tidak sesuai dengan tujuannya yang menimbulkan kerugian pada orang
lain, maka padanya akan dimintakan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam praktek, hakim dalam menentukan apakah seorang telah melanggar kepantasan,
kesusilaan di tengah-tengah masyarakat sering menemui kesulitan karena perluasan pengertian
perbuatan melawan hukum, maka apabila seseorang melawan kesusilaan dan kepantasan
dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum.
5
Kalau hakim memenuhi kesulitan dalam menentukan ini otomatis dalam menentukan ganti rugi
hakim juga akan menemukan kesulitan. Walaupun ada pertanggungjawaban atas perbuatan
melawan hukum namun ada juga hal-hal yang melenyapkan sifat perbuatan melawan hukum
dari suatu tuntutan, sehingga kepadanya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.
a) Hak Pribadi
Pada umumnya seseorang tidak dapat membuat sesuatu perjanjian atas nama orang lain
tanpa sepengetahuannya, misalnya, menyewakan barang kepada orang lain atau pihak ketiga.
Kalau hal menyewakan barang tersebut, dinamakan perbuatan melawan hukum semacam itu
yaitu kalau pada suatu saat barang milik orang lain tidak terurus sama sekali dan si pemilik tidak
diketahui tempatnya, supaya barang itu tidak terlantar seorang tadi berinisiatif mengurus barang
tersebut untuk kepentingan si pemilik barang, inilah yang dimaksud dengan zaakwarneming,
berdasarkan pasal 1357 KUH Perdata si pengurus barang tersebut berhak memperjanjikan pada
pihak ketiga yang mengikat si pemilik walau tanpa kuasanya.
b) Pembelaan Diri
Dalam hal ini harus ada seorang dari pihak lain baru bisa dilakukan pembelaan diri. Sifat
melawan hukum lenyap bilamana seseorang dalam melakukan perbuatannya dapat mendalilkan
bahwa hak pribadi yang menjadi dasar perbuatannya. Contoh pasal 1354 KUH Perdata dengan
pasal 1358 KUH Perdata tentang zaakwarneming.
Kalau pada waktu pembelaan diri tergolong pada perbuatan melawan hukum, maka sifat
melawan hukumnya menjadi lenyap. Harus diperhatikan bahwa harus benar-benar ada keadaan
yang memerlukan seseorang untuk membela diri juga harus diperhatikan bahwa pembelaan diri
ini tidak berakibat serangan baru terhadap yang menyerang.
Menurut Subekti, “Untuk dapat dikatakan keadaan memaksa (overmacht), keadaan itu diluar
kekuasaan manusia dan memaksa.
6
Yang mana kerugian yang timbul akibat keadaan memaksa, kerugian tersebut tidak dapat
dipastikan terjadi sebelumnya karena keadaan itu di luar kekuasaan manusia”.
• Bersifat mutlak (absolut) : Dalam hal ini tidak mungkin lagi melaksanakan suatu
perjanjian. Jadi tidak mungkin lagi untuk menuntut ganti rugi.
• Bersifat relatif (tidak mutlak) : Yaitu berupa keadaan dimana perjanjian masih dapat
dilaksanakan tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar dari pihak yang
melakukan kesalahan.
d) Perintah Jabatan
Hal yang melenyapkan sifat melanggar hukum yang tidak berasal dari undang-undang,
misalnya: wewenang untuk melanggar hak orang lain atas dasar persetujuan yang berhak.
Misalnya: A pemilik seekor anjing, ternyata kemudian menderita sakit gila. A meminta B yang
kebetulan memegang sebuah tongkat untuk memukul anjingnya tersebut. Atas persetujuan A
tersebut, B memukul anjing tadi.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks hukum perdata diatur
dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berbunyi : “
Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena kesalahannya yang menimbulkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”.
B. Berdasar pada rumusan Pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturan dinyatakan
melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :
• Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
• badan hukum.
3.2 Saran
8
DAFTAR PUSTAKA
Simanjuntak, P.N.H. 2015. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Muhammad, Abdulkadir. 2014. Hukum Perdata Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Prayogo, Sedyo. 2016. Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan
Perbuatan
Melawan Hukum Dalam Perjanjian. Jurnal Pembaharuan Hukum
Volume III No. 2
Fuady, Munir. 2005. Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.