Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Pidana
Dosen Pengampu : Dani Amran Hakim,SH.,M.H.
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala yang dengan segala kasih
sayang dan menyeru hamba-Nya mengikuti petunjuk yang benar, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini tentang “Perkara Koneksitas”. Shalawat dan
salam atas Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, Rasul Allah yang telah
mencucurkan keringat jihad sebanyak-banyaknya dalam mendakwahkan
kebenaran dan mengamalkan kebajikan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari rekan satu kelompok saya, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan satu
kelompok saya yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Makalah
ini kami susun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Hukum Acara Pidana
pada semester V tahun akademik 2021/2022.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1 Pengertian Perkara Koneksitas…………..……………………………….3
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dari pemisahan kewenangan antara polisi dan Militer dalam hal ini polisi
Militer seringkali terjadi konflik dalam hal melakukan kewenangan melakukan
suatu penyidikan jika terjadi suatu perkara tindak pidana yang melibatkan antara
seorang penduduk sipil yang dilakukan bersama sama oleh seorang militer yang
dalam perkembangannya disebut sebagai perkara koneksitas, tidak hanya konflik
terhadap siapa yang berhak melakukan penyidikan tetapi juga akan timbul konflik
pengadilan mana yang akan Mengadili, artinya dalam perkara koneksitas ada dua
pengadilan yang dapat mengadili yaitu peradilan umum bagi orang sipil dan
peradilan militer bagi mereka yang anggota militer. Bagi orang sipil tunduk
sepenuhnya pada Kitab Undang –undang Hukum Acara Pidana( KUHAP ),
sedangkan bagi anggota militer tunduk sepenuhnya pada hukum acara yang diatur
dalam undang – undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan militer.2
Pada tindak pidana umum mengenal juga yang namanya penyertaan dimana
melibatkan beberapa orang dalam melakukan suatu tindak pidana, tidak sering
melibatkan orang umum yang bekerja sama dengan seorang Militer, dimana
masyarakat umum tunduk pada peradilan umum dan militer yang tunduk pada
peradilan militer maka dari itu diperlukannya peradilan koneksitas untuk dapat
menyelesaikan hal tersebut, namun didalam prakteknya dalam hal penentuan
1
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 Tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
1
kewenangan mengadili sering terjadi suatu kebingungan dalam hal pengadilan
mana yang akan mengadili antara pengadilan militer dan pengadilan umum pada
kasus koneksitas tersebut, sehingga didalam suatu sistem peradilan koneksitas
seringkali membingungkan seseorang bahkan para penengak hukum untuk
menyelesaikan perkara kasus koneksitas tersebut yang melibatkan antara
masyarakat sipil dan militer.Dalam hal kasus koneksitas sering sekali terjadi hal –
hal yang menurut oang lain keliru tapi menurut pendapat sendiri itubenar karena
pemahaman tentang tata cara penyelesaian kasus koneksitas yang diatur dalam
undang – undang itu berbeda – beda sehingga menimbulkansuatu perdebatan
dikalangan masyarakat dan para penegak hukum tentang bagaimana cara
penyidikan perkara koneksitas, penahanan Koneksitas, penuntutan perkara
koneksitas, Praperadilan perkara koneksitas dan peradilan Perkara koneksitas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Koneksitas berasal dari bahasa latin “Connexio” yang memiliki arti suatu perkara
pidana dilakukan bersama-sama oleh warga sipil dan anggota militer yang
diperiksa oleh peradilan umum kecuali apabila kerugian yang ditimbulkan oleh
tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer, maka diadili oleh
peradilan militer. Acara pemeriksaan koneksitas atau peradilan koneksitas
merupakan mekanisme yang diterapkan terhadap tindak pidana dimana terdapat
penyertaan baik turut serta (deelneming) atau secara bersama-sama (made
dader) yang melibatkan pelaku orang sipil dan pelaku orang yang berstatus
sebagai militer.
3
mengadili perkasa koneksitas ini, maka diadakanlah penelitian oleh jaksa tinggi
dan oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan. Adapun yang menjadi faktor
penentu dalam penelitian bersama itu adalah titik berat yang ditimbulkan oleh
tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum atau kepentingan militer
dan jika perlu dipertimbangkan faktor-faktor tambahan, yaitu sifat tindak pidana,
peranan dan jumlah pelaku pada masing-masing pihak. Menurut Pasal 92
KUHAP, apabila perkara diajukan ke pengadilan negeri, maka berita acara
pemeriksaan yang dibuat oleh tim penyidik dibubuhi cacatan oleh penuntut umum
yang mengajukan perkara bahwa berita acara tersebut diambil alih olehnya, begitu
sebaliknya. Adapun mengenai persidangan perkara koneksitas menurut Pasal
94KUHAP dilaksanakan sebagai berikut :
4
dari gabungan antara hakim peradilan umum dan peradilan militer.
Akhirnya dapat dikemukakan bahwa koneksitas yang diatur dalam pasal
89 sampai pasal 94 KUHAP ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 22
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman (UU 14 Tahun 1970).3
Pasal 89 :
3
Abdul Manan, 2005: 313
4
Yusnita Mawarni, Penetapan Tersangka pada Peradilan Koneksitas dalam Perkara
Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Lentera Hukum, Volume 5 Issue 2, 2018.
5
3. Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan
bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.
Pasal 90 :
Pendapat dan penelitian bersama tersebut dituangkan dalam. berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
1. Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik
berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada
kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan
dalam lingkungan peradilan umum, maka perwira penyerah perkara segera
membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur
militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar
mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang;
2. Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak
pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu
harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat
sebagaimaña dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur
Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada
Menteri Pertahan dan Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman
6
dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan,
bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer;
3. Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi perwira penyerah
perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada
mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.
Pasal 92 :
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi oditur
militer atau oditur militer tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada
pengadilan dalam Iingkungan peradilan militer.
Pasal 93 :
5
Ibid
7
3. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang
menentukan.
Pasal 94 :
1. Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1)
diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau lingkungan
peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang
terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim
4. Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan
tingkat banding.6
5. Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik
mengusulkan pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim perwira sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) dan ayat (4).Dalam pasal-pasal tersebut diatur bahwa tindak pidana yang
dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum
dan lingkungan peradilan militer diperiksa dan diadili dalam lingkungan peradilan
umum kecuali menurut Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan
6
Ibid
8
(Menhankam) dengan persetujuan Menteri Kehakiman (Menkumham) perkara itu
harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan militer. Selanjutnya penyidikan
perkara pidana tersebut dilakukan oleh suatu tim tetap yang dibentuk dengan surat
keputusan bersama Menhankam dan Menkeh yang terdiri dari penyidik peradilan
umum, polisi militer dan oditur militer (Otmil) atau oditur militer tinggi (Otmilti)
sesuai dengan wewenang mereka dan hukum yang berlaku untuk penyidikan
perkara pidana. Pasal 90 mengenai penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi
dan Otmil atau Otmilti atas hasil penyidikan tim tersebut. Kemudian pada Pasal
91 diatur mengenai wewenang mengadili menurut titik berat kerugian yang
ditimbulkan, yaitu apabila titik berat kerugiannya terletak pada kepentingan sipil
maka diperiksa dalam lingkup peradilan umum sedangkan apabila titik berat
kerugiannya terletak pada kepentingan militer maka diperiksa dalam lingkup
peradilan militer. Adapun aturan-aturan dalam KUHAP pada prinsipnya sama
dengan aturan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer tepatnya pada pasal 198, 199, 200, 201, 202 dan 203.7
7
Ibid
9
Surat keputusan bersama yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 89 ayat (3)
KUHAP dan Pasal 198 ayat (3) UU Peradilan Militer, sedang pada ayat (2) dari
masing-masing pasal tersebut di atas, ditentukan bahwa Tim Tetap tersebut
melakukan penyidikan sesuai dengan wewenang masing-masing menurut hukum
yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana. Apabila suatu perkara koneksitas
diperiksa melalui mekanisme koneksitas maka aparat penyidik koneksitas terdiri
dari tim tetap yang terdiri atas penyidik kejaksaan, polri, polisi militer dan oditur.
Yang mana cara bekerjanya disesuaikan dengan penggarisan dan batas-batas
wewenang dan apabila dilakukan pemeriksaan secara terpisah (splitsing) maka
perkara dikembalikan ke penyidik yang berwenang menurut hukum acara yang
sesuai dengan peradilannya masing-masing. Dalam hal suatu perkara tidak
dilakukan splitsing, maka penyidikan koneksitas akan berlanjut pada penuntutan
dan pemeriksaan persidangan sesuai dengan peraturan mekanisme koneksitas
yang ada di dalam peraturan perundang-undangan.
8
Nasional, supra note 2., hlm. 19.
10
2.5 Praperadilan Perkara Koneksitas
Pasal 89 ayat 1:
Apabila materi perumusan dalam pasal 89 ayat 1 KUHAP dibaca secara cermat,
maka dapat didapat bahwa yang berwenang memeriksa dan memutuskan perkara
praperadilan koneksitas adalah Pengadilan Negeri. Hal tersebut akan nampak jelas
apabila dihubungkan dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 82 ayat 2 huruf c
KHAP yang menentukan bahwa untuk proses pemeriksaan praperadilan berlaku
acara cepat dan paling lambat 7 hari hakim praperadlan harus sudah menjatuhkan
putusan.
11
kesatu pasal 77 s/d 83 KUHAP. Sebab jika perkara praperadilan koneksitas
diperiksa oleh pengadilan militer sudah jelas prsedurnya tidak sesederhana seperti
yang diatur dan dimaksud oleh KUHAP (vide pasal 90 s/d 94 KUHAP).
Menurut Prof Andi Hamzah yang dimaksud dengan peradilan Koneksitas adalah
sistem peradilan Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua,
Sinar Grafika, Jakarta, 2015. Hal. 2149 Leden Marpaung, Proses Penanganan
Perkara Pidana (Penyelidikan & Penyidikan). Bagian pertama, Edisi Kedua. Sinar
Grafika, Jakarta 2014. Hal. 151.10 HM Rasyid Ariman, Fahmi Raghib, Hukum
Pidana. Setara Press, Malang, Tahun 2015. Hal. 117-118. Masalah penyertaan
(deelneming) ini di dalam pelajaran hukum pidana pada dasarnya berkaitan
dengan masalah pertanggungjawaban pidana terhadap tindak pidana yang telah
12
dilakukan. Berkaitan dengan masalah pertanggungjawaban pidana tentu saja akan
berhubungan pula siapa-siapa menjadi pelaku dan siapa-siapa yang menjadi
pembantu di dalam melakukan tindak pidana. Untuk menentukan para pelaku dan
pembantu ini diakui dan dikatakan pula oleh Tresna “bukan merupakan pekerjaan
yang mudah”, baik dilihat dari lapangan teoritis maupun dalam praktik penegakan
hukum pidana.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam bagian Kelima, pasal 198 sampai dengan Pasal 203 UU No. 31 Tahun
1997 tentang Peradilan Militer atau ada juga pakar hukum menyebutkan dengan
Peradilan Koneksitas atau Koneksitas yang selengkapnya dirumuskan dalam BAB
XI Pasal 89 sampai dengan pasal 94 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Acara Pemeriksaan Koneksitas atau peradilan Koneksitas atau Koneksitas adalah
13
suatu sistem peradilan yang diterapkan atas suatu tindak pidana dimana diantara
tersangka atau terdakwanya terjadi penyertaan (turut serta, deelneming) atau
secara bersama-sama (mede dader) antara orang sipil dengan orang yang berstatus
militer (prajurit TNI).
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15