Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

Tentang
Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan Relatif Peradilan Agama/Mahkamah Syri’ah

Oleh
Maisyaratul Maas 1913040100
Sri Wahyuni Siregar 1913040127
Winesia Putri 1913040126

Lokal: HES C

Dosen Pembimbing:
Nurhasnah M.Ag

PROGRAM PENDIDIKAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
2020 M

1
BAB I
A. Latar Belakang
Keberadaan sistem Hukum Islam di Indonesia sejak lama telah dikukuhkan dengan
berdirinya sistem peradilan agama yang diakui dalam sistem peradilan nasional di Indonesia.
Bahkan dengan diundangkannya UU tentang Peradilan Agama tahun 1998, kedudukan
Pengadilan Agama Islam itu makin kokoh. Akan tetapi, sejak era reformasi, dengan
ditetapkannya Ketetapan MPR tentang Pokok-Pokok Reformasi yang mengamanatkan bahwa
keseluruhan sistem pembinaan peradilan diorganisasikan dalam satu atap di bawah
Mahkamah Agung.
Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah memiliki perbedaan yang signifikan.
Mahkamah Syar’iyah diberikan kewenangan untuk mengadili perkara-perkara jinayah yang
telah diatur oleh qanun-qanun atau hukum positif Aceh. Hal itu tidak diberikan kepada
Pengadilan Agama untuk menyelesaikan kasus-kasus pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian kekuasaan mutlak peradilan agama/Mahkamah syari’ah
2. Pengertian kekuasaan relatif peradilan agama/Mahkamah syari’ah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari kekuasaan mutlak dan
kekuasaan relatif peradilan agama/mahkamah syari’ah
2. Pemenuhan tugas matakuliah Peradilan Agama Di Indonesia

2
BAB II
Kekuasaan Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah
Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh
Mahkamah Agung dengan empat lingkungan peradilan yang berada di bawahnya.
Empat lingkungan peradilanyang berada dibawah Mahkamah Agung tersebut adalah
Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara. Keempat lingkungan tadi memiliki kekuasaan yang mutlak dan kekuasaan
relatif masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
MenurutMenurut M.Yahya Harahap tujuan dan rasiopenentuan batas
kewenangan dalam setiap lingkungan peradilan harus terbina dengan tertip, agar
lembaga tersebut melaksanakan kekuasaan dengan sepatutnya.
A. Kekuasaan Mutlak Peradilan Agama/Mahkamah Syar'iyah
 Pengertian Kekuasan Mutlak Peradilan
Kekuasaan Mutlak juga disebut dengan kekuasaan absolut. Kekuasaan absolut
adalah kekuasaan peradilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau tingkat
pengadilan.
Berdasarkan pengertian diatas maka peradilan yang berbeda jenisnya akan
memiliki kekuasaan dalam bidang perkara yang berbeda. Misalnya pengadilan
dilingkungan peradilan agama memiliki kekuasaan dibidang perkara perdata tentu
umat islam. Sedangkan peradilan dilingkungan peradilan umum memiliki perkara
mengenai pidana umum, perkara perdata adat dan barat , minus perkara pidana militer
dan perkara pidana yang dilakukan anggota ABRI.
Kekuasan dan e enang yang dilakukan peradilan agama dan peradilan umum itu
berbeda dan peradilan tersebut memiliki jenis yang berbeda pula. Pengadilan Negri
Padang memiliki kekuasaan dalam perkara yang berbeda dengan pengadilan agama
Padang. Meskipun mereka sama-sama pengadilan tingkat pertama. Pengadilan agama
melakukan wewenangnya dalam menyelesaikan perkara yang berbeda dengan
pengadilan tinggi agama karena mereka merupakan pengadilan yang berbeda tingkat.
Kenapa berbeda, tetapi sejenis karena pengadilan agama adalah pengadilan tingkat
pertama sedangkan pengadilan tinggi agama adalah pengadilan tingkat banding.
 Kekuasaan Mutlak Peradilan Agama

3
Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama memiliki kekuasaan mengadili
jenis perkara yang sama yaitu perkara perkainan, ke arisan, asiat dan hibah yang
dilakukan berdasarkan hukum islam serta akaf dan shadaqah. Pengadilan agama
sebagai pengadilan tingkat pertama ber e enang mengadili perkara pada tingkat
pertama dan sedangkan pengadilan tinggi agama melakukan kekuasaannya di tingkat
banding jika permasalahan tersebut harus dilakukan banding.
 Cakupan Kekuasaan Badan-Badan Peradilan Agama
Dengan berlakunya UU Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama,
kekuasaan mutlak peradilan agama di Indonesia sudah seragam. Dalam undangan-
undangan tersebut memiliki dua perkara perdata tertentu umat Islam. Sebagaimana
bunyi pasal 2 undang-undang ini yaitu:
“Peradilan agama adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi
rakyatpencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang
diatur dalam undang-undang ini”.
2. Kekuasaan Relatif Peradilan Agama/Mahkamah Syari’ah
Kata ‘kekuasaan’ sering disebut ‘kompetensi’ yang berasal dari bahasa Belanda
‘competentie’, yang kadang-kadang diterjemahkan dengan ‘kewenangan’ dan kadang dengan
‘kekuasaan’. Kekuasaan atau kewenangan peradilan ini kaitannya adalah dengan hukum
acara.
Yang dimaksud dengan kekuasaan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan
wewenang yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama atau
wewenang yang berhubungan dengan wilayah hukum antar Pengadilan Agama dalam
lingkungan Peradilan Agama. Seperti misal, antara Pengadilan Agama Bandung dengan
Pegadilan Agama Bogor.
Dalam contoh yang telah diberikan, Pengadilan Agama Bandung dengan Pengadilan
Agama Bogor, keduanya adalah sama-sama berada di dalam lingkungan Peradilan Agama
dan sama-sama berada pada tingkat pertama. Persamaan ini adalah disebut dengan satu jenis.
Bagi pembagian kekuasaan relatif ini, Pasal 4 UU No. 7 1989 tentang Peradilan Agama telah
menetapkan:
“peradilan agama berkedudukan di kota madya atau kabupaten dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kota madya atau kabupaten”.
Selanjutnya, pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) menetapkan:

4
“pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama ada dikodya atau kabupaten, yang
daerah hukumnya meliputi wilayah kota madya atau kabupaten, tetapi tidak tertutup
kemungkkinan adanya pengecualian”.
Tiap pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum tertentu, dalam hal ini meliputi
satu kota madya atau satu kabupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai pengecualian,
mungkin lebih atau mungkin kurang, seperti di kabupaten Riau kepulauan terdapat empat
buah Pengadilan Agama, karena kondisi transportasi yang sulit.
Cara mengetahui yuridiksi relatif agar para pihak tidak salah mengajukan gugatan
atau permohonannya (yakni ke Pengadilan Agama mana orang akan mengajukan perkaranya
dan hak eksepsi tergugat), maka menurut teori umum hukum acara perdata Peradilan Umum,
apabila penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Negeri mana saja, diperbolehkan
dan pengadilan tersebut masing-masing boleh memeriksa dan mengadili perkaranya
sepanjang tidak ada eksepsi (keberatan) dari pihak lawannya. Juga boleh saja orang (baik
penggugat maupun tergugat) memilih untuk berperkara di muka Pengadilan Negeri mana saja
yang mereka sepakati.
Hal ini berlaku sepanjang tidak tegas-tegas dinyatakan lain. Pengadilan negeri dalam
hal ini boleh menerima pendaftaran perkara tersebut di samping boleh pula menolaknya.
Namun dalam praktiknya, Pengadilan Negeri sejak semula sudah tidak berkenan menerima
gugatan/permohonan semacam itu, sekaligus memberikan saran ke Pengadilan Negeri mana
seharusnya gugatan atau permohonan itu diajukan.
Contoh-contoh ketentuan menentukan wilayah yuridiksi sebuah pengadilan adalah
sebagaimana berikut:
a) Gugatan diajukan kepada pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah kediaman
tergugat. Apabila tidak diketahui tempat kediamannya maka pengadilan di mana tergugat
bertempat tinggal.
b) Apabila tergugat lebih dari satu orang maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang
wilayah hukumnya meliputi wilayah salah satu kediaman tergugat.
c) Apabila tempat kediaman tergugat tidak diketahui atau tempat tinggalnya tidak diketahui atau
jika tergugat tidak dikenal (tidak diketahui) maka gugatan diajukan ke pengadilan yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat.
d) Apabila objek perkara adalah benda tidak bergerak, gugatan dapat diajukan ke pengadilan
yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tidak bergerak.
e) Apabila dalam suatu akta tertulis ditentukan domisili pilihan, gugatan diajukan kepada
pengadilan yang domisilinya terpilih.

5
Pada dasarnya untuk menentukan kekuasaan relatif Pengadilan Agama dalam perkara
permohonan adalah diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi kediaman
pemohon. Namun dalam Pengadilan Agama telah ditentukan mengenai kewenangan relatif
dalam perkara-perkara tertentu seperti di dalam UU No. 7 Tahun 1989 sebagai berikut:
a) Permohonan ijin poligami diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi
kediaman permohon.
b) Permohonan dispensasi perkawinan bagi calon suami atau istri yang belum mencapai umur
perkawinan (19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan) diajukan oleh orang
tuanya yang bersangkutan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi
kediaman pemohon.
c) Permohonan pencegahan perkawinan diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah
hukumnya meliputi tempat pelaksanaan perkawinan.
d) Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama yang wilayah
hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau tempat tinggal suami atau istri.

6
BAB III
Kesimpulan
Kekuasaan Mutlak juga disebut dengan kekuasaan absolut. Kekuasaan absolut adalah
kekuasaan peradilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau tingkat pengadilan.
Berdasarkan pengertian diatas maka peradilan yang berbeda jenisnya akan memiliki
kekuasaan dalam bidang perkara yang berbeda.
kekuasaan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang
diberikan antara pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama atau wewenang yang
berhubungan dengan wilayah hukum antar Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan
Agama.

7
DAFTAR PUSTAKA
Asasriwarni.Nurhasnah. Peradilan Agama Di Indonesia. Padang:Hayfa Press, 2006
Djalil, Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia. Jakarta:Kencana, 2006
Wahyudi,Abdullah. Peradilan Agama Di Indonesia. Jogjakarta:Pustaka Pelajar, 2004

Anda mungkin juga menyukai