Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN BANTUAN HUKUM

Dosen Pembimbing : ANWAR SALEH HASIBUAN, SH, MH


Mata Kuliah : ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

Disusun Oleh :

DIAN ARIANTO (1974201049)

PRODI ILMU HUKUM


SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)
PERSADA BUNDA
PEKANBARU
TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profesi advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat yang di dorong
oleh hati nuraninya untuk berkiprah menegakkan hukum dan keadilan serta
mewujudkan supermisi hukum untuk semua aspek kehidupan. Profesi
advokat/penasehat hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (offium
nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan hukum di pengadilan bersama
jaksa dan hakim (officar’s of the court) dimana dalam tugas pekerjaannya
dibawah lindungan hukum dan undang-undang.
Jika profesi advokat telah diatur dengan suatu UU maka agar jelas kiprah
dan fungsi serta perannya ditengah lapisan masyarakatnya khusus pencari
keadilan. Advokat perannya ditengah hukum harus mampu mengoreksi dan
mengamati putusan dan tindakan para praktisi hukum lainnya dan hal ini
dibenarkan hukum dan perundang-undangan.
Advokat setiap nafasnya, harus tanggap terhadap tegaknya hukum dan
keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut kepada
siapapun dengan tidak membeda-bedakan tempat, etnis, agama, kepercayaan,
miskin atau kaya dan lain-lain. Sebagainya memberi bantuan hukum setiap saat,
demi tegaknya hukum keadilan.
Advokat/penasehat hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma (prodou) bagi orang yang tidak mampu, baik
dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang-orang yang
disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun dimuka
pengadilan yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-Cuma.
Dalam memberikan bantuan secara cuma-cuma maka dibentuklah
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk golongan miskin dan dapat ditafsirkan
sebagai salah satu usaha agar hukum dapat berperan sebagai pengisi kemajuan
pembangunan (dengan sasaran keadaan yang lebih tertib dan pasti untuk
lancarnya usaha pembangunan). Perlu dikembangkan suatu cara bantuan hukum
yang efektif dan melembaga bagi yang tersangkut perkara, terutama sifat untuk
golongan masyarakat yang kurang mampu.
Di dalam repelita IV, nanti seyogyanya bantuan hukum dengan tegas
dinyatakan sebagai suatu bentuk pelayanan hukum kepada golongan miskin, dan
sesuai dengan peranan yang berubah dari hukum dalam pembangunan nasional
ini. Maka program bantuan hukum diberikan pula suatu kedudukan yang
tersendiri sama dengan program-program lainnya

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Lembaga Bantuan Hukum ?
2. Bagaimana Sebenarnya Perkembangan Bantuan Hukum di Indonesia?
3. Bagaimana Sejarah Advokat sebagai Lembaga Bantuan Hukum di
Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga dan Bantuan Hukum


Lembaga kalau kita artikan dengan kamus besar bahasa indonesia adalah
suatu badan atau organisasi yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan
keilmuan atau melakukan suatu usaha1.
Sedangkan bantuan hukum itu berasal dari kata bantu bearti tolong,
tolongan, penolong, misalnya dikatakan guru bantu artinya guru penolong,
membantu artinya memberi sokongan, atau menolong. Memperbantukan artinya
menggunakan atau memperkerjakan untuk membantu, atau dalam arti
pertolongan, sokongan. Pembantuan artinya hal, cara atau perbuatan membantu.
Jadi bantuan hukum artinya tenaga, pikiran hukum, karya hukum yang di gunakan
untuk membantu para pihak yang berperkara2.
Bantuan hukum dapat di berikan oleh orang seorang yang mamahami
huku, atau yang di sebut panesehat hukum, seperti pengacara dan advokat.
Pemberi bantuan hukum dalam perkara pidana biasa di sebut pembela, yang di
laksanakan oleh panesehat hukum yang di sebut dengan advokat. Seorang advokat
adalah seorang panesehat hukum yang tidak saja dapat berarti sebagai pengacara
dalam perkara perdata tetapi juga dapat bertindak sebagai pembela dalam perkara
pidana3.
Dalam kedudukannya sebagai sutau profesi yang mulia atau lebih dikenal
dengan istilah officium nobile. maka advokat, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, memiliki kewajiban dalam memberikan
bantuan hukum untuk kaum miskin dan buta huruf.. Secara ideal dapat dijelaskan
bahwa bantuan hukum merupakan tanggung jawab sosial dari advokat. Oleh sebab
itu maka advokat dituntut agar dapat mengalokasikan waktu dan juga sumber daya

1
Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1980), hlm.138.
2
http://viviarviani.blogspot.com/2012/03/sejarah-lbh.html di akses hari Senin, 17 Oktober
2016.
3
Hilman Hadikusuma, Bahasa Hukum Indonesia , (Bandung: PT Alumni, 2013) hlm.
147-148.
yang dimilikinya untuk orang miskin yang membutuhkan bantuan hukum secara
cuma-cuma atau probono.
Pemberian bantuan hukum oleh advokat bukan hanya dipandang sebagai
suatu kewajiban namun harus dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi dan
tanggung jawab sosial (social contribution and social liability) dalam kaitannya
dengan peran dan fungsi sosial dari profesi advokat. Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat telah mengatur secara tegas mngenai kewajiban
advokat untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sebagai bagian dari
kewajiban profesi.
Dalam hal advokat tidak melakukan kewajiban profesi maka dapat
dikategorikan telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban
profesi sehingga dapat diberlakukan sanksi. Untuk mendukung pelaksanaan
kewajiban pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma oleh advokat maka
dibutuhkan peran yang optimal dari organisasi profesi.
Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu dari hak asasi yang harus
direkognisi dan dilindungi. Dengan mengacu kepada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
termasuk ketentuan Pasal 28 Huruf D ayat (1) dan Pasal 28 Huruf I ayat (1) UUD
1945 yang telah diamandemen tersebut maka hak atas bantuan hukum harus
dipandang sebagai suatu lembaga yang wajib dimiliki dan hanya ada di dalam
sistem negara hukum. Adanya prinsip hukum yang berdaulat (supremacy of law)
dan adanya jaminan terhadap setiap orang yang diduga bersalah untuk
mendapatkan proses peradilan yang adil (fair trial) merupakan syarat yang harus
dijamin secara absolut dalam negara hukum.
Dalam perkembangannya maka adanya program bantuan hukum juga
merupakan bagian yang terpenting dari rekognisi dan perlindungan hak asasi
manusia. Salah satu bentuk dari bantuan hukum tersebut adalah adanya pembelaan
atau pendampingan dari seorang advokat (access to legal counsel)4

4
Harlen Sinaga, Dasar – Dasar menjadi Advokat, ( Erlangga: Jakarta, 2011) hlm. 4-5.
B. Sejarah Perkembangan Bantuan Hukum di Indonesia
Gerakan bantuan hukum oleh para advokat agaknya diawali dengan
berdirinya beberapa lembaga atau biro bantuan hukum dalam bentuk konsultasi,
antara lain biro bantuan hukum di rechtshoge school jakarta pada tahun 1940 oleh
prof. Zeylemaker, yang sala satu tujuannya untuk memberikan sahehat hukum
kepada mareka yang tidak mampu. Namun sayang nya biro yang di kelola oleh
Mr. Alwi St. Osman Dan Mr. Elkana Tobing dan beberapa mahasiswa ini tidak
sukses karena kurangnya pengalaman praktek di kalangan pengelolanya.
Tahun 1953 muncul kembali ide untuk mendirikan lembaga bantuan
hukum yang berasal dari perguruan tionghoa bernama Sim Ming Hui atau tjandra
naya. Biro ini terbentuk pada tahun 1954 di bawah pimpinan prof. Ting swan
tiong.
Namun biro ini hanya terbatas memberikan konsultasi hukum untuk
golongan keturunan tertentu saja. Tahun 1963, pada masa dekan prof. Sujono
hadibroto, berdiri satu lembaga bantuan hukum di universitas indonesia yang di
beri nama biro konsultasi hukum universitas indonesia yang di ketahui oleh prof.
Ting swan tiong. Lembaga ini telah mengalami beberapa kali perubahan nama,
terakhir yaitu lembaga konsultasi dan bantuan hukum atau di kenal dengan
LKBH. Di daerah lain juga berkembang lembaga-lembaga bantuan hukum. Di
abandung, biro konsultasi hukum didirikan oleh prof. Mochtar kusumaatmadja di
pakultas hukum universitas padjajaran.
Pada tahun 1959-1965 kepercayaan masyarakat terhadap bantuan hukum
sempat hilang. Hal ini karena merosotnya peran advokat sebagai dampak dari
sistem peradilan yang tidak bebas dan mandiri. Kondisi ini terlihat dengan
banyaknya kompromi yang di lakukan antara hakim dengan jaksa pada waktu
akan memutuskan suatu perkara. Efeknya, wibawa pengadilan menjadi jatuh dan
orang tidak melihat mamfaat dari bantuan hukum dan lebih senang untuk meminta
pertolongan kepada jaksa, hakim atau orang kuat lainya dari pada meminta
bantuan kepada advokat dalam meminta keadilan untuk dirinya.
Dalam masa pemerintahan orde baru, kegiatan pemberian bantuan hukum
sepertinya mendapat perhatian dari pemerintah. Dengan diaturnya undang-undang
baru menggantikan undang-undang sama yang di buat pemerintah orde lama.
Perubahan terpenting terjadi dalam kegiatan bantuan hukum untuk masyarakat
miskin di indonesia pada bulan november 1978. Ketika itu diadakan lokakarya
nasional bantuan hukum se-indonesia . lokakarya tersebut menetapkan bahwa
bantuan hukum adalah adalah kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada
golongan yang tidak mampu (miskin), baik secara perorangan maupun kepada
kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu secara kolektif yang mana
bantuan hukum tersebut meliputi pembelaan, perwakilan baik di dalam maupun di
luar pengadilan, pendidikan, penilitian, dan penyebaran gagasan.
Lembaga bantuan hukum atau yang di naungi dalam yayasan lembaga
bantuan hukum indonesia (YLBHI) pada awalnya merupakan gagasan dari Adnan
buyung nasution, yang ketika itu tergabung dalam peradin, akibat dari ketidak
puasannya terhadap situasi sosial politik yang mengesampingkan norma-norma
hukum yang ada, dan sering kali bertindak merugikan rakyat.
LBH didirikan dengan konsep awal untuk melindungi masyarakat dari
penindasan hukum yang kerap menimpa maraka, LBH ini dipimpin oleh Adnan
buyung nasution, berdasarkan hasil kongres pada tanggal 28 oktober 1970 di
jakarta. Konsep ini kemudian di tuangkan dalam anggaran dasar LBH dimana di
dalamnya di sebutkan bahwa tujuan LBH adalah :
1. Memberi pelayanan hukum kepada rakyat miskin
2. Mengembangkan dan meningkatkan kesadaran hukum rakyat, terutama
mengenai hak-haknya sebagai subyek hukum
3. Mengusahakan perubahan dan perbaikan hukum untuk mengisi kebutuhan
baru dari masyarakat yang berkembang
Pada awalnya memang LBH mendapat dukungan dari pemerintah, namun
ternyata pembentuakan LBH ini di jakarta malah menjadi pemicu berdiri nya
organisasi-organisasi serupa di yogyakarta, surabaya, bandung, dan medan. Tahun
1980 dalam pertemuan nasional LBH di sepakati untuk menyamakan serta
menyatukan visi dan misi lembaga bantuan hukum, dan kemudian membentuk
yayasan lembaga bantuan hukum indonesia (YLBHI).
Selama kurun waktu antara tahun 1971 -1986 saja, LBH jakarta telah
menerima sekitar 25.000 perkara sedangkan YLBHI menerima sekitar 60.000
perkara. Pada masa ini kegiatan bantuan hukum kembali mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat dan menjadi semakin berkembang. Adapun
berdasarkan komposisi dari perkara yang di tanganinya, LBH pada awal-awal
kegiatannya terlibat dalam 54,4 persen perkara perdata, 10,2 persen masalah
tanah, 14,9 persen buruh, dan 20,48 persen kasus kriminal.
Sejalan dengan perkembangan pemikiran dan kesadaran rakyat akan hak-
hak sipil dan politiknya sebagai warga negara, kegiatan LBH dalam memberikan
bantuan hukum turut mengalami pergeseran di mana pemberdayaan hak sipil dan
politik rakyat telah menjadi inti dari kegiatan pemberian bantuan hukum yang di
laksanakan oleh LBH. LBH tidak segan-segan dan menjadi lebih aktif
melancarkan kritik-kritik terhadap tindakan-tindakan otoriter penguasa orde baru
seringkali merugukan rakyak. Akibatnya pemerintah ketika itu menganggap LBH
sebagai musuh yang dapat mengancam posisinya sebagai penguasa. Ruang gerak
LBH di batasi bahkan aktivis-aktivisnya banyak yang di tangkap dan belakangan,
pemerintah menghentikan konstribusi pendanaan yang pernah dibrikan kepada
LBH.
Sejalan dengan perkembangan pemikiran dan kesadaran rakyat akan hak-
hak sipil dan politiknya sebagai warga negara, kegiatan LBH dalam memberikan
bantuan hukum turut mengalami pergeseran di mana pemberdayaan hak sipil dan
politik rakyat telah menjadi inti dari kegiatan pemberian bantuan hukum yang di
laksanakan oleh LBH. LBH tidak segan-segan dan menjadi lebih aktif
melancarkan kritik-kritik terhadap tindakan-tindakan otoriter penguasa orde baru
seringkali merugukan rakyak. Akibatnya pemerintah ketika itu menganggap LBH
sebagai musuh yang dapat mengancam posisinya sebagai penguasa. Ruang gerak
LBH di batasi bahkan aktivis-aktivisnya banyak yang di tangkap dan belakangan,
pemerintah menghentikan konstribusi pendanaan yang pernah dibrikan kepada
LBH5.

5
Binziad Dadafi, Advokat Indonesia Mencari Legistimasi (Jakarta: Pusat Study Hukum
dan Kebijakan Indonesia, Bekerja Sama dengan Asia Foundation, 2001) hlm. 210-215.
C. Sejarah Organisasi Advokat sebagai Lembaga Bantuan Hukum
Organisasi advokat di indonesia bermula dari masa kolonialisme dan pada
masa itu jumlah advokat masih terbatas. Advokat hanya di tentukan di kota-kota
yang memiliki landraad (pengadilan negri) dan raad van justitie (dewan
pengadilan). Para advokat yang tergabung dalam organisasi advokat yang di sebut
dengan balie van advocaten. Dari penelusuran sejarah, wadah advokat diindonesia
baru di bentuk sekitar 47 tahun yang lalu, tetapnya pada tanggal 4 maret 1963, di
jakarta, pada saat di lakukan seminar hukum nasional di universitas indonesia.
Wadah advokat tersebut adalah persatuan advokat indonesia, yang di singkat
dengan PAI, yang di susul dengan pembentukan organisasi PAI di daerah-daerah6
Kemudian dalam musyawarah I / kongres advokat yang berlansung di
hotel danau toba di solo, pada tanggal 30 agustus 1964, secara aklamasi
diresmikan pendirian persatuan advokat indonesia , yang di singkat dengan
PERADIN, sebagai pengganti PAI. Kemudian PERADIN bersifat sukarela dan
tidak ada paksaan untuk memasuki Peradin.
Tidak mengherankan kalau pada akhirnya wadah-wadah profesi advokat tumbuh
di jakarta :
1. PUSBADHI (pusat bantuan dan pengabdian hukum)
2. FOSKO ADVOKAT (forum study dan komunikasi advokat)
3. HPHI ( himpunan panesehat hukum indonesia)
4. BHH (bina bantuan hukum)
5. PERNAJA
6. LBH KOSGORO7
Kembali ke sejarah organisasi advokat, pada tahun 1980-an, pemerintah
melakukan strategi lain, yaitu meleburkan Peradin dan organisasi-organisasi lain
ke dalam wadah tunggal yang di kontrol oleh pemerintah, pada tahun 1981, ketua
mahkama agung Mudjono, S.H dalam kongres peradin di bandung sepakat
mengusulkan bahwa advokat memerlukan satu wadah tunggal8.

6
Lasdin Wlas, Cakralawa Advokat Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1989) hlm. 89-90.
7
Ibid, Cakrawala Advokat Indonesia, hlm. 103.
8
Binziad Kadafi, Advokat Indonesia Mencari Legistimasi (Jakarta: Pusat Study Hukum
dan Kebijakan indonesia, Bekerja Sama dengan Asia Foundation, 2001) hlm. 367.
Kemudian pada tahun 1982 berdiri juga juga kesatuan advokat indonesia KAI 9.
Pada tanggal 15 september 1984, peradin mengeluarkan surat edaran yang
berjudul peradin menyongsong musyawarah nasional advokat. Tuntutan yang
paling menonjol dalam surat edaran tersebut adalah pembentukan wadah tunggal
advokat dan di instruksikan juga untuk menggiatkan hubungan dengan para
anggota dengan memperbanyak pertemuan satu sama lain agar anggota dapat
mengikuti perkembangan. Pada tanggal 24 november 1984, peradin mengeluarkan
surat edaran kedua yang berjudul Bar nasional yang mandiri, akhirnya keinginan
untuk membuka Bar nasional mandiri tercapai pada tanggal 10 november 1985
dengan membentuk wadah tunggal advokat yang diberi nama ikatan advokat
indonesia IKADIN10.
Sebenarnya, pemerintah tidak hanya berhenti sampai menciptakan wadah
tunggal ikadin, namun pada waktu itu berambisi untuk menyatukan seluruh
komponen fropesi, termasuk pengacara praktik dan pokrol bambu. Akan tetapi,
rencana itu kandas karena di tentang oleh advokat sendiri. Pemerintah akhirnya
berpikir semakin realistis dengan memberikan izin pendirian ikatan peanasehat
hukum indonesia IPHI pada tahun 1987 sebagai wadah pengancara praktik.
Memang, pada akhirnya ikadin tidak dapat bertahan lama, karena tidak di
tindaklanjuti secara konsisten oleh para pendirinya. Terjadi perpecahan di tubuh
ikadin sebagai akibat dari sekelompok pengurus ikadin tidak setuju dengan
kebijakan dewan pimpinan pusat ikadin dan puncaknya adalah insiden pada waktu
berlansung kongres sekitar tahun 1990 di hotel horison ketika sebagian anggota
ikadin mundur dan mendirikan asosiasi advokat indonesia AAI.
Karena itu, sejak peristiwa tersebut diatas hingga tahun 2001, termasuk
organisasi advokad di atas, di temukan beberapa organisasi advokat :
1. Ikatan advokat indonesia (IKADIN)
2. Asosiasi advokat indonesia (AAI)
3. Ikatan penasehat hukum indonesia (IPHI)
4. Himpunan advokat dan pengacara indonesia (HAPI)

9
Op, cit, Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, hlm. 104.
10
Ibid,. Lasdin Wlas, hlm. 109.
5. Serikat pengacara indonesia (SPI)
6. Himpunan konsultan pasar modal (HKPM)
7. Badan pembelaan dan konsultasi hukum MKGR (BPKH MKGR)
8. Bina bantuan hukum (BHH)
9. Lembaga bantuan dan pengembangan hukum kosgoro
10. Lembaga konsultsi dan bantuan hukum trisula (LKBH Trisula)
11. Lembaga pelayanan dan penyuluhan hukum (LPPH)
12. Perhimpunan organisasi pengacara indonesia
13. Persatuan advokat indonesia (PERADIN)
14. Asosiasi konsultan hukum indonesia (AKHI)
15. Himpunan advokat dan pengacara indonesia (HAPI)
16. Himpun konsultan pasar modal (HKPM)
17. Perhimpunan ahli hukum spesialis indonesia (Pahsindo)
18. Asosiasi kurator dan pengurus indonesia (AKPI)
19. Jakarta lawyers club (JLC)
20. Perhimpunan pengacara persaingan usaha (Perhumpus)
21. Perhimpunan pengacara kepailitan11.
Kemungkinan masih ada organisai advokat lain yang tidak
terpublikasikan. Hal tersebut tidak terlalu mengherankan kerana hal serupa terjadi
pada organisasi pekerja. Yang berdasarkan keterangan dari mantan mentri tenaga
kerja dan trasmigrasi Fahmi idris, setidak nya ada 68 serikat pekerja yang terdaftar
dan hal tersebut di pandang sebagai penghambat investasi.
Seiring dengan perjalanan waktu, organisasi-organisasi advokat tumbuh
subur, sedangkan undang-undang advokat belum ada. Karena iu, niat untuk
membentuk satu organisasi profesi advokat indonesia tumbuh makin besar. Untuk
itu di buat kesepakatan bersama organisasi profesi advokat indonesia pada tanggal
11 februari 2002 untuk membentuk komite kerja advokat indonesia (KKAI) yang
di deklarasikan oleh :
Ikatan advokat indonesia ( Ikadin)
a. Asosiasi advokat indonesia ( AAI)

11
Op, cit. Harlen Sinaga, Dasar - Dasar Profesi Advokat, hlm. 9-10.
b. Ikatan penasehat hukum indonesia (IPHI)
c. Himpunan advokat dan pengacara indonesia (HAPI)
d. Serikat pengacara indonesia (SPI)
e. Asosiasi konsultan hukum indonesia ( AKHI)
f. Himpunan konsultan pasar modal (HKPM)
Organisasi-organisasi advokat di atas tersebut sebagai organisasi advokat
pra-undang-undang advokat. Dengan kehadiran KKAI, Forum kerja advokat
indonesia (FKAI) meleburkan diri ke dalam KKAI sehingga FKAI tidak ada lagi
dan KKAI adalah satu-satu nya forum organisasi fropesi advokat indonesia.
Dalam perjalanan pembentukan undang-undang advokat, KKAI memberikan
sumbangan yang sangat berharga dan berguna12.
Akhirnya, setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, undang-undang
keadvokatan, yaitu UU republik indonesia nomor 18 tahun 2003 tantang advokat,
di undangkan dan di berlakukan pada tanggal 5 april 200313.

12
http://makalahfsh4.blogspot.com/2016/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html di akses hari
Senin, 17 Oktober 2016.
13
Ibid,. Harlen Sinaga, Dasar – Dasar Profesi Advokat, hlm. 11.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan yang telah diuraikan dapat diperoleh
beberapa kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah mengatur
secara tegas mngenai kewajiban advokat untuk memberikan bantuan
hukum secara cuma-cuma sebagai bagian dari kewajiban profesi.
2. Organisasi profesi memiliki peran yang penting dan determinan dalam
mendukung pelaksanaan kewajiban pemberian bantuan hukum secara
cumua-cuma oleh advokat. Hal ini didasarkan alasan bahwa organisasi
memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada advokat.
3. LBH merupakan lembaga bantuan hukum yang didirikan dengan tujuan
memberikan bantuan hukum kepada rakyat yang kurang mampu, serta
yang buta hukum dengan Cuma-cuma.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa, dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan.
Di samping itu juga terbatas karena hanya merupakan makalah, yang tidak
mungkin memuat segala hal mengenai pembahasan sebagaimana dalam judul.
Dengan demikian, kiranya ke depan ada studi lanjut yang dapat memaparkan
kembali pengetahuan mengenai Bantuan Hukum di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Hilman Hadikusuma, bahasa hukum indonesia, P.T. alumni, bandung, 2013.

Harlen Sinaga, dasar-dasar profesi advokat, Erlangga, Jakarta, 2011.

Binziad kadafi,et al.., advokat indonesia mencari legitimasi, Jakarta: Pusat Study
Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bekerja Sama dengan The Asia
Foundation, 2001.

Lasdin Wlas, Cakrawala Advokat Indonesia, Yogyakarta, liberty, 1989.

Internet
http://makalahfsh4.blogspot.com/2016/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://viviarviani.blogspot.com/2012/03/sejarah-lbh.html

Anda mungkin juga menyukai