Bahasa Hukum adalah bahasa aturan dan peraturan yang bertujuan untuk mewujudkan
ketertiban dan keadilan, untuk mempertahankan kepentingan umum dan kepentingan pribadi
di dalam masyarakat. Namun dikarenakan bahasa hukum adalah bagian dari bahasa Indonesia
yang modern, maka dalam penggunannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi
syarat ektetika bahasa Indonesia.
Sifat bahasa hukum Indonesia terletak pada istilah-istilah, komposisi serta gaya bahasanya
yang khusus dan kandungan artinya yang khusus. Bahasa hukum yang kita pergunakan
sekarang masih bergaya orde lama, masih banyak yang kurang sempurna semantik kata,
bentuk dan komposisi kalimatnya, masih terdapat istilah-istilah yang tidak tetap dan kurang
jelas. Hal mana dikarenakan para sarjana hukum di masa yang lalu, tidak pernah
mendapatkan pelajaran bahasa hukum yang khusus dan tidak pula memperhatikan dan
mempelajari syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Kelemahan ini dikarenakan bahasa hukum yang kita pakai dipengaruhi istilah-istilah yang
merupakan terjemahan dari bahasa hukum Belanda yang dibuat oleh para sarjana hukum
Belanda yang lebih menguasai tata bahasa belanda daripada tata bahasa Indonesia.
Bahasa sebagai sebuah sistem sangat berperan dalam mengungkapkan suatu gagasan secara
tertulis maupun secara lisan. Pemahaman terhadap suatu gagasan akan mudah dilakukan jika
pengungkapan gagasan itu ditata secara teratur, rapi, dan lugas. Demikian halnya dengan
bahasa Indonesia yang digunakan sebagai pengungkap gagasan dalam berbagai ragam, baik
dalam ragam hukum maupun dalam ragam lain juga akan mudah dipahami jika diungkapkan
secara teratur, rapi, dan lugas.
Kemudahan pemahaman terhadap suatu gagasan juga dapat dilakukan dengan jalan
mengenali atau sekurang-kurangnya mengetahui ciri-ciri tertentu suatu ragam yang
digunakan itu. Maka dengan memahami sifat bahasa hukum maka unsur unsur ataupun
syarat-syarat dalam pembuatan peraturan perundang undangan pun akan terpenuhi.
Bahasa hukum, yang secara luas diuraikan sebagai bahasa dari profesi hukum (legal
profession), telah menjadi objek dari pelbagai studi, yang sebagian besar dimaksudkan untuk
membantu, sehingga lebih dapat dimengerti oleh warga masyarakat biasa yang hidup dan
nasibnya dapat dipengaruhi oleh teks-teks itu. Banyak ungkapan-ungkapan buruk yang
digunakan untuk menggambarkan bahasa hukum, di antaranya “panjang lebar”, “tidak jelas”,
“muluk” (angkuh), dan sebagainya. Lebih spesifik lagi, literatur-literatur bahasa hukum itu
sendiri menyatakan bahwa bahasa hukum berbeda dari ucapan-ucapan biasa/umum, di
antaranya menyangkut terminologinya yang teknis. Kenyataannya, dalam teks-teks hukum
yang otoritatif tidak semuanya mengandung gambaran sebagaimana bahasa hukum di atas.
Namun, memang sebagian besar dokumen-dokumen hukum masih menggunakan teks-teks
yang berbahasa hukum itu.
Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata bahasa
Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan
maupun pengejaannya, namun bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak
tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan,
keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan
maupun cara penulisannya